“Jika orang Syiah berkembang 5-10 persen, mereka mulai berani
menantang perang. Saat ini, jumlahnya pengikut Syiah di Sampang yang
hanya 143 orang saja, sudah berani menantang seluruh penduduk Madura.”
Hal itu diungkapkan Sekretaris MUI Jatim KH. Muhammad Yunus dalam Tabligh Akbar “Mengokohkan Ahlusunnah Wal Jamaah di Indonesia” di
Masjid Al Furqan Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jl,
Kramat Raya No. 45, Jakarta Pusat, Ahad (16/9), ba’da Dzuhur. Selain
itu juga dibacakan deklarasi Forpija (Forum Pemuda Islam Jakarta)
tentang Indonesia Damai Tanpa Syiah.
Hadir sebagai pembicara dalam tabligh Akbar tersebut: Habib Zein
Al-Kaff, KH. Muhammad Yunus (Sekretaris MUI Jatim yang mewakili Ketua
MUI Jatim KH. Abd. Somad), Ustadz Amin Jamaludin (LPPI), Ustadz Farid
Ahmad Okbah, dan Ustadz Bachtiar Nasir, Lc (MIUMI). Juga hadir, KH
Muhammad Al Khaththath (Sekjen FUI), Ustadz Fahmi Salim (MIUMI), dan
Ustadz Abu Jibril (MMI).
Sekretaris MUI Provinsi Jatim, KH. Muhammad Yunus, dalam orasinya,
menguak informasi sesungguhnya tentang apa yang terjadi di Sampang, Jawa
Timur. Mengingat, umat Islam di Sampang merasa terzalimi oleh
pemberitaan di media massa, yang terkesan bias, distorsif, dan memutar
balikkan fakta.
“Kami ingin tabayun dari upaya-upaya yang hendak memarginalisasi dan
mengkriminalisasi informasi, bahwa penyerang sesungguhnya adalah bukan
dari kalangan Sunni, melainkan kelompok Syiah itu sendiri. Dengan
agresif kelompok Syiah menggunakan bom molotov dan ranjau-ranjau yang
mereka tanam,” kata KH. Yunus.
Dalam kesempatan itu, KH. Muhammad Yunus menyampaikan kronologis
bentrokan Sunni- Syiah di Sampang pada 26 Agustus 2012 lalu. Ha
investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) MUI Provinsi Jatim, sudah
disampaikan kepada Polda Jatim. Bukan hanya MUI Jatim, beberapa ormas
Islam lain, seperti PWNU Jatim, TPF al Bassra juga menghasilan informasi
yang sama. Hanya KONTRAS dan LSM-LSM tertentu yang memojokkan Sunni dan
memback up kelompok Syiah.
Kiai Yunus memberitahukan, saat ini fatwa sesat Syiah yang
dikelurakan MUI Jatim didukung oleh Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB)
Jawa Timur. GUIB adalah sebuah lembaga yang beranggotakan 52 ormas Islam
di Jatim, diantaranya, PWNU Jatim, PW Muhammadiyah Jatim, Persis
Jatim, Hidayatulah, Perhimpunan al- Irsyad Jatim, DDII Jatim, FPI Jatim,
HTI Jatim , Persis Jatim, Perti Jatim, HMI Jatim, BKPRMI Jatim, FUI
Jatim, Fatayat NU Jatim, Aisyah Jatim, dan Gerakan Pemuda Ansor Jatim
dan sebagainya.
“Semoga, ini menjadi inspirasi bagi ormas Islam di Jakarta, dan
Indonesia pada umumnya. Yang jelas, sudah dua kali, GUIB mengeluarkan
pernyataan sikap terkait insiden Sampang (2011 dan 2012),” kata Kiai
Yunus yang juga Sekjen GUIB Jatim.
Dikatakan KH. Yunus, MUI Provinsi Jatim sendiri sudah melakukan
berbagai upaya untuk menggalang ukhuwah dengan sejumlah ormas Islam di
Jatim dari gangguan dan rongrongan, bahaya-bahaya, dan gerakan-gerakan
yang dapat menimbulkan disharmoni, khususnya di Jatim.
“Alhamdulillah, seluruh ormas Islam di Jatim kompak. Dari MUI Jatim,
PWNU, Muhammadiyah hingga Gubernurnya, punya pandangan yang sama terkait
hal-hal yang dapat menggangu keamanan, kerukunan dan disharmoni bangsa.
Tentu saja, diharapkan setiap persoalan yang timbul dapat diselesaikan
dengan baik.
Melanggar Kesepakatan
KH. Muhammad Yunus menginformasikan, sebelum terjadi insiden Sampang
Jilid II, sejumlah ormas Islam, pemerintah dan pihak-pihak terkait telah
membuat kesepakatan bersama untuk merumuskan Peraturan Gubernur sebagai
parameter untuk mengukur sebuah aliran keagamaan itu sesat atau tidak.
Lalu keluarlah Pergub No 55 tahun 2012.
“Mulanya, pembahasan tidak begitu mulus. Konsep yang diusulkan MUI
Jatim, PWNU, dan PW Muhammadiyah Jatim tiba-tiba dipreteli, entah siapa
yang berada dibalik itu semua. Dari usulan Pembinaan Kegiatan Keagamaan
dan Pengawasan Aliran Sesat menjadi Pengawasan Kegiatan Keagamaan dan
Aliran Sesat. Kami pun protes atas perubahan konsep itu,” tukas KH.
Yunus.
MUI Jatim, PWNU dan PW Muhammadiyah Jatim tidak setuju, jika kegiatan
keagamaan akan diawasi oleh pemerintah. Jika itu dilakukan, maka banyak
aktivis dakwah yang akan diawasi. Setelah rapat tiga kali, pembahasan
pun deadlock alis tidak ketemu.
Lalu utusan MUI Jatim (3 orang) menghadap Gubernur Jatim untuk
menyampaikan kerisauan perubahan konsep itu. Gayung pun bersambut,
Gubernur Jatim menyatakan, ada pihak yang salah menerjemahkan kebijakan
Gubernur. Alhasil, Gubernur Jatim mengeluakan Pergub No. 55 tahun 2012
sesuai yang dirumuskan MUI Jatim. Namun disayangkan, Pergub tersebut,
ketika itu belum tersosialisasi oleh media, sampai terjadi kasus Sampang
Jilid II.
Yang pasti, seluruh walikota Jatim sudah mengantongi Pergub No.55
Tahun 2012. Pada Pasal 4 dan 5 misalnya, ada point penting yang bersisi:
Setiap kegiatan keagamaan dilarang berisi hasutan , penodaan,
penghinaan, penasfiran yang menyimpang dari pokok ajaran agama yang
dianut di Indonesia, sehingga menganggu ketentraman dan ketertibam
masyarakat.
“Tapi, apa yang terjadi. Setiap hari, orang syiah menghujat sahabat Rasulullah Saw,” kata Sekretaris MUI Jatim.
Dalam pasal itu juga dijelaskan, setiap orang (Syiah) dilarang
menyebarkan luaskan paham Syiah, dan membantu ikut menyebarkan luaskan
aliran sesat itu. Untuk itu Pemerintah Daerah setempat harus
menghentikan kegiatan mereka.
Perlu digarisbawahi, suatu aliran dikategorikan sesat bila terpenuhi
kriteria dan pertimbangan dari MUI. Sehingga ketika MUI mengeluarkan
Fatwa Syiah sesat menyesatkan, maka pemerintah Jatim seharusnya sudah
melarang aliran Syiah di seluruh wilayah Jatim.
“Satu hal, pihak Syiah kerap dicitrakan sebagai warga yang minta
dibelas kasihan, kaum yang tak berdaya dan terzalimi. Kita semua
terkecoh dengan gaya komunikasi mereka yang menggiring masalah ini
dengan persoalan HAM. Padahal jelas, sudah sangat jelas, sudah ada
peraturan yang melarang aliran Syiah di Jatim,” ujar KH. Yunus.
source
voaislam/senin17Sep2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar