Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga, para sahabatnya, dan umatnya yang senantiasa berpegang dengan sunnah-sunnahnya.
Pagi-pagi buta sampai kabar kepada kami,
tadi malam ada kerusuhan antara Sunni-Syi'ah di Puger, Jember. Kabar
yang dikirimkan seorang Ustad Alumnus Al-Azhar, Kairo menyebutkan,
"Sekitar habis Maghrib, 7 orang Syi'ah mendatangi 4 orang Sunni yang
berencana mengadakan pengajian tanggal 7 Juni besok dengan pembicara
Habib Muhdhor al-Hamid, ulama Sunni yang anti Syi'ah. ketujuh orang
Syi'ah tersebut meminta agar pengajian Ustadz Muhdhor digagalkan.
Akhirnya terjadi perang mulut dan berakhir dengan pembacokan oleh
orang-orang Syi'ah terhadap orang Sunni, sampai berdarah-darah."
"Setelah pembacokan, massa berdatangan.
Akhirnya 7 orang Syi'ah itu kabur. 2 sepeda motor mereka ada yang
tertinggal, kemudian dibakar massa. Tadi malam 2 orang Syi'ahnya sudah
tertangkap Polisi," kelanjutan pesan yang dikirim kepada kami.
Sebenarnya konflik Sunni–Syi'ah bukan
persoalan baru. Sejak beberapa abad yang lalu sudah terjadi. Hal itu di
antara sebabnya, karena prinsip dari ajaran Syi'ah yang bersifat
antagonis dan kemarahan terhadap pihak yang berseberangan paham dari
kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Mereka, kaum Syi'ah menghina dan
mengafirkan Abu Bakar as-Sidiq, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan,
dan mayoritas sahabat Nabi Ridhwanullah 'Alaihim.
Kebencian
terhadap para sahabat tadi berimbas dan diberlakukan kepada siapa saja
yang loyal kepada mereka. Bahkan takfir (hukum kafir) kepada sahabat
juga mereka berlakukan kepada umat yang mencintai dan mengikuti mereka,
khususnya dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Masyarakat muslim Indonesia mayoritas
bermadhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (Sunni). Maka saat faham Syi'ah
berkembang di negeri ini dan semakin banyak pengikutnya gesekan pasti
tak bisa dihindarkan. Dan terlebih ajaran Syi'ah sendiri mengajarkan
untuk menunjukkan kebencian kepada Ahlus Sunnah. Contoh kasusnya seperti
penyerangan terhadap Pesantren Syi’ah YAPI di Desa Kenep, Kecamatan
Beji, Kabupaten Pasuruan, pada Selasa (15/2/2011), beberapa knflik di
Jember dan tempat lainnya.
Biasanya saat terjadi perseteruan antara
Sunni-Syi'ah selalu yang dianggap tidak toleran adalah kelompok
mayoritas. Padahal tidak demikian. Sebaliknya, ajaran akidah Syi'ah-lah
yang mengajarkan untuk memusuhi dan membenci kelompok mayoritas. Bahkan
sampai menghalalkan darah dan harta mereka, seperti menyikapi orang kafir harbi.
Sehingga jika ingin terjadi hubungan yang harmonis, kelompok Syi'ah
harus meninggalkan ajaran mereka yang menghina ajaran dan keyakinan kaum
muslimin Ahlus Sunnah.
Berikut ini kami paparkan akidah dan
ajaran syi’ah –yang tergolong minoritas- terhadap Ahlus sunnah yang
menjadi mayoritas? Apakah ajaran golongan minoritas tersebut tidak
berisi kebencian dan pengafiran terhadap selain mereka, khususnya
Ahlussunnah wal Jama’ah? Mari kita melihat bagaimana ajaran Syi’ah
terhadap Ahlus Sunnah dari kitab-kitab yang ditulis para ulama Syi’ah
dan diakui sebagai rujukan agama mereka.
Akidah Syi’ah Terhadap Ahlussunnah
Akidah Syi’ah terhadap kaum muslimin
Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah akidah kebencian dan cacian, bahkan
sampai pengafiran dan penghalalan darah dan harta.
Menurut keyakinan
mereka, kekufuran Ahlus Sunnah lebih besar daripada kekufuran Yahudi dan
Nashrani. Kenapa bisa begitu? Menurut mereka, kekafian Yahudi dan
Nashrani adalah kekafiran asli, sedangkan kekafiran ahlus sunnah adalah
karena murtad. Dan menurut ijma’, kekafiran karena murtad lebih besar
daripada kekafiran asli.
Berikut ini kami sebutkan beberapa
keyakinan mereka tentang Ahlus Sunnah yang berasal dari ucapan
ulama-ulama mereka yang tertulis dalam kitab-kitab mereka sendiri.
1. Syaikh Husain bin Ali ‘Ushfur al-Darari al-Bahrani dalam kitabnya, al-Mahasin al-Nafsaniyyah fii Ajwibah al-Masaa-il al-Khurasaaniyyah, hal. 17: Orang-orang Syi’ah menggelari orang-orang Sunni atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dengan al-Naashibah. Menurut keyakinan Syi’ah, mereka lebih najis daripada anjing dan lebih kufur daripada Yahudi dan Nashrani.
Dia mengatakan,
بَلْ أَخْبَارُهُمْ عَلَيْهِمُ السَّلامُ تُنَادِي بِأَنَّ النَّاصِبَ هُوِ مَا يُقَالُ لَهُ عِنْدَهُمْ سُنِّياًّ
“Bahkan kabar-kabar dari mereka
(para imam) 'alaihis salam menyerukan bahwa yang dimaksud al-Nashib
adalah yang dikenal dikalangan mereka dengan Sunni.”
2. Al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar, Juz: 101, hal. 85: Abu Abdilllah berkata:
“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala
terlebih dahulu melihat orang-orang yang menziarahi kuburan Husain bin
Ali pada sore hari ‘Arafah.” Beliau ditanya, “(Apakah) sebelum melihat
orang-orang yang sedang wukuf?” Beliau menjawab, “Ya.” Beliau ditanya
lagi, “Bagaimana bisa begitu?” Beliau menjawab,
لِأَنَّ فِي أُولَئِكَ أَوْلادُ زِنَا ولَيْسَ فِي هَؤُلَاءِ أَوْلادُ زِنَا
“Karena di tengah-tengah mereka
(orang-orang yang wukuf di Arafah) terdapat anak-anak zina, sedangkan di
tengah-tengah mereka (peziarah kuburan Husain) tidak ada anak-anak
zina.”
3. Al-Kulaini, dalam al-Raudhah min al-Kaafi, Juz 8, hal. 285, menyebutkan
sebuah riwayat dari Abu Abdillah yang berkata kepada Abu Hamzah:
وَاللهِ يَا أَبَا حَمْزَةَ، إِنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَوْلادُ زِنَا مَا خَلا شِيْعَتُنَا
“Demi Allah hai Abu Hamzah, sesungguhnya manusia seluruhnya merupakan anak-anak pelacur kecuali Syi’ah kita.”
4. Muhammad al-Tijani, dalam kitabnya al-Syi'ah Hum Ahlus Sunnah, hal. 161, lebih terang-terangan lagi menyatakan
bahwa al-Nawasib (yang mereka kafirkan dan musuhi) adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dia berkata,
وَعُنِيَ
عَنِ التَّعْرِيْفِ بِأَنَّ مَذْهَبَ النَّوَاصِبَ هُوَ مَذْهَبُ ((أَهْلِ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ)) فَنَاصِرُ مَذْهَبِ النَّوَاصِبِ
اَلْمُتَوَكِّل هُوَ نَفْسُهُ (( مُحْيِي السُّنَّةِ )) فَافْهَمْ
“Dan tidak membutuhkan pengenalan
lagi bahwa madhab al-Nawashib adalah madhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Dan al-Mutawwil adalah pembela madhab Al Nawashib, dia itu sendiri yang
bergelar muhyis sunnah (pengidup sunnah), maka pahamilah.”
Menurut keyakinan al-Tijani, mayoritas Ahlus Sunnah wal Jama'ah-lah yang menyimpang dari keluarga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Ia menjuluki al-Mutawwil sebagai tokoh utama al-Nawashib (yang
memusuhi) Ali dan Ahlul Bait. Bahkan kedengkiannya sudah sampai
membongkar makam Husain, melarang menziarahinya, dan membunuh
orang-orang yang menggunakan nama Ali.
Al-Khawirizmi dalam Rasail-nya
menyebutkan bahwa al-Mutawakkil tidak akan memberikan harta atau bantuan
kecuali kepada orang yang mencela keluarga Ali bin Abi Thalib dan
membela madhab al-Nawashib.
(Namun ini merupakan tuduhan semata dari
al-Tijani yang menunjukkan kedengkian dan kebenciannya terhadap kaum
muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah).
5. Muhammad al-‘Ayasyi, dalam tafsirnya al-‘Ayasyi,
Juz 2, hal. 398, menukil riwayat dari Ibrahim bin Abi Yahya. Dari
Ja’far bin Muhammad, ia berkata:
“Tidaklah seseorang dilahirkan kecuali
ada satu Iblis yang mendatanginya. Jika Allah mengetahui bahwa dia dari
Syi'ah kami, maka Allah akan menghijabinya dari syetan itu. Dan jika
bukan dari Syi'ah kami, maka syetan akan menancapkan jari telunjuknya di
duburnya, lalu ia akan menjadi orang yang buruk, oleh karenanya zakar
keluar di depan. Dan jika ia seorang perempuan, syetan akan menancapkan
jari telunjuknya di kemaluannya sehingga ia menjadi pezina. Di saat
itulah seorang bayi akan menangis dengan kencang jika ia keluar dari
perut ibunya. Dan setelah itu, Allah akan menghapus dan menetapkan apa
yang dikehendaki-Nya, dan di sisi-Nya lah terdapat Ummul kitab.”
6. Ni’matullah al-Jazairi, dalam al-Anwar al-Nu’maniyah,
2/307:
Bahwa Syi’ah menghalalkan darah dan harta Ahlus Sunnah wal
Jama'ah, yakni membunuh dan merampas harta mereka. Diriwayatkan oleh
al-Shaduq, ia bertanya kepada Abu Abdillah, “Apa pendapat Anda tentang
membunuh orang al-Nashib (Ahlus Sunnah)?” Ia menjawab, “Darahnya halal
(boleh membunuhnya), tetapi aku khawatir atas (keselamatan)-mu. Jika
kamu bisa, robohkan dinding (timpakan) atasnya atau kamu tenggelamkan di
air supaya tidak bisa memberikan kesaksian (yang memberatkan) atasmu,
maka lakukanlah.” Aku bertanya lagi, “Apa pendapat Anda dalam hartanya?”
Ia menjawab, “Ambillah hartanya semampumu.”
7. Ni’matullah al-Jazaairi, dalam Nuur al-Barahin,
hal. 57, bahwa
firqah-firqah yang menyelisihi Firqah Imamiyah,
berdasarkan nash-nash yang banyak sekali, menunjukkan mereka kekal di
neraka. Dan ikrar syahadat mereka tidak bermanfaat sedikitpun kecuali
dalam penjagaan darah dan harta mereka serta pelaksanaan hukum-hukum
Islam yang berlaku bagi mereka.
Catatan Penulis: Bagi
Syi'ah, seluruh kaum muslimin adalah Nawashib, karena mereka tidak
mendahulukan Ali atas Abu Bakar dan Umar, kecuali Syi'ah saja.
8. Yusuf al-Bahrani, dalam al-Hadaa-iq al-Nadhirah fi Ahkaam al-‘Ithrah al-Thaahirah,
hal. 136 dalam Bab “Orang yang menyelisihi (Syi’ah), hakikatnya bukan
orang Islam.
Dan sesungguhnya orang yang menyelisihi (Syi'ah) sebenarnya
adalah kafir.” Ia tidak membedakan antara kufur kepada Allah dan kufur
kepada para imam, dengan alasan bahwa imamah termasuk masalah ushuluddien
(pokok agama) berdasarkan nash ayat dan hadits yang sangat jelas. Di
antaranya pernyataannya, “Pertama: engkau telah mengetahui bahwa orang
yang menyelisihi (Syi'ah) adalah kafir, tidak memiliki bagian dalam
Islam dari berbagai sisinya, sebagaimana telah kami pastikan dalam kitab
kami al-Syihab al-Syaqib.”
Catatan Penulis:
Beginilah Syi’ah dengan mudahnya menisbatkan kekafiran kepada orang yang
mereka sebut sebagai wahabiyyin. Jangan heran jika mereka sangat
membenci dan suka menghina Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena memang
beginilah ajaran agama mereka.
. . .engkau telah mengetahui bahwa orang yang menyelisihi (Syi'ah) adalah kafir, tidak memiliki bagian dalam Islam dari berbagai sisinya, sebagaimana telah kami pastikan dalam kitab kami al-Syihab al-Syaqib. . .
(Ulama Syi'ah Yusuf al-Bahrani, dalam al-Hadaa-iq al-Nadhirah fi Ahkaam al-‘Ithrah al-Thaahirah)
9. Muhammad bin al-Hasan al-Thusi, dalam kitabnya Tahdziib al-Ahkaam:
3/197, menyebutkan: Imam mereka (Abu Abdillah), ikut menyalatkan
jenazah orang munafik (yang mereka maksud adalah Ahlus Sunnah,- red),
tapi ia melaknatnya, isi doanya:
اَللهُ
أَكْبَرُ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلاناً عَبْدَكَ أَلْفَ لَعْنَةٍ
مُؤْتَلَفَةٍ غَيْرَ مُخْتَلَفَةٍ اللَّهُمَّ اخْزِ عَبْدَكَ فِي عِبَادِكَ
وَبِلادِكَ وَأَصِلْهُ حَرَّ نَارِكَ وَأَذِقْهُ أَشَدَّ عَذَابِكَ
فَإِنَّهُ كَانَ يَتَوَلَّى أَعْدَاءَكَ وَيُعَادِيْ أَوْلِيَاءَكَ
وَيُبْغِضُ أَهْلَ بَيْتِ نَبِيِّكَ
“Allahu Akbar, Ya Allah laknatlah
fulan hamba-Mu dengan seribu laknat yang terkumpul, bukan terberai. Ya
Allah, hinakanlah hamba-Mu ini di tengah hamba-hamba-Mu dan di dalam
negeri-Mu, sampaikanlah ia panasnya neraka-Mu, dan timpakan padanya
adzab-Mu yang paling pedih, karena ia mengangkat musuh-musuh-Mu sebagai
pemimpin, memusuhi para wali-Mu, dan membenci keluarga Nabi-Mu.”
Catatan Penulis: Maka
jangan heran jika kita melihat seorang pengikut Syi'ah ikut menyalatkan
jenazah seorang muslim, lalu laknat ini yang ia bacakan kepadanya.
Karena menurut mereka, setiap orang yang menyelisihi Syi'ah disebut
munafik.
10. Al-Hurr al-‘Aamili dalam Wasail al-Syi’ah:
2/771, Bab: Bagaimana cara menyalatkan orang yang sunni yang
menyimpang, dari Muhammad bin Muslim dan salah seorang kedunya berkata:
“Jika ia seorang penentang kebenaran, maka ucapkan:
اَللّهُمَّ أَمْلِأْ جَوْفَهُ نَاراً وَقَبْرَهُ نَاراً وَسَلِّطْ عَلَيْهِ الْحَيَاتَ وَالْعَقَارِبَ
“Ya Allah penuhilah lambungnya dengan api, kuburnya dengan api, dan kuasakan ular dan kalajengking atas mereka.”
11. Al-Maaqami, dalam Tanqih al-Maqaal fii ‘Ilmi al-Rijal,
pada faidah yang ke-20, hal. 208, menukil dari al-Muhaqqiq al-Bahrani
dan dari riwayat-riwayat yang banyak bahwa orang yang bukan Syi'ah Istna
‘Asyariyah adalah kafir dan musyrik.
12. Muhsin al-Mu’allim, dalam kitabnya al-Nushbu wa al-Nawashib,
hal. 609. Sesudah menyebutkan sejumlah Nawashib, di antaranya: Abu
Bakar, Umar, Ustman, ‘Aisyah, Hafshah, Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan
sejumlah sahabat, serta Imam Malik, dan al-Bukhari radhiyallahu 'anhum, ia menyebutkan kafirnya para nawashib dari perkataan para ulama Syi'ah:
“Sayyid al-Khu-i semoga Allah
meridhainya berkata: dan lebih jelasnya seorang nashib hukumnya kafir
walau ia menampakkan (ucapan) dua kalimat syahadat dan keyakinan kepada
hari kiamat.”
Sayyid al-Shadr berkata tentang
orang-orang yang ia kecualikan dari najisnya orang kafir, ia memasukkan
di antaranya: Ahlul Kitab, ghulat, lalu menyebut Nawashib. Ia berkata,
“Begitulah nawashib yang menyatakan permusuhannya kepada Ahlul Bait yang
mereka itu telah Allah hilangkan kotoran (najis) dari mereka dan
membersihkan mereka sebersih-bersihnya. Sesungguhnya mereka itu, para
pemberontak dan nawashib, adalah kafir. Tetapi mereka suci menurut
syariat selama mereka menisbatkan diri kepada Islam.”
“Mengambil dalil dari apa yang diriwayatkan Ibnu Abi Ya’fur dalam al-Mautsiq,
dari Abu Abdillah, dalam sebuah hadits ia berkata: Janganlah kalian
mandi dari tempat pemandian umum, karena di dalamnya digunakan mandi
orang Yahudi, Nashrani, Majusi, dan al-Nashib (para pembeci) terhadap
kita ahlul Bait. Maka dia itu adalah yang terburuk dari mereka. Dan
sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta’ala tidak pernah menciptakan
satu makhluk yang lebih najis daripada anjing. Dan sesungguhnya
al-Nashib (orang-orang yang memusuhi) kita ahlul bait, jauh lebih najis
daripada anjing.”
. . . Dan sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta’ala tidak pernah menciptakan satu makhluk yang lebih najis daripada anjing. Dan sesungguhnya al-Nashib (orang-orang yang memusuhi) kita ahlul bait, jauh lebih najis daripada anjing. . . (Riwayat Syi'ah)
13. Al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar,
23/390 meyebutkan, seluruh kaum muslimin yang tidak meyakini keimamahan
para imam dua belas (artinya; selai kelompok Syi'ah) adalah kafir,
sesat, dan kekal dalam neraka. Berikut pernyataannya:
- “Ketahuilah, sesunguhnya keumuman
lafadz syirik dan kufur atas orang yang tidak meyakini keimamahan amirul
mukminin dan para imam sesudahnya dari anak-anaknya, dan lebih
mengutamakan yang lain atas mereka itu menunjukkan bahwa mereka adalah
kafir yang kekal di neraka.”
- "Syaikh al-Mufid dalam kitab al-Masa’il
berkata: “Imamiyah bersepakat atas orang yang mengingkari keimamahan
salah seorang imam (yang dua belas) dan menentang apa yang Allah
wajibkan kepadanya berupa kewajiban taat (kepada para imam) adalah
kafir, sesat, dan wajib kekal di neraka.”
. . . kaum Syi'ah mengafirkan kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang merupakan kelompok mayoritas kaum muslimin Indonesia. . .
Penutup
Dari pernyataan-pernyataan para ulama
syi’ah dalam kitab-kitab mereka sendiri di atas, nampak jelas bahwa kaum
Syi'ah mengafirkan kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang
merupakan kelompok mayoritas kaum muslimin Indonesia.
Akidah mereka juga
mengajarkan untuk membenci dan menimpakan kemudharatan kepada Ahlus
Sunnah. Bahkan sampai menghalalkan harta dan darah kaum Sunni.
Maka
bukti terjadinya gesekan dan konflik saat Syi'ah mulain meningkat
jumlahnya adalah tuntutan dari ajaran akidah Syi'ah. Oleh sebab itu,
ajaran yang semacam ini layaklah untuk segera dilarang beredar di
Indonesia. Jika mereka masih ingin tinggal di negeri ini dan hidup rukun
dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah,
hendaknya mereka meninggalkan ajaran
yang berisi provokasi dan suka menghina kelompok lain. Kemudian kembali
kepada kesatuan ajaran Islam, Al-Qur’an dan Sunnah shahihah sesuai
dengan yang dipahami para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim. Wallahu Ta’ala a’lam.
Oleh: Ust. Abu Misykah Tamam
Source :
PurWD / VoA-Islam
Kamis, 31 May 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar