Mengingat data yang diperlukan lebih banyak berbentuk verbal, bukan
angka, maka metodelogi yang digunakan adalah kualitatif deskriptif,
dimana wawancara dengan berbagai pihak dan data-data tertulis menjadi
instrument utama.
Sebelumnya, MIUMI telah menyerahkan empat hasil riset tentang Syi’ah
kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam di
Jalan MH Thamrin 6 Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu, (16/04/2012).
Delegasi MIUMI diwakili oleh Bachtiar Nasir (Sekjen) didampingi Fahmi
Salim Zubair MA (Wasekjen), Dr Muchlis Hanafi (Wakil Ketua), dan M
Zaitun Rasmin MA (Wakil Ketua).
Empat hasil penelitian yang diserahkan MIUMI tersebut berisi, Pertama, buku tentang penelitian lapangan berjudul “Syiah di Sampang” ditulis oleh Ahmad Rafi’i Damyanti. Kedua, buku “Himpunan Fatwa dan Pernyataan Tokoh dan Ulama Indonesia” tentang Syiah. Ketiga, kumpulan dokumentasi (kliping) buku-buku Syiah Indonesia yang mencerca Sahabat dan istri Nabi SAW. Keempat, terbaru “Himpunan Fatwa Dr. Yusuf Al Qaradhawi tentang Syiah”, terbitan tahun 2009.
Empat hasil penelitian yang diserahkan MIUMI tersebut berisi, Pertama, buku tentang penelitian lapangan berjudul “Syiah di Sampang” ditulis oleh Ahmad Rafi’i Damyanti. Kedua, buku “Himpunan Fatwa dan Pernyataan Tokoh dan Ulama Indonesia” tentang Syiah. Ketiga, kumpulan dokumentasi (kliping) buku-buku Syiah Indonesia yang mencerca Sahabat dan istri Nabi SAW. Keempat, terbaru “Himpunan Fatwa Dr. Yusuf Al Qaradhawi tentang Syiah”, terbitan tahun 2009.
Riset yang ditulis oleh Akhmad Rofii Damyati, MA (salah satu anggota
MIUMI) itu mengungkap akar persoalan masalah Syiah di Sampang Madura,
diantaranya meneliti biografi Tajuk Muluk, kronologi kejadian, sebelum
kejadian, dan pasca kejadian 29 Desember 2011. Juga diungkap ihwal
pemicu utama aksi pembakaran oleh massa, ajaran Tajul yang tersebar di
masyarakat, dampak kasus terhadap masyarakat, upaya ulama dan
pemerintah, dan rekomendasi.
Pembakaran “Pesantren Syiah” di Sampang Madura, pada hari Kamis, 29
Desember 2011, secara sepintas, seolah-olah memberikan stigma negatif
pada masyakarat, ulama dan pemerintah. Orang Madura lalu dipersepsikan
tidak bisa hidup dengan berbagai perbedaan pemahaman. Ulama dianggap
tidak mampu meredam watak kasarnya masayarakat dan tidak bisa membimbing
umatnya ke arah yang lebih toleran. Intinya, ulama Madura dianggao
tidak bisa mengajarkan sikap toleransi.
Sedangkan, pemerintah dianggap lamban dan gagal menangani kasus
sosial ini. Bahkan dinilai ada pembiaran terhadap peristiwa ini.
Sejumlah media massa sudah terlanjur melokalisir masalah itu kepada
perang kepentingan dan rebutan pengaruh antara Tajul Muluk, tokoh ulama
ajaran Syiah, dengan Roies al-Hukama, adik Tajul.
Lebih-lebih dihembuskan kabar yang menyatakan, bahwa peristiwa itu
merupakan buntut dari konflik kasus asmara antara Roies dan santrinya
yang melibatkan Tajul Muluk di dalamnya.
Selengkapnya, VoA-Islam akan melaporkan hasil penelitian MIUMI tersebut dalam beberapa tulisan.
Sikap Sekjen MIUMI
Dalam kata pengantarnya, Sekjen MIUMI Ustadz Bachtiar Nasir
mengatakan, sekelompok kecil kaum Syiah hingga saat ini terus melakukan
gerakan Syiahnisasi di Indonesia. Provokasi kelompok Syiah Tajul Muluk
di Madura (Sampang) sampai gerakan taqiyyah yang menginfiltrasi
pengajian kaum urban di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia.
Gelombang pensyiahan Indonesia juga terlihat dari gerakan akademik,
dimana iming-iming beasiswa bagi kaum terdidik Indonesia untuk belajar
di Iran setelah sebelumnya mengadakan pojok-pojok Iran (Iran Corners)
di berbagai kampus di Indonesia. Akibatnya sepulang dari Iran, para
penganjur Syiah tersebut semakin gencar menyebarkan fahamnya di
lingkungan Sunni Indonesia.
Dari aspek ibadah, kata Ustadz Bachtiar, kaum Syiah Indonesia semakin
vulgar merayakan hari Asyura versi Syiah di tempat umum, bahkan ada
oknum yang bisa mengumrahkan jamaah dari Indonesia plus ziarah ke Iran
dengan biaya sangat murah dan bersubsidi tentunya. Doktrin penistaan
para sahabat dan keluarga Nabi yang dimuliakan kaum Sunni lewat
media-media massa cetak atau elektronik dan online juga sangat nampak
serangannya.
“Hal ini harus mendapat perhatian serius dari para pemimpin dan tokoh
umat untuk menjaga kedamaian dan ketentraman umat dan bangsa. Sayangnya
kaum Syiah menggunakan jargon-jargon persatuan dan kerukunan umat dalam
menyebarkan fahamnya, padahal pada saat yang sama penghinaan, bahkan
penistaan terhadap keluarga dan para sahabat Nabi terus mereka lakukan,”
ungkapnya.
source
voaislam/senin,10sep2012
voaislam/senin,10sep2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar