Koordinator Pemikiran SINAI (Studi Informasi Alam Islmi) Cairo.
Sikapnya yang tegas, bahasanya yang lugas menunjukkan sosok yang cerdas. Pantaslah mendapat apresiasi. Indonesia butuh sosok penegak hukum pemberani. Tanpa malu-malu membubarkan kampanye ilegal faham lesbianisme liberal berkedok agama.
“Iman, kebebasan dan cinta” adalah kalimat yang ambigu, bahkan membuat ‘mabok’ pembaca. Bagaimana bisa memaknai kata iman digabungkan dengan kata kebebasan untuk melakukan praktik cinta abnormal kaum lesbian yang diharamkan oleh agama manapun di muka bumi ini.
Wajar bila masyarakat, siapapun dan dari Ormas manapun, menolak kedatangan Irshad Manji, seorang aktivis feminisme asal Kanada, Jum’at malam (4/5/2012).
Pemikir yang sehat pasti merasa “mending” acara itu bubar. Bubar sebelum terjadi aksi anarkis. Andai saja dibiarkan berlanjut, siapa yang bisa menjamin acara akan berlangsung kondusif.
Sikap tegas penegak hukum yang beradab tidak boleh dikesampingkan. Dialah, Kapolsek Pasar Minggu, Kompol Adri Desas Priyanto SH. Keberaniannya mengendalikan situasi agar tidak terjadi bentrok antara massa pemerotes dan Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Sikap itu sudah benar, karena Polisi bertugas mengayomi masyarakat. Jika ada warga negara asing (WNA) yang ingin meracuni masyarakat dengan faham-faham yang bertentangan dengan budaya negara setempat. Maka tugas polisi membubarkan acara tersebut. Bahkan bila perlu segera mengamankan orang tersebut dan mengirimnya kembali ke negara asalnya.
...Jangan berikan ruang sedikit pun kepada perusak agama. Bila perlu, bubarkan Densus 88 yang sering kali melakukan penangkapan terhadap para aktivis Islam...
Meski, sebenarnya, pihak berwajib berwewenang membubarkan acara itu karena tidak mengantongi izin, tapi petugas satu ini lebih memilih untuk memberikan himbauan kepada peserta diskusi yang menghadirkan pembicara dari luar negeri yang kontroversial.
Saya yakin, meminta izin menyelenggarakan kegiatan massif sebesar apapun tidak perlu waktu lama. Karenanya, kenapa harus ilegal. Dan yang paling penting kenapa membawa virus liberal konservatif ke dalam negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim ini. Tidakkah itu mencemari kearifan lokal budaya Indonesia?
Indonesia membutuhkan aparat yang berani dan tegas, terutama kepada aktivis liberal yang meneror budaya Indonesia dengan budaya asing yang destruktif.
Bagi seorang ‘Pancasilais’ sejati, tentu berpendapat bahwa Adri Priyanto berhak dinaikkan pangkatnya. Naik pangkat agar bisa mengambil kebijakan tegas di level yang tinggi. Jangan berikan ruang sedikit pun di bumi pertiwi ini kepada perusak budaya dan agama. Bila perlu, bubarkan Detasemen Khusus (Densus) 88 yang sering kali melakukan penangkapan terhadap para aktivis Islam.
Oleh: Masdar Helmi, Lc.
Kutipan :
voa-islam.com
Ahad, 06 May 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar