JAKARTA – Hari ini, ba'da shalat
Jum'at(11/5) Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM)
Mahendradatta bersama Forum Umat Islam (FUI) mendatangi Propam Mabes
Polri, untuk menyampaikan pendapat hukum bahwa pembubaran diskusi
Irshad Manji oleh Kapolsek Pasar Minggu adalah sah. Kedatangan TPM dan
FUI adalah bentuk pembelaan terhadap kedua perwira polisi yang sukses
membubarkan diskusi Irshad Manji di Komunitas Salihara, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan.
Menurut TPM dan FUI, pembubaran diskusi tokoh feminis-lesbian Irshad
Manji di Komunitas Salihara, Jalan Salihara, Pasar Minggu, pada Jumat
malam lalu (4/5/2012) secara hukum adalah sah. Kapolsek Pasar Minggu
sebagai pejabat yang memiliki kekuasaan dalam menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat memang memiliki wewenang untuk itu.
Sebelumnya, Kamis (10/5) kemarin, pasca dibubarkannya diskusi buku
yang menghadirkan tokoh lesbi Irshad Manji di kawasan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan, Komunitas Salihara melaporkan dua perwira Polri ke
Divisi Propam (Profesi dan Pengamanan)) Mabes Polri. Dua pejabat yang
dilaporkan itu adalah Kapolsek Pasar Minggu Kompol Adri Desas Furyanto
dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Imam Sugiyanto.
Seperti diberitakan sebelumnya, diskusi buku "Allah, Liberty and
Love" di Komunitas Teater Salihara pada Jumat malam lalu dibubarkan oleh
Kapolsek Pasar Minggu Kompol Adri Desas Furyanto, SH dan Kapolres
Jakarta Selatan Kombes Pol Imam Sugiyanto, bersama sejumlah warga yang
resah dan terganggu akibat diskusi tersebut.
Kapolsek membubarkan acara yang juga dihadiri sejumlah pentolan liberal seperti Goenawan M, Guntur Romli dan Ulil Abshar Abdalla, ketika acara telah berlangsung selama 15 menit. Irshad Manji akhirnya dievakuasi oleh aparat keamanan.
Direktur Program Komunitas Salihara, Nirwanto Dewanto di Mabes Polri, Kamis (10/5) kemarin, kepada pers mengatakan, Kepolisian telah memihak secara tidak adil kepada kelompok yang ingin membubarkan diskusi buku Irshad Manji yang berjudul “Allah, Love, Liberty”.
Nirwanto menjelaskan, polisi bertindak tidak professional dengan membubarkan diskusi yang sedang dilaksanakan. Padahal diskusi adalah hak warga negara yang dijamin oleh UUD 45. “Aparat telah melakukan intimidasi dengan mengatakan, jika diskusi tidak bubar, Kapolsek tidak menjamin keamanan di lokasi.”
Sepertinya, sia-sia apa yang dilaporkan Komunitas Salihara. Karena polisi sudah bertindak benar, yakni membubarkan diskusi tersebut, karena diskusi tersebut dinilai telah mengganggu keamanan setempat. Itulah sebabnya dua perwira polisi itu memiliki wewenang untuk mengamankan wilayahnya, sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Jum'at, 11 May 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar