Laman

Senin, 09 April 2012

Adian Husaini: Tiga Alasan Umat Islam Menolak RUU Kesetaraan Gender

Jakarta – Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG) mulai dibahas secara terbuka di DPR. Sebagai muslim, haruskah kita menerima atau menolak RUU KKG tersebut?

Ketika bicara dalam Tabligh Akbar  Menolak RUU Gender Liberal di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad (8/4), Wakil Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Dr. Adian Husaini menegaskan, jika menelaah Draf RUU KKG, maka sepatutnya umat Islam MENOLAK draf RUU ini. Sebab, secara mendasar, konsep dalam RUU tersebut bertentangan dengan konsep-konsep dasar ajaran Islam. Ada sejumlah alasan yang mengharuskan kita – sebagai Muslim dan bangsa Indonesia – menolak RUU KKG ini.

Kata Adian, ada tiga alasan kenapa umat Islam harus menolak RUU KKG tersebut. 
Pertama, definisi “gender” dalam RUU ini sangat bertentangan dengan konsep Islam tentang peran dan kedudukan perempuan dalam Islam. 
Kedua, RUU Gender ini sangat western-oriented. 
Ketiga, RUU KKG ini sangat sekuler.

Dalam draf RUU KKG (Pasal 1 ayat 1), pengertian gender didefinisikan sebagai berikut:  “Gender adalah pembedaan peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi social budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.”

Menurut Adian, definisi gender seperti itu adalah sangat keliru. Sebab, menurut konsep Islam, tugas, peran dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki, baik dalam keluarga (ruang domestic) maupun di masyarakat (ruang publik) didasarkan pada wahyu Allah, dan tidak semuanya merupakan produk budaya.
Jadi, tanggungjawab laki-laki sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah keluarga adalah berdasarkan wahyu (al-Qur’an dan Sunnah Rasul). Sepanjang sejarah Islam, di belahan dunia mana saja, tanggungjawab laki-laki sebagai kepala keluarga merupakan perkara yang lazim dalam agama Islam. Mengingat, yang menjadi wali dan saksi dalam pernikahan adalah laki-laki dan bukan perempuan. Ini juga sudah mahfum.

“Karena berdasarkan pada wahyu, maka konsep Islam tentang pembagian peran laki-laki dan perempuan itu bersifat abadi, lintas zaman dan lintas budaya. Karena itu merombak konsep baku yang berasal dari wahyu (Allah Swt) ini sangat riskan. Jika menolak wahyu, maka sama saja dengan keangkuhan dan pembangkangan kepada Allah Swt. Sehingga merasa diri berhak menyaingi Tuhan dalam pembuatan hukum. (QS at-Taubah:31),” jelas Adian.

Dengan demikian, cara pandang yang meletakkan pembagian peran laki-laki dan perempuan (gender) sebagai budaya ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Syariat Nabi Muhammad Saw adalah universal dan final.
“Zina haram sampai kiamat. Khamr haram di manapun dan kapan pun. Begitu  juga dengan babi, dimana sana dan kapan saja. Begitu pun suap yang haram hukumnya. Konsep syariat seperti ini bersifat lintas zaman dan lintas budaya.
 http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4372067248879700066

Lebih lanjut Adian mengatakan, Syariat Islam jelas bukan konsep budaya Arab. Saat ini Nabi Muhammad Saw memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, maka perintah Nabi itu berlaku universal, jadi bukan hanya untuk perempuan Arab pada abad ke-7 saja. Umat Islam sepanjang zaman menerima konsep batas aurat yang universal, bukan tergantung budaya. Karena sifatnya yang universal, maka konsep syariat Isam untuk perempuan pun bersifat universal.

“Memang, tak dapat dipungkiri, dalam aplikasinya, ada unsur-unsur budaya yang masuk, seperti yang kita saksikan dalam berbagai upacara perkawinan di berbagai daerah di Indonesia,” ujar Adian.  

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Senin, 09 Apr 2012

Tabligh Akbar MIUMI di Masjid Sunda Kelapa: Tolak RUU Gender Liberal!!

Jakarta - Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesa (MIUMI) Ahad (8/4) kemarin menggelar Tabligh Akbar “Menolak RUU Gender Liberal” di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jl. Taman Sunda Kelapa No. 16, Menteng, Jakarta Pusat.

Hadir sebagai pembicara dalam Tabligh Akbar tersebut: H. Bachtiar Nasir LS, MM (Sekjen MIUMI), Dr. Adian Husaini (Universitas Ibn Khaldun Bogor), H.M. Zaytun Rasmin, MA (Ketua UUmum Wahdah Islamiyah), Dr. Ahmad Zain an-Najah (Pakar Hukum Islam, DDII), H. Jeje Zainuddin (Pakar Hukum Islam, Persis), H. Henri Shalahuddin, MA (Pakar Gender, INSIST), dan wakil-wakil organisasi muslimah Indonesia lainnya.

Seperti diketahui, draft RUU-KKG tersebut terdiri dari 11 Bab dan 79 pasal. Pertimbangan dibuatnya RUU-KKG, seperti tertera dalam draftnya, antara lain: negara menjamin hak setiap orang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminatif, sebagaimana diamanatkan UUD RI Tahun 1945.
Juga menimbang, masih terdapat diskriminasi atas dasar jenis kelamin tertentu, sehingga kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia belum mencerminkan kesetaraan dan keadilan gender.

Kesetaraan gender yang ditujukan untuk mencapai keadilan gender belum diatur secara komprehensif sehingga belum menjamin kepastian hukum. Disebutkan alasan dibuatnya RUU-KKG adalah mengacu pada Pasal 20 dan Pasal 21 UUD RI tahun 1945.

Pernyataan Sikap MIUMI
Setelah mengkaji dengan seksama draft RUU Kesetaraan Gender dan Keadilan Gender (RUU-KKG) yang dibuat Panja DPR (Timja pada 24 Agustus 2011), MIUMI mengeluarkan pernyatakan sikapnya terkait RUU KKG tersebut. Berikut yang dibacakan oleh Sekjen MIUMI, Ustadz Bachtiar Nasir

Pernyataan Sikap Penolakan RUU-KKG,  :
Pertama, 
secara substansial dan mendasar, definisi “Gender (pasal 1 ayat 1) bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu, seluruh ketentuan yang terkait dengan definisi tersebut, tidak dapat dibenarkan menurut ajaran Islam. Sebab, pembagian peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan dalam Islam tidak berdasarkan pada budaya, tetapi berdasarkan wahyu yang bersifat lintas zaman dan lintas budaya.

Kedua, 
Makna “Kesetaraan dan keadilan” dalam RUU ini (pasal 1 ayat 2 dan 3) pun bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, kesetaraan dan keadilan dalam Islam tidaklah berarti persamaan antara laki-laki dalam semua hal.

Ketiga, 
RUU-KKG (pasal 4) memberikan gambaran yang keliru dan berlebihan tentang kemajuan dan peran perempuan dalam pembangunan, sehingga memaksakan keterlibatan perempuan di ruang publik, di semua lembaga pemerinrtah dan non-pemerintah, dan mengecilkan makna peran perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga dan Pendidikan anak-anak di rumah.

Keempat, 
RUU-KKG (Pasal 67 dan 70) berpotensi besar untuk mengkriminalkan umat Islam yang karena keyakinan agamanya melakukan perbedaan peran, tanggungjawab, dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.

Kelima,  
RUU-KKG tidak menyebutkan agama sebagai salah satu asasnya. Karenanya dapat dikatakan bahwa RUU tersebut adalah produk liberalisme yang bertentangan dengan agama dan budaya yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

Mengingat begitu mendasarnya kekeliruan draft RUU-KKG ini dan dampak besar yang ditimbulkannya di tengah bangsa Indonesia dan umat Islam khususnya, maka MIUMI menegaskan pernyataan sikap MENOLAK RUU-KKG.

MIUMI mengimbau kepada anggota DPR yang Muslim untuk menyusun RUU sejenis, yang berangkat dari kebutuhan pembangunan bangsa yang adil dan beradab, serta tidak mengabaikan ajaran-ajaran Islam.  

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam

Senin, 09 Apr 2012

Panglima Laskar FPI Sinyalir Oknum TNI Ikut Serang Pos FPI Sukaraja

BOGOR  – Puluhan orang dengan mengendarai sepeda motor melakukan penyerangan terhadap pos Dewan Pimpinan Cabang (DPC) FPI Sukaraja, di Jalan Alternatif Sentul, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, pada Ahad (8/4/2012) dini hari.

Panglima Laskar FPI ustadz Maman Suryadi Abdurrahman menyampaikan bahwa FPI telah melaporkan kasus tersebut kepada aparat kepolisian. “Saya semalam baru pulang dari sana, sudah dilaporkan ke Polsek Sukaraja tapi sampai saat ini belum ada hasil,” tuturnya kepada voa-islam.com, Senin (9/4/2012).

Berdasarkan laporan pengurus FPI Sukaraja, pihak penyerang adalah sekelompok orang bermotor dan diantara mereka disinyalir ada oknum anggota TNI.
“Sesuai laporan, yang menyerang itu sekelompok orang bermotor, tapi belum jelas siapa yang mengerahkan mereka. Dalam kelompok tersebut sempat diketahui teman-teman FPI ada oknum anggota TNI,” ungkap ustadz Maman.

Ia menuturkan insiden tersebut terjadi pada hari Ahad (8/4/2012) sekitar pukul 03.30 WIB dini hari. Sekelompok orang berkendara sepeda motor itu mencaci maki FPI dan menganiaya anggota laskar FPI yang tengah berjaga.
“Mereka mencaci maki FPI dengan mengeluarkan kata-kata kotor. Mereka lalu turun dan menganiaya dua orang laskar FPI yaitu M. Qolbi (30) dan Imang (17), kedua laskar ini mengalami luka di kepala karena dikeroyok dan jumlah mereka tidak imbang, mereka yang menyerang itu ada sekitar 50 orang. Mereka ada yang membawa double stick, mereka melempari dengan batu dan ada yang membawa senjata tajam, setelah itu mereka kabur. Mereka menyerang dari jalan alternatif arah Sentul menuju ke Bogor,” jelasnya.

Ia juga mensinyalir penyerangan tersebut adalah aksi balas dendam terhadap FPI yang konsisten melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Laskar FPI di  Sukaraja memang sering melakukan razia Pekat (penyakit masyarakat) seperti tempat-tempat maksiat termasuk balap motor liar yang amat meresahkan warga.

Terkait insiden tersebut ustadz Maman menegaskan jika aparat tidak mampu menangkap para pelaku penyerangan, maka laskar FPI akan menggunakan caranya sendiri untuk menangkap mereka.  
“Kalau mereka (aparat) tidak mampu menangkap para penyerang maka kita akan gunakan cara sendiri!” tegasnya. 

Kutipan :
Ahmed Widad / VoA-Islam
Senin, 09 Apr 2012