Laman

Jumat, 08 Juni 2012

Ditekan Adnan Buyung Nasution, SBY takut bubarkan Ahmadiyah

- Buku terbaru Adnan Buyung Nasution mengungkap sejumlah fakta, di antaranya usaha Buyung ‘menekan’ SBY agar tidak membubarkan Ahmadiyah. Kalau sama Buyung saja SBY tunduk, bagaimana menghadapi lawan-lawan politiknya yang lebih dari Buyung?

Kontroversi buku “Nasihat untuk SBY” yang ditulis oleh Adnan Buyung Nasution terus menggelinding. Buku yang berisi pengalaman Buyung sewaktu menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu dianggap membocorkan rahasia negara.

Presiden SBY dan orang-orang di lingkar elit kekuasaannya pun dibuat merah telinganya. Maklum, isi buku ini bisa dibilang menguliti habis performance SBY sebagai presiden yang dianggap seringkali tidak menghiraukan masukan dari Wantimpres. Sebagai orang yang merasa paling senior, Buyung begitu teganya mengungkap hal-hal terkait hubungannya dengan SBY selama menjadi Wantimpres.

Namun, ada hal yang cukup menarik untuk dibongkar dan perlu diketahui oleh umat Islam. Ketika kaum Muslimin di Indonesia begitu gencar dan ramai melakukan aksi di berbagai daerah di Indonesia dengan menuntut pemerintah agar membubarkan kelompok penista akidah Islam seperti Ahmadiyah, diam-diam Buyung yang waktu itu menjadi anggota Wantimpres melakukan lobi-lobi khusus untuk menekan SBY agar tidak membubarkan Ahmadiyah. 

Padahal, ketika itu kementerian-kementerian terkait dan aparat penegak hukum, bahkan Presiden SBY sudah dalam posisi siap membuat kebijakan untuk membubarkan Ahmadiyah. Apalagi, Ahmadiyah seringkali melanggar kesepakatan yang dibuat oleh pemerintah dan umat Islam.

Dalam bukunya tersebut, aktivis gaek yang selalu ingin dipanggil “abang” ini mengakui bahwa dirinyalah yang meminta presiden agar tidak mengeluarkan kebijakan untuk membubarkan Ahmadiyah. Buyung pernah berkirim surat secara pribadi kepada SBY agar SKB 3 Menteri tidak dikeluarkan. 

Beberapa waktu setelah surat itu dikirim, SBY memanggil Buyung untuk bicara empat mata terkait masalah Ahmadiyah. “Kita tak boleh mengalah pada tekanan golongan garis keras Islam. Negara tidak boleh takut, negara tidak boleh kalah,” ujar Buyung kepada SBY. 

Kata-kata dari kalimat Buyung terakhir, digunakan oleh SBY ketika menyikapi insiden Monas 1 Juni 2008, dimana massa umat Islam bentrok dengan massa Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).

Namun, demo menuntut pembubaran Ahmadiyah tidak pernah surut malah makin membesar. Forum Umat Islam (FUI) bahkan mampu menggalang massa yang luar biasa banyaknya ke depan istana negara. Di berbagai daerah, umat Islam pun bergerak melakukan demonstrasi massal. Dukungan tak hanya datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), namun instansi kementerian-kementerian terkait dan aparat penegak hukum juga mulai mempertimbangkan masukan umat Islam agar Ahmadiyah dibubarkan. Apalagi, dalam berbagai kesepakatan dengan pemerintah dan umat Islam, Ahmadiyah seringkali ingkar.

Di tengah gerakan massa Islam yang semakin membesar, Buyung dengan sangat arogan mengatakan kepada media massa, “Kalau ada golongan garis keras Islam, entah namanya FPI, HTI, FUI yang selama ini sesumbar mengancam menyerbu istana, mau menduduki istana, saya akan ada di situ membela pemerintah. Jangan coba-coba main adu kekerasan. Mati pun untuk konstitusi, bagi saya tidak apa-apa.”

Sikap ngotot Buyung dalam membela Ahmadiyah dilakukan dengan cara-cara yang melanggar aturan sebagai Wantimpres. Buyung misalnya, menerima delegasi Ahmadiyah secara terang-terangan dan membuat surat rekomendasi kepada Presiden SBY agar tidak membubarkan Ahmadiyah. 
Padahal dari beberapa anggota Wantimpres, hanya 

empat orang yang setuju agar presiden tidak membubarkan Ahmadiyah, yaitu  
  1. Buyung Nasution, 
  2. Subur Budhisantoso,  
  3. Prof. Emil Salim, dan  
  4. Dr Syahrir.

Anggota Wantimpres lainnya, seperti :

KH Ma’ruf Amien, dengan tegas menolak keinginan Buyung dkk. KH Ma’ruf Amien bahkan sempat bersitegang dengan Buyung, yang kemudian terlontar kata-kata yang tidak pantas dari Buyung—yang selalu mengaku demokratis—terhadap kiai yang juga tokoh MUI itu.

Setelah rekomendasi agar SBY tidak membubarkan Ahmadiyah dikirim oleh Buyung dkk, mereka menanti dengan harap-harap cemas. Mereka khawatir, SBY akan terpengaruh dengan aksi massa Islam yang kian hari kian membesar.

“Dalam rangka menunggu jawaban presiden, setiap dua kali sehari saya telepon Hatta Rajasa,” cerita Buyung. Bayangkan, setiap dua hari sekali, Buyung terus ‘menekan’ SBY dengan menelepon Hatta Rajasa agar presiden segera mengambil keputusan  untuk tidak membubarkan Ahmadiyah.

Setelah menanti dengan harap-harap cemas, saat menghadiri resepsi pernikahan seorang anak pejabat di Bandung, Buyung bertemu dengan SBY. Melalui Hatta Rajasa, SBY meminta Buyung agar datang ke mejanya dan berbicara empat mata. Terjadi perbincangan antara Buyung dan SBY sebagaimana diceritakan dalam bukunya:
            
“Bang Buyung, saya sudah pelajari isi surat abang dan sudah saya pikirkan kasus Ahmadiyah ini. Abang benar, kita tidak boleh mengalah pada tekanan golongan garis keras Islam. Sebab, sekali kita menyerah, mengalah pada mereka, nantinya mereka akan menuntut lebih jauh lagi, lebih jauh lagi. Habislah negara ini dikuasai oleg golongan Islam fundamentalis,” demikian ucapan SBY sebagaimana diceritakan Buyung.
           
 “Saya senang sekali, terima kasih,” jawab Buyung.
 “Tapi ada syaratnya, Bang,” kata SBY.
 “Saya minta Bang Buyung bicara langsung dengan tiga menteri itu, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung,” timpal SBY.

Dari dialog tersebut nampaklah bahwa tipikal SBY memang tak mau mengambil risiko sendiri, safety player, sehingga meminta Buyung Nasution supaya menjelaskan kepada para pembantunya di kabinet agar tidak setuju dengan keinginan umat Islam untuk membubarkan Ahmadiyah. 

Dengan kata lain, SBY tidak berani berhadapan langsung dengan arus besar yang menuntut pembubaran Ahmadiyah, termasuk arus besar yang juga terjadi dalam kabinetnya.

Setelah pertemuan di Bandung, Hatta Rajasa benar-benar mengatur pertemuan antara Buyung, Mendagri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung. Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Hatta Rajasa itu, Buyung memaparkan alasan-alasannya mengapa ia tak setuju jika Ahmadiyah dibubarkan. “Saya jelaskan permasalahannya. Mereka mendengarkan pendapat saya. Ada sedikit perdebatan kecil, tapi tidak ada yang berkeras. Jaksa Agung (Hendarman Supandji, red) malah sependapat dengan saya. Sementara Menteri Dalam Negeri Mardiyanto agak banyak melakukan pembahasan. Rupaya mereka sudah mendengar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membenarkan pendapat saya,” cerita Buyung sebagaimana ditulis dalam bukunya.

Isu soal Ahmadiyah semakin memanas, sehingga terjadi bentrokan di Monas pada 1 Juni 2008. Peristiwa ini mengakibatkan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab dan Panglima Komando Laskar Islam Munarman mendekam dalam sel penjara. Di luar dugaan, meski tokoh FPI  masuk penjara, namun aksi massa menuntut pembubaran Ahmadiyah bukannya surut, tapi malah membesar.
Pada 9 Juni 2008, gelombang aksi massa itu memadati istana negara. Mereka bahkan berencana menginap 
sampai presiden  benar-benar membubarkan Ahmadiyah. 

Akhirnya, pada hari itu, meski tak mengeluarkan Keppres pembubaran Ahmadiyah, namun pemerintah mengeluarkan SKB 3 Menteri terkait Ahmadiyah. Keputusan ini disebut oleh Ketua Umum FPI sebagai keputusan “banci”, karena tidak berani membubarkan Ahmadiyah yang sudah jelas-jelas melakukan penodaan terhadap ajaran Islam dan melanggar banyak kesepakatan.

Meski pemerintah telah mengeluarkan SKB 3 Menteri, namun bagi Buyung perjuangannya mempengaruhi SBY agar tidak membubarkan Ahmadiyah telah berhasil. Ia merasa bangga telah mempengaruhi SBY agar tidak membubarkan Ahmadiyah. “SKB 3 Menteri itu paling tidak telah menunjukkan keberhasilan saya dalam mencegah pembubaran Ahmadiyah,” kata Buyung bangga.

Cerita ini sedikit menguak sebuah fakta yang sungguh ironis, yaitu hanya karena tekanan seorang Buyung Nasution yang sangat sekular dan liberal, Presiden SBY tidak berani membubarkan Ahmadiyah. Jika menghadapi seorang Buyung saja SBY bisa bertekuk lutut, bagaimana kalau menghadapi lawan-lawan politiknya yang lebih dari Buyung?

Sudah jadi rahasia umum pula, SBY takut membubarkan Ahmadiyah karena tekanan dari negara-negara Eropa, termasuk dari para anggota kongres Amerika. Menyedihkan! (Artawijaya)

source:
Saif Al Battar / Arrahmah
Jum'at, 8 Juni 2012 18:17:41

MUI serukan para Mubaligh untuk melawan propaganda PBB tentang intoleransi agama di Indonesia

JAKARTA  - Menanggapi tudingan negara-negara anggota PBB bahwasanya telah terjadi intoleransi beragama yang cukup signifikan di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia mengajak para ulama untuk melawan propaganda tersebut melalui mimbar-mimbar dakwah.

“Dewan Pimpinan MUI menghimbau para ulama, kyai, habaib dan asatiz di seluruh tanah air agar dalam khutbah Jumat besok mengangkat tema Toleransi Beragama dalam Islam dan menolak fitnah Lsm-Lsm liberal yg membuat laporan intoleransi kepada Dewan HAM PBB di Jenewa Swiss tanggal 26 Mei,” kata Sekjen MUI, Drs. Ichwan Syam seusai pertemuan ormas-ormas Islam dan MUI, merespon laporan Universal Periodic Review Dewan HAM PBB melalui pesan singkat kepada arrahmah.com, Jakarta, Kamis (7/6)

Menurut MUI, seruan tersebut dibuat agar pemerintah dan umat Islam tidak terjebak wacana yang dilontarkan mereka.

“Demikian himbauan dan ajakan ini kami sampaikan agar ummat Islam dan pemerintah RI tidak termakan oleh isu intoleransi karena kasus Ahmadiyah dan GKI Yasmin,” tutupnya.

Sebagaimana diketahui, Kelompok Kerja sesi dalam sidang tinjauan periodik universal (Universal Periodic Review - UPR) di Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa mencatat sejumlah hal yang salah satunya adalah mempertanyakan beberapa upaya yang diambil untuk menaggapi yang mereka sebut sebagai intoleransi religius di Indonesia dan dalam melindungi hak-hak kaum minoritas religius.

source:
Bilal / Arrahmah
Jum'at, 18 Rajab 1433 H / 8 Juni 2012

FUI : Nurul Arifin hati-hati berbicara, jika tidak ingin ke neraka

JAKARTA - Mengomentari tudingan politisi partai Golkar, Nurul Arifin bahwa Perda Syariat yang direncanakan diberlakukan di Kota Tasikmalaya terkait kewajiban berjilbab bagi muslimah sebagai peraturan diskriminatif, 
Sekjen Forum Umat Islam meminta Nurul Arifin agar berhati-hati dalam berbicara agar tidak tergelincir ke dalam neraka.

“Nurul Arifin itu agamanya apa? kalau dia agama Islam masih mengakui gak, Al-Qur’an dan Sunnah? Kalau dia mengakui Al-Qur’an dan Sunnah harap mulutnya dijaga, jangan sampai terkena hadist nabi akibat sebuah ucapan, seseorang terlempar jauh ke dalam neraka,” kata Ustadz Muhammad Al Khaththath kepada arrahmah.com, Jakarta, Kamis (7/6).

Ustadz Khaththath juga menghimbau kepada Nurul agar jangan bermain-main dengan perintah berjilbab, pasalnya perintah berjilbab merupakan perintah langsung Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an.
“Hati-hati menolak Al Qur’an, ingat penduduk Antiokia dengan sebuah seruan saja Allah turunkan azab akibat penentangan mereka terhadap perintah Allah,” ujarnya.

Menurut Ustadz Khaththath, seharusnya masyarakat tidak perlu khawatir dengan diwajibkannya penggunaan jilbab. Pasalnya, hal tersebut hanya diarahkan kepada umat Islam, bukan kepada agama lain sehingga tidak mendiskriminasi seperti yang dituduhkan.

“Kewajiban berjlbab itu kewajiban untuk orang orang Islam saja, bukan untuk orang non muslim, orang non-Muslim hanya diminta untuk berpakaian sopan yang tidak mengumbar aurat sebagai adab yang umum,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan, Pemkot Tasikmalaya berencana membentuk satuan Polisi Syariah yang bertindak menegakkan Perda Nomor 12 tahun 2009, yang berisi tentang tata nilai kehidupan bermasyarakat dengan berlandaskan ajaran agama Islam serta mewajibkan bagi Muslimah di sana untuk menggunakan Jilbab.

source:
Bilal / Arrahmah
Kamis, 7 Juni 2012 16:19:44




 

Pendiri lobby Israel-Indonesia tertangkap menjalankan bisnis judi berkedok yayasan amal

JAKARTA  - Satuan Reserse Polres Jakarta Barat melakukan penggerebekan perjudian "Bola Tangkas" yang berkedok yayasan amal, di Komplek Taman Duta Mas Blok D8 No.3, Kelurahan Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Rabu (6/6) pada pukul 17.30 WIB. Dalam penggerebekan tersebut ditengarai salah satu pendiri lobby Israel-Indonesia bernama Hani Yahya Assegaf tertangkap sebagai pemiliknya.

Kepala Satuan Reskrim Polres Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Polisi Hengky Haryadi mengatakan, pengungkapan tersebut berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar tentang adanya aktifitas tindak pidana perjudian.

"Kami dapat mengungkap tempat ini, dan mengamankan beberapa mesin yang berkedok penjudian untuk yayasan amal, untuk membantu anak-anak dengan mengatasnamakan Azizah Foundation," ucapnya ditempat kejadian, Rabu (6/6).

Kata Hengky, penggerebekan ini wujud komitmen Kepolisian Polres Jakarta Barat untuk memberantas perjudian di wilayah hukum Jakarta Barat.

"Tidak ada kompromi mengenai perjudian di Jakarta Barat, kami akan periksa secara komprehensif dan masih dalam proses. Perjudian ini baru menjalankan empat hari," tambahnya.

Hengky menambahkan, pihaknya berhasil mengamankan beberapa barang bukti dari hasil penggerebekan tersebut, yakni 20 mesin judi Mickey Mouse, ribuan chip ada yang bernilai Rp100 ribu, Rp500 ribu, dan sampai Rp1 juta rupiah, Handphone, senjata api revolver rakitan, enam peluru, dan tujuh linting ganja.
"Yang ditahan 14 orang karyawan termasuk pemain dan pengelola, pemiliknya Hani Yahya Assegaf," tutupnya.

Dalam aksinya, pemilik arena perjudian yang diketahui bernama Hani Yahya Assegaf ini berdalih hasil perjudian ini akan disumbangkan kepada Yayasan Azizah Foundation.

Yayasan ini bergerak pada bayi yang lahir dengan kondisi hydrocephalus, suatu keadaan di mana terjadi pengumpulan cairan berlebihan di dalam otak yang berakibat pada pelebaran ruang-ruang dalam otak (ventrikel) yang tidak normal.

"Pengakuan mereka hasil judi ini untuk yayasan amal, membantu anak-anak," katanya.
Aksi ini sempat menimbulkan keresahan warga sekitar. Oleh karenanya, meski di ruangan tersebut dipasang spanduk berukuran besar bertuliskan Yayasan Azizah Foundation petugas akan tetap memprosesnya.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Ini merupakan wujud komitmen kami, tidak ada judi di Jakarta Barat, tidak ada kompromi mengenai perjudian," tuturnya.

Untuk memastikan apakah ada keterlibatan pihak yayasan, pihaknya akan menelusuri pengakuan dari pemilik arena perjudian yang mengaku baru empat hari beraktivitas tersebut.
"Kita akan sinkronkan dari para tersangka dan pemilik yayasan amal, apakah bener ada pengiriman bantuan atau tidak, kalau benar semua akan kita periksa," jelasnya.

Sebagaimana diketahui, Hani Yahya Assegaf atau dengan nama samaran Hans Sagov sendiri, merupakan putra Yahya Assegaf yang mengaku sebagai pejabat BIN. Namun belum bisa dibuktikan hingga kini keanggotaannya di lembaga intelijen negara tersebut.

Yahya Assegaf sendiri, merupakan orang yang berada di balik pelaporan informasi palsu ke Kedubes Amerika Serikat Jakarta mengatakan bahwa FPI merupakan ‘attack dog’ pihak Kepolisian Republik Indonesia. Atas aksinya tersebut, Munarman sempat berpolemik dengan Hani Assegaf yang berujung peneroran kantor Lawyer milik Munarman.

Sedangkan Hani Assegaf sendiri merupakan salah satu pendiri LSM kaki tangan zionis Yahudi, Indonesian-Israel Public Affair Comitte/ IIPAC( lobby Israel untuk Indonesia) dan pernah menjadi panitia HUT Israel di Jakarta dan di Puncak, Bogor pada tahun lalu yang sempat menghebohkan publik Indonesia.

source:
Bilal / Arrahmah
Kamis, 7 Juni 2012 13:46:48

Hani Yahya Assegaf, Agen Zionis Itu Diciduk Di Arena Judi Bola Tangkas

JAKARTA – Agen zionis Yahudi, pendiri lobby Israel-Indonesia, Hani Yahya Assegaf alias Hans Sagov, kemaren, Rabu (6/6) pada pukul 17.30 WIB diciduk Satuan Reserse Polres Jakarta Barat saat melakukan penggerebekan perjudian "bola tangkas" berkedok yayasan amal, di Komplek Taman Duta Mas Blok D8 No.3, Kelurahan Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.

Sebagaimana diketahui, Hani Yahya Assegaf atau Hans Sagov sendiri, merupakan putra Yahya Assegaf yang mengaku sebagai pejabat BIN. 

Yahya Assegaf merupakan orang yang berada di balik pelaporan informasi palsu ke Kedubes Amerika Serikat Jakarta, yang mengatakan bahwa FPI merupakan ‘attack dog’ pihak Kepolisian Republik Indonesia. Atas aksinya tersebut, Munarman sempat berpolemik dengan Hani Assegaf yang berujung peneroran kantor lawyer milik Munarman.

Sedangkan Hani Assegaf sendiri merupakan salah satu pendiri LSM kaki tangan zionis Yahudi, Indonesian-Israel Public Affair Comitte/ IIPAC( lobby Israel untuk Indonesia) dan pernah menjadi panitia HUT Israel di Jakarta dan di Puncak, Bogor pada tahun lalu yang sempat menghebohkan publik Indonesia.

Meski di ruangan tersebut dipasang spanduk berukuran besar bertuliskan Yayasan Azizah Foundation, praktek perjudian tersebut menimbulkan keresahan warga sekitar. Aparat pun bergerakn untuk menindaknya.

