Untuk itu, tokoh
umat perlu diberi pembakalan tentang akidah ahlusunnah wal jamaah sesungguhnya. Jujur saja, umat ini belum sepenuhnya paham apa itu akidah ahlus sunnah.
“Hal ini bisa dilihat dari statemen sebagian tokoh Islam itu sendiri
tentang apa itu Syiah. Para tokoh Islam itu hanya ikut-ikutan membela
kasus agama Tajul Muluk tanpa tahu persoalan sesunguhnya, hanya karena
satu logika, minoritas ditekan oleh kelompok mayoritas. Ini logika yg
salah,” ujar Ustadz Bachtiar yang ditemui VoA-Islam di AQL Islamic
Center, Jakarta, kemarin malam.
Menurut Ustadz Bachtiar, pemerintah terlalu menyederhanakan
persoalan. Kasus Sampang, sesungguhnya bukanlah persoalan keluarga.
Karenanya, konflik ini bisa diselesaikan dengan mengurai akar
masalahnya, bukan hanya asapnya saja.
“Bila kita membuka mata di dunia ini, akar masalah kasus Sampang bisa
dilihat dari apa yang terjadi di Irak, Bahrein, Yaman, Tunisia, Mesir,
dan kini Syiria. Jujur, di Indonesia, Syiah sudah bergerak ke arah
sana.
Karenanya, pemerintah Indonesia harus jernih melihat permasalahan
ini, dimana kaum Syiah di Indonesia berupaya untuk men-Syiahkan kaum
Ahlus Sunnah di Indonesia.”
Harus diakui, ada perkembangan masif orang Syiah di Sampang yang
membuat orang Sunni di sana tidak siap menerima perkembangan yang begitu
cepat. Akhirnya, orang Sunni di Sampang mengekspresikan dirinya dengan
“bahasa Madura” lewat Carok.
Disinilah, peran pemerintah, lanjut Ustadz Bachtiar, harus memanggil
Sunni dan Syiah setempat untuk mendudukan masalah secara jernih, sebelum
munculnya kasus Sampang Jilid III. Jika pemerintah menutup mata, bukan
tidak mungkin, akan menjadi bom waktu, sehingga konflik menjadi lebih
besar.
“Untuk memelihara perdamaian di Indonesia, kita harus menyadari,
Syiah memang sudah lama ada di Indonesia. Bahkan di dunia, telah ada
1.000 tahun lalu. Namun, yang perlu disepakati adalah menyepakati
batas-batas demarkasi. Kongkritnya, pertama, orang Syiah tak perlu
berpikir men-Syiah orang Sunni, atau sebaliknya,” katanya.
Orang Sunni tahu, kaum Syiah suka mencela sahabat di ranah publik.
Tentu saja, hal itu akan membangkitkan emosi orang Sunni. Jadi,
solusinya biarkan Syiah berada di wilayahnya sendiri, dalam hal ini
berkembang di daratan Persia atau Iran. Mengingat, Indonesia sejak awal
berakidah Sunni. Selama proses Syiahisasi terus dilakukan, maka
selamanya keonaran akan terus terjadi.
Bantah Ada Zionis & Saudi di Sampang
Ustadz Bachtiar Nasir juga menegaskan, hentikan statemen-statemen
tokoh yang mengkait-kaitkan, ada Saudi Arabia dan Zionis di Sampang.
“Ini statemen yang berlebihan, tidak factual, terlampau emosional dan
tidak punya dasar sama sekali. Pernyataan itu merupakan kesalahan besar
yang hanya memperkeruh masalah.”
Apa yang terjadi di Sampang, sesungguhnya adalah persoalan internal
umat Islam, dimana Tajul Muluk tidak menepati janji yang telah
disepakati sebelumnya. Inilah akar masalahnya. “Selama tidak ada yang
menghujat sahabat Nabi selain Ali ra, dan tidak men-Syiahkan orang Sunni
di Indonesia atau sebaliknya, dijamin perdamaian akan tetap terjaga. NU
sebagai benteng akidah diharapkan berperan aktif untuk meredam konflik
Sampang Jilid II. Perlu digaris bawahi, Konflik Sampang, tidak ada
kaitannya dengan NU.”
Ustadz Bachtiar menduga, Tajul muluk didukung oleh sebuah kekuatan
tertentu, sehingga berani pasang badan, untuk mengembalikan anak-anak
menjadi kader Syiah di Sampang. Namun, ia tidak setuju, dengan adanya
keinginan kelompok Sunni yang hendak mengusir orang Syiah Sampang keluar
dari kampung halamannya. “Tentu saja, mengusir orang dari kampung
halaman itu ada aturan mainnya, Saya tidak bisa mengatakan boleh atau
tidak, seorang diusir dari kampung halamannya, karena ia tidak tahu
kondisi di lapangan. Terlebih, kita ini terikat dengan NKRI.”
Menyinggung keberadaan ranjau yang ditanam kaum Syiah di sana,
menurut Ustadz Bachtiar adalah sebuah strategi yang terencana. “Kelompok
Syiah itu bukan mempertahankan diri, tapi menyerang dengan cara
bertahan. Yang mencurigakan adalah darimana mereka tahu membuat ranjau,
meskipun dengan bom bondet atau bom nelayan. Saya menduga, ada yang
melatih dan membekingya. Bagaimanapun kekerasan tak pernah dibenarkan,
karena akan memicu konflik yang lebih besar lagi,” ungkap ustadz
berperawakan jangkung ini.
source
voaislam/sabtu,01sep2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar