Informasi ini disampaikan oleh Ketua FUI Sumut , Sudirman Timsar
Zubil saat berkunjung ke Jakarta, dan ditemui Voa-Islam di Masjid
At-Tin, Jakarta, belum lama ini.
Seperti diketahui Masjid At-Thoyyibah yang berlokasi di Jl.
Multatuli, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimon, Masjid At Thoyyibah
dibongkar 10 Mei 2007 lalu, usai shalat Dzuhur dan diganti dengan ruko
oleh PT MIL. Peristiwa ini mengundang reaksi warga dengan mengajukan
gugatan kepada PT MIL, Pemko Medan, MUI Kota Medan dan Poldasu.
Kasus dengan gugatan perkara perdata dan pidana ini pun berlanjut
hingga ke meja hijau. Sejumlah kesaksian dihadirkan dalam PN Medan.
Kabarnya, PN Medan sudah memutuskan: menolak gugatan masyarakat atas PT.
MIL, dengan alasan tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam
merobohkan masjid tersebut.
Atas keputusan PN Medan, Timsar Zubil menilai keputusan itu tidak
adil. Sejak awal, kata Timsar, pihak kepolisian tidak mau memproses
laporan masyarakat terkait preman bayaran yang dikerahkan PT. MIL.
“Hakim yang menolak gugatan masyarakat, harusnya diperiksa oleh Komisi
Yudisial, karena jelas-jelas merugikan masyarakat,” ujarnya.
Kecewa atas penolakan gugatan PN Medan, sejumlah elemen umat Islam
menyatakan banding. Saat ini dalam proses dan tengah menunggu Keputusan
Kasasi dari Mahkamah Agung.
Legitimasi MUI Kota Medan
Dikatakan Ketua FUI Sumut, hingga kini, umat Islam Kota Medan terus
berjuang agar Masjid At-Thoyyibah (seluas 9x17 meter persegi) yang
dirobohkan pihak pengembang, segera dibangun kembali di lokasi yang
lama.
Dikatakan Timsar Zubil, Masjid At-Thoyyibah dibangun pada tahun 1947,
mulanya merupakan musholla. Kemudian pada tahun 1953, menjadi bangunan
masjid dan diresmikan oleh seorang ulama di kota medan, KH. Sayyuti
Noor.
Pada 2003, PT MIL mulai merencakan pembangunan ruko di sekitar Jl.
Multatuli, dengan mengorbankan bangunan masjid tersebut untuk digusur
dan dipindahkan ke tempat lain. “Sejak itulah terjadi gangguan dan teror
terhadap jamaah masjid,” ujar Timsar.
Pihak pengembang bahkan tidak segan-segan mengerahkan preman bayaran
untuk mengintimidasi masyarakat agar mau pindah diganti dengan harga
rendah. Ketika penggusuran mengarah ke Masjid at-Thoyyibah, pihak
pengembang dihadang oleh sejumlah elemen masyarakat, khususnya umat
Islam di Kota Medan.
Agar pembongkaran masjid berjalan mulus, PT. MIL selaku pengembang
berupaya mengantongi legitimasi dari MUI Kota Medan, Pemko Medan, Polda
Sumatera Utara (Poldasu). Dengan legitimasi dari Fatwa MUI Kota Medan,
PT. MIL pun merasa berhak untuk membongkar masjid, padahal masjid itu
adalah tanah wakaf yang tidak boleh dipindahkan, apalagi dijual.
Terkecuali ada syarat syar’i. Jadi bukan untuk kepentingan pengembang.
Sempat terjadi pertemuan antara pihak yang ingin masjid dipertahankan
dan pihak yang menyetujui masjid dipindahkan. Terjadi kesepakatan,
masjid tidak boleh dipindah. Namun, PT. MIL diam-diam membuat tim khusus
untuk meninjau kembali atas status masjid tersebut.
Tim ini mendorong usulan oknum nazir masjid yang didukung oleh 21
orang warga untuk menyetujui pembongkaran masjid, sekaligus menyetujui
masjid pengganti. “Aneh, permintaan oknum 22 orang ini didengar, tapi
ratusan warga yang menginginkan masjid ini bertahan malah diabaikan.”
Diakui Timsar, semula FUI Sumut dan FPI Medan bergandengan tangan
dalam menyikapi kasus Masjid At Thoyyibah, tapi FPI Medan tidak lagi
ikut bergabung, dengan alasan FPI Pusat meminta agar FPI Medan tidak
ikut campur dan menyerahkan sepenuhnya pada Fatwa MUI Kota Medan terkait
masjid tersebut. “Ini sebuah kekeliruan, jika menyerahkan sepenuhnya
pada fatwa MUI Kota Medan yang kami nilai sesat,” kata Timsar.
Sebelumnya, Ketua Komisi MUI Kota Medan dalam pertemuan di kantor MUI
Kota Medan (23 April 2007) menyatakan pendapatnya: “Jangan dulu masjid
At Thoyyibah lama dibongkar, dan jangan pula masjid baru pengganti
diresmikan sampai ada keputusan dari Mahkamah Agung mengenai Kasasi yang
diajukan oleh masyarakat.”
Akan tetapi, hanya berselang 3 hari kemudian, pada 26 April 2007
keluarlah fatwa MUI Kota Medan yang beliau sendiri turut
menandatanganinya, dan fatwa inilah yang dijadikan alasan pembenaran
oleh Direktur PT. MIL untuk merobohkan masjid At-Thoyyibah.
“Awalnya kita sambut takbir, ketika diserukan agar masjid tidak
dirobohkan. Tapi begitu fatwa MUI Kota Medan keluar, kita kecewa. Kami
menilai Fatwa MUI Kota Medan itu sesat. Selain terdapat manipulasi data,
fatwa MUI itu tidak sesuai dengan petimbangan syar’I,” kata Timsar
Zubil.
Dalam sebuah pertemuan belum lama ini, mereka menyadari ada
kekeliruan dalam Fatwa MUI. Sehingga terjadi kesapakatan untuk membangun
kembali Masjid At-Thoyyibah di lokasi semula. Namun dikatakan Timsar
Zubil, pertemuan itu baru sebatas pernyataan alias pepesan kosong.
“Seharusnya dibuat pernyataan secara tertulis yang ditandatangani
oleh masing-masing pihak. Dengan begitu, dapat membatalkan fatwa MUI
Kota Medan yang dinilai sesat,” kata Timsar.
source
voaislam/senin,24sep2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar