JAKARTA – Menyikapi tindakan brutal
Densus 88 yang melakukan penangkapan dan pembunuhan terhadap aktivis
Islam yang diduga teroris, Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI)
dalam pernyataan persnya (7/1/2013) menyebut Densus 88 pembunuh dan
pembantai aktivis Islam.
Direktur Kontra Terorisme dan Kontra Separatisme PUSHAMI, M. Yusuf
Sembiring, mengatakan, sepak terjang Densus 88 kini mulai mencuat lagi
pasca menebar teror dengan menembak mati 7 “terduga” teroris dan
menangkap 4 lainnya dalam waktu 2x24 jam. Dalam salah satu penangkapan,
Densus 88 layaknya dead squad tanpa ampun membunuh 2 orang aktivis Islam di halaman Masjid Al Nur Afiah, Makasar.
Berdasarkan monitoring PUSHAMI, Densus 88 telah berulang kali melakukan abusing powers,
baik dalam penggunaan anggaran yang tidak independen. Selama ini tidak
jelas operasi besar–besaran Densus 88 yang didanai oleh negara maupun
asing tidak pernah jelas penggunaannya. Misalnya Detasemen 88, menerima
pelatihan, perlengkapan dan dukungan operasional yang luas dari Polisi
Federal Australia (AFP). Antara 2010 dan 2012 ini nilainya mencapai $
314.500 kemana semua dana tersebut.
Densus 88 juga sering kali terlibat dalam penyiksaan dan extra-judicial killings, membunuh menggunakan senjata tanpa Standard Operational Procedure (SOP) kepada “terduga” teroris yang tanpa senjata dan tanpa perlawanan. Densus 88 bersama Amerika dan Australia tidak hanya melancarkan kampanye tuduhan teroris terhadap aktivis Islam tetapi juga melakukan pembantaian khususnya terhadap aktivis Islam.
Densus 88 dengan segala fasilitasnya telah menjadi pelaku inpunitas (pelaku penghilangan nyawa yang lolos dari investigasi tanpa proses hukum) dan pelanggar HAM berat. Kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Densus 88 sampai saat ini masih berlajut dan belum ada yang bisa menghentikannya. Sampai detik ini, masih banyak praktik impunitas dalam bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh Densus 88 di dalam tahanan maupun diluar tahanan terhadap para “terduga” teroris. Lalu apa gunanya pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture) dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Penyiksaan pada 28 September 1998.
Densus 88 juga sering kali terlibat dalam penyiksaan dan extra-judicial killings, membunuh menggunakan senjata tanpa Standard Operational Procedure (SOP) kepada “terduga” teroris yang tanpa senjata dan tanpa perlawanan. Densus 88 bersama Amerika dan Australia tidak hanya melancarkan kampanye tuduhan teroris terhadap aktivis Islam tetapi juga melakukan pembantaian khususnya terhadap aktivis Islam.
Densus 88 dengan segala fasilitasnya telah menjadi pelaku inpunitas (pelaku penghilangan nyawa yang lolos dari investigasi tanpa proses hukum) dan pelanggar HAM berat. Kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Densus 88 sampai saat ini masih berlajut dan belum ada yang bisa menghentikannya. Sampai detik ini, masih banyak praktik impunitas dalam bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh Densus 88 di dalam tahanan maupun diluar tahanan terhadap para “terduga” teroris. Lalu apa gunanya pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture) dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Penyiksaan pada 28 September 1998.
Sehubungan terhadap hal - hal di atas, dengan ini kami Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI) menyatakan sebagai berikut :
1. Mendesak DPR khususnya Komisi III memanggil KaDensus 88, Bareskrim
Mabes Polri & BNPT untuk mempertanggungjawabkan tindakan
kewenangannya terhadap korban terbunuh maupun korban salah tangkap.
2. Mendesak DPR khususnya Komisi III untuk segera melakukan proses
hukum kepada KaDensus 88, Bareskrim Mabes Polri dan BNPT, karena jelas
dan tegas telah melakukan Pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana
diatur dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
dan terhadap personil Densus sebagai aparat kepolisian penegak hukum
NKRI yang telah melakukan penembakan harus ditindak tegas sebagaimana
pula diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
3. Mendesak DPR khususnya Komisi III untuk mengaudit atas Kewenangan
dalam menggunakan senjata api oleh Densus 88. Karena Densus 88 telah
melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Peraturan
Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan
Kepolisian
4. Mendesak DPR bersama PPATK untuk mengaudit anggaran Densus 88 dan
BNPT baik yang berasal dari anggaran pemerintah maupun hibah dari pihak
asing.
5. Mendesak DPR khususnya KOMISI III untuk segera seketika
merekomendasikan pembubaran Densus 88 dan BNPT yang telah tidak
menjunjung tinggi norma hukum di NKRI yang berasaskan Negara Hukum dan
aparat penegak hukum di NKRI.
source
voaislam/selasa,08jan2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar