JAKARTA - Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya memandang pengiriman para da’i yang telah mendapat pelatihan dari BIN dan BNPT hasil kerjasama Kemenag jelas merupakan proyek deradikalisiasi.
“Ini
jelas-jelas proyek deradikalisasi BNPT yang menggandeng Kemenag. Visi
utamanya mengaborsi ideologi yang dianggap radikal, karena asumsinya
ideologi radikal menjadi hulu dari terorisme. Nah, kali ini justru
spektrumnya diperluas,” ujarnya kepada voa-islam.com, Rabu (14/11/2012).
Menurutnya
para da’i binaan BNPT yang ditugaskan mereduksi konflik, memerangi
narkoba, perbuatan asusila, tawuran dan lainnya hanyalah teknik
kamuflase.
“da'i
yang dibina untuk bisa mereduksi beragam konflik dan kekerasan bahkan
untuk ikut memerangi perbuatan asusila, korupsi, narkoba, tawuran, dan
konflik horizontal, saya melihatnya ini teknik kamuflase BNPT untuk
menyamarkan target utamanya atau hasil kompromi dengan visi Kemenag
tentang peran da'i dalam spektrum yang lebih luas,” ungkapnya.
...Da'i rahmatan lil 'alamin, adalah istilah halus dan manipulatif. Hakikatnya adalah para propaganda (komunikan) yang mengusung pemahaman moderat, pluralisme dan liberal
Bahkan penamaan da’i rahmatan lil ‘alamin pada dasarnya adalah istilah manipulative yang hakikatnya mereka mengusung pemahaman pluralisme liberal.
“Da'i rahmatan lil 'alamin,
adalah istilah halus dan manipulatif. Hakikatnya adalah para propaganda
(komunikan) yang mengusung pemahaman moderat, pluralisme dan liberal.
Ide-ide berbahaya yang dibungkus dengan jargon-jargon Islam, semisal
‘Islam humanis otentik’," jelasnya.
Lebih
tegas lagi Harits Abu Ulya menilai para da’i binaan BNPT tersebut tak
memiliki kesadaran politik. Mereka dibuat bodoh dan tidak melihat motif
deradikalisasi yang pada dasarnya membahayakan Islam.
“Orang-orang yang terjebak terlibat dalam proyek BNPT-Kemenag terlihat tidak cukup memiliki wa'yu siyasi (kesadaran
politik) tentang latar belakang atau konteks proyek ini dilakukan.
Mereka terhipnotis BNPT dengan drama ancaman aktual terorisme. Dan
mereka dibuat bodoh, bertindak pragmatis tanpa berpikir holistik
akar-akar terorisme sebenarnya. Dan tidak melihat dengan jelas, motif
dan target proyek deradikalisasi yang diemban oleh BNPT yang
membahayakan untuk kebangkitan Islam,” paparnya.
...mereka dibuat bodoh, bertindak pragmatis tanpa berpikir holistik akar-akar terorisme sebenarnya. Dan tidak melihat dengan jelas, motif dan target proyek deradikalisasi yang diemban oleh BNPT yang membahayakan untuk kebangkitan Islam
Melihat
BNPT dengan anggaran yang besar terus menjalankan proyek deradikalisasi
dan semacamnya, maka selayaknya umat Islam melek khusunya para da’i
harus melek politik.
“Saya
lihat, dengan anggaran cukup besar dari APBN dan hibah, BNPT akan terus
menjalankan proyek semacamnya. Dengan mental proyek bekerja menari
diatas fitnah terhadap Islam dan umatnya. Karena umat Islam yang
memperjuangkan formalisasi syariat dalam bingkai negara dicap secara
politik sebagai ancaman dan harus diaborsi dengan beragam cara dan
upaya. Untuk itu, umat khususnya da'i yang hanif harus melek politik,”
Terakhir
ia juga mengimbau agar umat Islam khusunya para aktivis agar mewaspadai
sepak terjang para da’i binaan BNPT tersebut. Sebab selain menjalankan
misi deradikalisasi dan mengusung liberalisme, kemungkinan besar mereka
adalah human intelijen yang bertopeng da’i.
Seperti diberitakan sebelumnya,
sebanyak 30 orang da’i yang tergabung dalam Majelis Silaturahmi Kiai
dan Pimpinan Pondok Pesantren se-Indonesia (MKSP3I) mendapat pelatihan
dari BIN, BNPT dan Puslitbang Kemenag selama dua hari (12-14 November)
di Hotel Millenium Jakarta.
Pelatihan ini akan ditindaklanjuti dengan mengirimkan para da’i ke berbagai tempat yang rawan masuk “ajaran radikal”. Demikian dikatakan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Prof Abdul Djamil di sebuah situs resmi Kemenag RI.
source
voaislam/rabu,14nov2012