Laman

Sabtu, 05 Januari 2013

HKBP Buat Sensasi, Tarik Perhatian Gerakan Kristenisasi Internasional

JAKARTA - Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Bekasi, ustadz Salimin Dani menegaskan jika sejumlah insiden yang dilakukan HKBP selama ini, seperti penganiayaan ustadz Abdul Aziz oleh pendeta Palti Panjaitan, tak lain untuk mencari sensasi dan mendapatkan perhatian dari gerakan Kristenisasi Internasional.

Hal itu diungkapkan ustadz Salimin Dani usai menjadi pembicara Tabligh Akbar Menolak Kristenisasi dan Maksiat di masjid Nurul Islam, Islamic Center Bekasi.

“Ini adalah test case untuk mengangkat nama HKBP, dia ingin mendapatkan credit point dari gerakan Kristenisasi Internasional maka mereka menciptakan sensasi. Sensasinya itu agar kita terpancing dan setelah itu mereka akan blow up,” ungkapnya kepada voa-islam.com, Ahad (30/12/2012).
...Ini adalah test case untuk mengangkat nama HKBP, dia ingin mendapatkan credit point dari gerakan Kristenisasi Internasional maka mereka menciptakan sensasi
Ustadz Salimin Dani juga menghargai langkah tepat ustadz Abdul Aziz dan umat Islam yang tidak terpancing aksi anarkis pendeta HKBP Palti Panjaitan
“Saya hargai, ketika ustadz Abdul Aziz itu dipukul, tetapi tidak membalas hingga melukai mereka, sehingga memang umat Islam tidak terpancing,” kata Presidium Kongres Umat Islam Bekasi (KUIB) tersebut.

Menurutnya, langkah tepat yang harus dilakukan umat Islam adalah menekan aparat kepolisian dan Bupati agar melakukan penertiban gereja liar secara menyeluruh.
“Kita harus melakukan pressure kepada kepolisian, dalam hal ini saya minta FKUB ini agar bertindak secara riil, menekan Kapolsek, Kapolres dan Bupati untuk melakukan penertiban secara menyeluruh,” tuturnya.
...saya minta FKUB ini agar bertindak secara riil, menekan Kapolsek, Kapolres dan Bupati untuk melakukan penertiban secara menyeluruh
Penertiban secara menyeluruh itu dilakukan dikarenakan bukan hanya gereja HKBP yang bermasalah namun gereja-gereja lainnya di Bekasi juga demikian.
“HKBP ini hanya satu bagian, tapi saya minta penyelesaian yang menyeluruh, universal. Di sini kan ada FKUB, KUIB, MUI dan ormas-ormas Islam lainnya. Jadi kasus HKBP ini hanya salah satunya, yang lainnya seperti gereja Albertus itu apakah tidak nakal? Gereja terbesar di Harapan Indah itu sudah berdiri namun tidak mulus, mereka gunakan tanda tangan palsu,” jelasnya.
...Jadi kasus HKBP ini hanya salah satunya, yang lainnya seperti gereja Albertus itu apakah tidak nakal?
Selain itu, ustadz Salimin Dani melihat pemberitaan apalagi pembelaan terhadap umat Islam yang terainaya begitu minim, hal ini tak terlepas dari keberpihakan dunia kepada Yahudi dan Salibis.
“Ketika umat Islam teraniaya kemudian tidak ada yang membantu, kita tahu bahwa saat ini dunia tidak berpihak pada umat Islam, dunia sedang berpihak kepada Yahudi dan kekuatan Salibis Kristen, khususnya di Indonesia,” imbuhnya.

Untuk menghadapi hal itu, ia mengajak segenap elemen, tokoh masyarakat dan umat Islam pada umumnya agar bersama-sama memikirkan bagaimana membangun kekuatan umat Islam.
“Ini yang harus kita pikirkan bahwa umat Islam harus memiliki kekuatan, selama umat Islam tidak memiliki kekuatan maka tidak akan bisa berbuat apa-apa,” tutupnya.

source
voaislam/rabu,02jan2013
 

Awas!! Anggota Densus Jemaat HKBP Mulai Meneror Ustadz Bekasi Pakai Pistol

BEKASI – Berbagai cara dilakukan pihak HKBP Bekasi untuk mendirikan gereja liar di Bekasi, mulai tipuan tanda tangan warga, anarkhisme dengan menganiaya dan meneror ustadz. Bahkan di depan khalayak ramai, Ipda Domu Samosir, seorang anggota Densus 88 Antiteror berani meneror dengan menodongkan pistol kepada Ustadz Abdul Aziz saat memimpin kerjabakti bersih desa di lahan musholla.

Hal itu terungkap dalam testimoni Ustadz Syamsuri di hadapan ribuan umat Islam dalam Tabligh dan Pawai Akbar Kongres Umat Islam Bekasi (KUIB) di Masjid Islamic Center Bekasi, beberapa waktu lalu

Teror polisi antiteror ini dilakukan ketika warga sedang melakukan kerjabakti di desanya, Ahad (4/3/2012). Saat itu, warga desa Jejalen menggelar kerja bakti bersih desa di lahan musholla, sementara jemaat HKBP yang berasal dari luar desa Jejalen menggelar kebaktian provokatif di pinggir jalan, tak jauh dari lokasi kerja bakti warga.

Dengan pengeras suaranya, jemaat HKBP menyanyikan lagu-lagu kebaktian berbahasa Batak, namun warta tak terusik sedikit pun. Pada saat yang sama, untuk menambah semangat kerja bakti, warga juga menyalakan speaker dengan berbagai lagu shalawatan dan nasyid. Namun jemaat HKBP yang sedang berkebaktian liar itu tidak terima mendengar lagu-lagu shalawatan warga.

Ipda Domu Samosir, salah satu jemaat HKBP yang juga anggota Densus 88 Antiteror marah besar mendengar alunan suara shalawatan, yasinan dan nasyid ini.  Ia langsung memegang Ustadz Abdul Aziz yang memimpin acara kerja bakti, lalu menodongkan pistol dan mengancam: “Gua habisin semua!”
“Mereka merasa terganggu dengan speaker yang kita nyalakan untuk kerja bakti, lalu anggota Densus 88 itu memegang ustadz Abdul Aziz sambil mengacungkan pistol,” ujar Syamsuri di hadapan para tokoh Bekasi dan ribuan umat Islam yang berasal dari berbagai ormas, para aktivis dan sejumlah pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) se-Bekasi.

Menanggapi teror pistol Densus jemaat HKBP terhadap Ustadz Abdul Aziz, Forum Komunikasi Umat Islam (FKUI) Jejalen melaporkan pengurus HKBP yang menjabat sebagai anggota Densus ke Mabes Polri. “Waktu itu banyak saksinya, kita melapor ke Mabes Polri dan langsung diproses, sehingga hukumannya dia tidak naik pangkat saja,” jelas Wakil Ketua FKUI Jejalen itu.

Warga Jejalen Bekasi mempertanyakan terhadap teror jemaat HKBP itu. Pasalnya, hanya sekali mendengar musik lain agama, mereka langsung marah dan meneror pakai pistol. Padahal bertahun-tahun warga mendengar musik gereja HKBP saat kebaktian, tak satupun warga melakukan tindakan teror dan anarkisme.
“Bertahun-tahun mereka yang mengganggu kita dengan aktivitas gereja di tempat yang bukan pada tempatnya, yaitu dipinggir jalan yang jelas mengganggu warga yang mayoritas muslim,” pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan voa-islam.com terdahulu, kasus penolakan berdirinya Gereja HKBP Philadelphia ini dilakukan oleh warga sejak tahun 2009. Warga menolak keberadaan gereja Batak ini karena proses awalnya dilakukan dengan tipuan tanda tangan warga.  Warga diminta tanda tangan diatas kertas dengan blangko kosong dan menyerahkan photo copy KTP. Katanya untuk mendapatkan bantuan dana BLT (bantuan langsung tunai), tapi disalahgunakan sebagai berkas mengurus perizinan pendirian Gereja.
Merasa dibohongi dan dibodohi oleh oknum HKBP, 256 warga yang menandatangi blangko tersebut telah melayangkan surat pernyataan mencabut tanda-tangan blangko yang disalahgunakan tersebut.  

Mendapat penolakan warga, jemaat dan pendeta HKBP makin nekad dan menghalkan segala cara untuk bisa membangun gereja, antara lain dengan tindakan anarkis. Tindakan kekerasan terbaru dilakukan Pendeta HKBP Palti Hatoguan Panjaitan dengan menganiaya Ustadz Abdul Aziz tepat pada malam Natal, Senin malam (24/12/2012) di RT o1/RW 04 desa Jejalen Jaya, Tambun Kabupaten Bekasi, sekitar 200 meter dari lahan kosong milik HKBP Philadelphia. Disaksikan ribuan mata, di antaranya Kapolsek Tambun Selatan Kompol Andri Ananta, anggota provos dan puluhan personel, Pendeta Palti berani memukuli Ustadz Abdul Aziz.

Dengan teriakan premanisme “Bangsat lu!!” Pendeta Palti mengumbar amarahnya saat memukuli ustadz di hadapan jemaat HKBP dari luar desa Jejalen Jaya disaksikan ratusan warga Jejalen. Entah di mana slogan kasih yang selama ini digembor-gemborkan para pendeta? 

source
voaislam/jum'at,04jan2013 

Analisa CIIA: Donasi Gerakan Islam dapat terkena sanksi melebihi kejahatan Korupsi

JAKARTA -Terkait upaya legislasi "RUU Tindak Pidana Pendanaan Teroris" yang tengah digodok oleh Pansus DPR RI.  Menurut Direktur The Community of Ideological Islamic Analisyst (CIIA), Harits Abu Ulya, ada beberapa catatan kritis dari hasil kajian yang dilakukan terhadap draft RUU tersebut.

Pertama, sejatinya RUU ini komplement atau pelengkap dari Undang Undang  yang ada terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme (UU no 15/2003). Dan ini satu paket dengan 4 Undang Undang  lainya, yaitu; Undang Undang intelijen yang sudah disahkan, Undang Undang Teroris yang dalam proses revisi, RUU Kamnas, dan Undang Undang Ormas yang juga mau direvisi.
"Dan kemudian secara khusus diarahkan kepada kontra-terorisme dalam ragam Undang Undang  tersebut. Serta diharapkan bisa mengabsorsi substansi penindakan terorisme yang lebih efektif,"Kata Harits kepada arrahmah.com, Jum'at (21/12) Jakarta.

Dasar pijakan pembuatan Undang-Undang tersebut berada pada  8 point yaitu; Kelemahan intelijen (dan solusinya ini sudah dirumuskan dalam Undang Undang Intelijen), Masa penangkapan dan penahanan yang terlalu singkat (dan ini perlu diperpanjang di UU yang baru), Perbuatan awal yang mengarah kepada aksi teror yang belum dapat ditindak (dan ini mengarah kepada kriminalisasi pemikiran/pendapat/ konsep), 

Ancaman hukuman terhadap teroris terlalu ringan (dalam UU revisi akan diperberat), Perlu ada pengadilan khusus tipiter (tindak pidana teroris) dan terpusat, Pelibatan TNI berdasarkan UU TNI No 34/2004 dan UU Polri No2/2002.7 , Deradikalisasi dengan melibatkan instansi terkait seperti depag dll, Memutus aliran dana atau pendanaan.
"Dalam RUU yang lagi ditangani pansus dan masuk tahapan dengar pendapat, mereka mengharapkan bisa mempersempit ruang gerak teroris dengan memutus semua akses pendanaan yang memungkinan," ungkap Harits

Kedua, lanjut Harits, dalam kajian atas draft RUU ini pemerintah hendak memberangus individu atau korporasi atau juga kelompok yang di cap teroris. Dan "nafsu" ini berdiri diatas paradigma yang salah kaprah sejak awal serta bahkan sangat terkesan ini adalah langkah penyelarasan atas proyek global Barat yang bernama WOT(war on terroism) yang sangat pejoratif tendensius menjadikan umat Islam sebagai musuh dan bidikan.

Ketiga, dalam RUU ini memuat pasal karet, karena banyak frase "patut diduga". Dan seseorang/korporasi/lembaga bisa dikenai UU ini hanya karena alasan patut diduga mendanai aksi teror baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Keempat, bahkan dalam pasal 9 ayat 4 begitu rentannya disalahgunakan oleh lembaga keuangan (lebih dari 18 jenis) untuk memfitnah seseorang atau korporasi atau juga lembaga dengan alasan "patut diduga" kemudian melaporkan ke PPATK dengan delik tindak pidana terorisme.
"Ini cara-cara jahat, melibatkan banyak pihak dengan parameter yang kabur,"lontarnya.

Kelima, menurutnya terkesan pula  pemerintah seperti "perampok" atas aset korporasi jika mereka tertuduh terlibat dalam pendanaan aksi teror secara langsung ataupun tidak, dapat dilihat pada pasal 6 ayat 5d dan e.
"Dalam kejahatan besar saja korupsi tidak diterapkan pasal ini, padahal korupsi juga melibatkan persekongkolan banyak orang dengan sebuah perusahaan atau departemen," ungkapnya.

Keenam, Harits menjelaskan,  jika dicermati pada pasal 1 ayat 7b juncto pasal 22 ayat 1b.menunjukkan  Indonesia mengacu kepada guiden (arahan) asing untuk menentukan apakah individu/kellompok/korporasi masuk kategori teroris atau tidak.
"Dan ini bukti Indonesia tidak independen dalam isu terorisme tetapi mengekor kepada kepentingan asing,"tegasnya

Dan terakhir, lebih parah lagi menurutnya, semua substansi RUU ini berdiri diatas definisi "teroris" yang kabur dan sangat politis.Sampai hari ini kelompok Islam yang mengusung Islam sebagai ideologi menjadi sasaran dengan berbagai rekayasa dan kriminalisasi atas nama drama terorisme. Dan ini adalah kepentingan Barat yang diaminkan pemerintah Indonesia yang sekuler.

Di samping penjelasan Menkeu Agus Marto lebih mempertegas (secara implisit) bahwa RUU ini dibuat untuk mengikuti kepentingan asing sekalipun alasanya untuk meningkatkan bargaining ekonomi Indonesia dipentas dunia.
"Indonesia terlalu jauh masuk dalam kubangan perang melawan teroris versi Barat yang dikomandani AS," tutur Harits

Ia pun menghimbau agar Umat Islam, para ulama dan tokohnya agar melek melihat keadaan yang terjadi. Wa bil khusus para cerdik pandainya. Karena menurutnya, hal ini merupakan kezaliman sistemik melalui regulasi sehingga harus dilawan. Bisa jadi muslim Indonesia yang sumbang Rakyat Palestina dan Suria misalkan, bisa kena Undang Undang ini hanya karena di sana ada Hamas dan Jabhah an Nusroh yang di cap oleh AS atau PBB sebagai teroris.
"Dan itu hanya berdasarkan pasal karet dengan frase "patut diduga"  menyumbang untuk aksi teror baik langsung ataupun tidak langsung,"pungkas Harits.

source
voaislam/jum'at,21dec2012 

Terungkap! Nurul Azmi Tibyani Disiksa Aparat Saat Ditangkap

JAKARTA - Saat acara pemeriksaan dalam persidangan Nurul Azmi Tibyani di PN Jakarta Selatan terungkap bahwa pada ketika penangkapan dirinya mendapatkan intimidasi dan penganiayaan padahal ia seorang wanita.

Nurul mengaku mulutnya sempat dipukul dengan botol aqua karena tidak menjawab pertanyaan 6 orang yang serentak masuk kedalam kamar hotel tempat ia menginap.

Setelah dibawa ke Jakarta tepatnya di pondok wisata Jakarta Selatan Nurul di introgasi oleh beberapa orang secara bersamaan dan hal ini membuat dia bingung harus menjawab apa.

Lebih dari itu, pada saat sebelum di lakukan pemeriksaan resmi oleh penyidik, Nurul tidak didampingi pengacara, baik itu pada pemeriksaan pertama, kedua dan ketiga.
Penyidik pun tidak menjelaskan mengenai hak-hak tersangka untuk didampingi pengacara padahal menurut hukum acara pidana, tindak pidana yang diancam hukuman 5 tahun ke atas wajib di dampingi penasehat hukum sebagaimana ancaman pidana yang terdapat pada pasal-pasal yang dikenakan terhadap Nurul.

Absennya penasehat hukum dalam konteks ini menurut penasehat hukum Nurul, berakibat fatal yaitu tidak sahnya Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dikemukakan juga oleh Nurul bahwa ia menolak seluruh isi BAP kecuali yang dinyatakan benar olehnya, misalnya identitas terdakwa, rekening koran dan dia adalah istri dari Cahya Fitrianta.
Nurul membenarkan tanda tangannya pada Berkas BAP tapi menolak isinya karena selain terpaksa dan tidak ada pilihan lain, juga karena sudah tidak murni seperti apa yang disampaikannya ke penyidik, keterangan tersebut sudah ditambah-tambah sehingga dapat menimbulkan penafsiran lain dari pada apa yang diterangkan.

Penasehat hukum Nurul Azmi Tibyani, Ratho Priyasa, SH menyatakan BAP atas kliennya tidak sah.  
“Pendapat kami sebagai penasehat hukum terdakwa atas fakta hukum yang terungkap di persidangan, BAP tidak sah karena dibuat dengan tidak menaati perintah hukum acara pidana yaitu absennya penasehat hukum pada saat itu maka dakwaan yang disusun berdasarkan BAP tersebut secara mutatis mutandis adalah tidak sah pula. Karena persidangan sudah berjalan sejauh ini maka kami akan perpegang pada keterangan terdakwa yang diberikan dimuka persidangan,” ujarnya kepada voa-islam.com, Rabu (3/1/2013).

Selain itu kata Ratho, keterangan yang diberikan Nurul pada persidangan waktu itu mencerminkan ketidakprofesionalan penyidik dalam penanganan a quo.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nurul Azmi Tibyani dan suaminya Cahya Fitrianta ditangkap Densus 88 di sebuah hotel di Bandung karena dituduh terlibat pendanaan pelatihan militer (i’dad) dan jihad ke sejumlah mujahidin.
 
source
voaislam/kamis,03jan2013 

Sikap Biadab Aparat Kepolisian di Poso Lahirkan Kebencian Masyarakat

JAKARTA - Pengamat kontra-terorisme, Harits Abu Ulya menyampaikan bahwa aparat kepolisian terkesan enggan mengakui adanya penganiayaan yang dilakukan anggotanya.
Hal itu disampaikan Harits, terkait pernyataan Kapolres Poso AKBP Eko Santoso yang masih menunggu kelengkapan saksi sebanyak 14 orang korban untuk memproses dugaan penganiayaan 14 anggota Brimob, seperti dimuat koran Republika, Jum’at (4/1/2013).

“Menurut saya aneh dan terkesan enggan mengakui pelanggaran anggotanya yang di lapangan. Apa saksi 9 orang tidak cukup untuk memproses pelanggaran tersebut? Kenapa harus nunggu 5 saksi yang lain?” kata Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini kepada voa-islam.com, Jum’at (4/1/2013).
...Seorang guru SMPN I Kalora-Poso pak Syafrudin yang babak belur setelah keluar dari Polres apa masih tidak cukup untyk dijadikan bukti aduan atas tindak pidana (penganianyaan) yang dilakukan oleh aparat Brimob?
Ia mempertanyakan, apakah saksi korban yang masih dalam kondisi babak belur tidak cukup dijadikan bukti aduan tindak pidana penganiayaan?
“Seorang guru SMPN I Kalora-Poso pak Syafrudin yang babak belur setelah keluar dari Polres apa masih tidak cukup untyk dijadikan bukti aduan atas tindak pidana (penganianyaan) yang dilakukan oleh aparat Brimob?” ujarnya.

Tindakan membabi buta dengan menangkapi orang berbekal bukti awal bahwa mereka mengikuti pengajian, menurut Harits justru akan melahirkan kebencian masyarakat.
“Pola tindakan yang membabi buta; mengerahkan pasukan Brimob plus Densus dalam jumlah yang besar dan kemudian di lapangan main tangkap orang hanya karena sangkaan mereka ikut pengajian (ini yang dianggap bukti permulaan) ini tidak akan melahirkan solusi. Tapi justru akan melahirkan kebencian masyarakat dan dendam baru terhadap aparat. Dan aparat kepolisian harus serius mengedepankan humanisme untuk mereduksi kekerasan, jika tidak justru akan melahirkan siklus kekerasan yang tidak berujung,” jelasnya.
...di lapangan main tangkap orang hanya karena sangkaan mereka ikut pengajian (ini yang dianggap bukti permulaan) ini tidak akan melahirkan solusi. Tapi justru akan melahirkan kebencian masyarakat
Untuk itu ia menegaskan, bahwa lahirnya sikap anarkis masyarakat lantaran guru yang mengajarkannya adalah aparat sendiri.
“Masyarakat bisa anarkis dan lain-lain kerena guru yang mengajarkannya adalah aparat penegak hukum. Sekalipun punya kewenangan untuk penegakan hukum bukan berarti boleh arogan atas nama hukum dan menjungkirbalikkan hukum menurut selera aparat di lapangan,” pungkasnya.
 
source
voaislam/jum'at,04jan2013 

Nyatakan Israel tak Rebut Palestina, Hamka Haq Profesor Tolol!

JAKARTA - Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) sebagai sayap keagamaan PDIP, melalui Ketua Umumnya  menyatakan bahwa negara Zionis Israel bukan merebut wilayah Palestina tetapi kembali ke negeri lama yang ditinggalkannya.

"Jadi sejujurnya, sangat salah kalau dibilang Israel merebut negeri orang, tapi yang benar ialah Israel kembali ke negeri yang lama ditinggal," tulis Ketua Umum Bamusi, Prof. Hamka Haq di akun twitter miliknya, @hamkahaq, Jumat (28/12/2012).
...Jadi sejujurnya, sangat salah kalau dibilang Israel merebut negeri orang, tapi yang benar ialah Israel kembali ke negeri yang lama ditinggal
Menanggapi pernyataan itu, Direktur Lembaga Kajian Politik & Syariat Islam (LKPSI) ustadz Fauzan Al-Anshari menilai pernyataan Prof. Hamka Haq adalah bodoh.
“ini pernyataan profesor tolol bin goblok karena menafikan sejarah dan fakta berdirinya negara Israel 1948! Sebenarnya males untuk mengomentari pernyataan konyol seperti itu, tapi saya khawatir ada orang-orang awam termakan asbunnya,” ujarnya kepada voa-islam.com, Rabu (2/1/2013).
...ini pernyataan profesor tolol bin goblok karena menafikan sejarah dan fakta berdirinya negara Israel 1948!
Ustadz Fauzan juga mempertanyakan maksud dari pernyataan Hamka, apakah untuk menunjukkan PDIP ingin bermesraan dengan Zionis?
“Yang menarik justru perlu dipertanyakan, untuk maksud apa dia ngomong gitu? Apa dia ingin menunjukkan bahwa PDIP ingin bermesraan dengan Zionis? Sebelumnya Benjamin Ketang masuk ke Gerindra dan pengusaha Yahudi Cina perantauan dukung prabowo sebagai capres! Apa PDIP ingin lebih dapat poin untuk merebut hati Zionis dan melukai perasaan kaum muslimin khususnya palestina?,” ungkap pimpinan Ponpes Ansharullah, Ciamis Jawa Barat.
 
Ia juga menambahkan bahwa pernyataan itu amat memalukan. “Apa tanggapan para petinggi Hamas jika tahu celotehan profesor sontoloyo itu? Sungguh memalukan! Pakai nama Hamka haq (benar) lagi, padahal pendusta!” tegasnya.

source
voaislam/rabu,02jan2013 

Inilah Catatan Buruk Aparat Kepolisian atas Penanganan Kasus Terorisme


JAKARTA  - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Timur Pradopo dalam catatan akhir tahun menjelaskan, Polri khususnya Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri, telah menangani 14 kasus ‘teroris’ di seluruh wilayah Indonesia. Dalam proses penyidikkan tercatat ada 78 orang tersangka, 10 orang diantaranya tewas saat proses penangkapan.

“Tahun 2012, dalam penanganan kasus terorisme di seluruh Indonesia ada 14 kasus. Hal ini meningkat dibanding tahun 2011 dengan 10 kasus. Jumlah tersangka ada 78 orang. Kemudian yang meninggal dunia ada 10 orang. 

Sebelum akhir tahun ini akan terus dilakukan penangkapan atas orang-orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO/buron) dan akan segera kita sampaikan ke masyarakat,” kata Kapolri, Jenderal Timur Pradopo.

Dari 68 orang tersangka ‘teroris’ yang tengah diproses hukum, menurut Kapolri, 51 orang tengah dalam proses penyidikkan, 17 orang tengah dalam proses pengadilan, dan dua orang diantaranya telah divonis hakim pengadilan tingkat pertama.

Selama penanganan kasus ‘teroris’ ini menurut Kapolri, ada delapan orang anggota polisi yang tewas dan sembilan orang menderita luka-luka di tahun 2012. Sementara itu dalam penanganan kasus kekerasan bersenjata di Papua, anggota polisi yang tewas berjumlah tujuh orang.
“Jadi gugur dalam tugas itu merupakan kehormatan tertinggi. Dari anggota yang tewas selama tahun 2012 itu ada 15 anggota. Delapan orang polisi tewas di Sulawesi Tengah dan Solo Jawa Tengah, kemudian anggota polisi yang tewas ada tujuh orang. Kedepannnya polri akan lebih melakukan perlindungan terhadap anggota di lapangan,” jelas Kapolri.

Lebih lanjut dikatakan Kapolri bahwa kejahatan terorisme bukanlah kejahatan biasa dari kelompok-kelompok yang mempunyai tujuan ideologis yang mereka perjuangkan. Untuk itu, kepolisian bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk menyadarkan mereka yang beraliran keras dan fanatik.
Berangkat dari pernyataan Kapolri terkait progres penanganan terorisme tersebut ada catatan penting yang perlu jadi bahan evaluasi institusi Polri dan pihak yang terlibat.

Pertama,  selama tahun 2012 tindak pidana terorisme versus Polri tidaklah meningkat signifikan. Justru operasi dan tindakan aparat polri (Densus 88 dan BNPT) terhadap orang-orang yang disangka teroris semakin tinggi intensitasnya di tahun 2012. Hingga melahirkan ekses perlawanan di teritorial tertentu (Poso) dari orang-orang atau kelompok yang tertuduh ‘teroris’ ini.

Kedua, dari jumlah 68 orang dalam proses penyidikan itu sebenarnya di luar jumlah orang salah tangkap yang kemudian dibebaskan setelah sebelumnya mengalami tindak kekerasan secara serius. Misalkan kasus 3 orang di Jakarta dan yang terbaru 15 orang di Poso ditangkap selama sepekan diintrograsi dan dilepas setelah tidak berhasil membuktikan keterlibatan mereka, namun cara-cara yang dipakai sarat pelanggaran HAM serius. Jadi, 68 itu angka yang tidak jujur disampaikan, padahal harusnya polisi bisa secara jujur dan berimbang menyampaikan.

Ketiga, 10 orang tewas yang dituduh teroris menurut saya diduga kuat adalah extra judicial killing, ada tindakan over dari aparat di lapangan dan sayang tidak ada evaluasi dari pihak-pihak terkait dengan cara-cara over seperti ini.
Contohnya kasus terbunuhnya Kholid di Poso pasca gagalnya aparat menyisir di gunung Tamanjeka, kemudian mengobrak abrik kota Poso dan salah satu korban meninggal adalah Kholid yang ditembak mati tanpa perlawanan sepulang dari shalat Shubuh lalu dieksekusi di jalan.

Keempat,  sangat jelas pihak aparat menunjukkan perlakukan diskriminatif. 7 orang polisi tewas di Papua dan kasus kekerasan/teror/penembakan oleh gerombolan teroris OPM intensitasnya jauh lebih tinggi dibanding kasus yang di Jawa atau Poso. Tapi Polri hanya melabeli mereka kelompok bersenjata, namun label teroris untuk kelompok yang terkait dgn ideologi Islam.
Padahal, lebih dari 10 kasus dari 14 kasus teroris versi Polri lebih tepat dilabeli aksi teror namun mereka dinyatakan bukan teroris. Anehnya lagi kasus dari kelompok OPM dengan organisasi yang mapan, visi politiknya memisahkan diri dari NKRI, melakukan banyak aksi teror; dari penembakan sampai rencana pengeboman secara serentak di titik-titik strategis, semua itu tidak pernah dilabeli teroris.
Inilah sikap diskriminatif dan politis yang menempatkan kelompok Islam tertentu lalu mengusung ideologi Islam maka akan dicap teroris, hanya dengan alasan adanya aksi teror dari salah satu anggota mereka.
Padahal, aksi teror itu belum tentu dilatarbelakangi ideologi, tapi hanya sekedar faktor dendam dan rasa ketidak adilan.

Kelima, pihak aparat dilapangan perlu evaluasi diri, tidak jarang tindakan over yang melanggar HAM dan menyinggung umat Islam justru menjadi faktor spiral kekerasan menggeliat tak berujung.
Malah mengesankan kekerasan demi kekerasan itu dipelihara dengan cara membudayakan kekerasan, demi kepentingan proyek perut dan politik.

Keenam, demikian juga sikap aparat di lapangan ditambah pengerahan aparat yang tidak proporsional seperti di Poso dan merembet ke beberapa wilayah Sulsel. Hanya beralasan mengejar teroris, tapi justru melahirkan traumatik dan mengganggu rasa tenang dan aman masyarakat (Poso khususnya).

Ketujuh, kita perlu ingat, matinya seorang muslim (baik sipil/militer)di luar hak maka itu lebih berat dibandingkan runtuhnya Ka'bah. Artinya siapapun tidak boleh menumpahkan darah seorang muslim di luar haknya.

Kedelapan, saya masih percaya dialog menjadi media untuk menurunkan aksi-aksi kekerasan dan kekerasan tidak bisa ditumpas dengan kekerasan semata.

Kesembilan, harusnya pemerintah Indonesia menyadari dan mau evaluasi diri dalam isu terorisme agar tidak terjebak lebih dalam kepada kepentingan asing (Amerika cs.) dan menjadikan umat Islam yang mengusung ideologi Islam sebagai musuh. Jika ini terus dipelihara akan melahirkan kondisi kontraproduktif pada masa yang akan datang.
Umat Islam dengan seluruh komponen, sebagai entitas dengan kekuatan politiknya punya hak yang sama di negeri Indonesia. Punya hak yang sama untuk memperbaiki dan menyelesaikan problem multi dimensi di Indonesia dengan konsep-konsep Islam yang diyakini kebenaran dan kelayakannya.
Islam bukan musuh bagi Indonesia, barat dengan ideologi kapitalis imperialismenyalah musuh yang hakiki bagi Indonesia.

Kesepuluh, perang melawan terorisme di dunia barat dan dunia Islam menyadarkan umat Islam secara keseluruhan bahwa itu adalah proyek global, perang terhadap Islam dan umatnya.
 Jadi, proyek deradikalisasi yang ujung-ujungnya makin menyudutkan kelompok-kelompok Islam juga akan sia-sia. Karena kesadaran politik umat Islam cukup tinggi dan tidak bisa lagi dimanipulasi dengan propaganda-propaganda menyesatkan atas nama menjaga nation state, pluralisme (kebhinekaan), moderatisme dan liberalisme.
Semoga para pemangku kebijakan yang zalim mendiskriditkan Islam dan menzalimi umat Islam mau muhasabah diri dan taubat sebelum nyawa di kerongkongan dan hanya tangisan yang sangat pedih melolong kesakitan sementara pintu taubat sudah tertutup. wallahu a'lam.

Catatan Buruk Aparat Kepolisian dalam Penanganan Kasus Terorisme
Oleh: Harits Abu Ulya
Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) 

source
voaislam/ahad,30dec2012