JAKARTA – Dalam konferensi pers di Gedung Bukopin, Jakarta, Voa-Islam mendapatkan
kesempatan bertanya, apakah pemikiran sekuler seorang Nurcholish Madjid
alias Cak Nur merupakan sumber malapetaka bagi proses terjadinya
liberalisasi di Indonesia?
Ketua Umum Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) Dr. Hamid Fahmy
Zarkasyi menjawab, mungkin terlalu sadis menyebut Cak Nur dengan
istilah sumber malapetaka. Tapi harus diakui, pemikiran yang dibawa
tokoh sekuler itu menjadi daya tarik banyak orang, meski Cak Nur telah
mengelirukan banyak orang juga.
“Keliru dalam pemikiran juga hal yang serius. Jika pemikiran Cak Nur
mengusung sekularisme, sekarang di bawahnya ada generasi yang membawa
gagasan Islamisasi adalah Sekularisasi, padahal itu menyesatkan,” ujar
Gus Hamid yang malam itu melaunchingkan buku ia tulis berjudul “Misykat: Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi”.
Saat Voa-Islam bertanya lagi, apa status kaum liberal,
apakah sudah bisa dikatakan telah keluar dari Islam? “Mengutip peneliti
MIUMI Henry Mohamad, liberal di zaman Cak Nur masih terbilang lumayan,
dari sisi ubudiyahnya masih bagus, masih melaksanakan shalat. Tapi
liberal yang sekarang sudah tidak shalat lagi. Mereka meninggalkan
syariat. Ketika wacana dekonstruksi syariah diusung sebagai gagasan,
mereka mengatakan bahwa kebenaran itu menjadi relatif, tidak absolute,
hanya Al Qur’an yang absolute. Akibatnya, pemikiran sesat itu berkembang
dalam perilaku.
“Orang liberal malah mengatakan, syariah itu produk ulama abad ke-3
H. Ketika mereka mendekonstruksi syariah, maka tidak ada lagi
halal-haram. Pemikiran Irshad Manji dan perilaku Lady Gaga pun menjadi
halal. Ini akibat liberalisasi budaya,” kata Hamid, putra dari Pimpinan
Ponpes Modern Gontor KH.Ahmad Sukri Zarkasyi.
Perselisihan atau perbedaan pendapat terdiri dari tiga ranah: 1)
Ranah fiqih tentang benar dan salah 2) Berselisih dalam ranah hak dan
batil. 3) Berselisih dalam ranah muslim - kafir. Adapun orang liberal,
menurut Gus Hamid, masih dalam ranah hak dan batil. “Tidak mudah
menghukumi seseorang. Dan kita tidak bisa mengkafirkan begitu saja. Yang
bisa mengkafirkan hanyalah Al Qur’an Pemikiran orang liberal bisa
dikatakan sesat menyesatkan.”
Saat ini kita bertarung dengan kelompok liberal dalam ranah filsafat.
Pluralisme agama adalah termasuk wacana filosofis. Setidaknya, ada dua
aliran pemikiran: global theologi dan transendental of religion. Dua aliran ini menggelindingkan wacana nikah beda agama, dan wacana semua agama bermuara dari tuhan yang sama.
Tatkala kebenaran sebagai sesuatu yang relatif, orang posmo, mereka
berpandangan bahwa yang absolut hanyalah tuhan. Adapun yang dikatakan
oleh manusia adalah relatif. Bicara baik-buruk dan moralitas,bukan
manusia yang menentukan, tapi tuhan, karena bagi orang liberal, kita
tidak tahu apa yang dikatakan tuhan sebenarnya, inilah relativisme.
Bagi kaum liberal, menilai penampilan wanita itu sebagai sesuatu yang
porno adalah relatif. Ironisnya, mereka mengatakan, yang porno itu
bukan orangnya, tapi yang melihatnya. “Jadi wanita yang berpenampilan
seronok itu bukan porno. Justru laki-laki yang melihat wanita seksi
dengan nafsu itulah yang dibilang porno. Terbalik.
Wacana ini tidak
dikenal dalam agama. Ukuran porno atau tidak, membuat masyarakat
bingung. Sehingga tidak bisa lagi menentukan baik-buruk, betul-salah,
halal-haram. Sungguh memperihatinkan kita semua!”
Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Selasa, 29 May 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar