Ketua Badan Pengurus LSM Setara Institute Hendardi bahkan menuding
Polda Jawa Timur telah gagal menjaga keamanan dan melindungi warga. Ia
menuntut agar Kapolda Jatim dicopot dari jabatannya. "Keberulangan ini
terjadi karena kekerasan terus dibiarkan tanpa menegakkan hukum," imbuh
Hendardi.
Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA) ternyata punya
versi lain atas konflik berdarah antara kaum Sunni dan Syiah, Desa
Karanggayam, Omben Sampang, Jatim. Dalam rilis nya,
Senin (27/08/2012), Bassra menemukan ada lemparan bom molotov dari kaum
Syiah kepada kaum Sunni saat penghadangan bus.
Berikut kronologi peristiwanya:
1. Pada tanggal 19 Juli 2012, Bassra menampung tuntutan masyarakat
Karang Gayam (tempat desa pemimpin aliran Syiah, Tajul Muluk) .
Di
antara tujuan masyarakat kala itu adalah;
Pertama; Ucapan terima kasih
atas penanganan serius aparat dalam kasus Tajul Muluk dengan vonis 2
tahun penjara.
Kedua, bila Tajul telah divonis sesat, maka pengikutnya haruslah
kembali ke paham Ahlus Sunnah wal Jamah (Aswaja) atau ditindak
sebagaimana pemimpinnya, Tajul Muluk.
Ketiga, masyarakat Karang Gayam meginginkan desa mereka seperti desa
yang lain, tidak ada Syiah. Terakhir, ulama diminta menyampaikan
tuntutan ini pada pihak yang berwenang.
2. Atas kedatangan masyarakat desa Karang Gayam ini, maka ulama
BASSRA menemui FORPIMDA pada 7 Agustus 2012 dengan menghasilkan 6
kesepakatan:
Pertama, pengembalian pengikut Tajul Muluk ke Aswaja sedang
diupayakan oleh gabungan pihak kepolisian-NU-MUI dan Ulama setempat
dibawah koordinasi aparat Pemkab Sampang.
Kedua, Polisi diminta mengaktifkan pelarangan senjata tajam (Sajam) di desa Karang Gayam - Beluuran.
Ketiga, anak-anal warga Syiah yang telah terlanjur dikirim
(dibeasiswakan ke pondok-pondok Syiah, disepakati sebagai tanggung
jawab Pemkab Sampang untuk pemulangan dan memasukkan mereka ke pondok
pesantren Aswaja dengan biaya dari Pemkab.
Keempat, ulama BASSRA bersama pemerintah Sampang akan terus mengawal
naik bandingnya Tajul Muluk di antaranya akan menemui Gubernur Jatim,
agar hukuman Tajul sesuai keputusan pengadilan Sampang atau sesuai
tuntutan Jaksa.
Kelima, khusus untuk jangka pendek, kasus Sampang disepakati tidak
mengangkat sebutan Syiah, cukup sebutan Aliran sesat demi proses hukuman
Tajul bisa lancar.
3. Selanjutnya, usai menemui Bakorpakem, ulama Bassra mengupayakan
agar Bakorpakem Sampang, bisa memutuskan dan menetapkan bahwa Syiah itu
sesat yang harus dilarang di Madura dan selanjutnya, keputusan tersebut
diajukan ke Bakorpakem Jatim bhkan ke Pusat.
4. Pada tanggal 23 Agustus 2012, masyarakat desa Karang Gayam,
menuntut janji kembali pada para ulama Bassra atas pelaksanaan dan janji
Pemkab Sampang yang disampaikan kepada ulama Bassra pada tanggal 7
Agustus 2012. Alasan mereka, karena saat itu, belum terlihat penanganan
dari pihak manapun. Namun sebelum ulama Bassra menemui Pemkab Sampang,
hari itu juga, Ahad, 26 Agustus 2012, sudah meledak tragedi berdarah
yang disebabkan anak-anak Syiah dipondokkan di YAPI (Bangil) dan
Pekalongan hendak kembali dari liburan.
Saat itu, bus yang hendak menjemput mereka dihadang oleh masyarakat.
Rupanya kaum Syiah tidak terima dan menyerang balik dengan menggunakan
bom molotov. Maka terjadilah bentrokan yang menyebabkan kaum Sunni dari
luar desa Karang Gayam ikut juga berdatangan, sehingga aparat polisi
tidak bisa mencegah insiden tersebut.
Sekretaris Komunitas Intelejen Daerah (Kominda) Jawa Timur, Zaenal
Buhtadien, menyatakan, kerusuhan antara warga dengan komunitas Syiah
Sampang dipicu karena niat warga Syiah yang akan kembali membangun
tempat ibadah dan rumah keluarga pimpinan Syiah Sampang, Ustad Tajul
Muluk. Niat warga Syiah membangun kembali tempat ibadah dan rumah
keluarga Ustad Tajul itulah yang menjadi pemicu kemarahan warga
sekitar."Mereka akan bangun lagi rumah Tajul dan dihalang-halangi
warga," kata Zaenal.
Sikap MUI Jatim
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur meminta semua pihak menahan
diri untuk bersikap anarkis. MUI juga meminta aparatur Negara untuk
mengambil langkah-langkah agar masalah keamanan terkendali seperti
semula. MUI juga tidak menginginkan masyarakat berjalan sendiri-sendiri.
Secara khusus MUI menolak aksi-aksi kekerasan, namun juga melarang
aksi-aksi yang justru melahirkan kekerasan. Yang dimaksud memancing aksi
kekerasan adalah tindakan dan aktifitas kalangan Syiah yang hanya akan
memancing masyarakat Sampang.
Selama ini, menurut Ketua MUI Jawa Timur, KH. Abdussomad Buchori di
Kantor MUI Jawa Timur Jalan Dharmahusada Selatan No 5 Surabaya., jika
ada kejadian seperti ini, yang ditonjolkan hanya akibatnya saja. Tetapi
yang menyebabkan lahirnya kekerasan justru tidak pernah diungkap media.
Saat ditanya apa tindakan MUI agar kasus seperti ini tak terjadi
lagi, Abdussomad mengatakan, bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa sesat
aliran-aliran yang tidak sesuai dengan 10 kreteria yang dikeluarkan oleh
MUI. Hanya saja menurutnya, semua kewenangan yang ada dilapangan bukan
wilayah MUI, sepenuhnya wilayah aparat.“Kewenangan MUI hanya mengawal
akidah dan syariat,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, MUI telah mengeluarkan fatwa penodaan agama
terhadap Syiah. Namun tidak berarti jika ada orang salah dihakimi
sendiri. Itu tidak boleh terjadi. Agar masalah bisa berjalan jernih, MUI
menghimbau aparat bertindak cepat agar suasana kembali baik. Ia juga
menghimbau media massa tidak bikin judul-judul berita yang memanaskan
situasi.
source
voaislam/selasa, 28 Aug 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar