Laman

Rabu, 16 Juli 2014

Pakaian Jilbab itu dalam Islam tidak wajib hukum.a
Jilbab adalah tradisi orang" arab (krn menghindari dari udara panas dan berdebu.)

HAHH....?! si Quraiys Shihab lg Ngablu,Neken sekenceng".a ampe pecah,abis Kobam ampe tepar,Mata Ngedrop abis Rakab ampe kapal oleng kapten..Dah enak si loe ya Hab..wkwkwkwk.....

*si shihab prnah ceramah di tv,bbrp wktu yg lalu sy sendiri nonton si hab sdng Ngemeng" alias Ngedobol Dobol dgn berpedoman tafsir misbah yg bikinan dia itu skaligus.

Penjelasan AQIM tentang Khilafah ISIS dan penegasan bai'at mereka kepada Syaikh Aiman Az-Zhawahiri

http://cdn.ar.com/images/_t/200x0/stories/2014/07/aqim-new-650x386.jpg
((
Pada Jum’at (4/7/2014) lalu, Al-Qaeda di Maghrib Islami atau Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) melalui Yayasan Media Al-Andalus merilis penjelasan tentang Khilafah Daulah Islam Irak dan Syam atau Islamic State of Irak and the Sham (ISIS) dan penegasan bai’at mereka kepada Amir Al-Qaeda, Syaikh Aiman Az-Zhawahiri. Dalam pernyataannya, AQIM menyatakan bahwa mereka tidak bisa mengabaikan urusan Syam.

Mereka menjelaskan bahwa mereka terus berusaha untuk memperbaiki keadaan secara tertutup, yaitu dengan menggandeng saudara-saudara dari jamaah-jamaah jihad lainnya, karena mereka meyakini bahwa perselisihan antar sesama mujahidin itu haruslah diselesaikan secara tertutup, jauh dari pendengaran dan penglihatan media massa musuh yang selalu mengintai, dan takdir Allah, ternyata rentetan peristiwa fitnah terjadi begitu cepat, dan usaha mereka untuk mendamaikan tidak menemui keberhasilan.

Mereka pun menegaskan bahwa mereka memiliki sikap atas perkataan juru bicara resmi ISIS yang mengumumkan pendirian Khilafah Islamiyah dan pembai’atan Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi sebagai Khalifah bagi kaum muslimin. Berikut terjemahan penjelasan dan penegasan AQIM tersebut.


TANZHIM AL-QAEDA DI MAGHRIB ISLAMI (AQIM)

TAHUN JAMAAH DAN HARAPAN UMAT

Segala puji bagi Allah yang telah berfirman :

“…dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Qs. Al Anfal: 46]

Shalawat serta salam dipanjatkan kepada Nabi yang diutus sebagai rahmatan lil alamin, yang telah bersabda:

يَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ

“Tangan Allah bersama Al Jama’ah” [HR. Tirmidzi No.2092], kepada keluarganya yang suci, para sahabatnya yang baik, dan kepada orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan baik hingga hari kiamat, amma ba’du:

Kami memulai pernyataan ini dengan ucapan selamat kepada saudara-saudara kami kaum muslimin di manapun mereka berada atas datangnya bulan Ramadhan yang diberkahi. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan bulan ini sebagai bulan kemenangan bagi kaum muslimin, dan untuk tidak melewatkan bulan suci ini kecuali tragedi yang menimpa kaum muslimin menjadi sirna, dan luka yang mereka derita menjadi pulih. Ya Allah kami memohon kepada Engkau agar menolong hamba-hamba-Mu para mujahidin dan membebaskan orang-orang yang ditawan dan dipenjara, Amin.

Akhir-akhir ini terjadi beberapa peristiwa di Syam, kami selalu mengamati, mengikuti dan tidak melewati setiap pemberitaannya. Bagaimana kami bisa mengabaikan urusan Syam, padahal ia adalah negerinya orang-orang yang beriman yang para malaikat membentang sayap mereka di atasnya, dan di sana terdapat berbagai perang hebat yang pernah dilakukan oleh kaum muslimin.

Diamnya kami selama ini bukan berarti kami tidak mampu untuk berbicara, bukan juga karena kami tidak mampu mengeluarkan pernyataan, akan tetapi kami takut jika perkataan kami dapat menjadi kayu bakar yang memperbesar kobaran api fitnah. Karena banyak orang-orang yang ingin merongrong jihad kaum muslimin di bumi Syam, banyak orang yang menjadikan api fitnah semakin besar, la haula wala quwwata illa billah.

Kami khawatir jika musuh-musuh memanfaatkan kondisi kita sekarang ini untuk menghabisi kelompok mujahidin tertentu, sementara kami berharap agar perpecahan dapat dihindari dan polemik dapat dihindarkan. Kami tidak hanya berharap dan berdiam diri saja, kami terus berusaha untuk memperbaiki keadaan secara tertutup, yaitu dengan menggandeng saudara-saudara kita dari jamaah-jamaah jihad lainnya, karena kami meyakini bahwa perselisihan antar sesama mujahidin itu haruslah diselesaikan secara tertutup, jauh dari pendengaran dan penglihatan media massa musuh yang selalu mengintai, dan takdir Allah, ternyata rentetan peristiwa fitnah ini terjadi begitu cepat, dan usaha kami (untuk mendamaikan – red.) tidak menemui keberhasilan, sungguh milik Allah-lah segala urusan, baik sebelum maupun sesudahnya.

Hari ini, di hadapan peristiwa yang paling besar dari sekian banyak peristiwa yang telah terjadi, sepertinya kami tidak harus menyatakan sikap, tidak harus membuat tulisan singkat yang menyatakan sikap kami, dan memberikan nasehat kepada umat dan saudara-saudara kita.

Kami telah mendengarkan – sebagaimana para mujahidin dan kaum muslimin juga mendengarkan – perkataan juru bicara resmi ISIS yang di dalamnya ia mengumumkan pendirian Khilafah Islamiyah, dan pembai’atan Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi sebagai Khalifah bagi kaum muslimin, maka dari itu kami memiliki sikap atas hal tersebut:

Sesungguhnya penegakan Khilafah Rasyidah yang berdasarkan manhaj nubuwwah, yang menegakkan hukum Allah bagi kaum muslimin, dan yang menyatukan mereka serta menjaga daerah mereka adalah apa yang diperjuangkan oleh setiap mujahid yang benar-benar berjuang dan setiap jamaah-jamaah jihad yang dikenal baik dan lurus manhajnya, yang mengerahkan seluruh daya upayanya, yang rela menuangkan darah dan mengorbankan hartanya di atas manhaj tersebut.
Suatu hal yang tak diragukan lagi oleh kalangan jamaah-jamaah jihad yang memiliki manhaj yang benar adalah, bahwa mengumumkan langkah yang urgen seperti ini (yang kami maksud adalah penegakan khilafah), tidaklah sah kecuali setelah mengadakan musyawarah, sebagai bentuk realisasi kita terhadap perintah Allah: “…sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” [Qs. Asy Syura: 38], serta firman-Nya ketika memerintahkan Nabi Muhammad SAW yang maksum: “…dan bermusyarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Qs. Ali Imran: 159]. Dan kami tidaklah menyebarkan rahasia jika kami mengatakan bahwa ketika mulai tampak bibit-bit fitnah di Syam, saudara-saudara kami di Daulah mengirimi kami surat yang menceritakan detail apa yang terjadi. Ini adalah perbuatan mereka yang kami puji, sebagaimana kami memuji mereka karena telah percaya kepada kami. Namun mengapa pada hari ini dalam urusan yang lebih besar mereka justru mengumumkan urusan seperti ini tanpa bermusyawarah dengan para komandan mujahidin? Yaitu orang-orang yang telah diakui kejujurannya dalam berjuang, telah teruji, mereka adalah orang-orang yang selalu mengarahkan umat ini, dan selalu berusaha untuk menegakkan khilafah.
Wahai saudara-saudara kami di Daulah Islamiyah, di mana posisi kalian jika dibandingkan dangan kepemimpinan Thaliban beserta amirnya Mulla Umar Mujahid hafizhahullah, yang rela mengorbankan seluruh negerinya demi menjaga hubungan dengan kaum muhajirin yang di antaranya adalah pendiri Daulah Islamiyah Iraq, Syaikh Abu Mushab Az Zarqawi Rahimahullah? Dimanakah posisi kalian jika dibandingkan dengan Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahiri yang selalu memuji kemenangan kalian di Iraq? Di mana posisi kalian jika dibandingkan dengan Imarah Islam Kaukasus, di manakah posisi kalian jika dibandingkan dengan komando-komando cabang Al Qaida di seluruh tempat, dan para mujahidin lainnya? Ini belum lagi dari para ulama dan para pendakwah yang jujur dalam berdakwah yang langkah kakinya tetap tegak berada di jalan Islam dan dakwah untuk menegakkan khilafah, yang tidak pernah condong kepada para thaghut yang menerapkan hukum buatan manusia dan memberikan wala’nya kepada para musuh Islam, kami menyebutkan secara khusus bahwa di antara mereka ada singa tauhid, Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi, Syaikh Abu Qatadah Al Filishthini, Syaikh Mujahid Abu Al Walid Al Ghazi dan Syaikh Al Muhaddits Sulaiman Al ‘Ulwan yang telah merasakan penjara selama bertahun-tahun karena pembelaan mereka terhadap jihad di Iraq. Urusan ini lebih luas dari hanya sekedar perbedaan pendapat dalam masalah fiqh atau siyasah, sesungguhnya ini adalah urusan kekhilafahan yang dapat menaungi seluruh kaum muslimin yang baik maupun yang buruk perilakunya.
Dengan adanya kondisi yang baru ini, kami mengajak kepada para pemimpin, baik itu ulama maupun umara, secara khusus kami sebutkan nama-nama para masyayikh yang terhormat yaitu Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi, Syaikh Abu Al Walid Al Ghazi, Syaikh Abu Bakar Al Baghdadi, Mulla Muhammad Umar, Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahiri, Syaikh Nashir Al Wuhaisyi, Syaikh Abu Az Zubair, Syaikh Abu Muhammad Al Jaulani dan yang selain mereka dari para ulama yang melakukan amal nyata dan para komandan mujahidin, untuk bersepakat, memperbaiki kecacatan yang ada di rumah kita ini sambil menjauhi media massa, demi menjaga wilayah Islam dan menjaga persatuan kaum muslimin serta menghindari tumpahnya darah mereka.
Kami mengumumkan dengan jelas, bahwa kami akan menjadi pihak yang pertama kali menyambut sikap yang dinyatakan oleh para tokoh tersebut, sedangkan pada saat kami menunggu keluarnya sikap mereka, insya Allah kami masih membai’at Syaikh kami dan amir kami, Ayman Azh Zhawahiri, karena ia adalah bai’at yang syar’i yang mengikat pada leher kami, dan kami belum memandang ada yang dapat membatalkan bai’at ini, yaitu bai’at untuk berjihad demi membebaskan negeri-negeri kaum muslimin, menegakkan Syariat Islam di dalamnya, serta mengembalikan kekhilafahan rasyidah yang berdasarkan manhaj nubuwwah.
Kami tujukan pernyataan sikap kami ini kepada para ulama umat, terutama para masyayikhnya mujahidin yang menjadi referensi mereka, agar dapat memberikan fatwa kepada kami tentang peristiwa ini, serta meluruskan sikap kami ini jika mereka melihat di dalamnya ada yang bengkok, karena yang kami cari adalah kebenaran, dan saat inilah waktu yang tepat untuk membongkar mana yang benar sehingga dapat memberikan arahan kepada para mujahidin.
Tidak lupa, kami juga ingin menyampaikan beberapa pesan berikut ini:

Kami mengajak kepada kelompok-kelompok jihad yang terlibat peperangan dengan Daulah, terutama saudara-saudara kami di Jabhah Nushrah untuk mencukupkan diri dari mengkampanyekan peperangan melawannya dan mematuhi perintah amir mereka yaitu Syaikh Dr. Ayman Azh Zhawahiri hafizhahullah, sebagaimana kami juga mengajak kepada saudara-saudara kami di Daulah Islamiyah untuk melakukan hal serupa. Ini semua adalah langkah awal untuk mewujudkan perdamaian di antara mereka, karena orang yang benar-benar beriman tidaklah senang dengan adanya saling memerangi di antara para mujahidin. Orang-orang yang senang dengannya adalah para musuh yang dengki dan orang munafik yang iri.
Kami berharap kepada jamaah-jamaah jihad untuk memberikan bantuan dalam usaha (mendamaikan ini – red.) dan menyerahkan penanganannya kepada para ulama agar persatuan di antara para mujahidin dapat terwujud, sehingga menghilangkan kesempatan bagi musuh untuk mencelakakan mujahidin.
Kami mengingatkan kepada media-media jihad, bahwa segala pengumuman dan pernyataan sikap yang tidak dirilis melalui Yayasan Media Al Andalus, maka ia tidak mewakili AQIM. Kami juga memperingatkan akan pentingnya melakukan verifikasi dan investigasi untuk menjaga keotentikan berita.
Terakhir, kami tegaskan bahwa Khilafah Islamiyah adalah tuntutan kami, kami beramal untuk mewujudkannya dengan berjihad dan berperang menghadapi musuh-musuh umat ini, yaitu orang-orang yang senantiasa menyusun makar untuk menghalangi penegakannya, dan kami menginginkan kekhilafahan yang berada di atas manhaj nubuwwah, yang didirikan dengan landasan syura, yang berusaha untuk menyatukan barisan kaum muslimin, dan menjaga darah mereka. Sebagaimana kami juga tegaskan bahwa masih ada waktu untuk memperbaiki kecacatan yang ada, yaitu dengan melibatkan para ahli ilmu dan ahli jihad dalam menetapkan keputusan, dengan meminta pendapat mereka, karena mereka adalah manusia yang paling utama yang dapat dijuluki dengan Ahlul Halli wal Aqdi.

Ya Allah, kumpulkan umat ini di dalam hal yang baik, sehingga orang yang menaati-Mu dihormati, dan orang yang bermaksiat kepada-Mu dihinakan, Ya Allah satukanlah barisan kaum muslimin, dan tolaklah makar musuh-musuh mereka yang selalu mengintai, gagalkanlah makar orang-orang munafik dan pengecut. Akhir kata, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.


YAYASAN MEDIA AL ANDALUS
6 Ramadhan 1435 H / 4 Juli 2014
Diterjemahkan oleh :

MUQAWAMAH MEDIA TEAM
(aliakram/arrahmah.com)



test..

Kamis, 01 Mei 2014

Jawaban atas tuduhan keji terhadap Al-Qaeda


Jawaban atas tuduhan keji terhadap Al-Qaeda 

SUDAH CUKUP (BUKTI) BAGI KALIAN PERNYATAAN-PERNYATAAN AL-ADNANI
Oleh: Abu Ubaidah As-Salafi Al-Marwani

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat serta salam ke atas Rasul yang paling mulia, kepada keluarga dan juga seluruh sahabatnya, Amma ba’du:

Saya ingin membahas dan memperjelas beberapa masalah yang berkaitan dengan seseorang yang menjadi juru bicara Jamaah Daulah [Islam Irak dan Syam atau Islamic State of Iraq and Sham (ISIS)] bernama Abu Muhammad Al-Adnani. Terakhir dia mengatakan perkataan yang dia beri judul “Manhaj Kami Tak Seperti Ini, dan Tak Akan Berubah Menjadi Seperti ini”.

Saya memulai ini dengan meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mana dengannya, semoga Allah mendatangkan taufiq-Nya, serta bimbingan dan kebenaran, Dia juga adalah pemilik keutamaan dalam memberi hidayah dan kedamaian. Sedangkan kesalahan, kezhaliman dan penyimpangan itu datangnya dari saya dan syaitan.

Abu Muhammad Al-Adnani memulai perkataannya dengan berkata: “Di dalam jalan jihad ini kami sudah menyaksikan bermacam-macam kondisi para pelakunya; ada yang hanya berjalan sebentar kemudian langsung berbalik arah mundur dari jalan ini dan kembali kepada keterpurukan, ada juga yang berjalan hingga mencapai separuh jalan kemudian dia tidak mampu menanggung deraan dan kesusahan hingga akhirnya dia mundur. Ada juga yang bahkan hampir mencapai garis akhir akan tetapi kehilangan kesabaran dan berbalik arah. Maka sesungguhnya semua orang itu dihukumi dengan hukum yang sama, yaitu orang yang belum pernah berjalan di jalan jihad sama sekali”.

Iya Anda benar, ada orang yang tetap teguh ada juga yang berguguran di jalan jihad. Akan tetapi isyarat dari ucapan Anda jelas ditujukan kepada Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri dan jamaah Al-Qaeda, apakah Anda mengklaim kesempurnaan, keteguhan dan kesucian atas diri Anda dan jamaah Anda? Sedangkan jamaah-jamaah jihad selain kalian adalah shahawat, atau penyimpang, atau pemberontak, atau Sururi atau yang lain-lain.

Taruhlah saya setuju dengan Anda bahwa mereka tidak teguh, berbalik arah dan berguguran, namun saya tidak setuju dengan kutipan Anda: “Maka sesungguhnya semua orang itu dihukumi dengan hukum yang sama, yaitu orang yang belum pernah berjalan di jalan jihad sama sekali”. Agama dan syariat mana yang Anda gunakan untuk menghukumi mereka dengan orang-orang yang meninggalkan jihad sama sekali? Dan apakah jihad adalah salah satu rukun Islam atau rukun iman yang apabila seseorang meninggalkannya maka pahalanya akan hilang seluruhnya?

Bagaimana Anda mengerti bahwa mereka telah keluar (dari jalan jihad), menyerah dan merubah (manhaj) mereka? Dia adalah Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri beserta para pasukannya di Khurasan, yang berperang dibawah panji Imarah Islam Afghanistan (IIA) yang dipimpin oleh Mullah Umar hafizhahullah, mereka semua berhijrah meninggalkan keluarga, tanah air, tempat tinggal dan seluruh kenikmatan dunia.

Kondisi mereka sama dengan kalian yang berperang di Irak di bawah pemimpin kalian yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi. Benar bahwa orang yang meninggalkan jihad tanpa ada udzur syar’i dan serta orang yang kabur pada saat pertempuran sedang berlangsung termasuk pelaku dosa besar sebagaimana yang ditetapkan oleh ahli ilmu. Jika menurut Anda mereka telah melakukan perbuatan mengerikan tersebut, maka Anda menganggap mereka sama seperti orang yang meninggalkan jihad dan tidak pernah pergi ke medan perang.
Bagaimana mungkin Anda menafikan jihad yang telah mereka geluti sejak lama, mulai dari melawan pasukan Uni Soviet dan sekutunya kemudian Amerika, bahkan sebelum itu dia sudah berjihad melawan Thaghut di era Gamal Abden Naseer dan Anwar Sadat, menakjubkan…

Taruhlah saya juga setuju dengan Anda bahwa mereka telah melakukan dosa besar, yaitu kabur dari medan perang dan meninggalkan jihad, (tapi) ketahuilah, sesungguhnya dosa besar tidak membatalkan amalan seseorang di masa lalu, akan tetapi ia menyebabkan pelakunya mendapatkan dosa dan menjadikan imannya lemah, inilah yang disepakati oleh Ahlus Sunnah. Bahkan orang yang murtad, kemudian kembali lagi ke agama Islam dan beramal shalih, maka amalan yang dahulu dikerjakan sebelum ia murtad tidaklah batal kecuali jika dia mati dalam keadaan murtad maka dia mati sebagai orang kafir. Inilah yang dinamakan sebagai Riddah Al-Mustamirrah oleh para ahli ilmu, maka mereka semuanya tidaklah melakukan perbuatan yang membatalkan keagamaan mereka, melainkan mengerjakan dosa besar. Itu pun jika kami menyepakati Anda bahwa mereka (Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri dan Al-Qaeda) telah menyerah dan meninggalkan jihad.

Ahlus Sunnah wal Jamaah sepakat bahwa pelaku dosa besar akan mendapatkan dosa serta imannya menjadi lemah, tetapi tidak sampai pada membatalkan ke-Islamannya. Anda menganggap bahwa mereka ada pada posisi para Qaidun, orang-orang yang tidak pernah berjihad, serta orang-orang yang tidak pernah tersentuh pahala jihad. Anda menafikan amalan jihad dan pahala jihad mereka. Demi Rabb Anda, dengan aqidah apa Anda berani menyifati mereka seperti itu? Bukankah Anda menyatakan bahwa manhaj kami adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah???

Abu Muhammad Al-Adnani, Jubir ISIS
                                                     Abu Muhammad Al-Adnani, Jubir ISIS

Abu Muhammad Al-Adnani berkata: “Allah telah menganugerahkan kepada kami karunia-Nya, maka Dia membukakan untuk kami pintu jihad di Irak serta para pendatangnya berlomba-lomba, mereka berbondong-bondong mendatangi Iraq dari berbagai penjuru dunia, maka dikibarkanlah panji tauhid dan diumumkanlah jihad, maka segelintir orang dari muhajirin dan ansar pun menggabungkan kekuatan mereka hingga menjadi kekuatan adidaya yang kini dikenal oleh sejarah”.

“Allah telah menganugerahkan kepada kami…”(???) Subahanallah, seakan-akan hanya mereka yang berjihad. Wahai Syaikh, mengapa Anda mengingkari jihadnya orang dari jamaah lain? Anda sebenarnya wajib mengatakan demikian: “Allah telah menganugerahkan kepada kaum Muslimin serta orang-orang yang bertauhid dengan karunia-Nya, maka Dia membukakan pintu jihad…”, kata ganti “نا ” di kalimat Anda adalah untuk para pelaku yang artinya adalah “kami”. Maka arti dari perkataanmu di atas adalah bahwa Allah telah membukakan pintu jihad kepada kalian saja, bukan kepada semua orang di luar jamaah kalian, hanya kalian saja yang menjadi mujahidin, bukan orang-orang selain kalian.

Kemudian Anda berkata: “Maka segelintir orang dari muhajirin dan ansar pun menggabungkan kekuatan mereka hingga menjadi kekuatan adidaya yang kini dikenal oleh sejarah”, mengapa harus ‘segelintir orang’? Kemana perginya jihad Ahlus Sunnah di Irak? Kemana perginya jihad jamaah-jamaah lain yang berjuang hingga hari ini? Mereka berjuang dengan sabar hingga detik ini. Mereka adalah Ansharul Islam, Jaisyul Mujahidin, Jaisy Abu Bakar As-Salafi, Jaisy Al-Fatihin dan selain mereka dari para ikhwah yang telah atau sedang beramal tanpa menggunakan bendera dan embel-embel apapun kecuali ikhlas semata-mata karena Allah dan jauh dari sorotan media. Kapan Anda berterima kasih dan mengapresiasi orang-orang di luar jamaah Anda? Kapan Anda berlaku adil terhadap mereka? Apakah Anda lupa bahwa Jamaah Ansharul Islam telah lebih dahulu berjihad di Irak sebelum jamaah Anda ada? Mereka telah memerangi orang-orang sekuler, murtadin dan tentara salib. Mereka juga mendahului Anda dalam menegakkan syariat Allah dan menerapkan hudud di wilayah yang berada di bawah kekuasaan mereka, para ulama merekomendasikan mereka dan bahkan mereka juga mendahului Anda dalam menjamu para mujahidin pendatang dari Arab.

Kemudian Abu Muhammad Al-Adnani berkata: “Kecamuk peperangan mulai meningkat, api mulai dinyalakan, maka mulai tampak siapa yang teguh dan siapa yang menyerah dan terjatuh”. Saya setuju dengan Anda di sini, sebagian orang ada yang menukar agama dan jihadnya dengan jabatan, ada pula yang justru memerangi mujahidin, ada pula yang memilih meninggalkan jihad dan tidak pula menyeru manusia untuk pergi berjihad. Akan tetapi saya khawatir bahwa ada orang yang terzhalimi dengan perkataan Anda ini.

Kemudian dia melanjutkan: “Dan mujahidin tetap teguh, maka Allah memberikan kemenangan kepada mereka, kemudian mereka mendirikan Majelis Syura Mujahidin, tidak sampai 1 tahun mereka akhirnya mendeklarasikan Daulah Islamiyah”. Demi Allah, daulah manakah yang Anda maksud? Daulah manakah yang Anda maksud? Syi’ah yang menguasai kita, markas-markas mereka memenuhi wilayah kita, bahkan mereka menghancurkan tempat tinggal kaum Muslimin dan menangkapi mereka sesuka hati, di manakah Daulah Islam yang di dalamnya rumah Allah dirampas oleh orang-orang Syi’ah? Seluruh wilayah berada di tangan mereka, mereka berbuat kekufuran dan kesyirikan kepada Allah di sana. Daulah Islam mana yang di dalamnya terdapat tempat ziarah yang selalu dikunjungi tiap tahun? Yaitu kuil Musa Al-Kazhim yang berada di Baghdad. Dimanakah Daulah Islam yang didalamnya terdapat pemerintahan thaghut yang secara terang-terangan berhukum kepada selain hukum Allah? Kebanyakan kaum Ahlus Sunnah takut untuk shalat di masjid. Dimanakah terdapat Daulah Islam yang didalamnya orang-orang Ahlus Sunnah diwajibkan meminta izin kepada tentara dan polisi Syi’ah apabila ingin keluar masuk wilayah mereka sendiri? Di manakah Daulah Islam yang di dalamnya selalu diadakan pawai oleh orang-orang Syi’ah yang tersebar di Baghdad, Diyala, Shalahuddin, Mosul, Babil dan Kirkuk dan dilakukan secara terang-terangan pada bulan Muharram dan bulan-bulan lainnya? Di manakah Daulah Islam yang di dalamnya Ahlus Sunnah tidak berani terang-terangan manyatakan dirinya di jalan-jalan kecuali sedikit? Daulah Islam manakah yang para mujahidinnya dicari-cari dan selalu menggunakan identitas palsu agar tidak diketahui ketika melewati pos penjagaan Syi’ah?
(Mereka berkata): “Kami menamakannya ‘daulah’ setelah kami melaksanakan beberapa operasi jihad di beberapa desa dan daerah yang terpencil, kami menaklukkannya dengan mudah lalu kami juga mendapatkan kemenangan di penjuru gurun pasir, di ujung wilayah Diayala, Mosul serta beberapa desa di Shalahuddin dan Kirkuk, dan ketika mujahidin berperang dengan pemerintah mereka tidak menganggapnya, padahal pasukan murtadin menjalankan program pemusnahan dan penangkapan terhadap orang-orang yang tak berdaya dari Ahlus Sunnah.” Yang benar saja, apakah ini yang dinamakan Daulah? “Kami juga menamakannya ‘daulah’ padahal di Baghdad terdapat banyak bar dan klub malam”.

Wahai (Syaikh kami) Abu Muhammad Al-Adnani, apakah Anda tak dapat melihat? Ataukah di dalam diri Anda terdapat kontradiksi?
Kemudian dia berkata: “Maka sejauh ini, Daulah tetap eksis, kami juga menjaga para mujahidin senior karena keutamaan dan posisi mereka, Daulah tak pernah mendahului ucapan mereka, tak pernah juga menyelisihi pendapat mereka. Daulah selalu menjaga kesatuan barisan kaum Muslimin dan menghormati para pendahulu yang terlebih dahulu dalam berjihad”.

Katakan pada saya keutamaan dan posisi mujahidin mana yang Anda jaga? Urusan mana yang pernah Anda konsultasikan kepada para mujahidin? Kalian mendeklarasikan Daulah tanpa bermusyawarah dengan para mujahidin seperti jamaah Ansharul Islam dan Jaisy Mujahidin, padahal kalian mengetahui bahwa mereka memiliki kekuatan, keilmuan dan kecerdasan. Kalian mengaku-ngaku bahwa kalian telah bermusyawarah dengan jamaah-jamaah, padahal jamaah-jamaah tersebut tak pernah ada di medan perang, tak ada satupun yang mengerti tentang mereka, mereka adalah jamaah yang tak memiliki kekuasaan maupun kekuatan, lalu kalian menggadang-gadangkan mereka dan memasukkan mereka ke dalam majelis syura milik kalian dengan maksud agar kalian bisa berkilah bahwa deklarasi daulah tidak dilakukan oleh kami, akan tetapi oleh Majelis Syura.

Kemudian manakah penjagaan kalian terhadap keutamaan dan peranan penting para mujahidin di Irak? Kalian membunuh Amir Jaisy Abu Bakar As-Salafi, komandan Abu Bakar Al-Iraqi rahimahullah, sang pendiri jamaah tersebut. Kalian membunuhnya dangan cara pengkhianatan di Selatan Baghdad. Kalian juga memerangi Jaisy Mujahidin dengan alasan bahwa mereka adalah shahawat dan orang-orang murtad serta karena mereka memasuki Dewan Politik, padahal para koalisi yang ada di Dewan mengumumkan bahwa mereka berlepas diri dari Jaisy Mujahidin setelah mereka mengundurkan diri darinya, dan menulis pernyataan “Bubarkanlah (dewan politik)”. Dalam pernyataan tersebut Jaisy Mujahidin membeberkan beberapa perbuatan yang menyebabkan dewan ini terjatuh ke dalam riddah, mereka juga mencap dewan ini dengan shahawat. Koalisi rakyat yang ada di dalam dewan pun akhirnya menyatakan berlepas diri dengan mereka, maka Jaisy Mujahidin pun mengeluarkan pernyataan yang berjudul: “Siapa yang ingin menghapus rasa malu yang menimpa suku-suku (yang tergabung di dalam Dewan Politik)?”. Di dalam pernyataan ini Jaisy Mujahidin menyatakan kemurtadan para shahawat, serta mengkafirkan mereka, dan menyatakan kewajiban untuk memerangi mereka berdasarkan dalil-dalil syar’i.

Keutamaan manakah yang kalian jaga? Kalian membunuh seorang dokter di Amuriyah-Baghdad hanya karena dia mengobati seorang anggota Jaisy Mujahidin yang terluka. Dan masih banyak lagi kasus-kasus yang jika didaftar satu persatu, maka akan menjadi beberapa jilid buku.
Sedangkan apabila yang Anda maksudkan dari perkataan: “Maka sejauh ini, daulah tetap eksis, kami juga menjaga para mujahidin senior karena keutamaan dan posisi mereka, Daulah tak pernah mendahului ucapan mereka, tak pernah juga menyelisihi pendapat mereka. Daulah selalu menjaga kesatuan barisan kaum muslimin dan menghormati para pendahulu yang terlebih dahulu dalam berjihad”, adalah Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri dan Syaikh Usamah bin Ladin taqabbalahullah serta komando pusat Al-Qaeda di Khurasan, maka demi Allah, Anda tidak benar!

Apakah mereka semua memerintahkan Anda untuk memerangi jamaah-jamaah jihad lain dengan menuduhnya sebagai shahawat? (tentu dengan penyangkalan dari kami bahwa jamaah-jamaah seperti Hamas Irak Revolusi Suku-suku, Jaisy Islami pimpinan Ibrahim Syamry adalah termasuk jamaah-jamaah jihad, karena mereka semua memerangi mujahidin).

Apakah Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri, Syaikh Usamah bin Laden taqabbalahullah dan Al-Qaeda memerintahkan kalian untuk memotong jari orang yang merokok? Apakah mereka memerintahkan kalian untuk membunuhi para mujahidin Ansharul Islam? Melecehkan beberapa dari mereka, menculik dan menyiksa mereka karena menolak berbai’at kepadamu, salah satunya adalah yang terjadi di Diyala dan saya sendiri menyaksikan itu. Apakah petinggi Al-Qaeda memerintahkan kalian untuk mengebom Masjid Ummul Qura di Barat kota Baghdad? Apakah mereka memerintahkan kalian untuk membunuh orang yang bakhil dan orang yang ragu terhadap kalian? Subhanallah.

Kemudian nampak juga kebohongan dan kebodohannya ketika dia berkata: “Sungguh para petinggi Al-Qaeda telah menyimpang dari jalan kebenaran…” Tidak! Demi Allah mereka tidaklah menyimpang, mengganti dan merubah manhaj, manhaj mereka adalah manhaj yang sama seperti dahulu ketika pertama kali didirikan. Hal ini hanya disebabkan Al-Qaeda menyelisihi pendapat kalian saja. Tuduhan ini juga dilemparkan kepada Ansharul Islam, bahwa mereka merubah manhajnya setelah sang pendiri Syaikh Abu Abdullah Asy Syafi’i ditawan oleh musuh -semoga Allah segera membebaskannya-. Jadi sebenarnya ini adalah bukan masalah manhaj, akan tetapi ini hanyalah permasalahan bahwa mereka menyelisihi keinginan dan pendapat kalian saja, mereka dan bahkan seluruh ulama jihad termasuk yang ada di dalam penjara tak ada yang menyetujui keinginan dan pendapat kalian. Inilah pokok persoalannya menurut kalian. Permasalahan ini adalah permasalahan tentang pribadi para sosok mujahid. Sejak lama kami sudah sering mendengar perkataan dari para tentara dan pemimpin kalian bahwa “Syaikh Aiman adalah seorang Ikhwanul Muslimin, manhajnya lebih cenderung kepada manhaj Al-Ikhwan”, “Abdulah Azzam adalah seorang Ikhwanul Muslimin”, dan perkataan-perkataan sejenis.

Al-Qaeda tidak menohok para ahli ilmu yang menyelisihi mereka, namun kalian melakukannya. Ketika Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri membantah pendapat Syaikh Abdullah bin Baaz, dia membantahnya dengan mengunakan hujjah yang didasarkan pada kelimuan dan syari’at, Syaikh Dr. Ayman Az-Zhawahiri menghormati Syaikh Bin Baaz. Dia tidak mencela, mencerca, mencaci dan memaki-maki Syaikh bin Baaz. Sedangkan kalian, para ahli syariat kalian terkhusus yang berada di Penjara Bucca dan juga yang berada di luar penjara berceloteh panjang lebar disertai dengan kata-kata kasar dan kutukan terhadap para ulama’. Ada sebagian dari kalian yang menamakan Syaikh bin Baaz dengan nama Bin Kaaz [anak Gas(?)]. Ketika Syaikh Abu Bashir Ath-Tharthusi menyelisihi kalian, maka kalian menjulukinya dengan Abu Hashir (tikar), dan Syaikh Al-Maqdisi dengan Al-Muflisi (orang yang bangkrut), inilah yang kami saksikan di Irak demi Allah, khususnya mereka yang berada di dalam penjara Camp Bucca di Bashrah, selatan Irak.

Jika saja Al-Qaeda telah berubah, maka Anda akan mendapati para anggotanya berada di istana, atau rumah-rumah mereka, atau bergabung bersama pemerintahan thaghut, akan tetapi dengan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka tetap langgeng diatas jalan jihad dan tak bergeming hanya dengan umpatan.
Anda pada hari ini mengikuti jalan para Thaghut, kaum sekuler dan Ulama Suu’ yang terlebih dahulu mencela jamaah Al-Qaeda, para syaikhnya dan manhajnya. Anda mengikuti mereka para pencela itu dengan cara yang tidak Anda sadari.

Kemudian Anda berkata: “Sesungguhnya Al-Qaeda pada hari ini, tidaklah dianggap sebagai Al-Qaeda. Al-Qaeda bukanlah jamaah yang dibangga-banggakan oleh orang-orang yang hina, bukan pula jamaah yang bermesraan dengan thaghut serta bukan juga jamaah yang berlemah lembut dan berbasa-basi dengan orang-orang yang menyimpang dan sesat…”.

Orang hina manakah yang Anda maksudkan? Thaghut manakah yang Anda maksud? Orang menyimpang dan sesat manakah yang Anda maksudkan? Pada hari ini dengan karunia dari Allah, Al-Qaeda hanya dibela dan didukung oleh ulama yang teguh serta oleh para ulama’ yang kalian jelek-jelekkan seperti Abu Muhammad Al-Maqdisi, Abu Qatadah Al-Filishthini, Sulaiman Al ‘Ulwan, Umar Al-Hadusyi dan lain-lain. Apakah mereka semua adalah Thaghut? Penyeleweng? Dan sesat?

Kemudian dia berkata: “Al-Qaeda bukanlah tempat bernaung para shahawat dan orang-orang sekuler yang mereka dahulu adalah musuh Al-Qaeda dan sekarang menjadi teman yang ridha terhadap Al-Qaeda, mereka mengeluarkan fatwa-fatwa yang memperbolehkan membunuh mujahidin”.

Jika yang Anda maksud adalah Jabhah Nushrah, maka ia hari ini selalu berperang bersama-sama dengan Jabhah Islamiyah, Ahrar Sham, Jaisyul Muhajirin wal Anshar, Jundul Aqsha, Shuqur Al ‘Iz dan jamaah-jamaah jihad lainnya. Maka apakah mereka semua adalah shahawat dan orang sekuler? Lalu mengapa kalian membiarkan orang-orang sekuler seperti Jamal Ma’rouf yang sudah jelas-jelas membunuh para muhajirin? Mengapa kalian biarkan orang-orang sekuler tersebut dan justru pergi memerangi Ahrar Syam dan Liwa’ Tauhid yang tidak ada dalil yang jelas atas kemurtadan mereka? Sedangkan peperangan mereka terhadap kalian adalah bermaksud mempertahankan diri dan membalas pemberontakan kalian. Maka maksud tersebut tidaklah mengeluarkan seseorang dari agama.
Lalu dia berkata: “Sesungguhnya Al-Qaeda pada hari ini bukanlah Al-Qaeda yang dahulu. Saat ini para pemimpinnya adalah orang-orang yang lalim, mereka ingin menghancurkan proyek Daulah Islam dan proyek khilafah yang akan datang dengan izin Allah.”

Daulah manakah yang Anda maksud? Apakah Daulah yang selalu meledakkan diri ke arah kumpulan para mujahidin dan markas mereka? Ataukah Daulah yang selalu berusaha menyerang wilayah mujahidin dengan menggunakan bom, tank shilka dan senapan mesin anti udara? Seperti yang terjadi wilayah Habhab Selatan, barat Diyala. Seluruh penduduk wilayah itu adalah Ahlus Sunnah, Daulah menyerang mereka dengan alasan bahwa wilayah itu adalah basis shahawat yang memusuhi Jamaah Daulah.

Kemudian dia berkata: “(Al-Qaeda) telah merubah manhaj, berprasangka buruk dan menerima bai’at dari para pembelot..”, akan tetapi kalianlah yang telah merubah manhaj dan membuat kebid’ahan dalam urusan bai’at kaum Muslimin terhadap seorang imam, kalian melakukannya tanpa bermusyawarah terlebih dahulu dengan pihak mujahidin lain yang memiliki kekuatan dan Ahlul Hal wal ‘Aqdi. Kalian juga tidak mampu menegakkan Daulah tersebut dengan benar di muka bumi, kalian selalu berprasangka buruk terhadap orang-orang awam dan membunuhi orang-orang dengan alasan yang tidak jelas.

Sedangkan yang berkaitan dengan tuduhan Anda yaitu tentang bai’at para pembelot dari Jamaah Daulah ke Al-Qaeda, maka saya katakan: Apakah bukan kalian yang menerima bai’at dari banyak para pembelot ketika awal-awal deklarasi proyek Daulah kalian di Irak? Kalian bersuka cita dengan bai’at dari para pembelot dari jamaah-jamaah jihad lainnya, jamaah-jamaah tersebut membiarkan mereka dan tidak menghalalkan darah mereka.

Bagaimana bisa kalian menerima bai’at dari Abu Abdullah, penanggung jawab Ansharul Islam di Khan Bani Sa’d, selatan Baqouba-Diyala bersama tentaranya, padahal dia telah membelot dari jamaahnya? Dan bagaimana bisa kalian menerima bai’at dari Abu Fatimah bersama orang-orang yang bersamanya? Padahal mereka membelot dari Jaisy Abu BakarAs Salafi di selatan Baghdad. Kalian mengatakan bahwa ketika itu ada 300 orang yang membai’at kalian dari Jaisy Abu Bakar. Padahal tidak ada yang membai’at kalian kecuali Abu Fatimah dan 50 orang yang bersamanya. Wallahu a’lam… Kalian sudah termakan oleh omongan kalian sendiri!!

Kemudian Abu Muhammad Al Adnani berkata: “…Daulah yang dipuji oleh seluruh komandan jihad…” Benar, dikarenakan medan jihad di Irak tertutup dari dunia luar, tidak ada yang mengetahui kondisinya kecuali orang-orang yang terjun langsung di dalamnya, cukuplah seorang Sulaiman Al ‘Utaibi (Mantan Qadhi Daulah Islam Irak,-ed) menjadi saksi atas kalian, kalian memenuhi medan jihad dengan berita-berita kalian, hingga berita yang sebenarnya tertutup. Ini juga berkat sumbangsih dari jamaah-jamaah jihad di Irak yang selalu menghindari gesekan dan berbantahan dengan kalian. Bukan hanya Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri seorang yang menyelisihi kalian, ada juga orang-orang yang dahulu memuji kalian lalu kini berbalik menyelisihi kalian, karena mereka melihat kalian mengkafirkan kaum Muslimin secara terang-terangan, menghalalkan darah mereka dan berlebih-lebihan dalam urusan bai’at serta datangnya seorang lelaki yang menggelari dirinya sebagai Imam kaum Muslimin.

Dia berkata: “Maka apa yang telah berubah (dengan Al-Qaeda) hingga para petingginya berpaling dari kami dan mensifati kami sebagai anak cucu Ibnu Muljam serta menggelari kami dengan Khawarij?”
Itu benar, karena Ibnu Muljam membunuh seorang lelaki Muslim yang bertauhid, ahli ibadah, orang yang zuhud dan juga seorang mujahid yaitu Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Sedangkan tentara kalian telah membunuh seorang lelaki muslim yang bertauhid dan juga seorang mujahid, yaitu Syaikh Abu Khalid As-Suri rahimahullah. Ada juga sebagian anggota kalian yang mengirimkan pasukan sabotase kepada mujahidin, ada juga anggota kalian yang mengkafirkan Ahrar Sham khususnya para petinggi jamaah tersebut, dan Anda bukannya menyatakan berlepas diri dari mereka justru anda mengatakan “kami tidak sengaja”. Kalian bukannya berlepas diri dari perbuatan tersebut dan dari pelakunya, maka inilah manhaj orang-orang Haruri (khawarij,-ed) yang sebenarnya.

Abu Muhammad Al-Adnani berkata: “Ya Rabb, sesungguhnya mereka menghalalkan darah kami, mereka membunuhi kami, jikalau kami membiarkan mereka, niscaya mereka akan membinasakan kami, namun jikalau kami membela diri dan membalas perbuatan mereka, niscaya mereka akan merengek-rengek di media massa, mereka menyifati kami sebagai Khawarij”.
Kalian memakan omongan kalian sendiri. Inilah kondisi kalian, barangsiapa yang mendiamkan dan membiarkan kalian, maka kalian akan mengkudeta dan menganggap jelek orang tersebut. Dan barangsiapa yang membela diri dan membalas serangan kalian, maka kalian akan menudingnya sebagai shahawat dan murtad.

Abu Muhammad Al-Adnani berkata: “Ya Rabb, tanyakanlah kepada mereka mengapa mereka tidak menangisi kepergian Syaikh Abu Abdul Aziz rahimahullah, mengapa mereka tidak menyerukan agar menangkap orang yang membunuhnya? Mengapa mereka tidak menuntut atas darahnya? Atau mengapa mereka tidak memenjarakan pelakunya?”.

Kami katakan bahwa yang membunuh Syaikh Abu Abdul Aziz rahimahullah adalah orang kafir dan sekuler, pembunuhnya bukanlah orang yang menyerukan bahwa dirinya adalah pembela kebenaran dan tauhid, juga bukan pula dari Jamaah Daulah, dia tidak dibunuh oleh pembom bunuh diri dari kalian yang mengharapkan surga dengan perbuatannya. Ini berbeda ketika dia (Abu Muhammad Al-Adnani) 

menyebutkan keutamaan Syaikh Abu Abdul Aziz dan tidak menyebutkan Syaikh Abu Khalid As-Suri.
Abu Muhammad Al-Adnani kemudian berkata: “Ya Rabb, tanyakanlah kepada mereka mengapa tidak mengutuk pembunuhan terhadap ahli tauhid di Sina? Mengapa orang-orang tidak menyerukan untuk memerangi para pembunuhnya? Dan apa sebabnya mereka justru memuji para thaghutnya (Mursi) serta mendakwahinya?”.

Wahai manusia! Apakah Anda tidak malu telah menuduh Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri meridhai pembunuhan ahli tauhid di Sina dan meridhai Mursi serta mendakwahinya? Dan apakah berdo’a untuk orang kafir atau fasiq atau bid’ah agar mereka diberikan hidayah dan agar mereka berbuat kebaikan adalah terlarang secara syar’i? Bagaimana cara Anda mengambil keputusan?

Perkataan Syaikh Dr. Aiman Az-Zhawahiri terhadap Mursi adalah jelas, beliau berkata kepadanya secara terang-terangan dan apa adanya, sembari mendo’akannya kebaikan dan hidayah, dia menyodorkan kepadanya 2 pilihan: Apakah dia akan bangkit dan melawan atau dia akan terus tunduk pada hukum thaghut.
Maka perkataan Syaikh adalah jelas, janganlah Anda berdusta terhadapnya dengan berkata: “Maka jadilah Thaghut Ikhwanul Muslimin, kelompok yang memerangi mujahidin dan kelompok yang tidak menegakkan hukum Allah diberi nasehat, diakrabi, disifati dengan ‘harapan umat’ dan pahlawan. Kami tidak mengerti umat manakah yang dia (Syaikh Aiman) bicarakan!”.

Kemudian dia berkata: “Sesungguhnya perselisihan antara Jamaah Daulah dengan Al-Qaeda bukanlah perselisihan yang disebabkan oleh pembunuhan seseorang, atau disebabkan bai’atnya seseorang. Perselisihan ini bukanlah tentang dukungan mereka dalam memerangi shahawat di Irak dahulu, akan tetapi ini adalah tentang permasalahan agama yang lebih urgen, ini adalah tentang manhaj mereka yang telah melenceng, manhaj yang telah berubah hingga tidak lagi ada pembahasan tentang millah Ibrahim, tak ada lagi pembahasan tentang mengkufuri thaghut serta berlepas diri dari para pengikutnya dan memerangi mereka”.
Anda benar bahwa Anda adalah pendusta, sesungguhnya kaum muslimin yang kalian kafirkan dan kalian perangi adalah sebab dari perselisihan kalian dengan Al-Qaeda.

Abu Muhammad Al-Adnani menyifati Al-Qaeda dengan perkataannya: “Manhaj yang mempercayai perdamaian, bergerak atas dasar keinginan mayoritas manusia, manhaj yang malu untuk menyebutkan kata Jihad dan Tauhid, manhaj yang mengganti kata-katanya dengan istilah revolusi, kerakyatan, kebangkitan, perjuangan, Republik dan advokasi”.

Anda berdusta, dan Demi Rabbku, manhaj mereka tidaklah seperti ini sekarang. Mengenai dukungan Al-Qaeda terhadap revolusi musim semi arab, maka Syaikh Usamah bin Ladin taqabbalahullah sendiri yang menyatakan untuk memihak para demonstran dan kebangkitan rakyat, kata-katanya tentang revolusi ini adalah kata-katanya yang terakhir yang berjudul “Musim Semi Arab”:

“Segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, dan meminta ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, niscaya tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, niscaya tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya.
Amma ba’du…

Wahai umatku, umat Islam. Kami mengikuti bersamamu peristiwa sejarah yang besar ini. Kami menyertaimu dalam kegembiraan, keceriaan, kebahagian, dan suka cita. Kami gembira karena kegembiraanmu, dan kami bersedih karena kesedihanmu. Kami sampaikan ucapan selamat kepadamu atas kemenangan-kemenanganmu, semoga Allah menerima para syudaha’mu, menyembuhkan orang-orang yang terluka di antaramu, dan membebaskan orang-orang yang tertawan di antaramu.

Wa ba’du…
Hari-hari baru terbit dengan kemuliaan pemeluk Islam
para penguasa di negeri-negeri Arab bersembunyi
singgasana kekuasaan telah dilipat hingga datang
kepada kita berita harapan kabar gembira dan panji-panji kemenangan
Umat Islam telah lama menghadapkan muka mereka, menunggu-nunggu kemenangan yang berita-berita gembira tentang kedatangannya mulai nampak dari Timur (Afghanistan, pent). Ternyata matahari revolusi terbit dari sebelah Barat (Tunisia lalu Mesir, pent). Revolusi mulai memancarkan sinarnya di negeri Tunisia, maka umat Islam menyambutnya dengan suka cita, wajah bangsa-bangsa muslim berseri ceria karenanya. Adapun kerongkongan para penguasa tercekik dan bangsa Yahudi gemetar ketakutan karena telah dekatnya janji-janji (kemenangan Islam atas mereka, pent). Dengan tumbangnya sang taghut (diktator), runtuh pula makna kehinaan, ketertundukan, ketakutan, dan kemunduran. Sebaliknya bangkitlah makna kebebasan, kemuliaan, keberanian, dan kesiapan untuk maju. Maka angin perubahan bertiup kencang demi menginginkan kemerdekaan. Tunisia telah menjadi pelopor atas hal itu. Lalu secepat kilat, para ksatria negeri Kinanah (Mesir, pent) mengambil bara api (contoh, pent) dari para revolusioner Tunisia ke lapangan At-Tahrir. Maka terjadilah revolusi yang besar? Revolusi apakah gerangan?
Revolusi penentuan nasib bagi seluruh Mesir dan segenap umat Islam jika mereka berpegang teguh dengan tali agama Allah. Revolusi ini bukanlah revolusi makanan dan pakaian. Ia adalah revolusi kemuliaan dan harga diri, revolusi pengorbanan, menerangi seluruh kota dan desa sungai Nil dari wilayah dataran rendah hingga dataran tinggi. Maka kemuliaan putra-putra Islam mulai terlihat. Jiwa-jiwa mereka merindukan kejayaan nenek moyang mereka. Mereka memungut di lapangan At-Tahrir Kairo bara api untuk mengalahkan pemerintahan-pemerintahan yang lalim. Mereka tegak melawan kebathilan. Mereka angkat tinggi-tinggi kepalan tangan mereka sebagai perlawanan terhadap kebathilan. Mereka tiada gentar terhadap tentara kebathilan. Mereka saling berjanji dan mereka meneguhkan janji tersebut. Tekad mereka telah bulat, lengan tangan mereka saling menopang, dan revolusi pun menjanjikan kemenangan.
Kepada mereka, para revolusioner yang merdeka, di seluruh negara…
Pegang teguhlah oleh kalian kendali inisiatif! Waspadailah diplomasi (dengan pemerintahan zhalim nan kafir, pent)! Karena sesungguhnya tidak ada jalan tengah antara pengikut kebenaran dan pengikut kesesatan. Sekali-kali tidak mungkin ada.
Ingatlah oleh kalian bahwa Allah telah mengaruniakan kepada kalian hari-hari yang masih akan ada kelanjutannya. Kalianlah para ksatria berkuda dan komandannya. Di tangan kalianlah tali kekang dan kendali urusannya. Umat Islam ‘menabung’ kalian untuk peristiwa yang besar ini, maka sempurnakanlah perjalanan dan janganlah kalian gentar dengan kesulitan yang bakal menghadang.
Perjalanan menuju tujuan telah dimulai
Orang merdeka maju ke depan dengan tekad bulat
Jika orang merdeka telah mulai menempuh jalan
Tak kan pernah merasa lelah atau berhenti
Sekali-kali ia tidak akan berhenti sehingga tujuan-tujuan yang direncanakan telah tercapai dan harapan-harapan yang dicanangkan telah tergapai, dengan izin Allah SWT. Revolusi kalian adalah poros mesin gilingan dan tempat penggantungan harapan orang-orang yang tertindas dan terluka. Kalian telah membebaskan dari umat ini banyak penderitaan yang berat —semoga Allah membebaskan kalian dari berbagai penderitaan—, dan kalian telah merealisasikan banyak harapan besar —semoga Allah SWT merealisasikan harapan-harapan kalian—.
Jalan tegak seperti halte bagi kalian
Keputus asaan di belakang, harapan di depan
Kemuliaan dikembalikan dengan darah, sebagaimana ia dirampas dengan darah
Singa pemberani mati demi membela sarangnya
Siapa mengorbankan nyawanya yang berharga demi Rabbnya
Tuk melawan kebatilan mereka, bagaimana ia akan dicela?
Wahai putra-putra umatku, umat Islam…
Di depan kalian ada perempatan jalan-jalan yang genting dan kesempatan sejarah yang agung lagi jaran terjadi, untuk membangkitkan umat Islam dan membebaskan diri dari peribadatan kepada hawa nafsu para penguasa, undang-undang positif, dan hegemoni Barat.
Merupakan sebuah dosa besar dan kebodohan yang besar apabila kesempatan yang telah ditunggu-tunggu oleh umat Islam sejak banyak dekade ini berlalu sia-sia belaka. Maka pergunakanlah kesempatan ini sebaik mungkin! Hancurkanlah patung-patung dan berhala-berhala! Tegakkanlah keadilan dan keimanan!
Dalam kesempatan ini, saya mengingatkan orang-orang yang jujur (tulus berjuang untuk Islam, pent) bahwa membentuk sebuah majlis yang memberikan pendapat dan musyawarah kepada bangsa-bangsa muslim dalam seluruh aspek yang urgen merupakan sebuah kewajiban syar’i. Kewajiban itu lebih tegas lagi atas diri para aktivis Islam yang memiliki ghirah, yang sejak lama mereka telah memberi nasehat urgensi mencabut pemerintahan-pemerintahan yang zalim ini sampai ke akar-akarnya.
Para aktivis Islam tersebut memiliki tingkat kepercayaan (dukungan) yang luas di kalangan kaum muslimin. Maka mereka harus memulai program ini dan mengumumkannya dengan segera, jauh dari dominasi para penguasa diktator. Mereka harus harus membuat ‘kamar operasi’ (lembaga riset dan litbang, pent) yang memantau (mengikuti) perkembangan kejadian agar bekerja melalui langkah-langkah yang seimbang (terukur) yang mencakup seluruh kebutuhan umat Islam. Mereka harus mengambil manfaat dari saran-saran para tokoh cendekiawan umat ini, dan meminta bantuan lembaga-lembaga kajian yang profesional serta orang-orang bijak nan ahli umat ini untuk menyelamatkan umat ini yang tengah berjuang dalam rangka menjatuhkan para penguasa thaghut, sedang putra-putra umat ini menghadapi berbagai pembantaian. Mereka harus membimbing dan mengarahkan bangsa-bangsa muslim —yang tengah berjuang untuk menjatuhkan penguasa dan pilar-pilarnya— dengan langkah-langkah yang seharusnya (tepat) untuk melindungi revolusi ini dan merealisasikan tujuan-tujuannya.
Demikian juga wajib saling membantu dengan bangsa-bangsa yang belum memulai revolusi, untuk menentukan hari H dan apa yang harus dikerjakan sebelumnya. Sebab, keterlambatan akan menyebabkan hilangnya kesempatan. Sebaliknya, tergesa-gesa sebelum saatnya hanya akan menambah jumlah korban. Saya perkirakan angin perubahan akan melanda seluruh dunia Islam, dengan izin Allah. Maka para pemuda wajib mempersiapkan hal-hal yang semestinya untuk menghadapi peristiwa tersebut. Janganlah mereka memutuskan sebuah perkara sebelum mereka bermusyawarah dengan para ahli yang berpengalaman lagi jujur, yang jauh dari solusi-solusi ‘titik temu’ (saling menguntungkan dengan taghut, pent) dan berkompromi dengan para penguasa zhalim. Dalam syair (karya al-Mutanabbi, pent) telah disebutkan :
Gagasan itu mendahului keberanian seorang pemberani
Gagasan yang pertama, keberanian yang kedua
Wahai umatku, umat Islam…
Sejak beberapa dekade yang lalu, engkau telah menyaksikan banyak revolusi. Masyarakat menyambutnya dengan gembira, namun tak lama sesudah itu justru merasakan bencana-bencananya. Jalan untuk menjaga umat ini dan revolusinya pada hari ini dari kesesatan dan kegelapan adalah memulai dengan revolusi kesadaran dan meluruskan pemahaman-pemahaman dalam seluruh bidang kehidupan, apalagi bidang-bidang pokok. Bidang yang paling penting adalah rukun Islam yang pertama, dan sebaik-baik buku yang ditulis dalam hal itu adalah kitab ‘Mafahim Yanbaghi an Tushahhah’ (Konsep-konsep yang seharusnya diluruskan) karya syaikh Muhammad Quthb.
Lemahnya kesadaran kebanyakan putra umat ini yang timbul dari wawasan yang keliru yang disebar luaskan oleh para penguasa sejak dekade yang lama, merupakan musibah terbesar. Musibah-musibah lain yang menimpa umat ini hanyalah salah satu buah yang pahit dari buah-buah musibah terbesar ini. Itulah wawasan kerendahan, keterbudakan, ketundukan, dan ketaatan mutlak kepada para penguasa —-sebuah bentuk peribadatan kepada para penguasa selain peribadatan kepada Allah— mengalah kepada para penguasa dalam hak-hak dunia dan agama yang paling urgen; menjadikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan tokoh-tokoh berkisar pada poros penguasa telah menjadikan manusia kehilangan kemanusiaannya, menjadikannya berlari di belakang penguasa dan keinginan-keinginan penguasa, tanpa sadar atau mengetahui duduk perkaranya, sehingga ia menjadi sekedar pengekor. Jika masyarakat baik maka ia ikut-ikutan baik, jika masyarakat buruk maka ia ikut-ikutan buruk. Ia menjadi barang dagangan yang murah, penguasa berbuat kepadanya semuanya sendiri. Mereka adalah para korban kezhaliman dan penindasan di negeri-negeri kita. Para penguasa mengeluarkan mereka agar mereka meneriakkan (yel-yel dukungan, pent) kepada para penguasa tersebut dan berdiri dalam parit (kelompok pendukung) para penguasa tersebut.
Para penguasa telah berusaha untuk membuat rakyat melepaskan hak terpenting yang telah Allah berikan kepada mereka. Para penguasa meniadakan akal sehat umat ini dan meminggirkan peranannya dalam seluruh bidang kehidupan yang penting melalui pengerahan usaha intensif lembaga-lembaga keagamaan negara dan media massa negara yang menetapkan keabsahan pemerintahan para penguasa tersebut. Mereka ‘menyihir’ mata, akal, dan keinginan rakyat. Mereka melaris-maniskan ‘pemberhalaan’ penguasa. Mereka membangunkan pondasi keabsahan pemerintahan para penguasa tersebut secara dusta, atas nama agama dan tanah air. Mereka menanamkan hal itu dalam hati rakyat, agar rakyat menghormati para penguasa, orang-orang tua menganggap kesuciannya, dan anak-anak tidak selamat darinya. Padahal anak-anak tersebut adalah amanah di pundak kita, dan mereka dilahirkan di atas fitrah. Para penguasa membunuh fitrah anak-anak tanpa perasaan dan tanpa kasih sayang. Orang tua memasuki masa jompo di atas keadaan seperti itu dan anak-anak tumbuh dewasa dalam suasana itu pula. Para thaghut semakin melampaui batas dan kaum yang tertindas semakin tertindas. Maka apalagi yang kalian tunggu?
Maka selamatkanlah diri kalian dan anak-anak kalian! Kesempatan emas telah muncul, terkhusus lagi setelah para pemuda umat ini menanggung resiko-resiko revolusi ini dan musibah-musibahnya, peluru thaghut dan siksaannya. Para pemuda itu telah membukakan jalan dengan pengorbanan-pengorbanan mereka. Mereka membangun jembatan kemerdekaan dengan darah-darah mereka. Para pemuda yang usianya masih belia. Mereka menceraikan dunia kehinaan dan penindasan. Mereka meminang kemuliaan atau kuburan (kematian). Apakah para penguasa telah sadar bahwa rakyat telah keluar, dan sekali-kali mereka tidak akan kembali, sehingga mereka berhasil merealisasikan janji-janji dengan izin Allah SWT.
Sebagai penutup pesan ini…
Sesungguhnya kezhaliman besar di negeri-negeri kita telah mencapai taraf yang demikian besar. Kita terlalu terlambat dalam mengingkari dan merubahnya. Barangsiapa sudah memulai (mengingkari dan merubah kezaliman besar tersebut), hendaklah ia menyelesaikannya, semoga Allah menolongnya. Dan barangsiapa belum memulai, hendaklah ia menyiapkan perbekalan untuk menghadapinya! Renungkanlah hadits shahih bahwa Rasulullah SAW bersabda :
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
“Tiada seorang nabi pun yang Allah utus pada umat sebelumku, melainkan ia memiliki hawarriyun (para pendukung utama) dan sahabat-sahabat dari kalangan umatnya. Mereka mengambil sunah nabi tersebut dan mengikuti perintahnya. Setelah mereka berlalu, maka muncul beberapa generasi yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan, dan mengerjakan apa yang tidak diserahkan kepada mereka. Barangsiapa berjihad melawan mereka dengan tangannya, maka ia adalah seorang mukmin. Barangsiapa berjihad melawan mereka dengan lisannya, maka ia adalah seorang mukmin. Dan barangsiapa berjihad melawan mereka dengan hatinya, maka ia adalah seorang mukmin. Di balik itu tiada keimanan lagi walau sebesar biji sawi.” (HR. Muslim)

Beliau SAW juga bersabda :
سَيّدُ الشّهُداءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمطّلِبِ ، وَرَجُلٌ قامَ إِلى إِمامِ جائِزٍ ، فَأَمَرَهُ وَنَهاهُ فَقَتَلَهُ
“Pemimpin para syuhada’ adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seorang laki-laki yang melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar kepada penguasa yang zalim, maka penguasa itu membunuhnya.” (HR. Al-Hakim)

Saya ucapkan selamat bagi siapa yang keluar dengan niat yang agung ini. Jika ia terbunuh, maka ia menjadi pemimpin para syuhada’. Dan jika ia hidup, maka ia mulia dan Berjaya. Maka perjuangkanlah kebenaran dan janganlah menghiraukan resikonya!
Mengatakan kebenaran kepada thaghut
Adalah kemuliaan dan kabar gembira
Itulah jalan kemuliaan di dunia
Dan jalan kebahagiaan di akhirat
Jika mau, silahkan mati sebagai budak
Dan jika mau, silahkan mati sebagai orang merdeka
Ya Allah, berikanlah kemenangan yang nyata kepada orang-orang yang berjuang untuk menegakkan agama-Mu! Karuniakanlah kesabaran, ketepatan, dan keyakinan kepada mereka!

Ya Allah, realisasikanlah untuk umat ini perkara yang lurus, dengannya orang-orang yang mentaati-Mu dimuliakan dan orang-orang yang mendurhakai-Mu dihinakan, perbuatan yang ma’ruf diperintahkan dan perbuatan yang mungkar dilarang.
Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari api neraka!
Ya Allah, kuatkanlah orang yang lemah di antara kami, sembuhkanlah orang yang terluka di antara kami, dan teguhkanlah pijakan kaki kami!
Ya Allah, hancurkanlah para pemimpin kezaliman, lokal maupun internasional, dan menangkanlah kami atas kaum yang kafir.
Akhir doa kami adalah segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.” –(selesai perkataan Syaikh Usamah rahimahullah)-

Maka bisa disimpulkan bahwa Al-Qaeda hanya mendukung revolusi agar rakyat mampu menggulingkan pemerintahan thaghut dan menegakkan Syari’at Islam dan tidak berhukum kepada demokrasi. Lalu apakah mereka adalah orang-orang yang menyimpang dan merubah manhaj? Bukankah kalian mengklaim dan membanggakan nama Syaikh Usamah bin Ladin?!

Dan cukup sampai disini saja, sedangkan sisa dari perkataannya yang lain adalah tuduhan bathil kepada pembela kebenaran, kedustaan, pembodohan dan klaim kebersihan serta kesucian terhadap jamaahnya yang berlebih-lebihan dan yang suka mengkafirkan orang-orang Islam. Sedangkan mengenai do’a yang dia panjatkan, maka saya katakan : “Ya Allah, kabulkanlah.. Ya Allah, kabulkanlah.. Ya Allah, kabulkanlah..”
Maka wahai (Syaikh kami) Al-Adnani, apakah Anda mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jamaah -jika Anda termasuk di dalamnya- telah bersepakat, dan para ulama ummat Islam tak akan bersepakat dalam kebathilan selamanya, dengan karunia Allah.

Maka inilah mereka para ulama dan masyayikh serta para pemuka umat ini, mereka semua bersepakat atas kebathilan Daulah (ISIS, ed) serta bai’at kalian, dan bersepakat atas melencengnya manhaj dan pemikiran kalian:
  1. Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi-Semoga Allah membebaskan beliau-
  2. Syaikh Ahli Ushul Fiqh Abu Qatadah Al Filishthini-Semoga Allah membebaskan beliau-
  3. Syaikh Al Allamah Ahli Hadits Sulaiman Al ‘Ulwan-Semoga Allah membebaskan beliau-
  4. Syaikh Ahli Fiqh Abu Bashir Ath Tharthusi-Semoga Allah meneguhkan beliau-
  5. Syaikh Ahli Hadits Bisyr Al Bisyr- Semoga Allah meneguhkan beliau-
  6. Syaikh Ahli Hadits Umar Al Hadusyi- Semoga Allah meneguhkan beliau-
  7. Syaikh Ahli Fiqh Abu Walid Al Ghazi- Semoga Allah meneguhkan beliau-
  8. Syaikh Ahli Hadits Abdul Aziz Ath Tharifi- Semoga Allah meneguhkan beliau-
  9. Syaikh Amir Abu Muhammad Aiman Az Zhawahiri- Semoga Allah meneguhkan beliau-.
Maka, apakah mereka semua berada pada posisi yang salah, sedangkan Anda dan jamaah Anda berada pada posisi yang benar? Subhanallah. 

 Siapakah syaikh-syaikh kalian? Apakah Turki Al Bin ‘Ali? Seorang pendusta yang pernah ditanya tentang siapakah sebenarnya sosok Abu Hammam Al-Atsari, maka dia menjawab dengan memuliakannya, memuji kapasitas keilmuannya dan merekomendasikan buku-buku yang ditulisnya. Akan tetapi akhirnya terbongkar, bahwa Abu Hammam Al-Atsari adalah dirinya sendiri.

Sedangkan syaikh kalian yang bernama Umar Mahdi Zaidan, maka dia adalah pemilik lidah yang suka berkata yang tidak senonoh, dia adalah orang yang bodoh dalam urusan Syari’at dan Fiqh Realitas, dia berada dalam naungan pemerintah Yordania dan menyerukan untuk membai’at pemimpin Yordania yang terpilih!!

Atau Abu Ja’far Al-Hathab At-Tunisi yang mengkafirkan orang yang menolong polisi dalam urusan darurat yang menyangkut urusan kaum Muslimin, padahal hal ini diperbolehkan oleh Syaikh Abu Al Mundzir Ash Syinqithi, dan Syaikh Al-Hadusyi telah menyifati Abu Ja’far sebagai Takfiri Khawarij.

Bertakwalah kalian dalam urusan umat Islam. Janganlah kalian memecah belah umat. Demi Allah, tidaklah kalian melangkah di muka bumi kecuali fitnah tersebar dan darah ditumpahkan. 
Apakah Anda tidak mengetahui wahai Abu Muhammad Al-Adnani, bahwa wilayah-wilayah sepeninggalan kalian telah mendapatkan kemenangan, contohnya Sahil dan Dar’a.

Wahai Abu Muhammad Al-Adnani, jagalah lisanmu dari menuduh manhaj jamaah-jamaah jihad adalah manhaj shahawat dan murtad, maka mereka akan menjaga lisan mereka dari mengatakan kalian khawarij. Hentikanlah mengangkat senjata melawan mereka, mengkhianati dan meledakkan markas-markas mereka, maka mereka pun akan menghentikan peperangan dengan kalian. 

Kemudian orang-orang yang kalian sebut shahawat (Ahrar Sham dan Jabhah Nushrah), mereka adalah kelompok yang menimpakan kecelakaan dan kepedihan kepada Pasukan Rezim Nushairiyah, mereka juga adalah kelompok yang mengomandoi pertempuran-pertempuran melawan rezim di Aleppo, Dar’a, Sahil, Idlib dan Hamah.
Wallahu Musta’an.

Allah telah menjadi saksi bahwa saya bukanlah seorang tentara ataupun seorang yang telah berbai’at kepada Al-Qaeda. Akan tetapi tulisan ini adalah bertujuan untuk membela Syaikh kami, yaitu Syaikh Dr. AIman Az-Zhawahiri hafizhahullah. Saya menuliskan ini setelah menyaksikan ada seorang yang tak pernah dikenal sebelumnya, yang mengatakan sesuatu sesuai order orang yang berada di baliknya. Orang yang menuduh bahwa syaikh kami ini telah menyimpang.

Tulisan ini adalah upaya saya dalam mengamalkan hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam berikut ini:
ما مِن مُؤمن نصر مؤمنًا في يوم يحب فيه نصرته، إلا نصره الله في يوم يحب فيه نصرته، وما من مؤمن خذل مؤمنًا في يوم يحب نصرته، إلا خذله الله في يوم يحب فيه نصْرته
“Tidak ada seorang mukmin yang menolong seorang mukmin lainnya dikala ia sedang membutuhkan pertolongan, kecuali Allah akan menolongnya disaat ia membutuhkan pertolongan, dan tidaklah seorang mukmin menelantarkan seorang mukmin lainnya disaat dia membutuhkan pertolongan, kecuali Allah akan menelantarkannya disaat ia membutuhkan pertolongan”. [HR. Ahmad dan Abu Dawud]

Maka inilah dari saya, jika ada benarnya, maka itu adalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan karunia-Nya, dan jika terdapat kesalahan maka itu adalah dari saya, hawa nafsu dan syetan. Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah.
Dan shalawat serta salam keatas Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Hamba yang Faqir/Abu Ubaidah As-Salafi Al-Marwani
Baghdad, 18 April 2014 M
18 Jumadil Akhir 1435 H

Kamis, 16 Januari 2014

Nasehat Ikatan Ulama Suriah untuk Mujahidin ISIS

Nasehat Ikatan Ulama Suriah untuk Mujahidin ISIS

Beberapa hari terakhir, bumi Jihad yang diberkahi, bumi Syam, mengalami badai fitnah di kalangan para pejuangnya.  Pertikaian antara Mujahidin Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) dengan kelompok lain diekspos secara besar-besaran oleh media sekuler untuk menjatuhkan Mujahidin.  Berikut ini adalah nasehat yang diberikan oleh Ikatan Ulama Suriah untuk para pejuang Suriah khususnya Mujahidin ISIS.

Badzlu an-nashihah lil-mujahidin fi ad-daulah al-islamiyah

بذل النصيحة للمجاهدين في الدول الإسلامية
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Kepada saudara-saudara kami, putra-putra Daulah Islam Irak dan Syam, dan setiap orang yang pesan ini sampai kepada dirinya.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kami memuji Allah Yang tiada Ilah yang berhak diibadahi selain-Nya. Kami memanjatkan shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabatnya. Amma ba’du.
Ini adalah nasehat yang kami persembahkan kepada saudara-saudara kami mujahidin dalam kelompok Daulah Islam dan selainnya. Saya memulainya dengan tiga buah mukaddimah, kemudian saya menerangkan sebelas masalah. Dengan memohon pertolongan kepada Allah semata, saya katakan:
Mukaddimah pertama
Tempat mengembalikan perkara adalah Al-Qur’an dan As-sunnah
Tidak samar lagi bagi kalian bahwa Allah Azza wa Jalla mengutus rasul-Nya dengan petunjuk dan agama kebenaran agar ia memenangkan agama-Nya atas seluruh agama lainnya. Allah menurunkan kepada beliau Al-Kitab (Al-Qur’an) agar menjadi syariat bagi beliau dan minhaj (way of life/jalan hidup) yang beliau berjalan di atasnya. Allah mengaruniakan Al-Hikmah yaitu As-Sunnah kepada beliau agar beliau menjelaskan kepada umat manusia apa yang Allah turunkan kepada mereka di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman :
 وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan wahyu yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab suci (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai tolok ukur kebenaran terhadap kitab-kitab suci yang lain itu. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kalian Kami berikan syariat (aturan) dan minhaj (jalan yang terang, way of life). (QS. Al-Maidah [5]: 48)
Allah Azza wa Jalla menyatakan bahwa Al-Qur’an yang mulia ini adalah nikmat-Nya yang agung kepada kita dan Allah menjadikannya sebagai amanah berat yang kita harus menyesuaikan diri kita dengannya.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imran [3]: 164)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
” أَمَّا بَعْدُ، أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ، وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللهِ، وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ ” فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللهِ وَرَغَّبَ فِيهِ،
“Amma ba’du. Ketahuilah wahai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia biasa, hampir-hampir akan tiba utusan Rabbku (yaitu malaikat maut) sehingga aku akan memenuhi panggilannya. Maka aku meninggalkan di tengah kalian dua amanah yang berat. Amanah pertama adalah kitab Allah, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya. Maka ambillah kitab Allah dan berpegang teguhlah dengannya.” Beliau lantas menghasung mereka kepada kitab  Allah…” (Hadits riwayat imam Muslim dalam kitab shahihnya).
Juga tidak samar lagi bagi kalian bahwa Allah mensyariatkan kepada kita jihad di jalan-Nya adalah untuk menyampaikan dien-Nya, meninggikan kalimat-Nya, menghancurkan fitnah dan melenyapkan kesyirikan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
﴿ وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (39) وَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَوْلَاكُمْ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ﴾
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah (kekafiran dan gangguan kepada kaum beriman-red) dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (QS. Al-Anfal [8]: 39-40).
Oleh karena itu peperangan tidak menjadi jihad di jalan Allah kecuali jika tujuannya adalah meninggikan kalimat Allah, bukan tujuan lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam ditanya: “Wahai Rasulullah, seseorang berperang untuk menunjukkan keberaniannya, seseorang berperang demi fanatisme kelompok dan seseorang berperang karena riya’ (pamer). Manakah di antara mereka yang disebut di jalan Allah?” Beliau menjawab :
«مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا، فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ»
“Barangsiapa berperang agar kalimat Allah menjadi kalimat yang paling tinggi, maka dialah yang berperang di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, beserta jihad di jalan Allah, niscaya urusan agama akan tegak.
Dengan hal yang pertama (Al-Qur’an dan As-Sunnah) akan diketahui syariat Allah dan hukum-Nya, dan dengan hal yang kedua (jihad di jalan Allah) kaum muslimin melindungi agama mereka dan menuntun umat manusia kepada agama mereka serta menerapkan syariat Allah, dan mereka menimbang semua hal itu dengan timbangan yang lurus.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami menurunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. Al-Hadid [57]: 25)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Maka tujuannya adalah agar seluruh agama (ketundukan) milik Allah semata dan kalimat Allah menjadi kalimat yang tertinggi.
Kalimat Allah adalah nama menyeluruh yang mencakup semua kalimat-kalimat-Nya yang dimuat oleh kitab suci-Nya. Demikianlah Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
Maka tujuan dari diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab suci adalah agar umat manusia melaksanakan keadilan baik dalam hak-hak Allah maupun dalam hak-hak makhluk.
Allah kemudian berfirman: Dan Kami menurunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
Maka barangsiapa menyimpang dari kitab suci, ia diluruskan dengan besi. Oleh karena itu tegaknya agama adalah dengan mushaf dan pedang. Dan telah diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam telah memerintahkan kepada kami untuk memukul dengan ini [yaitu pedang] orang yang menyimpang dari ini [yaitu mushaf].”
Jika inilah yang menjadi tujuannya, maka hendaklah tujuan itu diraih dengan sarana yang paling dekat kepada tujuan, kemudian dengan sarana yang lebih dekat kepada tujuan…” (Majmu’ Fatawa, 28/263-264)
Maka tegaknya agama Islam adalah dengan kitab suci yang memberi petunjuk dan pedang yang menolong. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
“Maka cukuplah Rabbmu sebagai pemberi petunjuk dan penolong.” (QS. Al-Furqan [25]: 31)
Maka anak panah yang ditembakkan oleh seorang mujahid tidak boleh mendahului dalil (yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah-red) yang untuknya ia berperang.
Mukaddimah kedua
Mengembalikan putusan perkara kepada Allah dan rasul-Nya saat terjadi perselisihan
dan mukadimah ini dibangun di atas dasar mukaddimah pertama
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada kita untuk mengikuti-Nya dan Allah membatasi petunjuk pada menaati nabi-Nya Shallalahu ‘alaihi wa salam yang mengantarkan kepada ketaatan kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
Katakanlah: “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kalian berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kalian sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepada kalian. Dan jika kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An-Nuur [24]: 54)
Sungguh telah terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan di antara mujahidin, meskipun mujahidin mengklaim telah mengikuti Rasul. Maka dalam perbedaan pendapat seperti ini wajib dikembalikan kepada Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa salam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.  (QS. An-Nisa’ [4]: 59)
Ketika Allah Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengembalikan kepada Allah dan Rasul saat kita berselisih dalam sebuah perkara dari syariat-Nya, maka Allah menjelaskan bahwa manhaj ini adalah lebih baik bagi kita dalam agama kita dan lebih baik kesudahannya.
Para ulama berkata: Mengembalikan kepada Allah adalah mengembelikan kepada kitab-Nya dan mengembalikan kepada Rasul setelah beliau wafat adalah mengembalikan kepada sunnah beliau. Lawan dari mengembalikan kepada Allah dan rasul-Nya adalah meminta keputusan hukum kepada hawa nafsu. Allah telah melarang kita dari meminta keputusan hukum kepada hawa nafsu, sebagaimana firman-Nya :
 ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ (18) إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah. (QS. Al-Jatsiyah [45]: 18-19)
Terkadang sebagian orang Islam yang mengajak (umat manusia) kepada Islam memiliki hawa nafsu dari arah ia mendahulukan perkataan ulama dan umara’ yang ia ikuti meskipun perkataan ulama dan umara’ tersebut menyelisihi syariat Allah, dan ia fanaim buta kepada jama’ahnya. Sesungguhnya mengikuti ulama dan umara tersebut dalam keadaan seperti ini termasuk bagian dari hawa nafsu yang tidak akan memberi manfaat apapun di sisi Allah bagi orang (ulama dan umara’) yang diikuti tersebut.
Mujahidin di jalan Allah hendaknya tidak menyombongkan dirinya untuk mendengarkan hal ini dan hendaknya mereka tidak menyangka bahwa diri mereka terlalu mulia untuk dikatakan bahwa mereka terkadang mengikuti hawa nafsu mereka. Karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla saja telah berbicara kepada nabi-Nya dengan ayat ini, padahal beliau adalah manusia yang paling sempurna imannya dan paling agung jihadnya.
Mukaddimah ketiga
Nasehat itu membahagiakan seorang mukmin dan tidak menyedihkannya
Sesungguhnya nasehat adalah cabang dari keimanan, nasehat di dalam syariat kita hukumnya wajib bagi orang yang mampu menyampaikannya. Nasehat ditujukan kepada Allah, rasul-Nya, kaum muslimin dan pemimpin mereka. Sebagaimana telah diriwayatkan dalam shahih Muslim dari Abu Ruqayyah Tamim Ad-Dari radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
«إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ إِنَّ الدِّينَ النَّصِيحَةُ» قَالُوا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «لِلَّهِ وَكِتَابِهِ وَرَسُولِهِ، وَأَئِمَّةِ الْمُؤْمِنِينَ، وَعَامَّتِهِمْ»
“Sesungguhnya agama adalah nasehat. Sesungguhnya agama adalah nasehat. Sesungguhnya agama adalah nasehat.” Para sahabat bertanya: “Bagi siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan An-Nasai)
Maka hendaknya saudara-saudara kita mujahidin menerima nasehat dari saudara-saudara mereka, tidak sedih karena nasehat tersebut dan hendaknya hati mereka tidak memendam kedengkian dan dendam kepada orang yang memberikan nasehat kepada mereka.
Karena sesungguhnya nasehat adalah hal yang tidak membuat hati seorang mukmin menyimpan kedengkian, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :
ثَلَاثٌ لَا يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُؤْمِنٍ: إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ، وَمُنَاصَحَةُ وُلَاةِ الْمُسْلِمِينَ، وَلُزُومُ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ ، فَإِنَّ دَعْوَتَهُمْ، تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ
“Tiga perkara yang hati seorang mukmin tidak mendengkinya: Ikhlas beramal karena Allah semata, memberikan nasehat kepada para pemimpin kaum muslimin dan berkomitmen dengan jama’ah kaum muslimin, karena sesungguhnya doa kaum muslimin menjaga mereka dari belakang mereka.”(HR. Ahmad, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dan Ibnu Abdil Barr. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan Nashiruddin Al-Albani menshahihkannya)
Maksudnya adalah tiga perkara ini tidak akan didengki oleh hati seorang muslim, justru hatinya akan mencintainya dan meridhainya, demikian dikatakan oleh para ulama pensyarah hadits. Maka barangsiapa beriman niscaya ia akan senang dengan adanya nasehat dan ia akan menerimanya. Adapun orang yang di dalam hatinya ada sikap curang dan penipuan kepada Islam dan kaum muslimin, maka sekali-kali ia tidak akan bisa mengambil manfaat dari perumpamaan-perumpamaan, meskipun benda-benda mati saling beradu tanduk di hadapannya.
Maka dengan meminta pertolongan kepada Allah dan memohon kelurusan dan kebenaran dari-Nya, saya katakan :
Pertama : Ajakan untuk meminta putusan perkara kepada syariat Allah Ta’ala
Bagi mujahidin dalam kelompok Daulah Islam Irak dan Syam dan kelompok lainnya apabila diajak kepada hukum Allah dan rasul-Nya, hendaknya mereka tunduk kepada hukum tersebut dan mendengar kepadanya, jika hakim (orang yang memutuskan perkara) adalah orang yang memiliki kelayakan (kemampuan), sekalipun orang yang dijadikan hakim tersebut bukan berasal dari kelompok mereka.
Berdasar hal-hal yang telah kita jelaskan pada bagian mukaddimah-mukaddimah di atas.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
(وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ (48) وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ (49) أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (50) إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ)
Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh.
Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.”Kami mendengar dan kami patuh.”Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nuur [24]: 48-51)
Ayat-ayat yang mulia di atas telah menetapkan bahwa orang yang diajak kepada hukum Allah dan rasul-Nya tidak lepas dari salah satu dari dua keadaan
-          Boleh jadi ia berpaling darinya, menyombongkan diri dan tidak mau menerimanya kecuali jika mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya. Mereka ini disifati oleh Allah Azza wa Jalla sebagai orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, keragu-raguan dan berprasangka buruk terhadap hukum Allah. Mereka inilah orang-orang yang zalim.
-          Boleh jadi ia menerima seruan, menyambut ajakan, dan mengatakan: “Kami mendengar dan kami menaati hokum Allah dan rasul-Nya. Mereka inilah orang-orang yang mendapatkan keberuntungan di sisi Allah.
Imam Ibnu Jarir At-Thabari berkata: “Allah Ta’ala berfirman: Sesungguhnya ucapan yang seyogyanya dikatakan oleh orang-orang yang beriman jika diajak kepada hukum Allah dan hukum rasul-Nya, untuk memutuskan perkara di antara mereka dan pihak yang bersengketa dengan mereka, adalah mereka hanya mengatakan ‘Kami mendengar” apa yang dikatakan kepada kami ‘dan kami menaati’ orang yang mengajak kami kepada hal itu.”
Maka bagaimana lagi sedangkan orang yang mengajak kalian untuk berhukum (kepada hukum Allah dan rasul-Nya) adalah saudara-saudara kalian mujahidin sendiri?Hal yang mengherankan adalah kalian dalam kelompok Daulah Islam diajak berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya, namun sebagian kalian enggan padahal kalian tidak keluar dari rumah dan berjihad kecuali untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi.
Kedua: Syubhat menolak mahkamah-mahkamah syariat
Sebagian kalian boleh jadi mengatakan bahwa kami (kelompok Daulah Islam, edt) memiliki mahkamah-mahkamah sendiri dan qadhi-qadhi (hakim-hakim) sendiri yang kami percayai.
Maka kami katakan kepada kalian: Meskipun persoalannya begitu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam —padahal beliau adalah orang yang menang dan berkuasa— juga tunduk kepada keputusan sahabat Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhu.
Apa yang kalian klaim tentang qadhi-qadhi kalian, juga bisa diklaim oleh mujahidin selain kelompok kalian tentang qadhi-qadhi mereka. Maka tiada jalan obyektif dan adil selain kalian —-dari kelompok Daulah Islam dan mereka dari kelompok lainnya— meminta keputusan hukum kepada para ulama yang terpercaya yang memutuskan perkara dengan kebenaran dan adil dalam memutuskan perkara.
Ketiga: Fanatisme buta kepada jama’ah
Mujahidin wajib mewaspadai tipu daya Iblis tentang kedudukan kelompok mereka, di mana Iblis menghiasi sikap fanatisme buta kepada jama’ah mereka, Iblis menampakkan kepada mereka bahwa mereka senantiasa di atas kebenaran, bahwa mereka adalah thaifah manshurah, dan bahwa jama’ahnya senantiasaberedar bersama kebenaran kemanapun kebenaran berada; lalu mereka mengungkapkan hal itu lewat tindakan mereka sekalipun ucapan lisan mereka menyelisihinya.
Lalu mereka meneguhkan keyakinan tersebut di dalam jiwa mereka, sampai-sampai sebagian mereka memberikan loyalitas atas dasar kelompok mereka, memberikan permusuhan demi kelompok mereka.Sehingga anggota Daulah Islam fanatik buta kepada kelompoknya, anggota Ahrar Asy-Syam fanatik buta kepada kelompoknya, dan begitu juga kelompok-kelompok lainnya.
Sikap berkelompok-kelompok seperti ini hokum asalnya adalah dilarang, karena biasanya mengakibatkan perpecahan dan perselisihan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
(وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ)
“Dan sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka bertakwalah kalian kepada-Ku.” (QS. Al-Mu’minun [23]: 52)
Allah juga berfirman:
(إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُون)
“Dan sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.”(QS. Al-Anbiya’ [21]: 92)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun sikap berkelompok-kelompok ini telah menimpa umat Islam. Adapun kata pemutus di dalamnya adalah apa yang ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah saat beliau mengatakan:
وَأَمَّا ” رَأْسُ الْحِزْبِ ” فَإِنَّهُ رَأْسُ الطَّائِفَةِ الَّتِي تَتَحَزَّبُ أَيْ تَصِيرُ حِزْبًا فَإِنْ كَانُوا مُجْتَمِعِينَ عَلَى مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ وَرَسُولُهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ وَلَا نُقْصَانٍ فَهُمْ مُؤْمِنُونَ لَهُمْ مَا لَهُمْ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَيْهِمْ. وَإِنْ كَانُوا قَدْ زَادُوا فِي ذَلِكَ وَنَقَصُوا مِثْلَ التَّعَصُّبِ لِمَنْ دَخَلَ فِي حِزْبِهِمْ بِالْحَقِّ وَالْبَاطِلِ وَالْإِعْرَاضِ عَمَّنْ لَمْ يَدْخُلْ فِي حِزْبِهِمْ سَوَاءٌ كَانَ عَلَى الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ فَهَذَا مِنْ التَّفَرُّقِ الَّذِي ذَمَّهُ اللَّهُ تَعَالَى وَرَسُولُهُ فَإِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أَمَرَا بِالْجَمَاعَةِ والائتلاف وَنَهَيَا عَنْ التَّفْرِقَةِ وَالِاخْتِلَافِ وَأَمَرَا بِالتَّعَاوُنِ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَنَهَيَا عَنْ التَّعَاوُنِ عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ.
“Adapun pemimpin hizb (golongan) adalah pemimpin kelompok yang bertahazzub,yaitu menjadi golongan. Jika mereka (anggota kelompok) berkumpul di atas hal yang diperintahkan oleh Allahd an rasul-Nya tanpa menambah dan tanpa mengurangi, maka mereka adalah orang-orang yang beriman, bagi mereka hak sebagaimana hak kaum beriman dan atas mereka kewajiban sebagaimana kewajiban kaum beriman.
Namun jika mereka menambah atau mengurangi dari perintah Allah dan rasul-Nya, seperti dengan fanatik buta kepada orang yang masuk dalam kelompoknya baik baik orang tersebut benar maupun batil, dan berpaling dari orang yang tidak masuk dalam kelompoknya baik orang tersebut benar maupun batil; maka ini adalah perpecahan yang  dicela oleh Allah dan rasul-Nya. Karena sesungguhnya Allah dan rasul-Nya telah memerintahkan untuk berjama’ah dan bersatu, dan Allah dan rasul-Nya telah melarang dari berpecah-belah dan berselisih.Allah dan rasul-Nya telah memerintahkan untuk saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan, dan Allah dan rasul-Nya telah melarang dari saling membantu dalam perbuatan dosa dan aniaya.”(Majmu’ Fatawa, 11/92)
Kami memperhatikan banyak anggota Daulah Islam, Ahrar Asy-Syam, Jaisyul Islam dan lain-lainnya sikap keluar dari apa yang diperintahkan (Allah dan rasul-Nya), kepada apa yang dilarang (Allah dan rasul-Nya), berupa sikap tahazzub [membangun wala' atau loyalitas dan bara' atau permusuhan] atas dasar kelompok dan jama’ah yang ia ikuti, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam di atas. Bahkan sebagian mereka tidak mau menerima pendapat dan tidak pula keputusan perkara kecuali dari syaikh-syaikh (tokoh-tokoh) kelompoknya saja.Hal ini, demi Allah, adalah keburukan yang besar.
Sikap ini menyerupai kondisi Khawarij yang ditegaskan dalam hadits mutawatir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, saya berdoa kepada Allah semoga melindungi kalian dari menjadi orang-orang Khawarij. Orang-orang Khawarij sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah dan mereka fanatik buta kepada pendapat-pendapat mereka yang mereka dasarkan kepada dalil Al-Qur’an; sampai akhirnya amiru mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memerangi mereka.
Orang-orang Khawarij tidak mau menerima perkataan dan tidak pula pendapat, kecuali dari para pemimpin mereka. Ketika Abdullah bin Khabbab bin Art radhiyallahu ‘anhuma berjalan melintasi mereka dan ia menceritakan hadits dari bapaknya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam yang menyelisihi madzhab mereka, maka sikap ketaatan beragama mereka yang palsu dan syariat hawa nafsu mereka menyeret mereka untuk mendustakannya, kemudian mereka membunuhnya, lalu mereka membelah perut budak perempuannya.
Ketika Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mendatangi mereka, mereka berdebat tentang perihal mendengar darinya dan mereka berselisih; apakah kita akan mendengar darinya atau tidak? Karena syaikh-syaikh (pemimpin-pemimpin mereka) telah membiasakan mereka untuk tidak mau mendengar dari selain mereka. Demi Allah, hal itu bukanlah udzur bagi para pengikut di sisi Allah Yang telah berfirman:
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا
Dan mereka berkata:”Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahzab [33]: 67)
Fanatisme buta kepada kelompok Daulah Islam, atau Ahrra Asy-Syam, atau Jabhah, merupakan bagian dari fanatisme yang tercela dan berkelompok-kelompok yang dibenci syariat. Pemimpin dari kelompok-kelompok ini, baik Daulah Islam maupun kelompok lainnya menanggung dosa kelompok-kelompok ini jika mereka berbuat keburukan dan mereka mendapat bagian dari pahalanya jika kelompok-kelompok ini berbuat kebaikan; sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam perkatannya.
Keempat: Pembai’atan (Abu Bakar) Al-Baghdadi sebagai khalifah bagi kaum muslimin
Sesungguhnya di antara hal yang diyakini oleh anggota Daulah Islam Irak dan Syam adalah bahwa amir mereka Abu Bakar Al-Baghdadi merupakan imam seluruh kaum muslimin dan bahwa tanzhim mereka ini adalah Daulah Islamiyah, seperti khilafah umum untuk seluruh kaum muslimin.
Dari keyakinan tersebut mereka lalu membangun beberapa perkara :
Di antaranya, barangsiapa tidak membai’at Abu Bakar Al-Baghdadi adalah orang yang tersesat. Sebagian mereka terkadang mengatakan orang tersebut adalah Khawarij, atau ungkapan-ungkapan semisal itu.
Ini merupakan perkara yang paling berbahaya, dan sikap ini pula yang menyeret mereka untuk menolak berhukum kepada selain mereka. Padahal seandainya kenyataannya (status kelompok Daulah Islam-red) seperti itupun bukanlah alasan membenarkan (untuk menolak berhukum kepada selain mereka). Maka bagaimana lagi jika kenyataannya tidak seperti (apa yang mereka yakini) itu?
Kami katakan kepada saudara-saudara kami tersebut :
Sesungguhnya kedudukan Daulah Islam Irak dan Syam tidak lebih dari kedudukan kelompok-kelompok dan brigade-brigade lainnya yang berjuang di negeri Syam.
Sejatinya Daulah Islam Irak dan Syam bukanlah Daulah Islamiyah,  dalam pengertian ia sebuah pemerintahan rasyidah yang telah tegak (mapan), yang telah membentangkan sayap kekuasaannya kepada dua negeri yang besar ini (seluruh wilayah Irak dan Suriah-red).
Sebab kondisi di dua negeri ini sudah sama-sama diketahui. Daulah Islam Irak dan Syam tidak memiliki sulthah (kekuasaan, kekuatan) atas kedua negeri ini, dan Daulah Islam juga tidak memiliki wilayah (kewenangan, kekuasaan) atas kedua negeri ini. Hal itu karena kekuasaan umum (atas seluruh kaum muslimin-red) tercapai melalui beberapa cara :
-          Di antaranya, seseorang menguasai secara paksa (dengan kekuatan militer) atas sebuah negeri dan kekuasaannya dipegang secara mantap olehnya. Cara ini belum dicapai oleh Daulah Islam Irak dan Syam, tidak di Irak dan tidak pula di Syam. Bahkan mereka di Irak hampir-hampir tidak nampak di sebuah tempat dan tidak mengumumkan diri karena thaghur Rafidhah senantiasa memburu mereka. Sementara antara mereka (Daulah Islam Irak dan Syam) dengan saudara-saudara mereka penduduk awam Ahlus Sunnah ada hubungan yang tidak akrab.
Adapun di Syam, kondisi mereka lebih sedikit dari kondisi sebagian saudara-saudara mereka dan kelompok-kelompok selevel mereka, karena sebagian golongan jauh lebih kuat dari mereka, lebih banyak perbekalan dan personilnya; namun demikian mereka tidak mengklaim untuk kelompok mereka sebagaimana klaim Daulah Islam kepada kelompoknya.
Bahkan seandainya kita menjadikan jihad dan kepeloporan dalam jihad sebagai tolok ukur untuk pengangkatan sebagai imam, maka sebelum Daulah Islam sudah ada jama’ah-jama’ah lainnya yang berjihad di negeri Syam, dan mereka mendapatkan persaksian baik (kaum muslimin, edt) yang belum didapatkan kesaksian itu oleh Daulah Islam. Seandainya kepeloporan mereka dalam jihad di Syam berkonskuensi Amir mereka harus dibai’at (oleh kaum muslimin), niscaya hal ang wajib dilaksanakan dalam masalah ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam:
«فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ، فَالْأَوَّلِ،»
“Penuhilah bai’at orang yang pertama kali dibai’at, lalu orang yang dbai’at setelahnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun kami katakan bahwa tiada satu pun dari amir kelompok-kelompok tersebut merupakan amir umum bagi seluruh kaum muslimin, dan pembai’atan amir tersebut juga bukanlah bai’at umum (oleh seluruh kaum muslimin). Namun amir tersebut hanyalah amir tentara (kelompok mujahidin, edt) dan bai’atnya adalah bai’at jihad.
-       Di antara cara lainnya adalah para tokoh yang berwawasan luas dan bijaksana (ahlu ra’yi dan ahlu syura) mengangkat seseorang sebagai Amir, lalu seluruh masyarakat (kaum muslimin) mengikuti mereka dan menyetujui pendapat mereka.
Bukan sebagaimana dibayangkan oleh sebagian tulisan kalian bahwa jika dua orang anggota ahlul halli wal ‘aqdi telah membai’at seseorang maka orang tersebut telah sah menjadi khalifah dan (kaum muslimin) wajib mendengar dan menaatinya, dengan mengutip pendapat sebagian ulama.
Sebab, imamah (kekhilafahan) adalah akad antara pemimpin dan seluruh rakyat, bukan akad antara dua orang dengan imam. Hal seperti ini mengandung kerusakan-kerusakan yang tidak samar lagi bagi orang yang berakal sehat.Maksud dari para ulama menyebutkan hal sepert ini adalah persetujuan masyarakat (kaum muslimin) terhadap mereka (ahlul halli wal aqdi) dan anjuran untuk mengangkat imam (khalifah).
-       Di antara cara lainnya adalah istikhlaf (penunjukan pengganti), sebagaimana Abu Bakar Ash-Shidiq menunjuk Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhum sebagai penggantinya.Sudah diketahui bersama bahwa di negeri Syam saat ii tidak ada imam syar’i atas seluruh kaum muslimin, sampai bisa diklaim bahwa imam tersebut menunjuk pemimpin kalian Al-Baghdadi sebagai penggantinya.
Setelah semua penjelasan ini, jika Al-Baghdadi-lah yang mendorong kalian untuk melakukan tindakan itu, maka ia adalah seorang yang mencari kekuasaan. Kewajiban (syariat) untuk orang seperti itu adalah tidak mengangkatnya sebagai pemimpin.Adapun jika para pengikutnyalah yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut, tanpa adanya perintah dari Al-Baghdadi, maka Al-Baghdadi harus mencegah mereka dari tindakan tersebut.
Adapun masyarakat umum maka tidak boleh bagi mereka membai’at dirinya (Al-Baghdadi) sampai seluruh manusia (kaum muslimin) bersepakat atasnya.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Sufyan Ats-Tsauri, imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, ketika dikatakan kepadanya: “Orang-orang sudah ramai membicarakan tentang imam Al-Mahdi.” Maka Sufyan Ats-Tsauri menjawab:
إِنْ مَرَّ عَلَى بَابِكَ فَلَا تُبَايِعْهُ حَتَّى يُبَايِعَهُ النَّاسُ
Seandainya imam Al-Mahdi lewat di depan pintu rumahmu, maka janganlah engkau membai’atnya sampai semua manusia membai’atnya.”
(catatan editor : Dalam riwayat Imam Abu Nu’aim Al-Asbahani dan Adz-Dzahabi dengan lafal :
«إِنْ مَرَّ عَلَى بَابِكَ فَلَا تَكُنْ مِنْهُ فِي شَيْءٍ حَتَّى يَجْتَمِعَ النَّاسُ عَلَيْهِ»
Seandainya imam Al-Mahdi lewat di depan pintu rumahmu, maka janganlah engkau melakukan tindakan apapun kepadanya sampai semua manusia (kaum muslimin) sepakat membai’atnya.” – Hilyatul Awliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’, 7/31 dan Siyar A’lam An-Nubala, 7/253))
Ini berkenaan dengan Al-Mahdi Al-Muntazhar yang dijelaskan oleh hadits mutawatir. Maka bagaimana dengan seseorang yang tidak dikenal oleh penduduk Syam?
Kami tidak merasa susah dengan pembai’atan Al-Baghdadi atau pembai’atan orang muslim lainnya yang menegakkan di tengah kami syariat Allah; namun pembai’atan itu tidak terjadi kecuali dengan cara-cara yang syar’i.
Kelima: Kerusakan-kerusakan yang timbul karena meyakini pembai’atan Daulah Islam Irak dan Syam sebagai pembai’atan khalifah umum
Keyakinan yang keliru tentang kedudukan Daulah Islam Irak dan Syam ini telah menyeret kalian kepada perkara-perkara besar :
-          Di antaranya, kalian menolak berhukum kepada pengadilan-pengadulan selain pengadilan-pengadilan kalian. Kami telah menyebutkan hal ini dan kami telah menjelaskan kesalahannya.
-          Di antaranya, kalian meyakini bahwa setiap orang yang tidak berbai’at (kepada Al-Baghdadi, edt) adalah orang yang tersesat dan bahwa ia mati dengan cara mati jahiliyah, dengan berdalil kepada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa mati sementara di tengkuknya tidak ada bai’at, maka ia mati dengan cara mati jahiliyah.” (HR. Muslim)
Keyakinan ini tidak benar, karena hadits ini berkenaan dengan imam umum atas seluruh kaum muslimin, jika ia telah tegak.
-       Di antaranya, kalian meyakini bahwa orang yang tidak membai’at Al-Baghdadi adalah Khawarij. Hal ini menyeret pada tindakan meremehkan darah orang yang tidak membai’at dan memandang kelompok-kelompok lainnya sebagai kelompok pembangkang (pemberontak). Inilah yang menjadi alasan banyaknya peperangan antara kalian dengan saudara-saudara kalian mujahidin, sebab sedikit sekali terjadi perselisihan kecuali salah satu pihaknnya adalah Daulah Islam.
Inilah adalah kesalahan ganda. Pertama, tanzhim kalian bukanlah seperti itu (khilafah lslamiyah atas seluruh kaum muslimin-red). Kedua, taruhlah Daulah Islam Irak dan Syam itu adalah khilafah rasyidah dan pemerintahan yang telah tegak, di mana status kerajaan-kerajaan Islam semuanya telah ia penuhi, maka ia tidak boleh memaksa seorang pun untuk membai’at jika orang tersebut duduk di dalam rumahnya dan enggan untuk membai’at, apalagi ia memerangi orang tersebut, selama orang tersebut tidak memprovokasi manusia dan membuat golongan manusia untuk memerangi imam (khalifah).
Bahkan seandainya orang itu memprokovasi manusia, membuat kelompok manusia dan satu kelompok yang siap berperang bersatu dengannya, niscaya imam kaum muslimin tidak boleh memulai peperangan terhadap mereka sampai merekalah yang memulai peperangan.
Hal ini semua telah ditetapkan oleh para ulama Islam, dengan berdalil kepada sikap amirul mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang selama enam bulan belum membai’at khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaih wa salam, yaitu Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu.
Sebagaimana telah diriwayatkan dengan sanad yang paling shahih di dalam Shahih Bukhari dan kitab hadits lainnya dari riwayat Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah. Meskipun begitu, Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak memerangi Ali bin Abi Thalib dan tidak pula memerintahkan tindakan buruk kepada Ali. Bukannya Ali bin Abi Thalib yang mendatangi Abu Bakar Ash-Shiddiq, justru Ali mengirim pesan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq: “Datanglah kepada kami dan jangan ada seorang pun yang menyertaimu.” Ali meminta begitu karena khawatir Umar bin Khathab akan ikut datang.
Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq mengunjungi rumah Ali bin Abi Thalib, berbicara kepadanya dengan lemah lembut, bersikap rendah hati kepadanya, dan antara keduanya terjad pembicaraan yang diriwayatkan dalam kitab Shahih. Dalam pembicaraan itu Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak meminta Ali bin Abi Thalib untukmembai’atnya, juga tidak memerintahkanya untuk berbai’at. Sampai Ali sendiri yang berkata: “Waktumu adalah nanti sore untuk dibai’at.”
Meskipun demikian, ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq mengimami shalat Dhuhur, kemudian naik ke mimbar, menyebutkan kondisi Ali dan sikapnya yang tidak mau berbai’at, Abu Bakar Ash-Shiddiq menyebutkan udzur yang Ali sampaikan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Demikian pula Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu tidak membai’at Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia justru berangka ke Syam dan meninggal di Syam tanpa berbaiat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Adapun sikap Ali bin Abi Thalib kepada Khawarij sudah terkenal, di mana Ali tidak memulai peperangan terhadap mereka, Ali juga tidak menghalangi mereka dari mendatangi masjid atau mendapatkan jatah fai’, sampai Khawarij sendiri yang memulai peperangan.  
Inilah fiqih (pemahaman) dua orang khalifah yang rasyid, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma. Di dalamnya ada suri tauladan bagi orang-orang yang mau meneladani.
Adapun jika kalian mengatakan: “Kami tidak mengatakan hal itu dan kami tidak mengklaim kelompok-kelompok di luar kami sebagai kelompok bughat (pemberontak)”, maka ini merupakan sikap yang kontradiktif. Bagaimana mungkin kalian bisa menetapkan keimaman (kekhalifahan) Abu Bakar Al-Baghdadi kecuali dengan menetapkan konskuensi dari bai’at ini, yaitu memvonis orang yang tidak membai’at sebagai orang yang keluar dari ketaatan dan memberontak.
Keenam: Status hukum orang yang mengangkat dirinya sebagai imam (khalifah) kaum muslimin tanpa meminta musyawarah kaum muslimin
Tidak boleh bagi seorang pun untuk mengangkat dirinya sendiri sebagai imam (khalifah) bagi kaum muslimin, juga tidak boleh bagi orang lain untuk mengangkatseorang pun sebagai imam (khalifah) kaum muslimin tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin. Barangsiapa melakukan hal itu maka Umar Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu telah memutuskan hukuman mati bagi orang tersebut dan orang yang mengangkatnya sebagai imam kaum muslimin, meskipun orang yang diangkat sebagai imam tersebut memiliki kemuliaan yang setara dengan generasi sahabat.
Umar radhiyallahu ‘anhu telah menyampaikan dalam khutbah terakhirnya —sebagaimana dalam Shahih Bukhari dan lainnya— ketika sampai berita kepadanya bahwa seseorang mengatakan: “Seandainya Umar telah mati, maka aku akan membai’at fulan. Demi Allah, bai’at Abu Bakar tidak lain hanyalah sesaat kemudian terjadi bai’at.”
Maka Umar radhiyallahu ‘anhu marah dan berkata:
إِنِّي إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَقَائِمٌ العَشِيَّةَ فِي النَّاسِ، فَمُحَذِّرُهُمْ هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَغْصِبُوهُمْ أُمُورَهُمْ
“Aku, insya Allah, akan berdiri di hadapan manusia pada sore nanti untuk memperingatkan mereka dari orang-orang yang hendak merampas urusan mereka (hak memilih pemimpin).”
Kemudian di akhir khutbahnya, Umar berkata:
ثُمَّ إِنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّ قَائِلًا مِنْكُمْ يَقُولُ: وَاللَّهِ لَوْ قَدْ مَاتَ عُمَرُ بَايَعْتُ فُلاَنًا، فَلاَ يَغْتَرَّنَّ امْرُؤٌ أَنْ يَقُولَ: إِنَّمَا كَانَتْ بَيْعَةُ أَبِي بَكْرٍ فَلْتَةً وَتَمَّتْ، أَلاَ وَإِنَّهَا قَدْ كَانَتْ كَذَلِكَ، وَلَكِنَّ اللَّهَ وَقَى شَرَّهَا، وَلَيْسَ مِنْكُمْ مَنْ تُقْطَعُ الأَعْنَاقُ إِلَيْهِ مِثْلُ أَبِي بَكْرٍ، مَنْ بَايَعَ رَجُلًا عَنْ غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنَ المُسْلِمِينَ فَلاَ يُبَايَعُ هُوَ وَلاَ الَّذِي بَايَعَهُ، تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ،
Sesungguhnya telah sampai kepadaku berita bahwa salah seorang diantara kalian mengatakan: ‘Demi Allah, seandainya Umar telah mati, maka aku akan membai’at fulan’.  Janganlah sekali-kali seseorang terpedaya sehingga ia mengatakan: ‘Bai’at Abu Bakar tidak lain hanyalah sesaat kemudian terjadi bai’at’.Ketahuilah, memang begitulah yang telah terjadi dengan pembai’atan Abu Bakar, namun Allah telah melindungi dari keburukannya.Sementara itu tiada di antara kalian seseorang yang manusia melakukan perjalanan jauh untuknya sebagaimana terjadi pada diri Abu Bakar.Barangsiapa membaiat seseorang tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin, niscaya ia tidak boleh dibaiat dan tidak pula orang yang ia bai’at, dikhawatirkan keduanya akan dibunuh.”
Kemudian Umar mengulanginya dengan mengatakan di akhir khutbahnya:
فَمَنْ بَايَعَ رَجُلًا عَلَى غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنَ المُسْلِمِينَ، فَلاَ يُتَابَعُ هُوَ وَلاَ الَّذِي بَايَعَهُ، تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ
“Maka barangsiapa membaiat seseorang tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin, niscaya ia tidak boleh dibaiat dan tidak pula orang yang ia bai’at, karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh.”(HR. Bukhari no. 6830, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 7157-7158, Ahmad no. 391, Ad-Darimi no. 2322, dan Ibnu Hibban no. 414)
Dalam lafal yang shahih di dalam As-Sunan Al-Kubra karya imam An-Nasai bahwasanya Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata:
إِنَّهُ لاَ خِلاَفَةَ إِلاَّ عَنْ مَشُورَةٍ وَلاَ يُؤَّمَّرُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ.
“Sesungguhnya tiada kekhilafahan kecuali dengan melalui musyawarah (kaum muslimin) dan janganlah salah seorang di antara keduanya diangkat sebagai amir, karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh.”
Dalam lafal riwayat An-Nasai dalam kitab yang sama disebutkan:
وَإِنَّهُ لاَ خِلاَفَةَ إِلاَّ عَنْ مَشُورَةٍ وَأَيُّمَا رَجُلٍ بَايَعَ رَجُلاً عَنْ غَيْرِ مَشُورَةٍ لاَ يُؤَمَّرُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلاَ.
“Sesungguhnya tiada kekhilafahan kecuali dengan melalui musyawarah (kaum muslimin) dan siapapun seseorang membai’at orang lain tanpa melalui musyawarah kaum muslimin, maka janganlah salah seorang di antara keduanya diangkat sebagai amir, karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh.”
Imam Syu’bah bin Hajjaj berkata: “Saya bertanya kepada Sa’ad bin Ibrahim —yaitu salah satu perawi hadits tersebut—: “Apa makna karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh?” Maka ia menjawab: “Hukuman bagi keduanya salah seorang di antara keduanya tidak boleh diangkat sebagai amir.”
Makna karena dikhawatirkan keduanya akan dibunuh adalah sebagai kewaspadaan (antispasi) agar tidak dibunuh. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari berkata: “Maknanya adalah barangsiapa melakukan hal itu niscaya ia telah memperdaya dirinya sendiri dan kawannya dan mempertaruhkan keduanya untuk dibunuh.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 12/150)
Imam Abu Sulaiman Al-Khathabi berkata: “
Belum pernah sampai kepada kami dari para ulama Syam dan tidak pula dari para komandan mujahidin di Syam bahwa kalian meminta musyawah (pendapat) mereka tentang perkara Al-Baghdadi.
Jika kalian mengatakan bahwa musyawarah terjadi di antara kami para pengikutnya, maka demi Allah, kalian telah sangat mendekati kondisi Khawarij.Sampai-sampai aku mengingatkan kalian dengan Allah agar kalian tidak termasuk golongan Khawarij. Maka selamatkanlah diri kalian, selamatkanlah diri kalian! Apakah kalian sendiri umat Islam di negeri ini, sementara saudara-saudara kalian lainnya bukan umat Islam?
Ketujuh: Peringatan untuk tidak membunuh seorang muslim
Salah sat perkara yang paling dikhawatirkan dari mujahidin adalah jika mereka terjebur dalam penumpahan darah orang-orang yang dilindungi (oleh syariat Islam). Membunuh seorang muslim iu lebih besar dosanya daripada seluruh pahala jihad mereka.
Membunuh seorang muslim termasuk dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan Allah mengutukinya serta Allah menyediakan azab yang besar baginya.(QS. An-Nisa’ [4]: 93)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«لَنْ يَزَالَ المُؤْمِنُ فِي فُسْحَةٍ مِنْ دِينِهِ، مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا»
“Seorang mukmin akan senantiasa mendapatkan kelapangan dalam agamanya selama ia belum menumpahkan darah yang haram (dilindungi oleh syariat Islam).”(HR. Bukhari no. 6862, Ahmad no. 5681, Al-Baihaqi, 8/21, Al-Hakim, 4/350 dan Al-Baghawi no. 2519)
Perawi hadits ini, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Sesungguhnya di antara keruwetan perkara yang tiada jalan keluar darinya bagi orang yang menceburkan dirinya ke dalamnya adalah perkara menumpahkan darah yang haram tidak secara halal.”(HR. Bukhari no. 6863 dan Al-Baihaqi, 8/21)
Telah terjadi beberapa perkara di mana Daulah Islam menanggung dosa penumpahan darah, kemudian belum pernah sampai kepada kami bahwa Abu Bakar Al-Baghdadi atau orang yang mewakilinya melaksanakan hak Allah terhadap si pembunuh ini, sehingga ia menegakkan hokum qisash terhadapnya atau ia berlepas diri darinya dengan sikap berlepas diri yang beritanya sampai kepada orang yang dekat maupun orang yang jauh.
Inilah Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu, pedang yang Allah hunus kepada orang-orang kafir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam mengutusnya kepada Bani Jadzimah, maka ia bersegera membunuhi mereka saat mereka mengucapkan “shaba’naa” (kami telah beralih agama, dari agama syirik kepada agama Islam, edt)danmereka tidak mampu mengucapkan aslamnaa (kami telah masuk Islam, edt). Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam maka beliau mengangkat kedua tangannya ke langit dan berdoa:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ مَرَّتَيْنِ»
“Ya Allah, aku berlepas diri dari apa yang diperbuat oleh Khalid.Ya Allah, aku berlepas diri dari apa yang diperbuat oleh Khalid.” (HR. Bukhari no. 4339, An-Nasai, 8/237, Ahmad no. 6382, Abdurrazzaq no. 9434, Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Al-Atsar no. 3231 dan Al-Baihaqi, 9/115)
Khalid membunuh mereka karena ia melakukan ta’wil (menganggap mereka tidak mau masuk Islam, edt).Meskipun demikian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berlepas diri dari perbuatannya. Sementara kita belum mendengar Al-Baghdadi atau selainnya mengingkari anggota Daulah Islam yang membunuh saudaranya sesama mujahid karena melakukan ta’wil!
Ketika Khalid bin Walid memerintahkan anggota pasukanya untuk membunuh tawanan mereka (Bani Jadzimah), Ibnu Umar menjawab:
وَاللَّهِ لاَ أَقْتُلُ أَسِيرِي، (وَلاَ يَقْتُلُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِي أَسِيرَهُ، حَتَّى قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ))
“Demi Allah, aku tidak akan membunuh tawananku [dan seorang pun dari kawan-kawanku tidak boleh membunuh tawanannya, sampai kita datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam].” (HR. Bukhari no. 4339, An-Nasai, 8/237, Ahmad no. 6382, Abdurrazzaq no. 9434, Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Al-Atsar no. 3231 dan Al-Baihaqi, 9/115)
Ibnu Umar tidak memenuhi perintah amirnya, Khalid. Hal itu tidak lain karena besarnya perkara darah.
Imam Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya memberi judul atas hadits tersebut: Bab jika hakim (penguasa) memutuskan perkara secara zalim atau menyelisihi ulama, maka keputusanya tertolak.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Di dalam hadits ini ada isyarat yang membenarkan tindakan Ibnu Umar dan sahabat yang mengikutinya dalam tidak melaksanakan perintah Khalid untuk membunuh orang-orang yang ia perintahkan untuk dibunuh tersebut.”
Imam Abu Sulaiman Al-Khathabi berkata: “Hikmah berlepas dirinya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salamd ari perbuatan Khalid padahal beliau tidak menghukum Khalid disebabkan Khalid berijtihad adalah agar diketahui bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam tidak mengizinkan hal itu, khawatir ada orang yang mengira hal itu terjadi atas izin beliau; dan supaya selain Khalid setelah itu tidak melakukan tindakan tersebut.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 13/182)
Saya mengingatkan kalian dengan satu perkara, wahai mujahidin, tidaklah kalian keluar dari negeri kalian kecuali untuk mencari ridha Allah Ta’ala. Maka jangan sampai kalian datang pada hari kiamatkelak sementara kalian dipegangi oleh seorang muslim yang dibunuh oleh salah seorang di antara kalian secara zalim. Muslim tersebut mengatakan: “Wahai Rabbku, tanyalah orang ini kenapa ia membunuhku?” Maka Rabb Subahanu wa Ta’ala : “Celakalah, celakalah, seretlah ia (si pembunuh) ke neraka!”
Kemudian, janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian berdalil dengan hadits Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu dan sikapnya yang bersegera membunuhi Bani Jadzimah untuk membenarkan sikap kalian yang bersegera memerangi sebagian kelompok mujahidin lainnya. Sebab Khalid diutus kepada sebuah kaum yang hukum asalnya adalah kafir, sementara kalian berada di tengah masyarakat yang hukum asalnya adalah beriman.Antara dua kondisi ini ada perbedaan sejauh jarak antara timur dan barat.
Pihak yang menerapkan hukum orang-orang kafir atas orang-orang beriman hanyalah kaum Khawarij, dan kalian insya Allah bukanlah termasuk kaum Khawarij.
Kedelapan: Disyariatkannya pembagian tentara kepada daerah-daerah
Di antara pemahaman keliru yang dianut oleh sebagian kalian adalah meyakini bawa pembagian pasukan kaum muslimin kepada daerah-daerah adalah termasuk perbuatan jahiliyah, bahwa ia berarti mengikuti dan mengakui batas-batas geografi perjanjian Sykes-Piccot dan bahwa menamakan tentara-tentara ini dengan nama negeri-negerinya termasuk dalam kategori hal itu.
Keyakinan seperti ini sama sekali tidak benar. Karena kebijaksanaan berkonskuensi baha penduduk setiap negeri dari negeri-negeri kaum muslimin lebih mengenal tanah mereka, lebih berpengalaman dengan lembah-lembahnya, dan lebih dekat kepada karakter penduduknya.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam mengirim pasukan ke Dzatu Salasil, beliau mengangkat Amru bin Ash sebagai komandan pasukan. Padahal ia belum lama masuk Islam dan di dalam pasukan tersebut terdapat orang-orang yang jauh lebih mulia dari dirinya dan lebih dahulu masuk Islam. Penunjukan itu tidak lain karena Amru bin Ash lebih paham tentang penduduk Dzatu Salasil, karena mereka adalah kerabatnya dari jalur ibu.
Demikian pula penamaan dengan daerah-daerah ini dan membuat ketentaraan dengan namanya dari kalangan penduduknya adalah perkara yang terpuji di dalam Islam.
Telah diriwayatkan dari Abu Idris Al-Khaulani dari Abdullah bin Hawalah Al-Uzdi radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«إِنَّكُمْ سَتُجَنَّدُونَ أَجْنَادًا: جُنْدٌ بِالشَّامِ، وَجُنْدٌ بِالْعِرَاقِ، وَجُنْدٌ بِالْيَمَنِ “. فَقَالَ ابْنُ حَوَالَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،خِرْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: ” عَلَيْكُمْ بِالشَّامِ “
“Kalian akan dimobilisasi menjadi tentara-tentara; tentara di Syam, tentara di Irak dan tentara di Yaman.” Ibnu Hawalah berkata: “Wahai Rasulullah, pilihkanlah untuk saya!” Maka beliau bersabda: “Hendaklah engkau bersama (tentara) Syam…” (HR. Abu Daud no. 2483, Ahmad no. 17005, Al-Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir, 5/33, Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wat Tarikh, 2/288, Ath-Thahawi dalam Syarh Musykilil Atsar no. 1114, Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin no. 1172 dan lain-lain. Hadits shahih)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menyebutnya; tentara Syam, tentara Irak dan tentara Yaman. Beliau tidak menamakan mereka tentara Irak dan Syam, sebagaimana yang kalian lakukan.
Dalam sebagian jalur periwayatan hadits ini dari jalur Jubair bin Nufair dari Abdullah bin Hawalah radhiyallahu ‘anhu berkata:
«كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَشَكَوْا إِلَيْهِ الْفَقْرَ وَالْعُرْيَ وَقِلَّةَ الشَّيْءِ، فَقَالَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -:” أَبْشِرُوا فَوَاللَّهِ لَأَنَا لِكَثْرَةِ الشَّيْءِ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ مِنْ قِلَّتِهِ، وَاللَّهِ لَا يَزَالُ هَذَا الْأَمْرُ فِيكُمْ حَتَّى يُفْتَحَ لَكُمْ جُنْدٌ بِالشَّامِ، وَجُنْدٌ بِالْعِرَاقِ، وَجُنْدٌ بِالْيَمَنِ حَتَّى يُعْطَى الرَّجُلُ الْمِائَةَ فَيَسْخَطُهَا “.
“Kami berada d sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan kami mengadukan kepada beliau kemiskinan, ketiadaan pakaian dan ketiadaan kekayaan apapun. Maka beliau bersabda: “Bergembiralah kalian, demi Allah, sesungguhnya aku lebih mengkhawatirkan banyaknya kekayaan atas kalian daripada sedikitnya kekayaan. Demi Allah, perkara (kekuasaan) ini akan senantiasa di tengah kalian sampai dikaruniakan kepada kalian tentara di Syam, tentara di Irak dan tentara diYaman; sampai-sampai seseorang diberi bagian 100 dinar namun ia masih belum puas.” (HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliya’. Al-Hafizh Al-Haitami di dalam Majmauz Zawaid wa Mambaul Fawaid, 6/212 menulis: Diriwayatkan oleh At-Thabarani dengan dua sanad, para perawi salah satu sanadnya adalah para perawi kitab ash-shahih kecuali Nashr bin Alqamah, dan ia adalah perawi yang tsiqah)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda tiga tentara, namun kalian menjadikan tentara Irak dan tentara Syam satu tentara saja.
Kesembilan: Kesalahan ungkapan ‘Daulah tetap langgeng’
Sebagian anggota Daulah Islam Irak dan Syam seringkali mengulang-ulang ungkapan “Ad-Daulatu baaqiyatun…Daulah tetap langgeng”.
Saya tidak tertarik untuk mengomentarinya, karena saya mengetahui itu adalah perkataan orang-orang awam yang para ulama akan malu untuk mengatakannya. Sebab ungkapan tersebut mengandung kedustaan kepada Allah dan kedustaan kepada rasul-Nya, serta berkata-kata atas nama Allah tanpa landasan ilmu. Khilafah rasyidah saja tidak langgeng, bagaimana daulah kalian akan langgeng?
Bahkan nubuwah (kenabian) sekalipun diangkat, demikian pula khilafah rasyidah di akhir zaman akan diangkat, sebab kiamat hanya akan terjadi pada seburuk-buruk makhluk.
Apapun keadaannya, ungkapan “Daulah akan langgeng” termasuk perkataan yang berlebih-lebihan (ghuluw).
Kesepuluh: Kekeliruan ungkapan “orang yang duduk-duduk saja tidak memberi fatwa kepada seorang mujahid”
Diantara perkara yang wajib dinasehati adalah menjelaskan kekeliruan perkataan orang yang mengatakan, baik dari kelompok kalian atau selain kelompok kalian, bahwa “ulama yang duduk-duduk saja (tidak berjihad, edt) tidak memberi fatwa untuk seorang mujahid”. Padahal orang yang duduk-duduk saja tersebut sekiranya ia mengatakan suatu perkaran yang sesuai dengan hawa nafsu sebagian brigade yang berjihad, tentulah brigade tersebut akan menyebar luaskannya dan mengangkatnya sebagai imam.
Oleh karena itu saya melihat mereka —dan orang selain saya juga melihat mereka— sangat cepat mencaci maki para tokoh ulama, sampai-sampai salah seorang di antaa mereka yang belum tumbuh kumisnya dan lisanya belum ia biasakan untuk mengucapkan kebaikan, telah berani mengunyah daging para ulama dan segera menyantap kehormatan mereka.
Salah seorang ulama besar yang terkenal di Syam telah menceritakan kepadaku bahwa ia duduk bersama beberapa orang pemuda mujahidin, mereka mengkafirkan para ulama kaum muslimin dengan menyebutkan nama-nama mereka dan individu-individu mereka. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Maka saya katakan, pertama, meskipun demikian kalian memegangi keyakinan kalian dengan berdasarkan dan berargumentasi dengan pendapat para ulama terdahulu yang mereka itu tidak dikenal sebagai orang-orang yang berperang di jalan Allah atau berjihad satu hari sekalipun.Kalian mengutip dar buku-buku pada ulama Islam padahal tidak semua mereka berjihad dan tidak semua mereka menembakkan satu anak panah di jalan Allah.Dan ini adalah kondisi keempat imam madzhab yang diikuti.
Selain hal ini, bisa dikatakan kepada kalian: Beritahukanlah kepada kami tentang perkataan kalian ini ” ulama yang duduk-duduk saja tidak memberi fawa kepada mujahid”, apakah ini sebuah ayat Al-Qur’an yang kalian hafal dan kami lupa atasnya, ataukah ia hadits yang kalian riwayatkan dan kami belum mengenalnya, ataukah ia adalah kaedah fiqhiyah yang ditunjukkan oleh syariat Islam? Semua kemungkinan tersebut ternyata tidak.
Maksimal yang bisa dikatakan tentang orang yang menyatakan perkataan tersebut adalah ia mengira para ulama tidak mengetahui sedikit pun kondisi mujahidin dan realita mereka. Dan ini adalah persangkaan yang tidak benar. Betapa banyak ulama di dunia yang belum sekalipun mengunjungi negeri Syam dan juga negeri Irak, namun ia lebih mengetahui kondisinya dibandingkan kalian, karena ia dikunjungi oleh para ulama negeri tersebut (Syam dan Irak) dan ia menjalin komunikasi dengan penduduk dunia. Ditambah apa yang Allah munculkan di zaman kita ini berupa sarana-sarana untuk komunikasi dan mengetahui berita, hal yang membuatnya mengetahui perkara-perkara dan menjadikannya seakan-akan berada di antara mujahidin.
Kedua, saya katakan bahwa ke di antara perkara yang paling aku khawatirkan dari diri kalian adalah sikap tergesa-gesa mengkafirkan manusia, karena sesungguhnya masalah pengkafiran termasuk dalam kategori perkara-perkara rumit yang harus dilakukan oleh orang-orang yang telah menggapai kedudukan tersebut, dari kalangan ahli ilmu dan syariat.
Barangsiapa mengatakan kepada saudaranya “Hai orang kafir” niscaya ucapan tersebut akan kembali kepada salah satu dari keduanya. Engkau tidak akan dihisab pada hari kiamat karena engkau tidak mengkafirkan si fulan, seseorang dari kalangan masyarakat. Namun engkau akan dihisab jika engkau mengkafirkannya tanpa dalil.Oleh karena itu jalan selamat adalah menyerahkan urusan ini kepada para ahlinya yaitu para ulama dan qadhi (hakim syariat Islam).
Para ulama telah menetapkan perbedaan antara perbuatan yang menjadikan kafir (fi’il mukaffir) dan antara mengkafirkan pelakunya, dengan uraian yang tidak cukup dimuat oleh lembaran yang singkat ini. Tidaklah Khawarij tersesat kecuali karena sikap mereka  yang mengkafir-kafirkan masyarakat.
Alangkah tepatnya perkataan imam Al-Qurthubi rahimahullah: “Bab pengkafiran adalah bab yang sangat rawan. Banyak orang memberanikan diri padanya maka mereka pun berguguran.Dan banyak ulama bijak yang menahan diri darinya, maka mereka pun selamat.”
Maka sayangilah diri kalian sendiri dan saudara-saudara kalian kaum muslimin penduduk negeri Syam, karena mereka selama rentang waktu sangat panjang di bawah kekuasaan thaghut yang kafir, yang mengajarkan dan menjejalkan kekafiran kepada mereka.Maka berlemah lembutlah kalian kepada mereka, karena terkadang dari lisan mereka keluar ucapan-ucapan yang hakekatnya tidak mereka maksudkan, hal itu karena rezim kafir ini telah membiasakan mereka atas ucapan-ucapan kekafiran tersebut, sehingga status mereka saat ini seperti orang yang belum lama masuk Islam.Sementara dimaafkan untuk orang yang belum lama masuk Islam, hal yang tidak dimaafkan untuk orang selain dirinya.Wallahu a’lam.
Kesebelas: Peringatan untuk mewaspadai sikap ghuluw (ekstrim, berlebih-lebihan)
Umat Islam ditimpa dengan dua kelompok; satu kelompok berpaling dari agama dan menjauhinya sehingga mereka tidak mempelajarinya dan tidak menerimanya, sedangkan satu kelompok lainnya bersikap berlebih-lebihan di dalam beragama.Kedua kelompok ini sama-sama tercela, dan kebenaran itu berada di antara sikap berlebih-lebihan dan sikap mengacuhkan.
Memperingatkan mujahidin tidak lain hanyalah dengan mengingatkan mereka untuk mewaspadai sikap ghuluw (berlebih-lebihan), karena sikap ghuluw memasuki ibadah-ibadah, baik ibadah yang sedikit maupun ibadah yang banyak, ibadah yang kecil maupun ibadah yang besar.Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam telah bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ
Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan.”(HR. An-Nasai, Ibnu Majah dan lain-lain) Hadits ini disabdakan beliau berkenaan dengan pemilihan kerikil untuk melempar jumrah. Beliau bersabda: “Melemparlah dengan kerikil-kerikil seperti ini, dan jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan!”
Melempar jumrah adalah ibadah.Jika sikap berlebih-lebihan dalam melempar jumrah dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, padahal bahayanya terbatas pada diri pelakunya, maka berlebih-lebihan dalam jihad tentu lebih layak untuk dilarang, sebab sikap berlebih-lebihan dalam jihad sangatlah berbahaya. Orang yang memegang pelatuk senjata, jika ia tidak diatur oleh syariat Islam dan diluruskan oleh As-sunnah, niscaya ia akan terjatuh dalam bencana-bencana. Senjata itu terkadang memiliki sikap berlebihan dan kekuatan itu terkadang memiliki sikap melampaui batas.Kami berdoa kepada Allah semoga Allah melindungi kami dan kalian.
Kedua belas: Hal yang mendorong penulisan nasehat ini
Wa ba’du…sesungguhnya kami telah menyampaikan nasehat dalam surat ini karena rasa cinta kepada mujahidin di jalan Allah, demi menunaikan tanggung jawab dan menjaga jihad ini dari penyelewengan.  Allah Ta’ala telah mengambil perjanjian dari para ulama agar mereka menjelaskan ilmu dan tidak menyembunyikannya.  Allah Ta’ala mencela orang-orang yang menyembunyikan ilmu. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ
Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kalian menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kalian menyembunyikannya.” (QS. Ali Imran [3]: 187)
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَتَمَ شَهَادَةً عِندَهُ مِنَ اللّهِ
“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan kesaksian dari Allah yang ada padanya?”(QS. Al-Baqarah [2]: 140)
Allah Ta’ala juga berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua mahluk yang dapat melaknati.(QS. Al-Baqarah [2]: 159)
Saya mengetahui bahwa di antara putra-putra Daulah Islam dan kelompok lainnya ada yang akan membaca dan tidak mengambil manfaat darinya. Sebagian mereka akan mengatakan: “Hal ini tidak samar bagi para syaikh kami.”
Maka saya memintakan perlindungan Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat bagi mujahidin semoga amal-amal mereka tidak menjadi bencana bagi mereka di hari kiamat kelak. Sesungguhnya seseorang hanya akan selamat dengan amal perbuatannya sendiri. Sikapnya mengikuti orang selain ash-shadiq al-mashduq (nabi Muhammad yang jujur dan dibenarkan) Shallallahu ‘alaihi wa salam tidak akan menyelamatkan dirinya.
Hanya kepada Allah semata kita memohon untuk menjayakan agama-Nya dan memenangkan wali-wali-Nya. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi yang mulia, keluarganya dan seluruh sahabatnya. Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam.

Ditulis oleh : Syaikh Dr. Ahmad bin Faris As-Salum
Rabithah Al-Ulama’ As-Suriyyin (Ikatan Ulama Suriah)
Sumber : Islamsyria.com
( Muhib al-Majdi/arrahmah.com)