Jakarta, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Partai Amanah Nasional (PAN), tak begitu antusias dengan kemenangan Jokowi-Ahok. Amin merasa skeptis, sekalipun Jokowi-Ahok, dielu-elukan oleh media-media sekuler dan kristen, setinggi langit.
Bahkan, Harian Kompas di dalam berbagai tulisannya, di halaman depan,
sesudah kemenangan Jokowi-Ahok, mengagungkan Jokowi-Ahok, yang
diprediksikan akan membawa perubahan besar dalam kepemimpinan nasional.
Sungguh sangat luar biasa, menempatkan posisi Walikota Solo itu, seakan
manusia yang membawa berkah bagi masa depan Indonesia.
Menghadapi puja-puji media massa nasional itu, politikus senior
Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais secara tegas mengatakan
terpilihnya pasangan Jokowi-Ahok sebagai Gubenur dan Wakil Gubenur DKI
Jakarta, tidak akan membawa perubahan apapun.
Malah sebaliknya, menurut Amin Rais, dengan gaya khasnya, tokoh reformasi ini mengatakan bahwa dengan kemenangan Jokowi-Ahok, kekuatan ekonomi kecil (rakyat jelata) di Jakarta pasti akan semakin tergilas dengan kekuatan ekonomi besar yang berada di rangkaian gerbong Ahok. Ahok bukan sendirian, pasti banyak kepentingan pembisnis yang dibelakangnya.
“Kemenangan Jokowi-Ahok tidak akan membawa perubahan apapun bagi Jakarta. Saya tak menyebutnya etnis. Di belakang Ahok, didukung pebisnis-pebisnis kuat," tegas Amien kepada para wartawan di sela Rakerda DPD PAN,di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (29/9/2012) malam.
Menurut Amien, kekuatan pebisnis yang dibawa Ahok dikontrol oleh kekuatan politik di belakangnya. Sehingga arah kebijakan pemerintahan Jokowi-Ahok praktis juga dikontrol. “Perkawinan politik dan bisnis ini bisa mengancam demokrasi dan kontraproduktif dengan kepentingan rakyat,” paparnya.
Menurut Amien, kondisi pemerintahan semacam itu sangat tidak sehat. Seharusnya yang bisa mengontrol dan mengendalikan pebisnis itu politik. Bukan sebaliknya,tambah Amien, pebisnis yang mengendalikan politik, yang efek dari perkawinan tersebut. “Kemenangan tersebut melambangkan masa depan demokrasi di ambang kehancuran,” ujarnya lagi.
Tak hanya itu saja, kemenangan Jokowi-Ahok salah satunya bisa mengendalikan media massa. Karena salah satu faktor kekalahan Foke yaitu ketidakmampuan Foke mengendalikan media massa. “Faktanya hampir 85 persen media massa berpihak kepada Jokowi. Foke tidak bisa merebut media massa, karena Foke tidak memiliki dana cukup untuk mengendalikan media massa," paparnya.
Malah sebaliknya, menurut Amin Rais, dengan gaya khasnya, tokoh reformasi ini mengatakan bahwa dengan kemenangan Jokowi-Ahok, kekuatan ekonomi kecil (rakyat jelata) di Jakarta pasti akan semakin tergilas dengan kekuatan ekonomi besar yang berada di rangkaian gerbong Ahok. Ahok bukan sendirian, pasti banyak kepentingan pembisnis yang dibelakangnya.
“Kemenangan Jokowi-Ahok tidak akan membawa perubahan apapun bagi Jakarta. Saya tak menyebutnya etnis. Di belakang Ahok, didukung pebisnis-pebisnis kuat," tegas Amien kepada para wartawan di sela Rakerda DPD PAN,di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (29/9/2012) malam.
Menurut Amien, kekuatan pebisnis yang dibawa Ahok dikontrol oleh kekuatan politik di belakangnya. Sehingga arah kebijakan pemerintahan Jokowi-Ahok praktis juga dikontrol. “Perkawinan politik dan bisnis ini bisa mengancam demokrasi dan kontraproduktif dengan kepentingan rakyat,” paparnya.
Menurut Amien, kondisi pemerintahan semacam itu sangat tidak sehat. Seharusnya yang bisa mengontrol dan mengendalikan pebisnis itu politik. Bukan sebaliknya,tambah Amien, pebisnis yang mengendalikan politik, yang efek dari perkawinan tersebut. “Kemenangan tersebut melambangkan masa depan demokrasi di ambang kehancuran,” ujarnya lagi.
Tak hanya itu saja, kemenangan Jokowi-Ahok salah satunya bisa mengendalikan media massa. Karena salah satu faktor kekalahan Foke yaitu ketidakmampuan Foke mengendalikan media massa. “Faktanya hampir 85 persen media massa berpihak kepada Jokowi. Foke tidak bisa merebut media massa, karena Foke tidak memiliki dana cukup untuk mengendalikan media massa," paparnya.
Sudah dapat diprediksi para rakyat jelata yang menggantungkan nasibnya kepada Jokowi-Ahok, pasti akan "mlongo".
Mereka hanya terperangah, melihat kenyataan yang mereka hadapi
nantinya. Tidak mungkin sehebat apapun, pejabat semacam Ahok, memihak
kepentingan rakyat jelata.
Kekuatan besar dibelakang Ahok, terutama kelompok bisnis dari
kalangan pengusaha cina, pasti akan membangun dan menguasai seluruh
sektor bisnis di Jakarta, yang menjadi pusat ekonomi nasional.
Jakarta yang menjadi pusat politik, ekonomi, budaya, serta berbagai
kepentingan, bertumpuk di Jakarta. Termasuk 85 persen perputaran uang
Indonesia berpusat di Jakarta. Dengan menguasai Jakarta, maka sejatinya
menguasai Indonesia.
Ini berarti jaringan ekonomi kelompok cina semakin dalam menguasai
asset ekonomi nasional Indonesia. Mereka dengan dukungan kapital, dan
kekuatan modal, para pengusaha cina perantauan (chinese oversease), maka
kaum pribumi hanya akan menjadi kuli dan babu di daerah pecinan,
seperti di Glodok, Pasar baru, Kelapa Gading dan Pantai Indah Kapuk.
Pengusaha cina bangkit di zaman Soeharto dengan diberi berbagai
lisensi (izin), modal (kapital) dari bank-bank pemerintah, dan proteksi,
kemudian menguasai mayoritas asset negeri ini. Pengusaha cina menjadi
kaya-raya, umumnya mereka mendapatkan izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan).
Di mana mereka dapat menggunduli hutan, dan hanya mengganti dengan
dana reboisasi, yang tak seberapa itu, dan sebagian dana reboisasi itu
dikorup para pejabat.
Seperti Bob Hasan yang disebut sebagai "Raja Hutan", dan
begitu dekat dengan Soeharto, dan bahkan pernah diangkat menjadi menteri
di era akhir kekuasaan Soeharto. Termasuk Liem Sieo Liong, yang di beri
izin mengimport terigu, dan kemudian dibuat produk turunannya, seperti
mie instan, yang akhirnya menjadi industri kartel, yang menguasai
jaringan dari hulu sampai ke hilir.
Di zaman Soeharto, ada sekitara 200 orang konglomerat, mengelilingi
Soeharto dan menjadi orang kepercayaan. Mereka sering dibawa oleh
Soeharto ke peternakannya di Tapos, dan sambil ngerumpi bisnis. Soeharto
tak begitu suka dengan pengusaha Muslim dan pribumi, dan lebih memilih
pengusaha cina yang menjadi pilar kekuasaannya.
Mereka mendirikan bank-bank, dan menjamur, saat Menteri Keuangannya
JB. Sumarlin (Katolik), serta memberikan kemudahan izin pendirian
bank-bank. Menjelang akhir kekuasaan rezim Soeharto, bank-bank itu
dihantam krisis, dan mereka menikmati berkah dari BLBI, yang jumlahnya
650 triliun.
Soeharto jatuh, mereka lari ke Singapura dengan membawa asset
kekayaannya, dan ketika rezim berganti, mereka kembali ke Indonesia.
Dengan membeli kembali asset, yang dulu dimiliki pemerintah, melalui
dana BLBI yang dikucurkan oleh pemerintah.
Sungguh negeri ini, tak memberi berkah kepada kaum pribumi, sejak
zaman Belanda sampa Reformasi. Justru para kaki tangan penjajah yang
sekarang menikmati negeri ini. Sudah seharusnya orang-orang pribumi
melakukan introspeksi diri terhadap keadaan yang ada di sekeliling
mereka.Wallahu'alam.
source
voaislam/senin,01oct2012