Laman

Kamis, 01 Maret 2012

Masya Allah!! GP Anshor, NU, Gereja & Misionaris Kristen Bersatu Hadang FPI


JOMBANG (voa-islam.com) – Tak mau kalah dengan gerombolan Jaringan Islam Liberal (JIL) bersama kaum bencong, pria rambut gimbal bertato dan cewek perokok bertato yang menggelar aksi "Indonesia Tanpa FPI" di Jakarta.

Di bawah payung aliansi Bhineka Tunggal Ika, GP Ansor Jombang bersama sekitar 15 ormas NU dan Kristen yang ada di Kabupaten Jombang Jawa Timur menyatakan siap menghadang masuknya Front Pembela Islam (FPI) ke kota santri itu. Bahkan, GP Anshor mengancam, jika FPI berulah, Ansor siap pasang badan dengan menurunkan Banser (Barisan Ansor Serbaguna).

Ketua GP Ansor Jombang , Solahaul Am Notobuono alias Gus Aam mengklaim sudah mengumpulkan organisasi lintas agama. Selanjutnya, 15 ormas tersebut menandatangani pernyataan sikap keberatan atas hadirnya FPI di Jombang. Ke-15 ormas itu di antaranya PC NU, Badan Kerjasama Gereja-gereja (BKSG), INTI, Ansor, Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil Indonesia (PGLII), Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jombang, Gereja Bethany Jombang, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), PMII, Lakpesdam NU, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jombang, dan Persaudaraan Lintas Agama dan Etnis (Prasasti) Jombang.

Dalam surat pernyataan itu, mereka mendesak seluruh keamanan dan pemerintah kabupaten Jombang agar mempertimbangkan acara yang akan digelar oleh FPI di Jombang. Karena menurut mereka, jejak rekam FPI selama ini identik dengan aksi-aksi kekerasan. Nah, 15 organisasi yang tergabung dalam justru khawatir FPI akan menyebabkan keresahan warga Jombang.

Gus Aam mengatakan, Jombang merupakan tempat keharmonisan umat beragama di Indonesia. “Untuk itu kami siap mempertahankan keberadaan yang sudah kondusif ini,” tukasnya, sebagaimana dikutip sebuah situs Katolik, Rabu (29/2/2012).
Hal senada dilontarkan Pendeta Christian Muskanan, dari PGLII (Persekutuan Gereja dan Lembaga Injil Indonesia). Menurutnya, Kabupaten Jombang selama ini cukup harmonis. Mulai antar etnis hingga antar agama. Pihaknya malah khawatir kehadiran FPI dapat memperkeruh keharmonisan yang sudah terjalin di Jombang.
“Apalagi jejak rekam FPI identik dengan kekerasan. Ini sangat berbahaya,” tambah pendeta Christian.
Surat pernyataan yang keberatan sejumlah ormas itu selanjutnya akan dikirim ke Muspida setempat. Mulai dari Kapolres, Bupati, Komandan Kodim, hingga Kejari, Ketua DPRD, serta Ketua Pengadilan Negeri (PN). Dan berharap surat ini dijadikan pertimbangan.

Didukung Warga Jombang, FPI Tak Gentar
Isu pembubaran ormas FPI baik di Jakarta maupun di berbagai daerah yang terus menggelinding itu tidak membuat FPI Jombang gentar. Bahkan, mereka bertekad untuk terus mempertahankan eksistensi FPI, apapun yang terjadi. Karena FPI adalah organisasi yang legal.
Tekad itu dilontarkan oleh Ketua FPI Jombang, Habib Abu Bakar Assegaf, sepekan sebelumnya. “Kita menolak adanya upaya pembubaran FPI yang diserukan musuh-musuh. Kita adalah ormas legal,” tegas Abu Bakar.

Abu Bakar berpandangan, orang-orang yang menyerukan pembubaran FPI hanyalah aktivis liberal yang tidak pernah konsisten dalam bersikap. Artinya, di satu sisi mereka berteriak demokrasi, tapi di sisi lain ingin semua seperti mereka. Mereka tidak mau ada kelompok berbeda. Padahal jika benar demokrasi, mereka mestinya menerima setiap perbedaan yang ada.

Aktivitas FPI di Jombang, lanjut Abu Bakar, lebih cenderung sebagai majelis zikir setiap Sabtu malam di kediamannya. Nah, di tempat itulah mereka membaca berbagai macam dzikirm dan salawat diiringi rebana.
Abu Bakar memastikan bahwa setiap dalam kegiatan rutinan FPI itu tidak pernah ada ceramah yang mencaci maki ataupun menjelek-jelekkan kelompok lain. “Jadi keberadaan kita ini sangat diterima masyarakat. Bahkan mereka mengharapkan kehadiran kita,” paparnya.

Penerimaan FPI di Jombang itu, kata Abu Bakar, dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang mengadukan keresahannya. Salah satu contohnya yakni saat Cafe D’Bor di belakang Masjid Jami, Jalan Arif Rahman Hakim terlibat konflik dengan warga di sekitarnya pada bulan puasa lalu. Saat itu, warga yang tak terima karena terusik cafe buka hingga malam hari di bulan puasa terlibat perkelahian dengan penjaga cafe. “Begitu warga mengadu ke kita, kita langsung datangi lokasi,” katanya.

Kutipan :
silum/dbs / VoA-Islam
Kamis, 01 Mar 2012

Berpikiran Kafir, Mahkamah Konstitusi Setarakan Anak Zinah & Anak Nikah


KEKAFIRAN BERPIKIR MAHKAMAH KONSTITUSI 

Tentang Anak Zina Memiliki Hak Perdata terhadap Ayah Biologisnya


PADA tanggal 17 Februari 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiel atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mahkamah Konstitusi beranggapan, bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan, "anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya" bertentangan dengan UUD ‘45. 

Menurut MK Pasal 43 ayat (1) tersebut seharusnya berbunyi: "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya." 

Ketua MK Prof Dr Mahfud MD menyatakan keputusan ini sebagai sebuah keputusan penting dan revolusioner. “Sejak Keputusan MK ini di ketok pada Jumat pagi, 17 Februari 2012, semua anak yang lahir di luar perkawinan resmi, mempunyai hubungan darah dan perdata dengan ayah mereka,” tegasnya. 

Apabila yang dimaksud dengan, “anak yang lahir di luar pernikahan resmi” adalah termasuk kawin siri, perselingkuhan, dan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau samen leven. Maka keputusan MK dan pernyataan Ketua MK tersebut merupakan kekafiran berpikir yang lahir dari akal sesat, bukan akal sehat. Selain itu, keputusan MK ini telah melanggar ketentuan Syariat Islam, melanggar ketentuan agama-agama di Indonesia, serta bertentangan dengan UUD 45 Ps. 29 ayat (1) dan (2).

Oleh karena Majelis Mujahidin menggugat keputusan Mahkamah Konstitusi dan menyatakan bahwa : 
1. Keputusan MK merubah bunyi Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan 1974 di atas telah melecehkan ajaran Agama dan prinsip Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sebab, UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 43 ayat (1) dibuat justru sebagai salah satu implementasi dan pengejawantahan dari Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 45.
2. Para Hakim MK telah diperalat oleh misi dan kepentingan tertentu, sehingga melahirkan keputusan hukum yang bertentangan dengan ajaran agama dan UUD 1945, yang hendak melestarikan Budaya Jahiliyah, di mana anak hasil perzinahan dan perselingkuhan disetarakan dengan anak yang sah hasil dari perkawinan. Tidak ada satu agama pun di Indonesia yang menyatakan bahwa anak yang lahir dari perzinahan memiliki hak keperdataan. yang setara dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah. Lalu untuk kepentingan siapa adanya UU ini? 
3. Bangsa Indonesia menganut prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Apakah perbuatan zina, prostitusi, dan kumpul kebo itu merupakan simbul dari budaya dan perilaku manusia beradab sehingga disamakan dengan sebuah prosesi pernikahan yang diatur oleh Agama? Bagaimana MK mengantisipasi tuntutan para gundik, perempuan selingkuhan yang menuntut diakui eksistensi dan hak perdatanya sehingga mengintervensi hak istri yang sah?
4. Mendesak Pemerintah (Presiden) agar menolak keputusan MK ini dan tidak memasukkannya ke dalam Lembaran Negara, karena bertentangan dengan ajaran agama, nilai luhur serta moralitas bangsa-bangsa beradab.
5. Keputusan MK ini terkesan misterius, karena itu MK harus berani mempertanggungjawabkannya dalam suatu debat publik, sebelum dimasukkan dalam lembaran negara.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka Majelis Mujahidin menolak keras Keputusan MK yang mengamandemen UU Perkawinan tahun 1974 Pasal 43 ayat (1); dan menuntut MK supaya mencabut keputusan sesat dan menyesatkan itu.
...Mahkamah Konstitusi telah menjadi legislator adanya Perzinahan di Indonesia...
Apabila Mahkamah Konstitusi tidak mencabut keputusan tersebut berarti Mahkamah Konstitusi telah menjadi legislator adanya Perzinahan di Indonesia. Dengan demikian hakim-hakim MK yang memutuskan perkara ini telah memosisikan dirinya, baik sadar ataupun tidak, sebagai orang-orang kafir yang menentang Allah dan Rasul-Nya.
“Orang-orang kafir dan orang-orang munafik serta mereka yang menentang perintah Rasul setelah datang kepada mereka petunjuk yang jelas kebenarannya, mereka tidak dapat merugikan Allah sedikitpun. Allah akan menjadikan semua hasil usaha mereka sia-sia di akherat kelak” (Qs. Muhammad 47:32). 

Semoga Allah SWT berkenan menunjuki para hakim MK untuk kembali pada sikap yang benar selaras dengan ajaran agama dan konstitusi negara yang beradab.
Jogjakarta, 7 Rabi’ul Akhir 1433 H/ 29 Februari 2012 M
LAJNAH TANFIDZIYAH MAJELIS MUJAHIDIN
Irfan S ‘Awwas
Ketua

M Shabbarin Syakur
Sekretaris

Al-Ustadz Muhammad Thalib
Amir Majelis Mujahidin


Kutipan :
VoA-Islam
Kamis, 01 Mar 2012

Hamid Fahmi Zarkasi:MIUMI Bukan Untuk Menyaingi MUI & Ormas Islam Lain


JAKARTA (VoA-Islam)- Dalam sebuah jumpa pers di Hotel Sahid Jakarta, Ketua Umum MIUMI Dr. Hamid Fahmy Zarkasi menjelaskan, Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini adalah sebuah organisasi baru yang terdiri dari para intelektual, ulama dan calon ulama yang tergabung dalam berbagai kelompok ormas daerah, dan pakar disiplin keilmuan, baik Islam maupun secara umum.

Tujuan didirikan MIUMI adalah untuk membantu umat dan bangsa Indonesia dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Disebut Intelektual, karena cara kita menyelesaikan adalah dengan cara-cara ilmiah. Disebut ulama, cara-cara yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan juga dilakukan dengan cara-cara syar'iyah atau merujuk otoritas para ulama.

Dikatakan Hamid,  organisasi ini tidak akan bertentangan dengan organisasi yang ada. Kata intelektual dan ulama muda ini, bukan persoalan umur yang dimaksud ataupun mendikotomi kelompok tua dan muda.  Ini bukan persoalan umu, tapi semangat muda untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi umat ini, dengan didukung oleh kearifan para ulama. Biasanya yang muda itu semangat, tapi tidak arif, karena itu kita tetap mengikuti petuah-petuah para ulama yang arif, dan tokoh-tokoh senior.

MIUMI didirikan juga bukan untuk menyaingi lembaga-lembaga yang sudah ada. Tidak untuk menyaingi MUI, ataupun  mengambil alih yang sudah dilakukan ormas Islam lain seperti Muhammadiyah, NU, Persis, Al Irsyad dan sebagainya.  MIUMI justru memperkuat apa yang sudah mereka lakukan. Atau yang akan kita lakukan, belum dilakukan oleh ormas dan lembaga yang ada.“Sebab itu tidak ada yang baru sebenarnya,” kata Hamid.

Terpenting, MIUMI terdiri dari hampir semua kelompok keagamaan di Indonesia. Organisasi ini berusaha untuk menjalin persatuan kelompok-kelompok itu, agar di tingkat masyarakat bawah, jalinan ukhuwah antar umat Islam bisa diselesaikan. Selain itu MIUMI juga berupaya mencari akar masalah yang menimpa umat ini dengan solusi yang seilmiah dan seobjektif mungkin.

Para inisiator MIUMI pun terdiri dari orang-orang yang memiliki kepakaran dalam bidangnya masing-masing. Yang akan dilakukan MIUMI adalah, representasi kelompok, representasi bidang keilmuan yang disampaikan oleh para doktor yang mempunyai otoritas di bidangnya masing-masing. Karena itu orientasi MUIMI adalah solusi terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi umat dan bangsa Indonesia dengan cara-cara yang lebih ilmiah untuk menuju Indonesia yg lebih beradab.
“Beradab yang dimaksud, menjunjung tinggi tradisi ilmu yang didalamnya terdapat akhlak. Jadi, solusinya berdimensi ilmiah dan amaliah, yang didalamnya ada akhlakul karimah,”ujar Hamid.

Hilangnya wibawa ulama
Hamid Fahmy Zarkasi mengatakan, sesorang bisa berbuat jahat, karena pengetahuannya soal syariah atau keislaman tidak mendalam. Untuk memperbaiki moral adalah dengan memberi tahu pengetahuan tentang moral ini. “Kita tidak akan melakukan  perubahan langsung terhadap perbuatan yang dianggap amoral, tapi yang kita lakukan adalah membangun komunitas yang mengcounter terhadap kegiatan amoral itu,” kata Hamid.

Saat ditanya wartawan, apakah MIUMI tergolong majelis intelektual bergaris keras? Hamid menjelaskan, kita berbeda. “Kami menggunakan pendekatan imiah yang objektif, argumentatif dan berdasarkan syar'iah.”
Diakui Hamid, upaya untuk menyatukan produk-produk fatwa tersebut tidak mudah, mengingat ada beberapa ormas Islam di Indonesia yang punya pengikut besar. Maka, yang bisa dilakukan MIUMI adalah berusaha mendekatkan duduk masalah dengan bermusyawarah dengan tokoh-tokoh ulama dari kedua ormas besar tersebut, melalui musyawarah tarjih atau Batsul Masa'il secara bersama-sama.
“Kita akan mendekatakan manhaj yang selama ini dipandangan cukup tajam perbedaannya di masyarakat. Kami optimis membangun silaturahim dengan tokoh-tokoh Islam dengan pendekatan akhlakuk karimah, ilmiah, dan argumentatif,” ungkap Hamid.

Yang pasti, MIUMI, lanjut Hamid, bukanlah organisasi politik. MIUMI adalah  majelis intelektual dan ulama. Prinsipnya, MIUMI tidak akan mencampurkan urusan keilmuan dengan politik. Seperti diketahui, banyak sudah ulama yang lari ke politik. Politiknya hidup, ilmunya mati. Nah, MIUMI ingin orang-orang yang khusus mengkaji bidang-bidang keilmuan ini tidak lari ke politik.
“Syarat keanggotaan MIUMI juga menegaskan, anggota MIUMI adalah orang-orang yang murni memegang pada tradisi keilmuan dan keulamaan. Begitu ia hengkang menjadi politisi, maka kita akan berpisah.”

Karena MIUMI adalah majelis intelektual, maka basisnya ilmu pengetahuan. Solusi persoalan politik dan ekonomi sekalipun kalau menggunakan ilmu pengetahuan selesai. “Posisi MIUMI jelas, tidak berada di atas MUI. MIUMI hanya menjelaskan apa yang sudah diputuskan MUI. Bukankah menjelaskan hadis Nabi, tidak berarti diatas nabi.”

MIUMI sendiri sudah menginformasikan ke semua ormas, meski belum ada kunjungan resmi. Bahkan MIUMI telah mengundang Kemenag , MUI, dan sejumlah tokoh pimpinan ormas Islam.

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam

Kamis, 01 Mar 2012

MIUMI Akan Revitalisasi Keulamaan, Fatwa MUI akan Di-Research


JAKARTA  – Majelis Intelektua dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) berkomitmen untuk merevitalisasi lembaga dan program keulamaan di Indonesia dan keintelektualannya.  Yang dimaksud revitalisasi, misalnya: terkait lebaran dua kali, puasa berakhir kapan dan sebagainya. Ini menunjukkan adanya kelemahan kepemimpinan formal dan informal umat Islam. Demikian dikatakan Sekjen MMIUMI Ustadz Bachtiar Nasir LC.

“Harus ada pertemuan kepakaran scientis dengan kearifan para ulama.  Keputusan menentukan hari raya adalah persoalan ijtihadiyah ulama, hasilnya bisa benar dan salah. Jika benar dapat dua pahala , yang salah dapat satu pahala. Tapi yang benar jika mengandung mudharat, lebih baik ikut yang salah, tapi ada maslahat. Di masa yang akan datang, kami ingin mengajak umat, dari mudharat kepada maslahat,” ungkap Bachtiar.
Diakui, merosotnya kewibawaan lembaga keulamaan yang ada di Indonesia menambah persoalan baru, sehingga  masing-masing mengeluarkan fatwa. 

Karena itu MIUMI akan merevitalisasi lembaga tersebut dengan tiga programnya :
Pertama, Fatwa-fatwa yang sudah dikeluarkan MUI dan ormas Islam akan di-research. Karena sejujurnya, fatwa yang dikeluarkan lebih banyak berdasarkan pada studi literatur ketimbang fakta-fakta di lapangan. Fokus MIUMI adalah meresearch sampai mengumpulkan data di lapangan. “Yang sudah dilakukan adalah kasus Sampang, Madura. Kami melihat banyak persoalan umat yang perlu direseacrh,” kata Bachtiar.
Kedua, fatwa yang sudah dikeluarkan MUI dan ormas Islam yang ada kebanyakan belum tersosialisasikan, baik di tingkat komunitas ormas, apalagi ditingkat masyarakat secara luas. Karena itu tugas MIUMI adalah mensosiliasikan fatwa-fatwa, terutama fatwa-fatwa stratergis yang membangun struktural sosial umat.
Ketiga, MIUMI akan membantu MUI dan ormas, dalam menegakkan fatwa yang sudah dikeluarkan. Mengingat ada sikap pesimistis di umat, dengan ungkapan, bahwa fatwa itu tidak mengikat, sehingga pada akhirnya tidak ada keterikatan dan kewajiban untuk melaksanakan, sehingga bangunan struktur sosial ini menjadi tidak solid dan tidak utuh. 

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Kamis, 01 Mar 2012

Allahu Akbar! MIUMI Bakal Menjadi Lawan Tangguh Para Pengasong Liberal


JAKARTA (VoA-Islam)-  Sekumpulan cendekiawan dan ulama muda dari berbagai unsur umat Islam Indonesia bersepakat membentuk Majelis Ulama baru yang diberi nama Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Bertempat di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (28/2), MIUMI dideklarasikan dengan dihadiri para tokoh ulama, pimpinan ormas Islam, ulama dari negara sahabat, pimpinan partai politik, serta pejabat penting lainnya, seperti Ketua MK Prof Mahfud MD dan Ketua KPK Bambang Widjianto.

Deklarasi dibacakan dalam tiga bahasa, yakni: Indonesia, Arab, dan Inggris.  Dalam siaran persnya, Sekjen MIUMI Ustadz Bachtiar Nasir LC mengatakan, di tengah-tengah perbedaan, kami semua bersepakat untuk mengikatkan diri dalam satu manhaj, yaitu Ahlus Sunnah wal-Jamaah.

Sepertinya, para pengasong sepilis (sekuler, liberal dan pluralism) akan mendapatkan lawan yang tangguh. MIUMI yang di dalamnya berkumpul intelektual dan ulama muda yang memiliki otoritas dibidangnya masing-masing, akan menggempur pemikiran-pemikiran pengasong sepilis dan pembelanya yang selama ini menyesatkan umat. Sebut saja nama-nama seperti Dr. Hamid Fahmy Zarkasi, Dr. Adian Husaini, Adnin Armas, Henry Shalahuddin, Fahmi Salim dan sebagainya adalah sosok intelektual muda yang kerap mengcounter tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) dan konco-konconya.  

Asal tahu saja, Majelis Pimpinan MIUMI diketuai oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasi (Ketua Program Kader Ulama Pesantren Gontor Ponorogo), dan Sekjen diamanahkan kepada dai kondang Ustadz Bachtiar Nasir LC (yang juga narasuber rubric konsultasi agama di Harian Umum Republika).

Selanjutnya di jajaran pimpinan MIUMI ada nama Dr. Adian Husaini (Ketua Program Magister dan doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor), Dr. Mukhlis Hanafi  (pakar Tafsir al-Qur’an dari Pusat Studi al-Qur’an dan Kementerian Agama RI).  Juga terdapat orang muda yang tak asing lagi sebagai peneliti INSIST, seperti Ustadz Adnin Armas, MA (Direktur INSIST), Henry Shalahuddin (Sekretaris INSIST), dan Asep Sobari (peneliti INSIST dan Redaksi Majalah Gontor). Anak-anak muda inilah yang kerap menggempur pemikiran para pengasong sepilis (sekulerisme, liberalisme dan pluralisme).

Pimpinan MIUMI juga mencerminkan keragaman unsur organisasi dan corak pemikiran keagamaan. Ada KH. Muhammad Idrus Romli (ulama muda NU Jawa Timur yang cukup produktif menulis buku), Ustadz Farid Ahmad Oqbah, M.Ag (Direktur Islamic Center al-Islam-Bekasi), Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, MSi (Ketua Umum Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makasar).

Lalu ada Dr. Ahmad Zain an-Najah (pakar syariah alumnus al-Azhar University Cairo dan Wakil Ketua DDII), Ustadz Jeje Zainuddin M.Ag (ulama muda Persis), juga ada Ustadz Fahmi Salim MA (pakar al-Qur’an yang juga anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah dan Komisi Pengkajian & Penelitian MUI),  Muhammad Khudori (alumnus Gontor dan Universita Islam Madinah), Ustadz Fadzlan Garamatan (Ketua AFKN, dai asal Papua yang telah mengislamkan banyak kepala suku), Ustadz Ahmad Sarwat (Rumah Fiqih Indonesia)

Cikal bakal pendirian MIUMI dilakukan di awal tahun 2012. Saat itu sejumlah intelektual dan ulama muda dari berbagai ormas Islam duduk bersama. Tepat pada 3 Januari 2012 lalu, 15 muda berkumpul di markas Ar-Rahman Qur’anic Learning Center (AQL) yang saat itu berlokasi di Jl. Karang Asem Raya No. 23, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan tersebut, para pendiri MIUMI meyakini, wadah yang akan dibentuk dapat memberikan harapan yang besar pada dunia dakwah Islam di Indonesia. Sebab, mereka sepalat untuk tidak melakukan konfrontasi atau pertentangan dengan lembaga Islam atau ormas Islam yang sudah ada.

Dalam deklarasi MIUMI di Grand Sahid Hotel, Jakarta ini dihadiri oleh para ulama dan cendekiawan muda dari berbagai daerah. Diantaranya, Dr. Dasman (pakar hadits dari UIN Riau), Dr. Muinuddin Basri (pakar syariah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta/UMS), Dr. Syamsul Hidayat (wakil ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah yang juga dosen pasca sarjana UMS). Hadir pula perwakilan ulama dan cendekiawan dari Bali, Papua, NTT, Sulsel, Aceh, Sumut dan sebagainya.

Menyatukan Potensi
Selama ini sejumlah intelektual dan ulama tersebar di dalam maupun luar negeri, ada pula yang secara individu memiliki agenda kegiatan masing-masing, juga aktif di berbagai ormas Islam di Indonesia. Bahkan diantara mereka memiliki latar belakang kelilmuan, keorganisasian, dan aktivitas yang beragam. Padahal mereka memiki potensi sangat besar untuk membangun bangsa Indonesia menjadi jauh lebih baik.

Dengan terbentuknya MIUMI, beberapa aktivitas dakwah ini bertekad mengfokuskan diri dengan menyatukan potensi untuk membangun kekuatan bersama. Meski terdiri dari berbagai ormas, ke-15 ulama muda pendiri MIUMI ini sepakat untuk tidak mempertajam perbedaan-perbedaan di tingkat khilafiyah atau zhanniyyah.
“Sudah bersatu saja kita belum tentu mampu menghadapi tantangan yang begitu kuat, apalagi kalau jalan sendiri-sendiri. Sangat indah, berbagai latar belakang ini bersepakat untuk bersilaturahim dengan mengedepankan ukhuwah Islamiyah guna menyatukan wawasan, serta mengkonsentrasikan diri pada masalah-masalah besar umat yang disepakati,” kata Ustadz Adian Husaini, Pembina INSIST yang juga Dosen Pasca Sarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Bogor, Jawa Barat.

Menurut Sekjen MIUMI Ustadz Bachtiar Nasir, MIUMI rencananya akan dibentuk di berbagai propinsi dan kota di Indonesia, bahkan sampai membuka perwakilan di luar negeri. “MIUMI sangat diperlukan untuk menangani problematika umat. Jangan sampai potensi-potensi intelektual dan ulama muda  yang sedang tumbuh ini tidak teroptimalkan,” kata Bachtiar.

Tentang hubungan MIUMI dengan politik atau partai politik, Bachtiar menjelaskan, ulama wajib memahami politik agar tidak menjadi korban dari politik. Tetapi, ulama harus menyadari kedudukan dan tugas utamanya sebagai pelanjut risalah kenabian, sehingga ulama wajib mengawal jalannya politik dan pemerintahan agar tidak merusak dan menzalimi masyarakat.  Itulah sebabnya, MIUMI menetapkan jargon “Untuk Indonesia yang Lebih Beradab”.

Satu hal tak kalah penting, pengurus MIUMI tidak boleh merangkap jabatan dalam suatu kepengurusan partai politik. “MIUMI tidak anti partai, tetapi kami justru menjaga silaturahim dan tali ukhuwah serta tali tausyiah dengan aktivis-aktivis atau tokoh partai politik. Diantara kita salung mengingatkan,” tandas Sekjen MIUMI.

Yang pasti, kata Bachtiar, MIUMI tidak sama sekali mendapat sponsor tunggal. Karena MIUMI tidak berpolitik praktis dan tidak berafiliasi dengan partai politik manapun. MIUMI ingin membangun struktur sosial Islam, menyegarkan kembali keulamaan sebagai pewaris nabi, serta menjaga kemurnian agama Islam di tengah umat. Setidaknya, ada tiga pekerjaan yang akan dilakukan MIUMI, yakni: research, sosialisasi, dan penegakan fatwa majelis ulama.

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Kamis, 01 Mar 2012

Dahsyat, Kelompok Islam Lintas Tandzim Bersatu dalam Wadah MIUMI


JAKARTA - Di tengah merosotnya wibawa ulama di tengah umat dewasa ini, dan disaat orang tua terlalu dominan dengan otoritasnya, juga disaat banyak kelompok Islam berpecah belah seraya membanggakan diri golongannya, maka lahirlah Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

MIUMI adalah sebuah wadah lintas tandzim yang datang dari berbagai kelompok Islam di Tanah Air. Tanpa bermaksud mendikotomi tua-muda, kaum intelektual dan ulama muda yang tergabung dalam MIUMI berupaya bangkit untuk memberi kontribusinya bagi umat, khususnya umat Islam, tanpa ada yang merasa tersaingi dengan kehadirannya.

Kemarin, Rabu (28) malam, para intelektual Islam dan ulama muda Indonesia membacakan deklarasinya dalam tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) di Grand Hotel Sahid, Jakarta, dengan dihadiri oleh para ulama, pimpinan ormas Islam serta pejabat lainnya, sebut saja seperti: Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Mahfud MD (Ketua Mahkamah Konstitusi), Bambang Widjajanto (Ketua KPK), Fuad Bawazir (Partai Hanura), dan para ustadz lainnya.

Berikut ini adalah inisiator yang terdiri dari para intelektual dan ulama muda yang menyepakati berdirinya MIUMI: Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi (Ketua INSIST), Ustadz Bachtiar Nasir LC,  Dr. Adian Husaini (Peneliti INSIST), Ustadz Henri Shalahuddin (Peneliti & Sekretaris INSIST), Ustdadz Adnin Armas (Penelisi INSIST), Ustadz Asep Sobari (INSIST).
Selanjutnya ada Ustadz Fahmi Salim (Komisi Kajian & Penelitian MUI), Ustadz Farid Ahmad Okbah (Yayasan Al-Islam), Ustadz Fadzlan Garamatan (AFKN), DR. MUchlish M Hanafi (Manager Program Pusat Studi Al Qur’an Depag), Ustadz M. Idrus Romli (PWNU Jember dan Jatim), Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin (Wahdah Islamiyah), Nashruddin Syarief, Jeje Zaenuddin (Pemuda Persis), Ahmad Sarwat (Rumah Fiqih Indonesia), M. Khudori  (alumnus Universitas Islam Madinah), Ustadz Ahmad Zein An-Najah (DDII), Ustadz Mustofa Umar (Riau) dan sebagainya.

Yang bertugas membaca deklarasi bahasa Arab dilakukan oleh Ustadz Muhammad Zaytun Rasmin (Wahdah Islamiyah), sedangkan bahasa Inggris dibacakan oleh Ustadz Adnin Armas (Pemred Majalah Gontor), serta bahasa Indonesia dibacakan oleh Ustadz Fadzlan Garaman (Al Fatih Kaffah Nusantara).

Menurut Ketua Majelis Pimpinan Nasional MIUMI Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, MIUMI didirikan atas inisiatif beberapa aktivis dakwah dan pemikiran Islam, sebagai wadah perhimpunan dan silaturahim para intelektual dan ulama muda dari berbagai ormas Islam yang ingin berbakti untuk membangun peradaban Indonesia yang lebih beradab, diatas pilar ilmu yang kokoh dan otoritas keulamaan yang kuat mengakar.

MIUMI akan bersinergi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan semua oramas Islam di tanah air sebagai penguat dan pemersatu suara kebenaran, dan diharapkan mampu mensosialisasikan fatwa-fatwa MUI dengan data yang shahih sesuai dengan kaidah hukum Islam ke seluruh lapisan masyarakat.
Latar belakang berdirinya MIUMI, berawal dari  kecintaan terhadap umat Islam di Indonesia pada umumnya dan kerinduan lahirnya gerakan aktual untuk memenangkan Islam dan menjayakan umat Islam.

MUI Tak Merasa Tersaingi
Dalam sambutannya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan, rasa gembiranya atas berdirinya MIUMI. Dikatakan Din yang malam itu mengatasnamakan diri sebagai Wakil Ketua Umum MUI, kehadiran MIUMI sebagai organisasi baru, tidak perlu ada perasaan menandingi, menyaingi atau disaingi siapapun. Kehadiran MIUMI justru diharapkan menjadi kader umat yang melanjutkan MUI.
“Bahkan Muhammadiyah pun tidak merasa ditandingi, malah justru dibantu oleh MIUMI. Apalagi, para intelektualnya banyak yang berasal dari kader Muhammadiyah,” kata Din senang.

Lebih lanjut Din mengatakan, saat ini banyak permasalahan umat dan bangsa, dengan semakin berkembang dan merajelalanya kebodohan. Di negeri ini nampak aksara moral yang membuat kita prihatin.  Yang perlu dibingkai dari cita-cita MIUMI adalah pentingnya menjaga persatuan umat dan bangsa. “Juga perlu menyadari realitas, di tengah bangsa yang penuh dengan kemajemukan, bukan hanya etnis, budaya, tapi juga alam pemikiran.Diperlukan seni kepemimpinan untuk mengelola kemajemukan itu. Diharapkan MIUMI menjadi tenda besar bagi seluruh kelompok Islam yang ada.”

Dijelaskan Din, saat ini tajdid atau pembaharuan yang subtantif sangat dibutuhkan. Karena itu, kita harus menampilkan Islam sebagai watak dasar, yakni sebagai agama kasih sayang, berkeadilan, mendorong kemajuan, serta member kesaksian dan pembuktian untuk menjadi umat yang wasathan. “Maju dan mundurnya Indonesia, akan ditentukan oleh maju mundurnya umat Islam. Kalau Indonesia belum maju, berarti ada yang salah pada umat ini,” ungkap Din.

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Kamis, 01 Mar 2012

Jangan Lewatkan Apel Siaga "Indonesia Tanpa JIL" Mulai Besok Jum'at




JAKARTA (voa-islam.com) – Sepanjang bulan Maret 2012, Indonesia akan disemarakkan aksi damai di berbagai daerah yang mengusung tema “Apel Siaga Umat Islam: Indonesia Tanpa Liberal.” Aksi ini dilakukan menyusul aksi #Indonesia Tanpa FPI yang digelar oleh para aktivis leberal bersama kaum bencong, gerombolan gimbal bertato dan para wanita perokok, beberapa waktu lalu.

Tiga aksi damai akan tersaji di berbagai daerah mulai besok. Demo besar-besaran menuntut pembubaran Jaringan Islam Liberal (JIL) itu akan dimulai besok Jum’at (2/3/2012) di Medan, Sumatera Utara. Rencananya, aksi bertajuk “Hancurkan Kezaliman dengan Ketegasan dan Perlawanan Nyata” itu digelar usai shalat Jum’at direruntuhan Masjid Al-Ikhlas, Jalan Timur Medan.
Dari masjid ini telah dihancurkan oleh kaum Liberalis dan Kapitalis ini, massa bergerak Ke kantor Wali Kota Medan dan Hotel Emerald Garde.

Sehari kemudian, umat Islam Tasikmalaya, Jawa Barat akan menggelar aksi demo pada Sabtu (3/3/2012). Aksi yang dimotori Aliansi Masyarakat Peduli Umat Tasikmalaya (AMPUTASI) akan mengusung tema “Indonesia Tanpa JIL: Menentang Liberalisme-Pluralisme.”

Berikutnya, di kawasan Bekasi, Jawa Barat akan digelar aksi menggemparkan Perlawanan terhadap Liberalisme dan Kapitalisme bertema “We Want Syari’ah: Indonesia Damai Tanpa Liberal.” Aksi yang dimotori Serikat Barisan Pemersatu Umat (SPBU) pada Ahad (4/3/2012) digelar pukul 3.30 WIB. Usai shalat zuhur di Masjid Islamic Centre Bekasi, massa akan longmarch menuju  alun-alun Bekasi dan finish di Masjid Agung Al-Barkah Bekasi.

Setelah aksi di tiga kawasan tersebut, aksi serupa juga akan digelar di berbagai daerah lainnya.
Puncaknya, Forum Umat Islam (FUI) akan menggelar aksi Apel Siaga Umat bertajuk:

”INDONESIA TANPA LIBERAL” di ibukota Jakarta. Rencananya, aksi besar-besaran ini dilakukan pada hari Jum'at, 30 Maret 2012
pukul 13.30 WIB. Aksi yang akan mengerahkan puluhan ribu massa ormas anggota FUI itu diisi dengan orasi berbagai tokoh ormas di  Bunderan HI. Dari Bunderan HI, massa akan melakukan longmarch menuju
Lapangan Monas

Jakarta Pusat.
Acara monumental di Jakarta ini dikoordinir oleh Ustadz Awit Masyhuri
dan Ustadz Bernard Abdul Jabbar. [taz]

Kutipan :
Taz / VoA-Islam
Kamis, 01 Mar 2012