Saat itu
anak-anak para pengikut Syi’ah yang dipondokkan ke YAPI Bangil dan
Pekalongan akan kembali pasca libur lebaran, sementara masyarakat
meyakini bahwa anak-anak tersebut tidak akan kembali lagi ke YAPI Bangil
dan Pekalongan karena dijamin biaya pendidikannya oleh Pemkab Sampang
untuk disekolahkan / dipondokkan di lembaga pendidikan dan pesantren di
sampang agar tidak tercerabut dari akar budaya, tradisi dan adat
istiadatnya setempat dan masyarakat menilai kalau mereka tetap kembali
akan menjadi kader Syi’ah dan kelak akan menjadi persoalan baru yang
lebih besar.
Karena
pemahaman masyarakat seperti tersebut diatas, maka masyarakat Karang
Gayam mencegah mereka dan secara baik menyarankan untuk kembali lagi ke
rumah, tidak ada sedikitpun kekerasan dilakukan dan masyarakat Sunni
tidak membawa senjata tajam.
“Tidak
ada perlawanan sampai akhirnya mendekati rumah Tajul Muluk. Ketika sudah
mendekati rumah Tajul Muluk ini, apa yang terjadi bapak ibu sekalian?
mereka mulai megolok-olok orang Karang Gayam, Bluuran, mereka mulai
melempari dengan batu, mereka mulai memancing emosi masyarakat Karang
Gayam,“ ungkap KH. Mochammad Yunus dalam tabligh akbar “Mengokohkan
Ahlus Sunnah” di masjid Al-Furqon DDII, Jakarta, pada Ahad (16/9/2012).
“Nah,
ketika masyarakat Karang Gayam terpancing emosi mereka mulai membuat
garis putih di depan rumah Tajul Muluk, garis putih inilah ternyata
batas antara pengikut Syiah dan umat Islam,” sambungnya.
...ranjau-ranjau yang mereka tanam meledak berhamburan kelereng-kelereng. Ada yang kena tangan seseorang sehingga tangannya putus...
Di
sinilah menurut KH. Mochammad Yunus, para pengikut Syiah menjebak umat
Islam lalu mereka terkena bom ranjau yang dipasang oleh pengikut Syiah.
"Di
dalam garis putih itu ketika mereka memprovokasi masa agar masuk,
setelah mereka masuk, apa yang terjadi? ranjau-ranjau yang mereka tanam
meledak, berhamburan kelereng-kelereng. Ada yang kena tangan seseorang
sehingga tangannya putus, ada yang masuk ke bahunya, ada yang masuk ke
kepalanya, ada yang masuk di pahanya dalam bentuk kelereng itu masih
utuh, akhirnya orang-orang pada ketakutan," bebernya.
Situasi
itu memancing masyarakat untuk meminta bantuan dan mengambil
persenjataan yang memadai untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh
komunitas Syi’ah, diantaranya dengan disuarakan lewat teriakan dan
pengeras suara yang ada di mushalla , kemudian masyarakat berdatangan
untuk memberi pertolongan dan bantuan kepada mereka sehingga terjadilah
bentrok yang tidak terelakkan diantara kedua belah pihak yang sama-sama
membawa senjata.
Ia juga
mengungkapkan sebuah misteri tewasnya seorang pengikut Syiah yang
bernama Hamamah. Ia membantah sejumlah media yang memberitakan jika
Hamamah adalah seorang perempuan.
“Terkait
dengan hamamah, ini saya cukup sedih karena di media diberitakan bahwa
orang-orang Sunni membunuh orang-orang perempuan namanya Hamamah, ini
kan naif sekali. Hamamah itu laki-laki, jadi tradisi di sana, kenapa di
dipanggil Hamamah karena anak pertamanya perempuan namanya Hamamah
sehingga dipanggil pak Hamamah, “ ucapnya.
...Ketika bentrok itu terjadi hingga Hamamah meninggal, mereka semua kebal terhadap senjata tajam, termasuk juga Hamamah...
Para pengikut Syiah termasuk Hamamah ternyata kebal senjata tajam, meski begitu Hamamah akhirnya tewas dalam bentrokan tersebut.
"Orang
ini ternyata ketika bom-bom itu meledak sama sekali tidak mencederai
tubuh orang-orang Syiah, orang-orang Sunni itu kena, jadi korbannya itu
orang-orang Sunni, ini kesaksian dari seorang bernama Ar Roih, dia
adalah tenaga paramedis dari PMI, dia merawat semua orang Sunni yang
menjadi korban. Ketika bentrok itu terjadi hingga Hamamah meninggal,
mereka semua kebal terhadap senjata tajam, termasuk juga Hamamah,"
tuturnya.
Dalam rilis hasil investigasi MUI Jawa Timur
juga diceritakan bahwa bapak Hamamah secara provokatif dan demonstratif
dengan memamerkan kekebalan tubuhnya merangsek kedalam kerumunan
masyarakat Karang Gayam dengan menyerang secara membabi buta menggunakan
senjata tajam berbentuk celurit panjang.
Masyarakat
pun melawan dengan senjata pula, yang mengejutkan tidak satupun sabetan
yang diarahkan ke tubuh bapak Hamamah mencederai tubuhnya. selanjutnya
terjadilah bentrok yang berakhir pada terbunuhnya bapak Hamamah,
disebabkan diantara masyarakat mengetahui cara menghadapi ilmu kebal
tersebut dengan cara menyerang dari belakang.
Selain itu, KH, Mochammad Yunus juga menceritakan kejadian mengejutkan yang tak pernah terungkap di media bahwa ternyata rumah Tajul Muluk yang dibakar oleh massa menimbulkan ledakan yang cukup besar, yang belakangan diketahui bahwa ledakan tersebut dipicu oleh remote control.
source
voa/rabu,19sep2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar