Laman

Jumat, 27 Januari 2012

Said Aqil Sebut Syiah Tidak Sesat








 
Hidayatullah.com—Ketika para ulama beramai-ramai mengkaji serius dan menyatakan Syiah sesat, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj justru mengatakan ajaran Syiah tidak sesat dan termasuk Islam seperti halnya Sunni.
“Di universitas Islam mana pun tidak ada yang menggap Syiah sesat,” katanya dikutip website Tempo, Jumat (27/01/2012). Said merujuk pada kurikulum pendidikan pada almamaternya Universitas Umm Al Quro di Arab Saudi. “Wahabi yang keras saja menggolongkan Syiah bukan sesat,” ujarnya.

Said mengaku heran dengan pernyataan Menteri Agama yang menilai Syiah adalah ajaran sesat. Dalam kurikulum “Al Firqoh Al Islamiyah” ajaran Khawarij, Jabbariyah, Muktazilah, dan Syiah masih dinilai sebagai Islam. “Ulama Sunni seberi Ibnu Khazm menilai Syiah itu Islam,” lanjutnya masih ditulis Tempo.
MUI Sampang

Sebelum ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sampang, Madura akhirnya mengeluarkan fatwa sesat ajaran Syiah. Fatwa MUI Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur bernomor: A-035/MUI/spg/2012 tentang kesesatan ajaran Syiah yang telah disebarluaskan oleh saudara Tajul Muluk di Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang itu menegaskan, bahwa aliran yang dibawa Tajul Muluk itu sudah dikenal sejak 2004-2005 di daerah tersebut,  dinilai sudah menyimpang dari ajaran Islam.

Fatwa yang ditandatangani KH Imam Bukhori Maksum, sebagai Ketua MUI Kabupaten Sampang ini dikeluarkan Senin (02/01/2012) menegaskan, ajaran Syiah yang bawah oleh Tajul Muluk di masyarakat di daerah itu telah menyimpang dari ajaran al-Quran dan Sunnah Nabi. Fatwa ini juga didukung oleh PWNU Jawa Timur.*

Kutipan :
Hidayatullah.com
Jum'at, 27 Jan 2012

''Menagih Janji Kaum Syiah''

PADA Hari Kamis, 19 Januari 2012, Jurnal Islamia-Republika, (hal. 23-26) – Jurnal Pemikiran Islam bulanan hasil kerjasama antara INSISTS dan Harian Republika -- menurunkan kajian utama tentang Syiah di Indonesia. Artikel saya yang dimuat di Jurnal tersebut berjudul “Solusi Damai Muslim Sunni-Syiah”.

Esoknya, Jumat, 20 Januari 2012, Kajian Islamia-Republika itu mendapatkan tanggapan dari Haidar Bagir, Dirut Penerbit Mizan – yang dikenal sebagai salah satu penerbit buku Syiah di Indonesia. Artikel Haidar di Harian Republika itu diberi judul “Syiah dan Kerukunan Umat.” Dalam artikelnya, Haidar Bagir menulis, bahwa dia setuju dengan solusi damai yang saya tawarkan:   
 “Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini…. Itulah jalan damai untuk  Muslim Sunni dan kelompok Syiah.


Menurut Haidar Bagir, dia pernah bertemu secara pribadi dengan Syaikh Ali Taskhiri, seorang ulama terkemuka di Iran, salah satu pembantu terdekat Wali Faqih Ayatullah Ali Khamenei, serta wakil Dar al-Taqrib bayn al-Madzahib (Perkumpulan Pendekatan antar-Mazhab), yang dengan tegas menyatakan: “hendaknya kaum Syiah di Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum muslim di Indonesia.”

Haidar Bagir juga menyampaikan imbauan di ujung artikelnya: “Khusus untuk orang-orang yang pandangannya didengar oleh para pengikut Syiah di negeri ini, hendaknya mereka meyakinkan para pengikutnya untuk dapat membawa diri dengan sebaik-baiknya serta mengutamakan persaudaraan dan toleransi terhadap saudara-saudaranya yang merupakan mayoritas di negeri ini.”

Dalam soal sikap terhadap para sahabat Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) -- yang menjadi langganan caci-maki kaum Syiah, Hadiar Bagir juga menulis:

“Sementara itu, banyak ulama Syiah Imamiyah atau Itsna ’Asyariyah yang telah merevisi pandangannya tentang ini. Hasil konferensi Majma’ Ahl al-Bayt di London pada 1995, mi sal nya, dengan tegas menyatakan menerima keabsahan kekhalifah an tiga khalifah terdahulu sebelum Khalifah Ali.
Bahkan, terkait dengan skandal pengutukan sahabat besar dan sebagian istri Nabi yang dilakukan oleh oknum Syiah yang tinggal di Inggris, bernama Yasir al-Habib, Ayatullah Sayid Ali Khamenei sendiri mengeluarkan fatwa yang dengan tegas melarang penghinaan terhadap orang-orang yang dihormati oleh para pemeluk Ahlus Sunnah (fatwa ini tersebar dan dapat dengan mudah diakses dari berbagai sumber). Di antara isinya adalah,
“Diharamkan menghina figur-figur/tokoh-tokoh (yang diagungkan) saudara-saudara seagama kita, Ahlus-Sunnah, termasuk tuduhan terhadap istri Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)dengan hal-hal yang mencederai kehormatan mereka ...”
  
Benarkah?
Jadi, sesuai artikel Haidar Bagir di Republika tersebut,  ada dua hal pokok yang harus dilakukan oleh kaum Syiah untuk solusi damai bagi Ahlu Sunnah dan Syiah di Indonesia, yaitu (1) menghentikan caci maki terhadap sahabat-sahabat dan istri-istri  Nabi saw dan (2) menghentikan ambisi untuk meng-Syiahkan Indonesia, seperti ditegaskan oleh seorang ulama Syiah yang dijumpai Haidar Bagir: “hendaknya kaum Syiah di Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum muslim di Indonesia.”

Apakah janji yang disampaikan Haidar Bagir tersebut bisa dipenuhi kaum Syiah? Tampaknya, itu tidaklah mudah. Seperti disebutkan dalam CAP-323 lalu, sejumlah fakta di lapangan menunjukkan banyaknya penerbitan Syiah di Indonesia yang masih mengumbar caci-maki dan fitnah terhadap para sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad saw. Bahkan, salah satu buku terkenal yang mencaci-maki dan menfitnah sahabat dan istri Nabi Muhammad saw adalah buku terbitan Mizan, pimpinan Haidar Bagir sendiri, yang berjudul  “Dialog Sunnah – Syiah”  karya  Syarafuddin al Musawi, (Bandung: Mizan (cetakan pertama, 1983).

Buku ini diklaim penulisnya sebagai kumpulan surat menyurat antara penulis dengan Syaikh Salim al-Bisyri al-Maliki, yang saat itu menjabat Rektor al Azhar, Mesir. Di dalamnya banyak berisi dialog yang menjelaskan antara lain: Kewajiban berpegang pada madzhab Ahlul Bait, adanya wasiat Nabi saw untuk Ali bin Abi Thalib r.a. sebagai penggantinya, para sahabat tidak ma’shum (infallible) dari dosa dan kesalahan yang berimplikasi ketidakpercayaan periwayatan dari mereka, dan bahasan lain yang mendukung pemahaman Syiah.
Di buku ini, juga ditulis berbagai tuduhan bahwa Aisyah r.a. telah berbohong karena menceritakan Nabi Muhammad saw meninggal di pangkuannya, sehingga didoakan oleh penulisnya,  mudah-mudahan Allah memberikan ampunan untuk Aisyah r.a.

“Oh…., semoga Allah mengaruniakan ampunan-Nya bagi Ummul Mu’minin! Mengapa ia, ketika menggeser keutamaan ini dari Ali, tidak mengalihkannya kepada pribadi ayahnya saja! Bukankah yang demikian itu lebih utama dan lebih layak bagi kedudukan Nabi saw daripada apa yang didakwahkannya? Namun sayang ….., ayahnya – waktu itu – bertugas sebagai anggota pasukan di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, yang persiapannya telah diatur dan ditetapkan sendiri oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) ; dan pada saat itu sedang berhenti dan berkumpul di sebuah desa bernama Juruf!” (hal. 353).

Di buku ini juga dimuat cerita tentang provokasi Aisyah terhadap khalayak dengan  memerintahkan mereka agar membunuh Utsman bin Affan: “Bunuhlah Na’tsal, karena ia sudah menjadi kafir!” (Catatan: Na’tsal adalah orang tua yang pandir dan bodoh). (hal. 357). 
Di halaman yang sama, dimuat satu syair yang mengecam Aisyah r.a.:

“Engkau yang memulai, engkau yang merusak
Angin dan hujan (kekacauan)
Semuanya berasal darimu
    Engkau yang memerintahkan
    Pembunuhan atas diri sang Imam
    Engkau yang mengatakan
    Kini dia sudah kafir.”


(NB. Berbagai cercaan terhadap Aisyah r.a. tersebut saya kutip dari buku  Dialog Sunnah-Syiah, edisi Oktober 2008. Jadi, sejak 1983 buku ini terus dicetak oleh Penerbit Mizan – yang Dirutnya adalah Haidar Bagir – sampai tahun 2008. Saya tidak tahu, apakah masih ada edisi buku tersebut setelah 2008).

Itulah sebagian isi buku “Dialog Sunnah-Syiah” terbitan Mizan. Pokok-pokok bahasan di dalam buku “Dialog Sunnah-Syiah”  tersebut telah dijelaskan kekeliruannya oleh Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus dalam karyanya Ensiklopedi Sunnah Syiah, Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir, yang diterbitkan Pustaka Al Kautsar (Jakarta, 1997). Buku ini diberi kata pengantar oleh Dr. Hidayat Nurwahid, yang juga dikenal sebagai pakar tentang Syiah lulusan  Universitas Islam Madinah. Dalam pengantarnya, Hidayat Nurwahid memuji keseriusan Prof. as-Salus yang berhasil menunjukkan, bahwa buku karya al-Musawi, yang aslinya berjudul al-Muraja’at,  hanyalah karangan al-Musawi belaka. Alias, dialognya adalah fiktif belaka.
Bahkan, Prof. as-Salus menulis: “Tetapi al-Musawi, seorang Syiah Rafidhah yang terkutuk ini, tanpa rasa sungkan dan malu ingin menjadikan seorang Syaikh al-Azhar yang kapabel dan kredibel sebagai murid kecil dan bodoh yang menerima ilmu pertama kali dari dia.” (hal. 249).

Kaum Muslim yang mencintai Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), para sahabat beliau yang mulia, dan juga istri-istri beliau yang herhormat, pasti tidak ridho jika orang-orang yang mulia tersebut dihina, difitnah dan dilecehkan. Kita pun tidak rela jika orang yang kita hormati dan sayangi diperhinakan. Bagaimana jika yang dihina dan difitnah adalah para sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)? Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda: “Tidak beriman salah seorang  diantara kalian, hingga diriku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR Bukhari dan Muslim).

Cerita bahwa Aisyah r.a. memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan adalah tuduhan keji dan dusta. Aisyah sendiri pernah dikonfirmasi tentang adanya surat atas nama Aisyah di Medir yang memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan r.a.  Beliau bersumpah, bahwa beliau tidak pernah menulis surat seperti itu. Banyak riwayat dari Aisyah r.a. yang sudah mengklarifikasi masalah ini. Anehnya, orang-orang Syiah tidak mau tahu, dan selalu mengutip cerita-cerita bohong tersebut. (Lihat, Tarikh Khalifah bin Khayyath, hal. 176 & Tarikh al-Madinah, Ibn Syabbah 4:1224. Semuanya ada dalam Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil-Fitnah, karya Dr. Mahmud Umahzun, Dar Thayba, Riyadh, cet. I,  1994, vol.2/29-30. Data: Buku Fitnah Maqtal Utsman, karya Dr. Mhmmad al-Ghabban, Maktabah Obeikan, Riyadh, cet. I, 1999).

Jika Aisyah dinistakan dan difitnah, kaum Muslim tentu sangat tidak ridha. Ummul mukminin, Aisyah r.a. sangat dicintai kaum Muslimin. Beliau adalah istri Nabi yang mulia. Nabi Muhammad saw wafat di pangkuan Aisyah dan dikuburkan di rumah Aisyah pula. Aisyah r.a. adalah ulama wanita yang meriwayatkan 2210 hadits. Dari jumlah itu, 286 hadits tercantum dalam shahih Bukhari dan Muslim. Ada sekitar 150 ulama Tabi’in yang menimba ilmu dari Aisyah. (Lihat, K.H. Ubaidillah Saiful Akhyar Lc, Aisyah, The Inspiring Woman, (Yogyakarta: Madania, 2010).

Kasus buku Dialog Sunnah-Syiah terbitan Mizan ini menjadi bukti nyata, bahwa ajakan Haidar Bagir untuk kerukunan Sunnah-Syiah masih perlu dipertanyakan. Bukankah buku yang mencaci maki sahabat-sahabat dan istri Nabi tersebut sudah diterbitkan oleh Penerbit Mizan selama hampir 30 tahun?

Jalan Damai: Mungkinkah?


Menyimak berbagai penerbitan kaum Syiah – termasuk terbitan Mizan – patut dipertanyakan, mungkinkah jalan damai Sunnah-Syiah itu bisa diwujudkan? Mungkinkah kaum Syiah memenuhi imbauan dari sebagian tokoh mereka: agar tidak berambisi men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci maki terhadap sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)?
Memang itu tidak mudah. Sebab, tampak dalam berbagai penerbitan mereka, kebencian terhadap Abu Bakar, Umar, dan Utsman, radhiyallaaahu ‘anhum, sudah begitu mendarah daging.  Sikap Syiah terhadap para sahabat Nabi itu sangat berbeda dengan sikap kaum Sunni yang menghormati semua sahabat, apalagi KhulafaaurRasyidin, termasuk Sayyidina Ali r.a.

Saya mendapat satu brosur doa berjudul “Ziarah Asyura”, terdiri atas enam halaman. Disamping berisi doa-doa untuk para Nabi Muhammad saw dan keluarganya,  doa ini diwarnai dengan kutukan dan laknat terhadap berbagai orang. Misalnya, di halaman 5, ditulis doa laknat: “Allahummal-‘an awwala dhaalimin dhalama haqqa Muhammadin wa-Aali Muhammadin…”. (Ya Allah, laknatlah orang-orang zalim yang awal-awal, yang menzalimi hak Nabi Muhammad dan keluarganya…”).
Doa ini diakhiri dengan kutipan perkataan Imam Muhammad Al-Baqir as., yang berkata kepada Alqamah: “Jika engkau mampu berziarah kepada beliau (Imam Husein as.) setiap hari dengan membaca doa ziarah ini (ziarah Asyura) di rumahmu, maka lakukanlah itu dan engkau akan mendapatkan semua pahala (berziarah).”
Itulah petikan doa “Ziarah Asyuro” yang diedarkan di Indonesia. Siapakah yang dimaksud dengan “orang-orang zalim”  yang disebutkan telah menzalimi hak Nabi dan keluarga Nabi?  Apakah mereka Abu Bakar, Umar bi Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah r.a., dan sebagainya?  

Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus, dalam buku yang disebutkan terdahulu, telah mengklarifikasi masalah ini, dengan menunjukkan adanya riwayat dari Imam Zaid bin Hasan bin Ali bin Husain Radhiyallaahu ‘anhum, bahwa dia membenarkan apa yang dilakukan Abu Bakar r.a. terhadap Fathimah dalam soal waris keluarga Nabi.  “Jika saya pada posisinya (Abu Bakar) niscaya saya akan menetapkan hukum seperti yang ditetapkannya,”  kata Imam Zaid. Diriwayatkan juga dari saudara Imam Zaid, yaitu al-Baqir, bahwa dia pernah ditanya, “Apakah Abu Bakar dan Umar menzalimi sesuatu dari hak kalian?” Ia menjawab, “Tidak, demi Dzat yang menurunkan al-Quran kepada hamba-Nya agar menjadi peringatan bagi alam semesta, sungguh kami tidak dizalimi dari hak kami meskipun seberat biji sawi.” (as-Salus, hal. 297)
   
Jika dicermati, polemik Ahlu Sunnah dan Syiah itu sudah berlangsung lebih dari 1.000 tahun. Apakah hal seperti ini yang diinginkan oleh kaum Syiah di Indonesia, dengan terus-menerus menebarkan kebencian kepada Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah r.a.? Sampai kapan caci-maki semacam ini akan diakhiri? Karena itu, saya ingin mengakhiri CAP ini dengan ungkapan sama seperti dalam artikel di Jurnal Islamia-Republika (19/1/2012): “Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini. Masih banyak lahan dakwah di muka bumi ini – jika hendak di-Syiahkan.  Itulah jalan damai untuk  Muslim Sunni dan kelompok Syiah. Kecuali, jika kaum Syiah melihat Muslim Sunni adalah aliran sesat yang wajib di-Syiahkan!

Kita tunggu realisasi janji kaum Syiah untuk tidak men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci-maki kepada para sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)! (Walahu a’lam bil-shawab).*

Catatan Akhir Pekan ke-324
Jum'at, 27 Januari 2012

Oleh: Dr. Adian Husaini

Penulis, dosen Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor. CAP Adian Husaini ini adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com

Kutipan :
Hidayatullah.com
Jum'at, 27 Januari 2012

PBB: Al-Qaeda dikhawatirkan akan Menguasai Yaman

YAMAN.(voa-islam.com) - Jamal Bin Omar dari Utusan Sekretaris Jenderal PBB untukYaman pada hari Kamis mengumumumkan bahwa Al-Qaeda telah memperkuat posisinya di Yaman, menunjukkan bahwa pemerintah Yaman sedang menghadapi tantangan utama adalah untuk kembali memaksakan otoritasnya atas berbagai area. Utusan PBB itu menggambarkan situasi di Yaman dalam posisi mengkhawatirkan, menyatakan bahwa PBB dirancang untukmemberikan bantuan, termasuk pelaksanaan pemilihan presiden pada tanggal dua puluh satu bulan depan.

Pasukan Pengawal Republik dikerahkan di kota Yaman setelah Radaa diambil alih oleh kelompok bersenjata pekan lalu, dan Tokoh suku berkata: ". Kelompok bersenjata telah meninggalkan kota kemarin pagi setelah kompromi pada tuntutan mereka, sementara sumber-sumber keamanan menegaskan bahwa penarikan itu dating setelah militer mengancam menyerbu kota".

Sumber keamanan mengatakan bahwa tentara itu telah menyerang Al-Qaeda, yang dipimpin oleh Tariq Al-Dzahab, sampai tengah malam Rabu mencatat bahwa militer meningkatkan keberadaannya di sekitar Radaa dengan beberapa tank dan kendaraan militer serta pengangkut personil. Dalam persiapan untuk sebuah serangan terhadap pejuang Al-Qaeda, yang menyatakan beberapa hari setelah pendudukan kota, pembentukan "Imarah Islam".

Sumber tersebut menunjukkan bahwa Al-Qaeda telah meninggalkan kota setelah merasa sangat terancam militer, terutama karena mereka terperangkap dari daerah Amiriya.


Kutipan :
VOA (usamah/tawhid)
Jum'at, 27 Jan 2012

Asas Tunggal Pancasila Jadi Kampanye Kafirin Berkedok Perang Terorisme

 

 JAKARTA (voa-islam.com) – Usaha merevisi Undang-undang ormas yang akan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal adalah kemunduran kepada rezim otoriter Orde Baru. Ini menjadi kampanye kaum kafirin atas nama perang terhadap terorisme.

Hal itu diungkapkan Pengamat politik dan pakar pergerakan Islam, Dr Amir Mahmud menanggapi usaha revisi terhadap UU Nomor 8/1985 yang mengharuskan Pancasila sebagai asas tunggal. Menurutnya, usaha menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal adalah satu kemunduran dari zaman reformasi kepada Orde Baru.
“Kalau ini mau diberlakukan (asas tunggal Pancasila, red) maknanya ada proses yang ingin mengembalikan persoalan ideologi ini ke zaman Soeharto. Tapi menurut anilisis saya itu masih berupa wacana. Namun demikian tetap tidak benar cara Orde Baru diberlakukan di era reformasi seperti sekarang ini, dimana kalau kita melihat UUD 45 pasal 29, kebebasan beragama itu dijamin,” tuturnya kepada voa-islam.com, Jum’at (20/1/2012).

Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menegaskan, jika asas tunggal Pancasila dalam revisi RUU ormas itu dipaksakan, berarti pemerintah yang berkuasa saat ini adalah rezim otoriter dengan kemasan demokrasi. “Kalau ini tetap dipaksakan berarti rezim ini rezim otoriter dengan kemasan demokrasi,” tegas tokoh FUJAMAS (Forum Ukhuwah Jama'ah Masjid Surakarta) itu.

Untuk itu, Amir Mahmud mengimbau ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad dan yang lainnya agar segera duduk bersama mencari solusi agar bencana represif orde baru tidak terulang.
Namun, lanjut Amir, jika ormas-ormas besar tersebut justru sepakat diberlakukannya revisi RUU ormas yang mengharuskan Pancasila sebagai asas maka akan terjadi pertarungan ideologi. 

Lebih dari pada itu, jika nanti revisi RUU ormas itu digolkan, ini merupakan pertanda bahwa kampanye kaum kafirin atas nama perang terhadap terorisme dengan berbagai pressure seperti tidak dihentikannya aliran dana, tidak diizinkan berdirinya lembaga pendidikan dan yang lainnya, telah berhasil memberikan rasa takut terhadap ormas-ormas Islam.


Kutipan :
VOA [Ahmed Widad]
Ahad, 22 Jan 2012 

FUI: Jangan Agamakan Pancasila dengan Asas Tunggalkan Pancasila!

JAKARTA (voa-islam.com) – Forum Umat Islam (FUI) mengecam usaha revisi undang-undang ormas yang akan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal ormas. Karena menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal bisa menyebabkan kemurtadan.

Hal itu diungkapkan Sekjen FUI, KH Muhammad Al-Khaththath menanggapi usaha revisi terhadap UU Nomor 8/1985 yang salah satu isinya adalah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal ormas. FUI mensinyalir adanya pihak-pihak yang ingin mengembalikan RI kepada rezim Orde Baru, di balik usaha revisi terhadap UU Nomor 8/1985.  

“Berarti masih ada unsur-unsur Orba yang ada di pemerintahan yang akan membangkitkan kembali orde baru, padahal masyarakat dulu sudah ditindas oleh orde baru. Dalam hal ini berarti reformasi telah gagal membinasakan  orde baru karena unsur-unsurnya masih hidup untuk berkuasa lagi menindas masyarakat,” ungkapnya kepada voa-islam.com, Jum’at (20/1/2012).

Sebagai Sekjen FUI yang memayungi berbagai Ormas Islam di seluruh Indonesia, Al-Khaththath mengimbau kepada seluruh ormas Islam untuk melakukan perlawanan terhadap bangkitnya Orde Baru yang sangat zalim.“Oleh karena itu seluruh kekuatan bangsa ini khususnya ormas-ormas Islam harus bangkit melawan bangkitnya orde baru di negeri ini karena sudah terbukti dulu itu luar biasa represifnya dan kezalimannya. Jangan lagi bangsa ini terulang lagi dipimpin oleh orang-orang orde baru yang sangat zalim kepada masyarakat,” tegasnya.

Menurut Al-Khaththath, FUI tidak menyoal bila ada ormas Islam yang berasaskan Pancasila, namun jika revisi RUU Ormas itu memaksakan Pancasila sebagai asas, berarti menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Hal ini bertentangan dengan akidah Islam karena asas tunggal Pancasila menjadikan Pancasila sebagai agama.

“Sebenarnya kalau ada organisasi yang berasaskan Pancasila ya biarin saja, tapi jangan semua dipaksakan harus asas tunggal Pancasila. Nah kalau begitu kan menjadikan Pancasila sebagai agama, sehingga kalau yang tidak beragama Pancasila dianggap murtad, kafir, nah ini tidak boleh terjadi lagi,” jelasnya. 

Ia juga menilai  meski ormas Islam tidak berasaskan Pancasila namun komitmen ormas Islam terhadap NKRI tidak perlu dipertanyakan lagi, justru sebaliknya komitmen itu harusnya ditujukan kepada gerakan separatis non Islam, misalnya OPM dan RMS. Lebih-lebih jika pemerintah tidak memerangi OPM dan RMS itu menunjukkan bahwa pemerintah itu sendiri yang sebenarnya tidak komitmen terhadap NKRI.

“Komitmen terhadap NKRI itu mestinya bukan ditujukan kepada ormas Islam, tujukan kepada OPM, tujukan kepada RMS. Kalau mereka tidak memerangi OPM dan RMS berarti pemerintah itulah justru yang tidak komit terhadap NKRI, mereka ini yang menjerumuskan bangsa ini dengan perpecahan. Kalau ormas-ormas Islam itu sudah komit dan komitmen itu tidak perlu ditunjukkan dengan asas,” pungkasnya. 


Kutipan :
VOA [Ahmed Widad]
Ahad, 22 Jan 2012

PERSIS: Jangan Agamakan Pancasila, Bisa Sebabkan Kemurtadan



BANDUNG (voa-islam.com) – Jangan jadikan Pancasila sebagai agama karena bisa menyebabkan kemurtadan. Salah satu tindakan yang mengagamakan Pancasila adalah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal organisasi kemasyarakatan (ormas).

Pernyataan  itu disampaikan Pimpinan Daerah Persatuan Islam (PD PERSIS) Kota Bandung menanggapi usaha revisi Undang-undang Ormas Nomor 8/1985 yang akan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal ormas.
Menurut PERSIS, menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal ormas bisa menyebabkan kemurtadan.

“Karena menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal bisa menyebabkan kemurtadan,” ujar Ustadz Iman Setiawan Latief SHI, Ketua Persis Kota Bandung dalam siaran pers yang diterima voa-islam.com, Jum’at (27/1/2012).
Meski tidak menyoal bila ada ormas Islam yang berasaskan Pancasila, namun PERSIS menolak keras jika Pancasila dipaksakan sebagai asas tunggal ormas.

“Jika revisi RUU Ormas itu memaksakan Pancasila sebagai asas, berarti menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Hal ini bertentangan dengan akidah Islam karena asas tunggal Pancasila menjadikan ideologi Pancasila sebagai agama,” tutupnya. [taz]

Kutipan :
VOA
Jum'at, 27 Jan 2012

Prof Dadang Hawari: Pemimpin Aliran Sesat Alami Gangguan Jiwa

Prof. Dr.dr. H. Dadang Hawari

JAKARTA (VoA-Islam) – Menarik, psikiater Prof. Dr.dr. H. Dadang Hawari bicara aliran sesat ditinjau dari segi kesehatan jiwa dan agama. Menurutnya, kasus-kasus aliran sesat termasuk bidang agama dan kesehatan jiwa. Oleh karena itu, penanganannya seyogianya melibatkan tokoh agama dan psikiater.
“Untuk menghadapi permasalah tersebut, psikiater diharapkan, memiliki pengetahuan agama agar dapat membedakan keyakinan agama seseorang yang benar dengan keyakinan agama yang patalogis. Dengan pemahaman terhadap dinamika psikoreligius pasien, diharapkan pula psikiater dapat mengobati psikopatologi keyakinan pasien ke jalan yang benar.”
Demikian dikatakan Prof. Dadang kepada Voa-Islam usai mengisi kajian Majelis Taqarub Ilallah di Masjid Baiturrahman di Jl. Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, belum lama ini.

