“Barangsiapa
melihat kemunkaran, hendaklah merubah dengan tangannya, jika tidak
mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan
yang demikian itu tingkatan iman yang paling lemah”. (Hadist Riwayat Muslim).
Masihkah hati, mata, dan telinga, tidak mampu melihat kehidupan yang
ada sekarang? Apakah hati, mata, dan telinga, sudah benar-benar
tertutup dan terkalahkan oleh kemunkaran? Sehingga, kemunkaran menjadi
terpuji, dicintai, dan digandrungi, dan menjadi tujuan hidup? Mengapa
hati, mata, dan telinga, sudah tidak sedikitpun sensitif, ketika melihat
kemunkaran?
Mengapa kemunkaran menjadi idola, menjadi kenikmatan hidup, dan
menjadi bagian hidup? Sehingga, seluruh indera dan pisik, hanya
diarahkan menuju kepada kemunkaran. Kemunkaran dan kedurhakaan dikejar,
dibela, dan bahkan ditegakkan dalam kehidupan. Melakukan kemunkaran
diyakini sebagai jalan hidup. Melakukan kemunkaran sebagai pilihan
hidup.
Karena itu, bangsa dan umat ini tenggelam dalam kemunkaran, dan
dosa-dosa besar, yang tak terhitung lagi. Tidak berani menolak terhadap
dosa-dosa besar. Tidak berani melarang, meninggalkan, dan memusuhi
kemunkaran. Tetapi, bersatu dengan kemunkaran, dan hidup dengan
kemunkaran. Menjalin dan bersekutu dengan kemunkaran. Semuanya dianggap
sebagai jalan hidup.
Semua ulama secara ijma’ sepakat menolak kemunkaran hukumnya wajib.
Tidak ada selisih diantara para ulama dan fuqaha. Maka, setiap Muslim
dan Mukmin wajib memberantas kemunkaran yang ada. Baginda Rasulullah
Shallahu Alaihi Wassalam memerintahkan dengan tangan (kekuatan), kalau
tidak mampu dengan lisan, dan kalau tidak mampu dengan hati. Artinya,
hatinya harus menolak terhadap kemunkaran, dan membencinya.
Bagaimana kalau ada ulama yang terang-terangan mengatakan, bahwa
sejuta setan Lady GaGa, tidak akan mempengaruhi umatnya dan pengikutnya?
Di mana kewajiban menegakkan amar ma’ruf nahi munkar?
Padahal penyanyi yang berasal dari Amerika Serikat itu, pasti akan
mengajak kepada kemunkaran. Sekurang-kurangnya melalaikan bagi
orang-orang yang datang melihat konser, dan berapa banyak orang yang
menonton konser itu, kemudian meninggalkan kewajiban shalat?
Memberantas kemunkaran dan mengingkari kemunkaran itu fardhu ‘ain
(kewajiban), yang sifatnya mutlak. Melalui hati mengetahui hal-hal yang
ma’ruf (kebaikan), dan mengingkari kemunkaran melalui hati sebagai
fardhu ‘ain bagi Muslim dan Mukmin dalam kondisi apapun. Barangsiapa
yang tidak dapat membedakan antara kebaikan dengan kemunkaran, maka
manusia itu akan celaka. Barangsiapa yang mengetahui kemunkaran, tetapi
tidak mengingkarinya, maka ini menjadi pertanda hilangnya iman.
Seorang shahabat Ali rodhiyallahu anhu, mengatakan,
“Jihad
menjadi kunci pertama kemenangan kalian, adalah jihad dengan tangan,
lalu dengan lisan, lalu dengan hati. Barangsiapa yang tidak mengetahui
yang baik, dan tidak mengingkari dengan hatinya kemunkaran yang terjadi,
maka ia akan kalah. Sehingga, kondisi pun berbalik, yang diatas menjadi
dibawah”. Maknanya, kemunkaran akan menguasai kebaikan yang ada pada Muslim dan Mukmin.
Shahabat Ibnu Mas’ud rodhiyallahu anhu mendengar seorang laki-laki berkata,
“Celakalah orang yang tidak melakukan amar
ma’ruf dan nahi munkar”. Mendengar hal itu, Ibnu Mas’ud lalu berkata,
“Celakalah orang yang hatinya tidak mengenal kemunkaran”.
Sesungguhnya, mengingkari kemunkaran dengan hati itu dalam kondisi
lemah. Tidak seharusnya Muslim dan Mukmin hanya mampu melihat
kemunkaran, hanya mampu mengingkarinya hanya dengan hati. Karena itu,
selemah-lemahnya iman. Kalau hanya mengingkari dengan hati saja sudah
tidak mampu, lantas apa yang akan diperbuat oleh Muslim dan Mukmin di
negeri ini ketika melihat begitu banyak kemunkaran? Hanya berdiam diri?
Abu Sa’id al-Khudri rodhiyallahu anhu berkata, bahwa
Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, bersabda,
“Pada hari kiamat,
Allah Azza Wa Jalla akan bertanya kepada seseorang, “Apa yang
menghalangimu untuk memberantas kemunkaran yang kamu lihat?” Lalu, Allah
mengajarkan, “Ya Rabbi, saya mengharap pengampunan- Mu, dan saya takut
musibah yang akan menimpaku, atau hartaku”. (Hadist Riwayat : Ahmad dan
Ibnu Majah).
Bagaimana kalau kita sehari-hari melihat dosa besar, dan manusia
(orang) itu ridha terhadap dosa itu, maka sama artinya manusia (orang)
itu telah melakukannya dosa besar.
Al-Urs bin Umair rodhiyallahu anhu,
Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam,bersabda :
“Jika satu kemaksiatan dilakukan
dimuka bumi, maka orang yang mengetahui, tapi membecinya, seperti orang
yang tidak mengetahuinya. Sedangkan orang yang melihat dan mendengar
dan merestuinya, maka ia seperti orang yang melihatnya”. (Hadist Riwayat
Abu Dawud).
Bagaimana bila jutaan Muslim dan Mukmin, yang hari ini, kemudian
hati, mata, dan telinganya melihat begitu banyak kemunkaran, dosa
besar, sedangkan tangannya tak sedikitipun tergerak, lisannya terkunci
rapat, dan hatinya mati, tak tersentuh sedikitpun?
Masih adakah iman yang tertanam di dalam hati dan dada mereka?
Sungguh sangat menyedihkan melihat Muslim dan Mukmin di negeri ini,
yang berkompromi dengan segala kemunkaran dan dosa. Sampai kapan semua
ini? Wallahu’alam.
Kutipan :
VoA-Islam
Kamis, 24 May 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar