Kritik
lainya dari program tersebut adalah karena pemerintah dinilai telah
dikuasai oleh cara-cara berfikir yang sistematis untuk melakukan
stigmatisasi negatif terhadap umat Islam. Sehingga, masyarakat Indonesia
yang mayoritas muslim merasa perlu untuk melakukan pengamatan dalam
program Deradikalisasi tersebut.
Namun
pemerintah abai dengan realitas sosial yang dipenuhi dengan
ketidakadilan, berjalanya pemerintahan yang korup, serta berbagai
kemungkaran dan kerusakan sosial lainnya yang melekat pada masyarakat
Indonesia. Dan yang lebih ironi lagi, penanganan terorisme sarat dengan
kepentingan politik.
“Yang
menjadi permasalahan sekarang ini, ranah penanganan terorisme sekarang
ini sarat dengan kepentingan politik. Jadi tindak pidana terorisme harus
dilepaskan dari kepentingan dan tindak politik,” kata Budhi Kuswanto,
SH. anggota TPM Jawa Tengah saat menjadi pemateri dalam Seminar Hukum
Islam bertajuk “Terror Is (NOT) Me: Terorisme Dipandang dari Hukum
Islam” yang bertempat di Aula Gedung 3 Fakultas Hukum Universitas Negri
Surakarta (FH UNS), pad Minggu 1/12/2012.
Pada
acara seminar yang juga dihadiri oleh Ansyad Mbai selaku Kepala BNPT,
Budhi menyatakan kepada para peserta bahwa dalam realita yang ada disaat
proses penyelidikan dan persidangan kasus terorisme muncul dua hal yang
berbeda.
“Yang
terjadi, proses penanganan yang dilakukan oleh Densus atau BNPT memakai
cara-cara UU Terorisme, tapi pada saat di persidangan faktanya yang
diajukan adalah UU Penggunaan Senjata Api dan Bahan Peledak,” ungkapnya.
Lebih
lanjut, diapun memberi contoh dengan kasus ledakan tabung gas di sebuah
sawah di Boyolali yang dilakukan oleh bocah SMP beberapa bulan silam.
“Masih
ingat kasus ledakan tabung gas elpiji di Boyolali? Densus menerapkan UU
Terorisme pada saat penyelidikan, yang kemudian disebarkan oleh
media-media sedemikian rupa. Tapi nyatanya, UU yang dikenakan pada bocah
tersebut saat persidangan adalah UU Penggunaan Senjata Api dan Bahan
Peledak. Nah ini kan bentuk teror tersendiri kepada keluarga dalam ranah
sosial,” ucap Budhi kepada para peserta yang kebanyakan adalah
mahasiswa dan dosen UNS.
Sementara
itu, Pakar Hukum Islam FH UNS Burhanudin Harahap menilai bahwa
persoalan terorisme di Indonesia tidak akan selesai selama pemerintahan
masih diwarnai kemungkaran.
“Masalah
terorisme tidak bisa diselesaikan melalui program-program BIN dan BNPT,
selama pemerintah tidak menjalankan sistem pemerintahan yang adil,”
ujarnya.
Menurut
Burhanudin, pemerintah sangat dipengaruhi oleh logika-logika berfikir
orang Barat, oleh karenanya pemerintah selalu curiga terhadap setiap
upaya untuk memperjuangkan Islam untuk ditegakkan di dalam kehidupan.
“Hukum Indonesia banyak mendapat tekanan dari Barat,” ungkapnya.
Burhanudin
menyimpulkan bahwa sebab utama persoalan terorisme adalah keadaan umat
Islam yang terus bertubi-tubi mengalami pelecehan, penghinaan dan
realitas kehidupan masyarakat yang bertengtangan dengan ajaran Islam,
sementara di satu sisi, negara dianggap membiarkan keadaan dan tidak
mengambil tindakan terhadap kemaksiyatan yang bertentangan dengan ajaran
Islam. Maka sebagaian orang mengambil reaksi dengan melakukan tindakan
yang dianggap sebagai terror.
“Persoalan
ini tidak akan berakhir tanpa adanya upaya negara untuk menghilangkan
sebab-sebab yang ada di dalam realitas bernegara,” kesimpulanya di
hadapan para panelis dan audien.
source
voaislam/rabu,05dec2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar