Laman

Jumat, 15 Juni 2012

Narkoterorisme Vs Mbaiterorisme

Narkoterorisme;Penyesatan Opini

Di koran harian Nasional Republika (13 Juni 2012) dengan tegas  memuat Headline beritanya “Ancaman Narkoterorisme”, saya melihatnya sebuah kesengajaan dari media ini mendedah berita pembukaan International Drug Enforcement Conference (IDEC) ke-29 di Nusa Dua Bali dalam sebuah frame propaganda tedensius.

Dibulan April istilah narkoterorisme mulai di gulirkan oleh Ansyad Mbai (Ketua BNPT), dalam beberapa kesempatan juga sudah diungkapkan di publik. Dan sekarang istilah itu kembali meluncur dari mulut wakil presiden RI, Boediono dalam sambutanya di IDEC. Analisa saya ini bukan terpeleset, tapi konten pidato yang sengaja dan sudah disiapkan oleh konseptornya  seperti halnya dibulan kemarin ketika Boediono mengkritisi suara adzan di Masjid.

Kita perlu berani obyektif dan kritis, dalam kasus kejahatan narkotika apakah benar sudah lahir fenomena narkoterorisme seperti halnya dikawasan Amerika Latin? Atau itu hanya sebagai earlywarning tentang potensi simbiosis mutualisme antara dua poros kejahatan (kartel narkoba-terorisme)? Atau dalam konteks Indonesia, itu tidak lebih dari sekedar propaganda dan penyesatan opini oleh BNPT dengan kepentingan politik dibelakangnya?
Coba kita timbang, fakta empiris kita jumpai sebelum muncul drama terorisme di Indonesia, kejahatan narkotika sejatinya sudah tumbuh subur dinegeri ini bahkan mulai menggurita dengan jejaring meluas baik dari aspek teritorial maupun segmen pasarnya. Dan itu terjadi nyaris tanpa ada jejak irisan dengan fenomena “terorisme”.

Ketika melihat pilihan judul yang menjadi headline koran Republika, bisa ditangkap cita rasa adanya kesengajaan mendramatisir persoalan bahkan bombastis (membesar-besarkan) tanpa melihat derivate persoalan secara holistik. Coba kita timbang, fakta empiris kita jumpai sebelum muncul drama terorisme di Indonesia, kejahatan narkotika sejatinya sudah tumbuh subur dinegeri ini bahkan mulai menggurita dengan jejaring meluas baik dari aspek teritorial maupun segmen pasarnya. Dan itu terjadi nyaris tanpa ada jejak irisan dengan fenomena “terorisme”.

Hingga tahun 2011 saja berdasarkan hasil riset BNN dan Puslitkes UI, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba 2,2 persen setara dengan 4,2 juta orang dari total penduduk Indonesia dengan rentang usia antara 10-59 tahun. Dan angka tersebut diprediksi terus merangkak naik bisa sampai level 2,8 persen atau sekitar 5,1 juta orang di tahun 2015.Dari data BNN dan Puslitkes UI juga didapatkan angka:
  1. Ganja yang bisa disita aparat 245,2 ton dan perkiraan yang masih beredar lolos dari aparat sekitar 241,8 ton.
  2. Sabu yang berhasil disita aparat 234,5 Kg dan perkiraan yang lolos masih cukup besar yaitu 49.656,5 Kg.
  3. Ektasi yang bisa disita 882,880 butir dan perkiraan yang masih beredar dipasaran sekitar 147,1 juta butir.
  4. Heroin yang tersita 27,413 Kg dan yang masih lolos sekitar 1.842,587 Kg.
  5. Kokain yang tersita 176,17 Gram dan perkiraan yang lolos 32,823 Kg. Beberapa waktu yang lalu publik juga disuguhi berita, BNN berhasil menyita hampir 1,5 juta butir pil ektasi dari Cina dengan taksiran nilai lebih dari Rp 400 miliar dan kasus yang serupa dibulan sebelumnya (Mei 2012) Polda Metro Jaya menemukan sabu asal Cina seberat 352 Kg senilai Rp 702 miliar.
Kerugian negara ditaksir hingga Rp 50 triliun pertahun akibat kejahatan narkoba dan sedikitnya telah menewaskan 15 ribu anak remaja setiap tahunnya karena sebab narkoba.

Indonesia terbukti menjadi surga bagi pedagang narkoba, dengan jumlah populasi penduduk yang sangat besar menjadi pasar potensial.Disamping karena harga narkoba yang cukup tinggi dan murahnya ongkos kurir Indonesia  menjadi satu keuntungan yang luar biasa kenapa Indonesia menjadi incaran produsen narkoba.

Disamping titik-titik kelemahan dari aparat penegak hukum yang demikian terbuka mudah di “bungkam” dengan fulus oleh mafia narkoba menjadi “obat viagra” tersendiri, atau bahkan mau terlibat bermain dalam jejaring bisnis haram ini. Belum lagi ada peluang mendapatkan grasi dari presiden seperti dalam kasus Corby, menjadi angin surga yang menjanjikan Indonesia bisa menjadi basis potensial pasar peredaran narkoba dari jaringan Internasional.

Nah, pertanyaannya adalah; dari angka-angka empiris diatas berapa persen yang disana ada simbiosis mutualisme dengan kejahatan “teroris” dalam konteks Indonesia? Atau sebatas indikasi sekalipun, berapa banyak (persen) orang-orang yang disangka “teroris” terlibat dalam kejahatan narkoba ini? Bermain dengan para mafia untuk mendapatkan keuntungan demi pembiayaan agenda “terorisme”nya.
Saya lihat dalam pertemuan IDEC di Nusa Dua Bali (Selasa, 12/2012) seolah menjadi deklarasi terminologi “baru” yaitu  “narkoterorisme” bagi BNN dan selaras dengan keinginan BNPT.

Saya lihat dalam pertemuan IDEC di Nusa Dua Bali (Selasa, 12/2012) seolah menjadi deklarasi terminologi “baru” yaitu  “narkoterorisme” bagi BNN dan selaras dengan keinginan BNPT.
“Terorisme” di Indonesia mendapatkan brand (merk) baru berdasarkan indikasi versi BNN dan BNPT karena adanya keterkaitan beberapa gelintir orang yang terduga “teroris” dengan transaksi illegal narkoba.

Kemudian kejahatan dibidang narkoba yang sudah demikian menggurita dengan jejaringnya yang cukup mapan tidak menjadi lebih penting untuk ditelanjangi dan di ungkap dibandingkan usaha membranding term baru untuk Indonesia “narkoterorisme”.

Padahal sejatinya kebenaran “narkoterorisme” sangat debateble, karenanya tidak salah jika munculnya ungkapan ini dari BNPT (Ansyad Mbai) beberapa bulan lalu dinilai sebagai propaganda dan opini yang tedensius dalam konteks kontra-terorisme.
Yang lebih penting lagi, kita menangkap “narkoterorisme” sebagai opini yang gegabah dan sengaja atau tidak telah menyudutkan umat Islam.

Awalnya Narcoterrorism adalah istilah yang diciptakan oleh mantan Presiden Peru Fernando Belaunde Terry pada tahun 1983 ketika menggambarkan teroris-jenis serangan terhadap polisi anti-narkotika Peru-.

Dalam konteks aslinya, narcoterrorism dipahami sebagai upaya para pedagang narkotika untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah atau masyarakat lewat kekerasan dan intimidasi, dan menghalangi penegakan hukum dan administrasi keadilan dengan ancaman atau penggunaan sistematis seperti kekerasan.

Kekerasan kejam Pablo Escobar dalam berurusan dengan pemerintah Kolombia dan Peru mungkin salah satu contoh yang paling dikenal dan terbaik didokumentasikan narcoterrorism, (Wikipedia).

Rasanya masghul sekali kalau kemudian istilah ini diadopsi oleh BNPT dan BNN untuk mengambarkan potensi ancaman terhadap keamanan dari entitas yang di klaim sebagai “teroris” di Indonesia.

Banyak deferensiasi yang tidak compatible fenomena “terorisme” di Indonesia versi BNPT saat ini untuk di sematkan gelar baru “narkoterorisme”. Hanya karena ada indikasi orang-orang tertentu terduga “teroris” terlibat dalam bisnis narkoba kemudian didramatisir sedemikian rupa bahwasanya telah lahir narkoterorisme.

Fenomena di Peru, Meksiko atau wilayah Kolumbia narkoterorisme domainnya adalah keuntungan dari bisnis narkoba oleh kelompok tertentu hingga harus berhadapan dengan negara yang hendak memberangusnya. Dan tidak hanya berhadapan tapi sampai pada tingkat mempengaruhi kebijakan politik dengan spirit utama menguasai negara untuk menjamin eksistensi bisnis narkoba.

Dari jalan lobi (negosiasi) hingga hard power (terror kekerasan) akan dilakukan oleh kelompok pebisnis narkoba demi tercapainya kepentingan mereka. Dan dalam konteks Indonesia, apakah sudah sepadan istilah itu di munculkan begitu saja dalam proyek kontra-terorisme? Apa motif tindakan “teroris” di Indonesia sudah sama dengan para pedagang narkoba seperti di Peru yaitu karena uang melalui bisnis haram narkoba?

Justru disini kita bisa melihat bahayanya terminologi ini via konsistensi alur berfikir yang dikembangkan oleh BNPT tentang terorisme.
Dan sampai hari ini logika ini belum bergeser, perang melawan terorisme secara implisit akhirnya dimaknai perang terhadap “terror” dan orang-orang yang dianggap punya cita-cita mendirikan negara Islam atau Khilafah Islamiyah.

Tentang terorisme, tidak ada kesepakatan global tentang definisinya (no Global concencus), namun disepakati bahwa itu sebagai extra ordinary crime.Dalam konteks Indonesia identifikasi teroris sudah jelas menyudutkan entitas tertentu dari umat Islam, semisal bahwa visi terorisme di Indonesia adalah hendak mendirikan negara Islam atau Khilafah Islamiyah. 
Dan sampai hari ini logika ini belum bergeser, perang melawan terorisme secara implisit akhirnya dimaknai perang terhadap “terror” dan orang-orang yang dianggap punya cita-cita mendirikan negara Islam atau Khilafah Islamiyah.

Kalau kemudian dicangkokkan sebutan baru “narkoterorisme”, maka makna rasional istilah tersebut dalam konteks Indonesia dalam prespektif BNPT adalah kejahatan “teroris” yang hendak mendirikan negara Islam dengan melakukan kejahatan extra ordinary (dagang narkoba) sebagai sumber pendanaan.

Inilah derivate konskuensi dari terminologi narkoterorisme, secara sengaja atau tidak sudah melemparkan kotoran kewajah umat Islam. Betapa naifnya, hendak mendirikan negara Islam dengan menggalang dana dari bisnis haram. Artinya sama saja para pendamba negara Islam itu seperti orang ateis (komunis) yang memegang kaidah “al ghoyah tubarrirul washitoh” (tujuan boleh menghalalkan segala cara).

Apakah benar demikian metoda mendirikan negara Islam? Tentu ini adalah fitnah yang luar biasa. Kalau dalam khasanah pemikiran Islam, sebuah pemikiran (isme) bisa dinisbahkan kepada sebuah bangsa seperti Arabisme atau kepada peletak dasar pemikiran tersebut seperti Marxisme, Leninisme dan bisa juga dinisbahkan kepada Ideologi yang mendasari seperti Kapitalisme, Komunisme dan Pemikiran Islam.
Dalam isu “narkoterorisme” saya lebih memilih istilah yang lebih tepat “Mbaiterorisme”, sebuah istilah yang menggambarkan pemikiran tentang terorisme dalam konteks Indonesia versinya Ansyad Mbai (Ketua BNPT).

Dalam isu “narkoterorisme” saya lebih memilih istilah yang lebih tepat “Mbaiterorisme”, sebuah istilah yang menggambarkan pemikiran tentang terorisme dalam konteks Indonesia versinya Ansyad Mbai (Ketua BNPT).

Banyak istilah yang dilihat dari historikal kelahiran dan makna aslinya ketika di adopsi oleh BNPT dalam isu terorisme sudah mengalami bergeseran makna dan maksud politik yang sangat bias, contoh kongkritnya adalah propaganda “narkoterorisme”. 
Sebuah istilah untuk membungkus nafsu BNPT melangengkan proyek kontra-terorisme di Indonesia dengan target mengalenasi gerakan formalisasi Syariat Islam.
 
Dan upaya BNPT untuk mewujudkan dominasi ideologi sekuler-liberalisme di Indonesia dengan berbagai cara semisal penyesatan opini melalui istilah narkoterorisme.Dan dalam terminologi narkoterorisme juga membuka kemungkinan simbiosis mutualisme (perselibatan) antara BNPT (Ansyad Mbai) yang phobi Islam dengan BNN (Gories Mere) Salibis fundamentalis untuk memberangus para aktifis Islam. 

Inilah sebuah gambaran wajah yang kehabisan akal untuk menjaga kontinuitas proyek global war on terrorism (GWOT) ala Amerika Serikat di wilayah Indonesia. Wallahu a’lam.

Oleh:Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra-Terorisme & Direktur CIIA -The Community Of Ideological Islamic Analyst-

source:voaofislam/jum'at,15juni2012

Anak-anak Palestina telah dilatih untuk Jihad melawan Zionis Yahudi sejak TK

JALUR GAZA - Anak-anak di sebuah TK Palestina di Gaza merayakan kelulusan mereka dengan bergaya ala militer, menyandang senapan-senapan mereka sambil meneriakkan slogan-slogan anti-Israel, seperti dilansir harian online Israel pada hari Selasa (12/6/2012).

Perayaan kelulusan itu dihadiri oleh para orangtua murid dan kerabat mereka, kebanyakan mereka adalah yang berafiliasi dengan kelompok Jihad Islam. Anak-anak itu berpakaian seragam militer seperti Mujahidin dari sayap-sayap Jihad Palestina, seperti Brigade Al-Quds, dan masing-masing mereka menerima sebuah senapan mainan, lapor harian Israel Ynet.

"Ini adalah kewajiban kami untuk mendidik anak-anak untuk mencintai perlawanan, Palestina dan Yerusalem, sehingga mereka akan menganggap penting Palestina dan musuhnya," kata Kepala TK Islam itu, dilansir Ynet.

Para guru mengatakan bahwa sekolah menginginkan generasi muda untuk tumbuh mencintai perlawanan dan berjihad.
Selama perayaan itu, anak-anak melakukan simulasi dan bertingkah sesuai dengan peran mereka masing-masing serta mendemonstrasikan bagaimana pasukan zionis Israel mengancam para tahanan Palestina. Ada yang berperan menjadi tentara Israel dan ada yang berperang menjadi tahanan Palestina.
 
Sebagaimana yang digambarkan Ynet, anak yang berperan menjadi tahanan Palestina diborgol dan ditempatkan di dalam kurungan, sementara anak yang berperan sebagai tentara zionis penjaga tahanan berdiri menyandang senapan di dekat tahanan. 

Sedangkan sekelompok anak lainnya diminta untuk berdiri di samping peti mati tiruan yang dibungkus dengan bendera dari berbagai faksi kelompok bersenjata, yang ditempel foto-foto para Syuhada'.

Beberapa anak yang diwawancarai mengatakan bahwa jika mereka dewasa nanti mereka akan bergabung 
dengan Jihad Islam.

"Ketika aku dewasa, Aku akan bergabung dengan Jihad Islam dan Brigade Al-Quds. Aku akan berperang melawan musuh, Zionis, dan menembakkan rudal-rudal kepada mereka hingga aku mati sebagai syahid dan bergabung dengan ayahku di surga," kata Hamzah, seorang anak TK yang mengambil peran dalam drama yang bertujuan sebagai latihan Jihad itu, dikutip Ynet dari situs Jihad Islam.

"Aku mencintai perlawanan dan para Syuhada' dan Palestina, dan aku ingin meledakkan diriku sendiri melawan zionis dan membunuh mereka di sebuah bis dalam sebuah serangan bom bunuh diri," tambah Hamzah.
 
Dalam adegan lain, anak-anak juga memainkan simulasi yang menggambarkan penjaga penjara Israel sedang menyiksa para tahanan Palestina. 

Dalam adegan itu, ceritanya, penjaga penjara menempatkan kepala tahanan di sebuah ember penuh air untuk menunjukkan sejumlah penyiksaan tahanan Palestina yang harus bertahan di tangan-tangan tentara Yahudi-Israel.

Selain itu, sekelompok anak juga tampak melakukan adegan simulasi dalam mempertahanan Masjid Al-Aqsa. 

Meski wajah-wajah mereka masih sangat polos, mereka nampak sangat serius ketika melakukan latihan-latihan tersebut, mereka nampak menikmatinya, mereka nampak sudah mengerti untuk apa mereka melakukan itu dan nampak harapan di wajah mereka tentang apa yang kelak akan mereka lakukan ketika mereka dewasa nanti, yakni melawan musuh-musuh Islam di tanah air mereka, Palestina.

source:arrahmah/jum'at,15juni2012

Narcoterrorism dinilai sebagai khayalan dan menjiplak program Amerika

JAKARTA - Isu yang dilontarkan oleh para pejabat negara bahwa telah terjadi simbiosis mutualisme antara kejahatan narkotika dengan aksi terorisme, dimana narkotika dijadikan modal untuk membiayai aksi terorisme tersebut dan dikenal dengan istilah Narcoterrorism. 

Menurut Ketua An Nashr Institute, Munarman, SH. hanyalah sebuah ilusi belaka.
“Khayalan itu, yang ada itu state terorisme. Negara menakut-nakuti warganya untuk tujuan tertentu.” kata Munarman kepada arrahmah.com, Jum’at (15/6)

Lanjut Munarman, Narcoterrorism sendiri merupakan program yang memang sudah diagendakan oleh Amerika Serikat untuk melakukan pencitraan buruk kepada mujahidin setelah mereka gagal dalam memeranginya di Afghanistan.

“Ini kan skenario global Amerika, Amerika kalah perang di Afghanistan melawan Mujahidin, kemudian mereka membuat fitnah terhadap mujahidin sebagai penjual narkoba.” Ujarnya.
Parahnya, menurut Munarman, program tersebut ditindak lanjuti oleh badan anti teror di Indonesia untuk memojokkan para Mujahidin.

“Ini jiplakan saja, pejabat-pejabat Indonesia kan gak punya otak, mereka hanya mencontoh dari rancangan yang sudah dibuat oleh Amerika. Jadi itu template saja.” Ungkapnya.
Dia pun mengecam tindakan tidak terpuji tersebut yang dimainkan oleh Ketua BNPT Ansyad Mbai sebagai wacana yang menurutnya penuh fitnah.

“Ansyad Mbai itu bisanya hanya fitnah-fitnah saja, omong kosong itu, kerjaan dia membual belaka, dia akan di azab nanti di akhirat oleh Allah kalau bicara sembarangan terus.” tegas Munarman.
Dia pun menghimbau agar para pejuang pembela Islam untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan memohon pertolongan agar Allah segera menghukum musuh-musuh-Nya di dunia.
“Makanya, Mujahidin harus banyak-banyak berdoa, agar azab bagi mereka disegerakan oleh Allah,” tutup Munarman simpatik.

Sebagaimana diberitakan media, April 2012 ketua Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT), Ansyad Mbai telah melemparkan wacana untuk mewaspadai narcoterrorism, sebuah istilah dari penggabungan narkotika dan terorisme.

Wacana ini kembali menyeruak ketika Wapres Boediono menyinggungnya kembali pada saat berpidato dalam sambutannya dalam acara International Drug Enforcement Conference XXIX, di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/6/2012) yang kemudian wacana-wacana tersebut diamini oleh ketua BNN Gories Mere dalam konferensi itu.

source:arrahmah/jum'at,15juni2012

Kamis, 14 Juni 2012

Wapres Boediono Mendukung Propaganda Narco-Terrorism

JAKARTA - Dalam sambutannya di acara International Drug Enforcement Conference XXIX, di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/6/2012), Wapres Boediono meminta untuk mewaspadai terjalinnya kerjasama kartel narkoba dengan kelompok teroris.

"Suatu gejala lain yang lebih memprihatinkan dan kita semua benar-benar perlu diwaspadai adalah berkembangnya kerjasama antara Kartel atau Sindikat narkotika dengan kelompok-kelompok teroris (Narco-Terrorism)," ujar Wapres Boediono dalam acara yang dihadiri Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin, Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, Kepala Badan Narkotika Nasional Gories Mere serta 305 peserta dari 75 negara itu.

Menurutnya jika perpaduan antara sindikat narkotika dengan kelompok-kelompok teroris terjalin, maka akan sangat membahayakan karena memiliki motif kriminal dan motif politik.  

Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya menilai Wapres Boediono tidak berhati-hati dalam memberikan pernyataan.

“Pak Wakil Presiden ini sudah beberapa kali kurang gaul, ketika di depan pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI) kepleset soal adzan yang mestinya harus keras bukan lembut. Itu contoh pertama pak Boediono kurang berhati-hati dalam memberikan statement,” ujarnya kepada voa-islam.com, Rabu (13/5/2012).

Dengan pernyataan tersebut, membuktikan bahwa Wapres Boediono teracuni oleh opini barat yang disusupkan melalui film. “Pak Boediono telah ‘teracuni’ oleh opini-opini barat yang mana terakhir ini mencoba mengkaitkan adanya blow up media bahwa Narkoba itu berasal dari Timur Tengah yang sekarang mulai disusupkan di negara-negara Asia termasuk Indonesia, itu adalah frame besar orang-orang barat melalui film,” tandasnya.

Menurutnya, tak pantas seorang Wapres mengeluarkan pernyataan tersebut sebab Narco-Terrorism merupakan propaganda barat untuk mendiskreditkan ISLAM

“Seharusnya ini tidak perlu diucapkan oleh seorang Wakil Presiden, bahwa kartel Narkoba dikaitkan dengan Timur Tengah dan dengan terorisme. Sebab terorisme ini kan sudah dikemas dalam berbagai bentuk, sekarang ini diakumulasi, dicreate sedemikian rupa supaya terorisme ini ikut dibiayai, ikut campur tangan kartel-kartel Narkoba.

Lebih lanjut, Mustofa mengungkapkan bahwa propaganda Narco-Terrorism adalah tahapan untuk melemahkan umat Islam untuk berjihad melalui isu-isu negatif.

“Kalau setahun lalu mereka memiliki visi misi besar untuk menghilangkan kata islamiyah, kata khilafah, kata jama’ah itu adalah target besar yang akan tercapai mungkin dua puluhan tahun yang akan datang, tetapi ini (Narco-Terrorism, red) adalah tahapan-tahapan untuk melemahkan orang Islam dalam beribadah, berjihad dan lain sebagainya melalui isu-isu negatif termasuk mengaitkan kartel Narkoba dengan terorisme.
 
Padahal, terorisme sekarang sudah berhasil distigmakan pelakunya orang-orang Islam, maka nanti kalau kartel Narkoba dikaitkan dengan terorisme itu otomatis menjustifikasi bahwa orang-orang Islam-lah yang menikmati Narkoba,” ungkapnya.


source:voiceofislam/rabu,13juni2012

Perangi Mujahidin Gories Mere Gunakan Nama Narco-Terrorism

JAKARTA - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Gories Mere, menuding sindikat yang memproduksi dan memperdagangkan narkotika, menggunakan hasil bisnisnya untuk membiayai kejahatan lainnya, termasuk terorisme.

"Ada simbiose antara perdagangan narkotika dengan arms smuggling, termasuk dengan terorisme yang dikenal dengan narco terorisme," kata Gories di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/6/2012) saat jumpa pers soal Internastional Drugs Enforcement Conference (IDEC) XXIX.

Lebih lanjut ia mengungkap bahwa hasil penjualan Narkoba digunakan untuk membeli senjata. "Hasil berjualan sabu asal Malaysia, digunakan untuk membeli senjata dan dimasukkan lagi secara legal ke Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya menilai pernyataan Gories Mere tersebut adalah kemasan untuk memerangi mujahidin.

“Dua lini yang paling mematikan itu Narkoba dan terorisme, sekarang Gories Mere pernah di Densus 88, kemudian sekarang di BNN, saya kira Gories Mere pun memiliki visi yang sama melalui lembaga apa pun ia berusaha untuk membunuh mantan-mantan mujahidin dengan cara apa pun dengan kemasan apa pun termasuk dengan kemasan Narkoba,” ungkapnya kepada voa-islam.com, Rabu (13/6/2012).
Kalau Gories Mere ingin perang jujur saja, tidak usah pakai lobi-lobi soal Narkoba dikaitkan dengan terorisme dan Islam, terus terang saja, orang Islam tidak takut
Bahkan menurut Mustofa, tudingan sejumlah aktifis Islam bahwa Gories Mere berada di balik propaganda Narco-Terrorism untuk mengendalikan Densus 88 agaknya perlu dicermati.

“Maksud saya, tuduhan-tuduhan aktifis Islam pada Gories Mere tidak bisa diabaikan begitu saja karena sekali lagi track record dari Gories Mere terhadap aktifis Islam ini sangat buruk sekali, termasuk cara-cara Gories Mere ketika menjadi Kadensus, dan  cara-cara Gories Mere ketika menjadi kepala BNN tapi masih ikut serta dalam penanganan terorisme seperti yang terjadi di Bandara (Polonia) Medan,” jelasnya.

Ia juga menantang agar Gories Mere berterus terang memerangi Islam tanpa harus menggunakan embel-embel Narkoba yang dikaitkan dengan terorisme.

“Kalau Gories Mere ingin perang jujur saja, tidak usah pakai lobi-lobi soal Narkoba dikaitkan dengan terorisme dan Islam, terus terang saja, orang Islam tidak takut,” pungkasnya. 

source:voaislam/rabu, 13 jun 2012


 

Rabu, 13 Juni 2012

FPI menyapu Toko Buku Gramedia


.
... jika menemukan buku yang melecehkan agama Islam itu maka segera memusnahkannya...


                                      
Depok, Jawa Barat  - Front Pembela Islam (FPI) sekali lagi bertindak laiknya juru pengadil. Kini di Kota Depok, mereka menyatroni dan menyapu Toko Buku Gramedia setempat.

Dikarenakan informasi menyatakan toko buku itu memajang buku 5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia karangan Douglas James Wilson, maka FPI yang kerap tampil dalam jumlah banyak dan berbaju koko putih.


"Kami ingin memastikan buku itu sudah tidak diperjualbelikan di Gramedia Depok," kata Ketua FPI Kota Depok, Habib Idrus Al-Gadri, Rabu.


Ia mengatakan penyapuan itu bentuk pelajaran bagi siapapun yang mencoba melecehkan agama Islam dan Nabi Muhammad SAW.

"Kami mencari di toko buku tersebut dan memang tidak ada buku yang meresahkan umat Islam itu," ujarnya.


Ia mengimbau kepada umat Islam jika menemukan buku yang melecehkan agama Islam itu maka segera memusnahkannya. "Jangan sampai buku itu memancing kerusuhan," katanya.


Manajer Toko Buku Gramedia Depok, Mulyadi, menjelaskan buku yang dimaksud telah ditarik semua. 
 
source:antaranews/rabu, 13 juni 2012

Penerbit musnahkan buku "5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia"


Jakarta - 216 eksemplar buku terjemahan "5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia" karya Douglas Wilson pada Rabu dimusnahkan oleh penerbitnya dengan cara dibakar di halaman belakang.

“Atas anjuran MUI berapa pun yang ada langsung kami proses,” kata Direktur Umum penerbit Gramedia Pustaka Utama, Wandi S Brata.

Dia menjelaskan pemusnahan tersebut sudah dilakukan di beberapa kota di Indonesia. “Di Surabaya, Pekanbaru, dan hari ini di Jakarta,” lanjut Wandi.

Langkah penerbit   memusnahkan buku tersebut menurut Wandi  merupakan komitmen untuk menindak lanjuti laporan masyarakat kepada Polda Metro Jaya atas sangkaan melakukan kejahatan terhadap ketertiban umum, kata General Manager Hubungan Masyarakat Nugroho F Yudho.

Buku yang aslinya berjudul "5 Cities that Ruled The World itu" diedarkan pada minggu kedua Maret 2012 dengan jumlah produksi sebanyak 3.000 eksemplar.

Wandi mengatakan belum mengetahui jumlah persis buku yang telah ditarik dari peredaran. “Jumlahnya masih dikoordinir,” katanya.

Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama itu menuai protes dari masyarakat yang menilai ada penodaan agama.

Direktur Gramedia Pustaka Utama menyatakan pihaknya teledor menerjemahkan buku berjudul "5 Cities that Ruled The World."

“Kami dengan amat menyesal mengatakan kami teledor, menerjemahkan apa adanya. Kesalahan kami menerbitkan buku apa adanya,” katanya setelah acara pembakaran buku tersebut.

Wandi menambahkan proses editing di tempatnya biasanya berlapis. “Untuk kasus ini betul-betul keteledoran,” jelasnya.

Ia mengaku tahu ada protes masyarakat dari suatu harian ibukota yang terbit pada Jumat 8 Juni.

“Begitu tahu, saya langsung mengecek buku versi Inggris dan Indonesia. Ketika saya tahu itu keteledoran, saya  memutuskan meminta maaf. Surat kami dimuat hari Sabtu,” jelasnya.

Ia juga menarik buku 5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia dari seluruh toko buku Gramedia. “Tapi kalau di luar Gramedia, tidak 100% di bawah kontrol kami. Jadi, mungkin masih ada.”
(nts)

source:antaranews/rabu, 13 juni 2012

Uni Eropa Ketakutan, Perlahan Turki Tinggalkan Sekulerisme

Ankara - Perlahan doktrin sekulerisme mulai tersisihkan di Turki. Mereka mulai kembali kepada Islam. Studi Al-Quran di sekolah umum mulai digalakkan di negara dua benua tersebut.
Perubahan itu rupanya dicium Uni Eropa yang tak berdiam diri terhadap langkah yang diambil Turki. Uni Eropa pun mengekspresikan ketakutannya terkait perubahan itu.

Uni Eropa menuduh Ankara menggunakan kekuasaan untuk secara perlahan menyingkirkan sekularisme Turki dengan memperkenalkan studi Alquran di sekolah umum. 
Mereka juga menuduh Ankara menurunkan batas usia, dimana orang tua dapat menyekolahkan anaknya ke sekolah agama Islam. Langkah lain yang jadi pengamatan Uni Eropa adalah reaksi keras Pemerintah Turki terkait aborsi.

Anggota Komisi Pembesaran Uni Eropa, Stefan Fuele, Kamis (7/5/2012), mengungkapkan keprihatinannya terkait dengan meningkatnya penahanan terhadap anggota parlemen, akademisi dan mahasiswa serta kebebasan pers. “Hal ini menghambat Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa,” kata dia seperti dikutip middleeastonline.com, Selasa (12/6/2012).

Hal lain yang menjadi perhatian Uni Eropa adalah adanya rencana Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Perdana Menteri, Reccep Tayyip Erdogan yang berusaha untuk meluncurkan saluran televisi Islam dan proposal pembangunan tempat ibadah di ruang publik seperti teater dan opera.

Kepala Delegasi Uni Eropa, Jean Maurice Ripert mengatakan, perubahan yang dilakukan tidak sesuai dengan semangat sekularisme Turki. “Sejumlah politisi membuat perbandingan yang tidak sesuai,” imbuhnya.

Turki saat ini tengah menyiapkan RUU untuk memangkas batas waktu aborsi dari 10 pekan menjadi empat dan enam pekan. Ribuan feminis liberal dikabarkan menolak rencana tersebut.

Tak hanya itu, Turki juga berencana mengaktifkan kembali Masjid Aya Sophia sebagai tempat ibadah umat Muslim. Turki juga membangun Masjid Agung di Istanbul, yang nantinya bakal menjadi landmark baru kota tersebut. Oleh para pengkritik Erdogan, kebijakan itu dinilai mempromosikan Islam dan merusak tradisi sekuler Turki.

source:suaraislamonline/selasa, 12 juni 2012 |

Pendidikan dan latihan dasar nasional Laskar Majelis Mujahidin

SELONG  – Ibadah i’dad asykari atau pelatihan militer di Aceh yang dituduhkan sebagai kegiatan terorisme oleh pemerintah, tak pelak memicu stigmatisasi negatif terhadap upaya menjalankan syariat agama tersebut. Akibatnya pelatihan-pelatihan yang selama ini digelar oleh kelaskaran ormas-ormas Islam sempat menurun intensitas dan kualitasnya.

Padahal,  i’dad asykari yang dilakukan oleh umat Islam mempunyai sumbangan besar terhadap sejarah perjuangan bangsa dalam menghadapi kolonialisme bangsa asing dan rongrongan subversi ideologi anti tuhan melalui pengkhianatan yang pernah dilakukan oleh Partai komunis Indonesia (PKI) terhadap bangsa dan negara Indonesia ini.

Mengingat besarnya manfaat ibadah i’dad asykari untuk kehidupan umat islam dan bangsa Indonesia dan upaya menepis stigmatisasi terorisme pada ibadah i’dad asykari. Maka, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) menggelar secara terbuka ‘Latihan Dasar Laskar Mujahidin Majelis Mujahidin (Latsar LM3) Tingkat Nasional’ yang digelar di Ponpes Darus Syifa, Desa Tirtanadi, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur. Kegiatan itu untuk saling kenal antarsesama dan menjalin silaturrahmi.

“Kedatangan pemerintah maupun aparat keamanan serta masyarakat ke ponpes untuk menghadiri kegiatan Latsar menunjukan jalinan silaturrahmi,” ungkap Direktur Ponpes Darus Syifa Tirpas Ustadz Tgh Tafaul Amri Jaya, dalam sambutannya pada pembukaan Latsar LM3 Tingkat Nasional di Ponpes Darus Syifa, Selasa (13/6).

“Adanya silaturrahmi dan saling kenal, maka kita telah menciptakan kedamaian, dan menghilangkan saling curiga,” katanya. Kalau saling curiga tanpa mau datang melakukan silaturrahmi, lanjutnya, maka hal itulah yang akan memunculkan konflik.
Beliau berharap, dengan digelarnya Latsar LM3 Tingkat Nasional ini tak memunculkan kecurigaan. “Kegiatan yang dilakukan ini pun tidak bertentangan dengan hukum maupun agama, sehingga pemerintah wajib memberikan perlindungan dan dukungan,” tegasnya.

Keberadaan Laskar Mujahidin selama ini, menurut beliau, untuk membangun negara, bukan perusak negara seperti yang kerap didengungkan di luar. “Tidak mungkin kami hancurkan negara,” ucapnya.
Salah satu langkah untuk bela negara, sambung Ustadz Tafaul, dengan melakukan pelatihan, terutama untuk pelatihan fisik. "Tidak mungkin kita hancurkan negara. Keberadaan Mujahidin di tengah masyarakat ingin menjadi perekat, bukan penyekat,” tandasnya.

Laskar Mujahidin Sedang Mendengarkan Materi Tahsin Al Qur'an dan Metode Menghafal Al Qur'an

Hadir juga dalam kegiatan tersebut, Kapolres Lombok Timur, AKBP Agus Nugroho, Sekretaris Daerah Lotim, Usman Muchsan mewakili Bupati.

Sekda Lombok Timur H Usman Muchsan dalam sambutannya, mengatakan, pemerintah memberikan apresiasi terhadap kegiatan pelatihan yang dilakukan Laskar Mujahidirin, sepanjang kegiatannya tak bertentengan dengan tuntunan agama maupun hukum yang berlaku. Dia persilahkan sepanjang kegiatannya dijalankan dengan baik, terutama dalam menempa mental dan fisik serta menambah wasasan tentang agama.

Pemerintah hanya mengingatkan silahkan lakukan kegiatan dengan niat yang bagus dan bersih, tanpa ada tujuan lain, yang dinilai akan merugikan Laskar Mujahidin sendiri. “Silahkan sosialisasi juga terhadap masyarakat agar masyarakat paham dengan kegiatan yang dilakukan, sehingga tidak menimbulkan konflik di tengah masyakat,” jelasnya.

“Kalau masyarakat paham terhadap keberadaan Laskar MMI ini, maka sudah tentu prasangka buruk dan kecurigaan tidak akan ada,” sambungnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Amir Majelis Mujahidin Ustada Abu Jibriel Abdur Rahman, dalam sambutannya juga mengungkapkan, kegiatan Latsar LM3 Tingkat Nasional ini sangat baik, terutama dalam keikutsertaan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan agama Islam dari rongrongan bangsa asing, atau ancaman dari negara lain.

Kegiatan Latsar ini, ungkap beliau, bukan untuk menjatuhkan negara. Mestinya pemerintah memberikan dukungan prasarana atau sarana, bukan justru dalam melakukan kegiatan dibatasi. “Semestinya pemerintah harus berlaku adil dalam berbagai hal, tidak pilih kasih, karena itu yang akan menjatuhkan wibawa pemerintah di mata masyarakat nantinya,” ucapnya.

Laskar Mujahidin Sedang Mendengarkan Materi Sirah Nabawiyah

Begitu juga diungkapkan Ketua Tanfiziyah Majelis Mujahidin, Ustadz Irfan S Awwas. Menurutnya, kegiatan Latsar LM3 Tingkat Nasional di Lotim  tak perlu dirisaukan atau diresahkan, karena kegiatan ini untuk menempa mental dan fisik anggota Majelis Mujahidin sendiri, termasuk memperdalam perbinaan spiritual.

“Memang selama ini kerap disebut sebagai latihan teroris. Padahal kenyataan tidak seperti yang dibayangkan, sehingga paradigma prasangka buruk itu harus dihilangkan. Tetapi dengan kehadiran Kapolres dan pejabat Pemkab Lotim, isu yang dikembangkan di luar tak perlu dihiraukan,” imbuhnya.

Laskar Mujahidin

Sementara itu, Kapolres Lotim AKBP Agus Nugroho, dalam sambutannya, juga mengatakan, terhadap kegiatan Latsar Laskar Mujahidin ini tak perlu ada yang dikhawatirkan, karena MMI melaksanakan kegiatan dengan terbuka dan tak ada yang ditutup-tutupi sebagaimana anggarapan masyarakat selama ini.

“Silahkan laksanakan kegiatan, jaga Kamtibmas di tengah masyarakat, serta bangun terus komunikasi dengan seluruh elemen masyarakat sekitar,” pintanya.

Hadir sekitar 200 peserta i'dad dari seluruh perwakilan Laskar Majelis Mujahidin di seluruh Indonesia.

source:arrahmah /rabu, 23 rajab 1433 h / 13 juni 2012

Komunitas #bedaIsMe, wadah baru kelompok liberal merekrut anak muda


JAKARTA - Untuk menandingi komunitas anak muda #IndonesiatanpaJIL, kelompok liberal membuat  komunitas #bedaIsMe. Maksud hati ingin tampil beda, tapi terjebak dalam keyakinan yang melecehkan Islam.

  • Perbedaan adalah sunatullah. 
  • Pluralitas adalah keniscayaan. 
Namun, 
  • Perbedaan dan keragamaan bukan ditonjolkan dengan cara merusak dan melecehkan keyakinan kelompok lain. 
  • Islam menghargai perbedaan, selama perbedaan itu saling menghormati keyakinan masing-masing, 
  • dan selama perbedaan itu tidak melanggar aturan-aturan hukum yang ada.
  • Islam menghargai pluralitas, tapi menolak pluralisme. 
  • Inilah yang tidak bisa dipahami oleh kelompok liberal. Mereka selalu berkoar-koar menyatakan bahwa negara kita menjamin kebebasan beragama. 

  • Benar memang, Undang-Undang Dasar 1945 menjamin “kebebasan beragama”, tapi bukan kebebasan “mengacak-acak agama”.

Untuk mengampanyekan komunitas #bedaIsMe, kelompok liberal mengadakan Apel Akbar Aksi Cinta Indonesia. Sungguh menggelikan, meski namanya “Apel Akbar”, namun peserta yang datang hanya segelintir saja, berbeda dengan Apel Akbar yang seringkali digalang oleh umat Islam yang dihadiri oleh ribuan, puluhan ribu bahkan ratusan ribu massa. 

Dalam Apel Akbar Aksi Cinta Indonesia yang dihadiri oleh beragam kelompok lintas agama dan keyakinan itu, mereka mengusung tema “Aksi Solidaritas Korban Kekerasan Atas Nama Agama”.  Aksi dilakukan di depan istana negara, Ahad (10/6/2012).
  • Selain para aktivis liberal, 
aksi segelintir orang itu juga dihadiri oleh 
  • penganut Ahmadiyah, 
  • Syiah, 
  • Komnas Perempuan, 
  • aktivis gereja ilegal Bekasi, 
  • GKI Yasmin Bogor, 
  • dan Aceh Singkil, 
  • seniman liberal dan kekiri-kirian seperti Hanung Bramantyo, dan 
  • tak ketinggalan istri dari mendiang Gus Dur, Sinta Nuriyah.                                                “Pemerintah harus tegas pada pelaku tindak kekerasan dan intoleransi atas nama agama,” tegas Tantowi, koordinator aksi komunitas #bedaIsMe.
Mengatasnamakan Pancasila, komunitas ini menyebut aksi mereka sebagai upaya menjaga keragaman, kebebasan, dan toleransi. Berdirinya komunitas #bedaIsMe, menurut mereka, dilatarbelakangi oleh maraknya berbagai aksi kekerasan, seperti penyerangan terhadap diskusi yang dilakukan oleh lesbi-liberal Irshad Manji, pelarangan konser Ratu Illuminati dan pemuja setan, Lady Gaga, dan penyerangan yang terjadi terhadap sekte Syiah di Pamekasan, Madura, serta penyerangan terhadap kelompok penoda Islam, Ahmadiyah. 
“Peristiwa-peristiwa itu ada unsur gagal dan ada unsur membiarkan (oleh pemerintah,red),” kata Alissa Qatrunnada, putri mendiang Gus Dur.

Selain keluarga besar Gus Dur, demo kecil-kecilan yang diselenggarakan di depan istana negara itu juga menghadirkan beberapa tokoh yang selama ini memiliki jejak rekam membela aliran-aliran yang menyimpang. 
  • Nama-nama seperti Eva Sundari (anggota DPR-RI dari PDIP), 
  • Maman Imanul Haq (aktivis AKKBB), dan 
  • Siti Musdah Mulia tercatat sebagai orang yang memberikan orasi.                                              Acara ditutup dengan doa lintas iman, sebagaimana ritual yang seringkali mereka lakukan dalam berbagai acara.
Untuk menarik minat anak muda agar bergabung dalam komunitas #bedaIsMe, Ahad sorenya mereka menggelar berbagai pentas seni dan pemutaran film karya sutradara liberal, Hanung Bramantyo. Acara yang dilangsungkan di Taman Ismail Marzuki itu menghadirkan konser bertajuk #bedaIsMe Diversity Concert: Tribute to Victim of Religious Violence, dengan menghadirkan artis-artis dan grup musik, seperti Melanie Subono, Zaskia Adya Mecca, Superman Is Dead, Jogja Hip-Hop Foundation, Marjinal, Kill the DJ, dan 
para little monster alias fans berat Lady Gaga.
 
Dalam pentas seni malam itu, Hanung Bramantyo memutar film pendek berjudul “Romi dan Yuli dari Cikeusik”. Film yang dibuat berdasarkan esai puisi yang ditulis oleh Denny JA (pendiri Lingkar Survey Indonesia) ini menceritakan tentang kisah kasih antara penganut Ahmadiyah dan putri dari seorang tokoh garis keras. 

Film yang diperankan oleh Ben Kasyafani dan Zaskia Adya Mecca ini sarat dengan propaganda membela Ahmadiyah dan citra buruk terhadap umat Islam. Seperti ingin meledek umat Islam yang menolak Lady Gaga, acara pentas seni malam  itu juga diisi dengan flashmob (tarian ala Lady Gaga) yang dilakukan oleh para little monster.

Aksi demo komunits #bedaIsMe seperti ingin menyambut propaganda busuk Baratyang menyebut Indonesia sebagai negeri yang tidak toleran. Kelompok yang mengalami disorientasi dalam beragama ini seperti menari-nari di atas tabuhan genderang Barat yang memang memiliki kepentingan untuk memasarkan produk-produk sekular-liberal mereka.

Demonstrasi yang mereka lakukan semakin menguatkan dugaan, bahwa merekalah yang selama ini menjelek-jelekkan pemerintah Indonesia kepada dunia internasional.

Padahal, kalau mereka mau membuka mata dan menggunakan akal sehat, di negara-negara Eropa-lah pelanggaran terhadap kebebasan beragama seringkali terjadi dan menimpa umat Islam. 

Di Jerman misalnya, seorang Muslimah berjilbab dibunuh di dalam ruang pengadilan, di depan majelis hakim yang katanya terhormat. 
Di Prancis, Muslimah yang mengenakan cadar mendapat cemoohan dan intimidasi. 
Di Swiss, menara masjid dilarang. 
Di Amerika, rencana pembangunan masjid mendapat teror dan vandalisme. 
Di Denmark, seorang kartunis melecehkan Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam. 

Fakta-fakta itu hanya sebagian saja yang diungkap oleh media massa. Jadi, kalau kelompok liberal di Indonesia mengadu ke lembaga-lembaga di Eropa, itu sama saja bercermin pada air comberan!
Artawijaya - 

source: salamonline/Rabu, 23 Rajab 1433 H / 13 Juni 2012




Kemenag Aceh Singkil : Tidak ada penyegelan gereja


BANDA ACEH - Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Singkil, Herman membantah soal penyegelan dan penutupan gereja di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam.
Seperti dilansir kompas.com, Selasa (12/6/2012) 

Herman menjelaskan, pihaknya hanya mengeluarkan instruksi untuk mengentikan kelanjutan pembangunan sejumlah 'undung-undung' yakni sejenis rumah kecil yang dipakai beribadah umat Kristiani. Pasalnya, pembangunan undung-undung dinilai melanggar izin mendirikan bangunan.

"Jadi tidak benar kalau disegel dan melarang umat Kristiani beribadah. Tapi, mereka tetap bisa beribadah di tempat ibadah yang sudah memenuhi syarat seperti gereja utama di Singkil dan empat bangunan undung-undung yang memenuhi izin," kata Herman.

Herman pun membantah jika disebutkan pihak Pemerintahan Kabupaten Singkil berniat membongkar Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi yang sudah berdiri sejak 1932. "Apa hak pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil untuk membongkar bangunan yang dimaksud? Sedangkan bangunan itu berada di luar wilayah administrasi Aceh Singkil, jadi tidak benar jika ada isu seperti itu," ujarnya.

Pasca adanya pertemuan membahas keberadaan undung-undung yang tidak memenuhi izin, hingga saat ini, pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil, belum mengeluarkan putusan apapun, apalagi perintah untuk membongkar dan menyegel gereja.

Menurut Herman, saat ini pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil masih terus mencari jalan keluar terbaik untuk semua masyarakat di Singkil. " Saat ini kami hanya meminta menghentikan kelanjutan pembangunan undung-undung yang ada, karena tidak ada izin. Dan saat ini, kehidupan umat beragama di Singkil tidak masalah, semua aman dan tertib," katanya.

Pada bulan Mei lalu, Pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil, Kantor Kemenag Aceh Singkil dan Kantor Wilayah Kemenag Propinsi Aceh sudah melakukan pertemuan membahas keberadaan undung-undung yang tidak memenuhi syarat.

Dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2007, disebutkan pembangunan rumah ibadah non muslim bisa dilakukan jika umat yang bersangkutan berjumlah 150 orang, dan mendapat izin persetujuan dari umat muslim sebanyak 90 orang. Dan, dalam kesepakatan masyarakat Aceh Singkil tahun 2001 disebutkan untuk Kabupaten Aceh Singkil diizinkan untuk membangun satu unit gereja dan empat unit undung-undung.

source:arrahmah/rabu, 23 rajab 1433 H / 13 juni 2012

Anggota Fraksi PDI-P resah 20 gereja tak memenuhi syarat disegel di Aceh


JAKARTA  - Sebanyak 20 gereja di Aceh, khususnya di Kabupaten Singkil, telah disegel dan berpotensi dibongkar oleh pemerintah daerah setempat. Gereja-gereja itu dianggap tidak memenuhi syarat pembangunan tempat ibadah yang ditetapkan pemerintah daerah.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva K Sundari, mengatakan, ia dan politisi PDI-P lain, yakni Adang Ruchiatna dan Moh Sayed, serta Suroso dari Fraksi Partai Gerindra, menerima pengaduan penutupan 20 gereja di Aceh dari Aliansi Sumut Bersatu, Senin kemarin.

Menurut Eva, sumber masalah dari penutupan tempat ibadah itu, kata Eva, yakni Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Dalam Peraturan itu, lanjut dia, syarat pendirian tempat ibadah lebih berat dibanding Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri yang mengatur hal sama.

"Kalau SKB mensyaratkan 60 anggota jemaat gereja untuk mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan), maka peraturan gubernur itu meminta 150 anggota jemaat," kata Eva di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/6) seperti dikutip kompas.com.

Eva menambahkan, yang lebih menyedihkan adalah adanya fatwa lokal yang mengharamkan umat Muslim untuk memberi tanda tangan persetujuan pembangunan tempat ibadah selain masjid. Artinya, kata dia, upaya meminta tanda tangan persetujuan dari masyarakat sekitar tidak mungkin tercapai.

Eva menambahkan, bukan hanya tempat ibadah baru yang terancam dibongkar. Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi yang sudah berdiri sejak 1932 pun dipaksa untuk mengikuti kesepakatan komunitas tahun 1971 dan 2001 yang berisi hanya memperbolehkan satu gereja di Kabupaten Singkil.

"Sesuatu yang tidak relevan mengingat saat ini penganut agama Kristen sudah mencapai 1.500 keluarga. Mereka menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Singkil. Belum lagi umat Khatolik yang tidak mungkin berbagi gereja dengan umat Protestan," ucap Eva.

Eva mengatakan, perlu ketegasan dan bimbingan dari pemerintah pusat agar pelaksanaan keistimewaan Aceh tetap dalam koridor NKRI. Menurut dia, kesepakatan tahun 1971 dan 2001 itu tidak sesuai dengan konstitusi sehingga tidak boleh dipaksakan.

"Bimbingan dari Menteri Dalam Negeri (Gamawan Fauzi) diperlukan agar muspida dan Kapolres dapat bertindak adil dan netral bagi semua warga negara sesuai hukum nasional dan tidak tertekan oleh ormas intoleran setempat," minta Eva.

source:arrahmah/rabu, 23 rajab 1433 H / 13 Juni 2012

Sejarawan Kristen: Kain Kafan Yesus Ternyata Palsu!




kain kafan yang dipakai Yesus ternya bukan kain kafan asli alias aspal


Sejarawan gereja Antonio Lombatti menjelaskan bahwa kain kafan dari Turin, yang diklaim kain kafan yang dipakai Yesus ternya bukan kain kafan asli alias aspal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sang sejarahwan ini, kain kafan itu beredar pada abad pertengahan. Tapi sebagian besar sudah dihancurkan.
 

Kain kafan dari Turin itu hanya satu dari 40 temuan yang disebut sebagai kain pemakaman Yesus.  Gereja Katolik sendiri sampai sekarang tidak pernah mengkalim dan menyebut bahwa kain kafan itu asli. Dan hal ini sudah lama menjadi perdebatan di kalangan para sejarawan.

Menurut Lombatti, kain kafan Turin tampaknya berasal dari Turki sekitar 1.300 tahun setelah penyaliban Yesus. Kain ini memperlihatkan gambar pria berjenggot yang dinilai mirip dengan Yesus. Kain palsu ini dihormati selama berabad-abad sebagai kain pemakaman Kristus.

Ilmuwan yang berasal dari Università Popolare ini mengutip sejarawan Prancis abad 19. Pakar sejarah tersebut telah meneliti dokumen kuno abad pertengahan yang masih bisa dipertahankan.

"Kain kafan Turin hanya satu dari banyak kain kafan yang beredar di dunia Kristiani selama abad pertengahan. Ada minimal 40 temuan," ujar peneliti asal Parma, Italia ini.

"Sebagian besar dihancurkan ketika Revolusi Prancis. Ada yang menunjukkan gambar Yesus, memiliki jejak tetesan darah, dan lainnya hanya kain putih," imbuhnya seperti dilansir dari Daily Mail, sebagaimana dikutip Vivanews. 

Kain kafan Turin ini terbuat dari kain linen dengan ukuran persegi 14x14 kaki. Bagian depan dan belakang menunjukkan gambar pria berjenggot terbaring telanjang setelah mengalami penyiksaan.

Detail gambar kain telah diungkap menggunakan negatif foto pada akhir abad 19. Semenjak itu, kain Turin menarik perhatian orang untuk berkunjung ke Gereja Katedral Pembaptis Yohanes di Turin.

Lombatti mengatakan kafan ini kemungkinan diberikan kepada ksatria Prancis, Geoffroy de Charny sebagai kenangan Perang Salib ke Smyrna, Turki pada 1346. Keluarga de Charny tercatat sebagai pemilik pertama kafan ini. Penelitian Lombatti diterbitkan bulan ini dalam jurnal ilmiah Studi Medievali. *

source:hidayatullahcom/Selasa, 12 Juni 2012 

Munarman : Film khayalan 'Romi dan Yuli dari Cikeusik' bermotif politik

JAKARTA  - Dibesutnya film pendek ‘Romi dan Yuli dari Cikeusik’ yang bernuansa pluralisme dan menggugat kebenaran mutlak agama Islam. Tak ayal mendapat tanggapan dari Ketua Bidang Nahi Munkar DPP FPI. Menurut Munarman, di balik pembuatan film tersebut, ada motif politik yang melatarbelakanginya.

“Itu kan dibuat oleh Denny JA dalam rangka mencari basis dukungan, karena dia pingin jadi presiden dan atau menteri,” kata Munarman kepada arrahmah.com, Jakarta, Selasa (12/6).

Lanjutnya, film tersebut selain memiliki unsur politis, juga tak lebih sebuah film fiksi, yang tidak memiliki basis keilmuan agama.
“Itu film khayalan. Secara aqidah, memang perkawinan beda aqidah batal demi hukum lah,” ujar Munarman.
Munarman pun menilai, pada dasarnya film tersebut jika memang diarahkan untuk dukungan politik, tidak akan mendapat target yang memuaskan dan keuntungan yang signifikan bagi pembuatnya.

“Jadi, Denny JA akan kecewa kalau pembelaan dia terhadap Ahmadiyah itu bertujuan untuk menjadikan jemaat Ahmadiyah sebagai basis massa karena jumlah jemaat Ahmadiyah di Indonesia itu tidak lebih dari 10.000 orang,” papar Ketua An Nashr Institute ini.

Sedangkan, apabila film tersebut dibuat sebagai dukungan ideologis dan teologis, menurut Munarman pembuat film akan lebih merugi lagi di dunia dan di akhirat.

“Kalau itu dia maksudkan untuk mendapatkan reputasi sebagai pembela Ahmadiyah dari negara kafir barat, maka perbuatannya hanya akan menghasilkan neraka jahanam,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan, telah dirilis sebuah film pendek "Romi dan Yuli dari Cikeusik" karya Hanung Bramantyo. Dengan tokoh Juleha, yang biasa dipanggil Yuli, berasal dari keluarga muslim garis keras dan Rokhmat, yang biasa disapa Romi, adalah seorang penganut Ahmadiyah.

Keduanya saling mencintai dan berencana menikah. Di dalam film tersebut digambarkan, rencana mereka berubah setelah kedua orang tua mereka tidak setuju dengan pernikahan beda keyakinan. 

source:Arrahmah/Selasa, 12 Juni 2012 18:11:11

Film Pendek Hanung "Romi & Yuli dari Cikeusik": Membela Ahmadiyah

JAKARTA  – Setelah Film “?” membuahkan kontrovoresial, Hanung Bramantyo kembali menghasilkan karya “sampah”. Kali ini ia membuat film pendek berjudul “Romi dan Yuli dari Cikeusik”. Dalam film ini, Hanung menunjukkan sikap empatinya terhadap penganut Ahmadiyah yang telah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

Sepertinya Hanung telah menemukan jatidirinya sebagai  sutradara pengusung pluralisme yang senang mengaduk-aduk emosi umat Islam melalui karyanya yang terkesan sarkasme dan tendensius.

Sebagai sutradara, Hanung berusaha memvisualisasikan puisi esai berjudul "Atas Nama Cinta" karya Denny JA dalam film berdurasi sekitar 43 menit dengan pemeran utama Zaskia Adya Mecca dan Ben Kasyafani. Melalui film pendek tersebut, Hanung ingin menguak fakta peristiwa penyerangan terhadap penganut Ahmadiyah di Cikeusik dari sudut pandang korban dan menyampaikan pesan bahwa perbedaan seharusnya tidak melahirkan kebencian.

Dikisahkan, dalam film pendek "Romi dan Yuli dari Cikeusik", Juleha, yang biasa dipanggil Yuli, berasal dari keluarga muslim garis keras. Sementara Rokhmat, yang biasa disapa Romi, adalah seorang penganut Ahmadiyah. Keduanya saling mencintai dan berencana menikah. Tapi rencana mereka berubah setelah 6 Februari 2011, saat massa menyerang jemaat Ahmadiyah di kampung Romi, Cikeusik, dan membuat empat nyawa melayang.

Di akhir film itu, Yuli dan Romi bisa menerima perbedaan itu, namun kedua orang tua mereka tetap bersikeras, bahwa Ahmadiyah adalah ajaran sesat yang menyimpang dari Islam yang benar. Cinta mereka pun dipaksa kandas. Dalam doanya di atas sajadah, Yuli terisak, melantunkan doa pedih.

Sepanjang film itu aktor Agus Kuncoro membacakan puisi Denny JA, menceritakan sebagian perjalanan gerakan Ahmadiyah di Indonesia.Melalui puisi itu, antara lain diceritakan bagaimana Ahmadiyah dinyatakan sesat pada 2005 dan sejak itu massa beberapa kali menyerang penganutnya. Istri Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta Nuriah yang hadir dalam acara tersebut, mengatakan kejadian semacam itu menunjukkan kegagalan membangun toleransi.

"Pekan #BedaIsMe"
Belum lama ini, Gerakan #BedaIsMe menggelar "Pekan #BedaIsMe" sebagai bentuk kepedulian terhadapa korban kekerasan atas nama agama. Gerakan #BedaIsMe lahir pada ulang tahun Pancasila 1 Juni "sebagai gerakan untuk mengikat solidaritas sesama anak bangsa untuk hidup dan merayakan keberagaman di Indonesia serta mendukung pemerintah menegakkan konstitusi dan kepastian hukum."

Ide awal gerakan tersebut menurut Firdaus selaku koordinator, merupakan respon pada berbagai tindak kekerasan kelompok minoritas agama yang diserang oleh kelompok tertentu. Seperti penyegelan 
  • GKI Yasmin Bogor, 
  • HKBP Filadelfia Bekasi, 
  • 17 Gereja di Singkil Aceh, 
  • serangan pada warga Syiah Sampang, 
  • serangan kepada Ahmadiah, 
  • serangan terhadap Irshad Manji dan 
  • pelarangan konser Lady Gaga.
Pada Ahad (10/1) sore, Ratusan orang yang tergabung dalam gerakan #BedaIsMe juga menggelar aksi damai yang mereka sebut "Apel Akbar Aku Cinta Indonesia" di depan Istana Merdeka. Peserta aksi antara lain mengaku dari Hurin'In asal Tanah Abang, perwakilan dari masyarakat Singkil Aceh, Forum Mahasiswa Ciputat, dan perwakilan mahasiswa dari STT Setia.

Pekan #BedaIsme telah dibuka dengan pameran foto koran kekerasan atas nama agama di Cafe Tjikini pada 1 Juni lalu dan dilanjutkan pada 10 Juni dengan rangkaian acara Apel Akbar, "Aku Cinta Indonesia" di Monas. Selama kurun waktu itu digelar aksi solidaritas pada Little Monster yang gagal menyaksikan konser Lady gaga, pemutaran film "Romi dan Yuli dari Cikeusik", dan apel akbar "Aku Cinta Indonesia" dan konser "Diversity Concert: Tribute to the Victims of Religious Violence" dari pukul 18.30 WIB. Konser itu menampilkan Local Ambient, Marjinal, Jogja Hip-Hop Foundation, Melanie Subono, dan Superman Is Dead.

Sinta Nuriyah yang hadir malam itu membacakan muklamat bertajuk "Aku Cinta Indonesia Hentikan Kekerasan Atas Nama Agama". Muklamat berisi desakan kepada pemerintah untuk menghentikan tindakan kekerasan dan pelanggaran hak  asasi manusia serta menindak tegas para pelakunya.Desastian

source:VoA-Islam/Senin, 11 Jun 2012

 

Ulama Saudi Hadiahkan 450 Ribu Dolar Bagi yang Bisa Membunuh Bashar Assad

Seorang Ulama Islam terkemuka Saudi telah mengumumkan bahwa dirinya menawarkan hadiah sebesar 450 ribu dolar bagi orang yang bisa membunuh Presiden Suriah Bashar Al Assad, yang ia cap sebagai pembunuh.


Syaikh Ali Al Rubai mengatakan ia akan memberikan penghargaan untuk setiap orang yang berhasil membunuh pemimpin Suriah menyusul pembantaian yang dilakukan oleh loyalis Assad di lingkungan Houla di pusat kota Homs pekan lalu. Lebih dari 100 warga sipil, termasuk banyak anak-anak tewas dalam pembantaian itu.

"Kami mengumumkan hadiah sebesar 450 ribu dolar untuk setiap orang yang bisa memenggal kepala Bashar Al Assad sang pembunuh, pelaku pembantaian terhadap perempuan dan anak-anak yang mengerikan," katanya di halaman Twitter-nya, menurut surat kabar Arab Saudi Ajem.

Ulama Saudi, menggemakan kebijakan resmi negara mereka, yang menyerang Assad dan menyerukan kematiannya. Banyak dari mereka menggambarkan pemberontakan rakyat melawan rezim Suriah sebagai Jihad (perjuangan suci).(fq/emi24)

source:Eramuslim/Rabu, 30 May 2012

''Toleransi Beragama'' yang Ngelunjak?


Sebuah penolakan pendirian masjid di Bletchley Park



PERNYATAAN negara-negara Barat bahwa terjadi praktik intoleransi beragama di Indonesia berlebihan. Tudingan tersebut dilontarkan oleh Austria, Norwegia, Belanda, Jerman, India dan Italia dalam sidang tinjauan periodic universal II (Universal Periodic Review-UPR) di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (Republika, 29/5).



Pernyataan negara Barat ini sangat tendensius. Karena toleransi beragama di Indonesia selama ini berjalan dengan baik. Bahwa ada riak kecil soal pembangunan gereja Yasmin di Bogor dan penyerangan Ahmadiyah oleh FPI, itu tak bisa dijadikan ukuran untuk mengatakan bahwa di Indonesia terjadi praktik intoleransi beragama.


Persoalan pendirian gereja Yasmin ini sangat kasuistis sifatnya. Hal tersebut boleh jadi karena ada alasan fundamental bagi masyarakat di sana dan masyarakat di sana pun pasti memiliki basis argumentasi yang jelas soal penolakan tersebut. Dalam konteks ini saya menduga adanya pemaksaan kehendak dari kelompok GKI Yasmin.


Persoalan kasuistis seperti ini sebetulnya tak terjadi pada kawan-kawan Kristiani saja. Di daerah-daerah yang mayoritas Kristen pun kawan-kawan Muslim mengalami kendala yang sama perihal mendirikan sarana ibadah ini. Bahkan saya pernah mengalami sendiri tentang apa yang disebut sebagai “tirani” minoritas.
Saya lahir dan besar di Naga, Desa Matawae, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa kami termasuk dari sedikit wilayah di NTT yang penduduknya mayoritas Islam. Namun apa yang terjadi, ditengah kemayoritasan tersebut kami justru tak berdaya.


Pasalnya, selama sekolah dasar kami tak pernah memperoleh pendidikan agama Islam. Padahal hampir 95% murid sekolah tersebut adalah anak-anak yang beragama Islam. Kenapa hal tersebut terjadi, karena ada perilaku diskriminatif dari yayasan dan guru di sekolah tersebut. Sekolah tempat kami belajar tersebut adalah Sekolah Dasar Katolik (SDK) Naga. Padahal sejak awal berdirinya pada tahun 1950-an, sekolah tersebut dinamakan sebagai Sekolah Rakyat (SR). Karena sekolah tersebut dibangun oleh seluruh rakyat Desa Matawae.


Namun dalam perjalanannya, sekolah ini berganti nama menjadi Sekolah Dasar Katolik (SDK) Naga yang dikelolah oleh Yayasan Sukma, sebuah yayasan milik Keuskupan Agung Manggarai. Proses kepemilikan sekolah oleh Yayasan Sukma tanpa sepengetahuan masyarakat, bahkan sampai hari ini belum ada penyerahan tanah sekolah oleh ulayat kepada yayasan sukma.

Praktis sejak berubah nama menjadi SDK, semua murid mendapatkan pelajaran agama Katolik untuk pelajaran agama. Pelajaran agama Islam pun sama sekali tidak diajarkan. Pernah ada orang tua murid yang mempersoalkan kebijakan tersebut, tapi tak pernah direspon oleh pihak sekolah. Bahkan soal ujian agama pada saat semester untuk murid beragama Islam di berikan soal agama Katolik.


Hal ini berlangsung sampai dengan datangnya reformasi ‘98. Semangat reformasi pun memberikan ruh baru bagi masyarakat untuk mendirikan Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga pada tahun 2002 berdirilah Madrasah Ibtidaiyah Swasta Al. Ikhlas di Kampong Naga. Alhamdulillah sekarang anak-anak sudah fasih mengaji. Sementara pada masa kami sekolah, harus merantau ke Kota Bima-Nusa Tenggara Barat (NTB) setelah tamat SDK, baru mendapatkan pelajaran agama Islam dan belajar mengaji.

Dengan cerita di atas saya mau mengatakan, problem intoleransi beragama di Indonesia adalah persoalan yang sebetulnya bersifat kasuistis di masing-masing daerah dan pelakunya tak hanya yang beragama Islam tapi juga dilakukan oleh kawan-kawan kristiani. Jadi, tidak bisa diklaim, bahwa di Indonesia terjadi intoleransi beragama dengan menyudutkan Islam sebagai pelaku tunggal.


FPI dan toleransi ngelunjak
Perihal tindakan Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah juga tak bisa dikatakan sebagai barometer intoleransi beragama secara menyeluruh di Indonesia. Sikap keras yang digunakan oleh FPI tak bisa dijadikan ukuran sebagai indikator intoleransi beragama di Indonesia.

Kita semua tahu FPI itu adalah kelompok kecil dalam Islam Indonesia.Dia bukan ormas, hanya sebuah forum. Jumlah umat Islam di Indonesia 187 juta orang (85% dari 220 juta), FPI belum tentu 1 % nya. Tapi kadang selalu menjadi alasan pihak asing. Jauh lebih besar ormas-ormas lain seperti Muhammadiyah, NU, Persis, Al Irsyad, Dewan Dak’wah, al Irsyad Al Islamiyah, Al Ittihadiyah, Mathlaul Anwar,  Al Wasliyah, Hidayatullah dan masih banyak lagi.


Jadi solusinya sebetulnya sangat sederhana. Kawan-kawan yang minoritas harus ikhlas dan secara sadar belajar menerima bahwa pihak mayoritas memiliki privilege (hak-hak istimewa) dengan kemayoritasanya, dan prinsip ini berlaku secara universal.

Di negara-negara Barat yang saya sebutkan di atas tadi, juga memperlakukan hal yang sama terhadap umat Islam. Di mana umat Islam juga mengalami perlakuan tidak istimewa dibanding yang lain (yang mayoritas). Bahkan jauh lebih diskrimatif. Substansinya, tidak boleh ada pemaksaan kehendak.


Kasus yang terbaru adalah di mana Chris Christie, Gubernur New Jersey mengeluarkan peraturan  bahwa sah hukumnya polisi New York yang memata-matai kegiatan perdagangan, masjid, dan sekolah-sekolah umat Islam di New Jersey.


Akibatanya, agen polisi New York dan mata-mata mereka disebarkan di berbagai tempat termasuk di kafe-kafe umat Islam dan tempat kegiatan keagamaan untuk mengontrol aktivitas umat Islam. Di hampir semua Negara Eropa, diberlakan larangan menggunakan cadar (niqob) bagi Muslimah. Di China gereja (bahkan gereja rumahan) dibatasi dan dilarang. Sementara di tempat kita sebaliknya.

Di New York, masjid tak akan bisa berdiri tanpa persetujuan dari dewan pemgawas gereja. Apakah umat Islam di sana ribut? atau seperti LSM di sini yang cari muka dengan rajin membikin pernyataan bahwa bahsa Indonesia tidak toleran (padahal ujunganya, agar bantuan dana asing lancar dikirim?)

Partai Nasional Inggris berkamapanye untuk penghentikan pembangunan sebuah masjid di Bletchley Park dengan alasan mencegah kolonisasi Islam berlanjut di Eropa. Tapi tak pernah terdengan umat Islam Inggris teriak-teriak atau mengadu ke Saudi.


Pertanyaannya, dengan contoh tadi, apakah pantas Barat mengajari kita tentang toleransi?
Untuk itu, mari kita secara sadar belajar bersikap toleran. Toleran dalam arti yang sesungguhnya adalah tidak memaksakan kehendak (agama) lain  terhadap (agama) kita.

Jika itu terus dilakukan dan terjadi, kata orang Jawa itulah yang disebut “ngelunjak”. Ngelunjak itu, “diberi hati, minta jantung.”*

Oleh: Muhamad Hamka Rabu, 06 Juni 2012
Penulis adalah peminat masalah sosial keagamaan, berdomisili di Aceh   

source:hidayatullahcom/Rabu, 06 Jun 2012