Prof Dadang mencatat, The American Psychiatric Association (APA) Committee On Religion and Psychiatry, pernah mengadakan penelitian mengenai aliran sesat keagamaan. APA Committee On Religion and Psychiatry telah bekerja selama tiga tahun meneliti gerakan pemujaan/ kultus individu dalam 20 tahun terakhir. Tidak kurang, dari 20 juta warga Amerika Serikat terlibat dalam dalam aliran sesat yang bercorak spiritual itu. Permasalahan psikososial religius ini mencapai klimaksnya secara nasional dalam tahun 1980-an.
Aliran yang dikenal dengan nama New Religion Movement (NRM) itu menebar ajaran-ajaran yang menyimpang dari mainstream atau standar baku agama induknya. Kalangan agamawan menyebutkan NRM sebagai agama sesat atau agama setan.

Gerakan Pemujaan atau NRM ini telah menimbulkan reaksi masyarakat berupa kecemasan dan ketakutan social serta protes terhadap gerakan pemujaan tersebut. Saking berbahayanya, NRM disebut-sebut FBI sebagai gerakan subversif.
Salah satu hasil dari penelitian tadi menyebutkan, NRM adalah gerakan spiritual (pseudo agama) yang ada pada para pemimpin dan pengikutnya terdapat kelainan kejiwaan (psikopatologi) dalam pemahaman dan pengamalan keyakinannya itu.
Seperti diketahui, pada awal 1970, masyarakat Amerika merasakan kebutuhan spiritual dan kerohanian dalam kehidupannya. Sejak saat itu mulai bermunculan aliran spiritual atau pseudo agama yang cukup laris merasuk masyarakat Amerika. Munculnya NRM dikarenakan ketidakpuasan masyarakat terhadap agama yang sudah ada serta ketidakpuasan mereka pada tatanan social yang berlaku.

Aliran Sesat di Indonesia
Di Indonesia, lanjut Dadang, juga terdapat banyak aliran sesat yang muncul silih berganti. Meskipun belum ada penelitian dari profesi Ilmu Kedokteran Jiwa terhadap aliran sesat, namun diperoleh kesan adanya psikopatologi dari pimpinan aliran sesat tersebut. Misalnya, pengakuan bahwa dirinya seorang Nabi, orang suci. Orang yang mendapatkan wahyu, orang yang diutus Tuhan, Imam Mahdi dan sebagainya.
Dikatakan Dadang, terdapat kelainan jiwa, salah satunya ditandai dengan adanya waham kebesaran dan keagamaan. Waham atau delusi adalah keyakinan yang tidak benar. Meskipun terdapat bukti-bukti tentang ketidakbenaran tersebut, yang bersangkutan tetap meyakininya.
 “Suatu aliran dikatakan sesat, apabila aliran itu menyimpang dari maenstrem agama induknya. Misalnya saja, ayat-ayat Al Qur’an ditafsirkan semaunya, tidak percaya pada hadits, mengkafirkan sesama muslim dan seterusnya ,” kata Dadang.

Pemimpin aliran sesat pandai memutar-balikkan ayat-ayat dengan logika palsu (pseudo-logika) dalam rangka meyakinkan para pengikutnya. Para pengikutnya adalah mereka yang sedang mengalami “kekosongan spiritual”, tidak faham tentang pokok-pokok ajaran Islam. Tetapi ada juga tokoh-tokoih intelektual Islam yang terpengaruh ajaran sesat. Benar mereka intelektual Islam, tetapi kurang memahami keislamannya.
Sambil menunjukkan buku yang ditulisnya “Aliran Sesat Ditinjau dari Kesehatan Jiwa dan Agama” (Diterbitkan Badan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). Dadang menyebut beberapa aliran sesat di Indonesia, diantaranya: Aliran Inkar Sunnah, Isa Bugis, Darul Arqam, Lembaga Kerasulan, NII-Ma’had Al Zaytun, LDII, Lia Aminuddin, Millah Ibrahim, dan Syiah yang suka mencela sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman.  Desastian

Kutipan :
VOA
Selasa, 24 Jan 2012

Wahdah Islamiyah: Kalau Mau Damai, Jangan Caci Maki Sahabat Nabi Saw




JAKARTA (Voa-Islam) - Ketua Umum Wahdah Islamiyah Muhammad Zaitun Rasmin yang sejak hari pertama mengikuti pertemuan para ulama Madura dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengaku gembira dengan kedatangan para kiai asal Madura untuk mencari penyelesaian terkait Syiah di Jawa Timur, Madura dan sekitarnya.
“Bagaimanapun juga, kita tidak ingin berita di media massa terjadi simpang siur, karena ternyata tidak semua yang diberitakan itu begitu kejadiannya. Simpang siur pemberitaan yang dimaksud adalah, mulai dari latar belakang kejadian, tuduhan adanya konflik keluarga, termasuk tuduhan adanya pembakaran pondok pesantren. Intinya, mereka menyayangkan kejadian itu sekaligus ingin meluruskan pemberitaan media massa, seolah ada pembakaran pondok pesantren,” ujar Zaitun.

Dalam pertemuan itu, mereka menjelaskan fakta di lapangan, termasuk kronologis yang terjadi di sana, tak terkecuali perkembangan Syiah sebelumnya dan pergolakannya. Hadir adik Tajul Muluk untuk menjelaskan betapa agresifnya kaum Syiah menebar ajaran sesatnya
Dan, sebetulnya sudah ada upaya pendekatan persuasif, berupa nasihat, peringatan-peringatan agar tidak mengembangkan ajaran Syiah di Madura, tapi kemudian kelompok Syiah tidak mengindahkan. Meski demikian, ulama asal Madura itu menyayangkan tindakan anarkis.
“Yang pasti, tidak satu pun ulama ahlu sunnah yang menyukai tindakan anarkisme. Di sisi lain, ulama asal Madura itu juga ingin agar masyarakat, pemerintah, tokoh organisasi, dan LSM, tidak melihat permasalahan ini sepotong-sepotong, dengan kata lain tidak hanya melihat kejadian itu saja, tapi lihat akar permasalahannya. Mungkin saja, tindakan anarkis itu karena ada provokatornya,” jelas Pimpinan Wahdah Islamiyah ini.

Kedatangan ulama Madura ke MUI Pusat, PBNU, Mahkamah Konstiutusi (Mahfud MD), DPR, dan Menag dimaksudkan untuk mencari penyelesaian, agar masalah terkait Syiah  ini bisa dituntaskan. Disamping itu, mereka juga meminta MUI Pusat untuk segera mengeluarkan Fatwa Kesesatan MUI,  mendukung Fatwa MUI Jawa Timur dan Fatwa MUI se-Madura. Menariknya, NU Jatim mendukung 100 %, Fatwa sesat Syiah.

Perlu Fatwa Sesat
Seperti diketahui, MUI Pusat telah mengurai kriteria penyimpangan ajaran Syiah. Bahkan tokoh pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari menilai Syiah adalah sesat. “Kita berharap, permasalahan ini jangan terlalu lama dibiarkan dan mengambang. Karena nantinya aparat hukum di lapangan tidak punya pegangan kalau masalah ini tidak disikapi secara tegas.”

Ustadz Zaitun yakin, bahwa MUI sebetulya serius menyelesaiakan hal ini terkait Syiah. Hanya saja ada oknum  di MUI yang bicara seolah mewakiili MUI. Ketika ditanya, apakah sebaiknya oknum MUI itu dikeluarkan saja dari MUI?
“Itu urusan pimpinan MUI, apa yg terbaik, tapi sebaiknya  diclearkan. Kita berharap, persoalan ini tidak menimbulkan friksi diantara para tokoh pimpinan MUI,” ujarnya Zaitun.

Mengenai adanya tokoh nasional yang kerap membela syiah, kata Zaitun, kemungkinan mereka menerima informasi yang tidak lengkap. Seharusnya umat Islam belajar dan mendalami tentang sejarah yang menyangkut Syiah. Selama ini, kita hanya mengetahui secara umum, sehingga ada yang mengatakan itu, bahwa Syiah itu bagian dari madzhab. Orang sering memandangnya dari sisi perasaan, berdalih atas nama HAM.
“Justru kaum Syiah hendaknya tidak menganggu kebebasan dan keyakinan orang lain, harus punya etika. Sebagai contoh,  sahabat Nabi Saw yang diagung-agungkan oleh ahlu sunnah, justru dicela, dikafirkan kelompok Syiah. Ini jelas  memicu persoalan,” tandas Zaitun.

Zaitun tidak ingin mensejajarkan Syiah dengan Ahmadiyah. Tentu, Ahmadiyah , katanya, lebih parah lagi, yakni meyakini adanya nabi setelah Nabi Muhammad  Saw. Syiah jelas-jelas mengkafirkan sahabat, murtad, padahal ini doktrin yang  salah.
“Kalau mau damai, hendaknya jangan suka mencaci dan memaki sahabat Nabi Saw. Dan kaum Syiah jangan menyebarkan ajaran Syiah di wilayah kaum Sunni (ahlu Sunnah). “
Zaitun menilai, paham Syiah ini sangat berbahaya dan mengancam NKRI. “Kalau melihat berbagai kejadian di Timur Tengah, ada perbedaan yang sangat tajam, dan nampak agresifitas Syiah di sana. Tapi kita berharap, apa yang terjadi di Timur Tengah, tidak sampai berimbas ke Indonesia. Karena hal itu tidak menguntungkan kaum muslimin.” (Desastian)  

Kutipan :
VOA
Kamis, 26 Jan 2012