Kepala Satuan Reskrim Polres Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Polisi Hengky Haryadi mengatakan, pengungkapan tersebut berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar tentang adanya aktifitas tindak pidana perjudian. Dalam aksinya, pemilik arena perjudian yang diketahui bernama Hani Yahya Assegaf ini berdalih hasil perjudian ini akan disumbangkan kepada Yayasan Azizah Foundation.

"Kami dapat mengungkap tempat ini, dan mengamankan beberapa mesin yang berkedok penjudian untuk yayasan amal, untuk membantu anak-anak dengan mengatasnamakan Azizah Foundation," ujar Hengky di TKP, Rabu (6/6).

Komitmen Kepolisian Polres Jakarta Barat untuk memberantas perjudian di wilayah hukum Jakarta Barat, betul-betul diwujudkan. Pihak kepolisian berhasil mengamankan beberapa barang bukti dari hasil penggerebekan tersebut, yakni 20 mesin judi Mickey Mouse, ribuan chip ada yang bernilai Rp100 ribu, Rp500 ribu, dan sampai Rp1 juta rupiah, Handphone, senjata api revolver rakitan, enam peluru, dan tujuh linting ganja.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Ini merupakan wujud komitmen kami, tidak ada judi di Jakarta Barat, tidak ada kompromi mengenai perjudian. Yang ditahan 14 orang karyawan termasuk pemain dan pengelola, pemiliknya Hani Yahya Assegaf," jelasnya.

Pembocor Rahasia Negara
Seperti diberitakan sebelumnya Wikileaks mengungkapkan, kawat diplomatik tertanggal 19 Februari 2006, menyebut anggota Badan Intelijen Negara Yahya Assegaf dekat dengan FPI. Yahya pulalah yang memberi peringatan kepada kedutaan Amerika Serikat atas aksi protes FPI terhadap kartun Nabi Muhammad. Yahya juga menyatakan FPI adalah "attack dog" bagi kepolisian.

Agen  BIN Yahya Assegaf lalu menyeret nama anaknya, Hani Yahya Assegaf. Hani dengan nama alias Han Sagov bersama Benyamin Ketang terlibat mendirikan Indonesia Israel Public Affairs Comitte (IIPAC), sebuah LSM yang menjadi agen zionisme yahudi Israel dunia di Indonesia. Sebuah konspirasi untuk hancurkan gerakan Islam

Menurut Munarman, apa yang disampaikan Yahya ke kedutaan sama saja menjual informasi negara. Apalagi Yahya melalui anaknya Hani Y Assegaf ternyata mendirikan Indonesia Israel Public Affair Committe (IIPAC). Komite tersebut sempat membuat heboh dengan perayaan kemerdekaan Israel. "Lha antek Amerika dan antek Zionis Israel memang suka menebar fitnah dan issue demi uang," kata Munarman.

Sudah menjadi rahasia umum jika zionisme yahudi Israel berusaha masuk ke Indonesia dengan menghalalkan segala macam cara. Setelah terbongkarnya kedatangan rahasia Amira Arnon-Duta Besar Israel untuk Singapura-ke Jakarta pada tanggal 20-27 Maret lalu, kini tersebar sebuah dokumen yang memperlihatkan nama Hani Yahya Assegaf-anak dari agen BIN Yahya Assegaf-menjadi pendiri LSM Indonesia Israel Public Affairs Comitte (IIPAC), bersama Benyamin Ketang, selaku Direktur IIPAC.

Di dokumen Akta Pendirian IIPAC yang didaftarkan melalui Notaris Nirmawati Marcia SH di Jakarta tertanggal 21 Januari 2002, tercatat nama-nama pendiri IIPAC, yakni sebanyak 5 orang, yaitu : 1) Benyamin Ketang 2) Mr. Sakata Barus, 3) Mr. Poppe Alexander Z, 4) Mr. Hani Yahya Assegaf alias Han Sagov, 5) Mr. Y. Gatot Prihandono, SSI.

Di Pasal 2 Akta Pendirian tersebut dijelaskan tujuan IIPAC, yakni untuk menyelenggarakan kerjasama dengan lembaga-lembaga Israel, Yahudi Internasional, dan melindungi hak-hak warga Yahudi dan keturunan Yahudi di Indonesia serta memajukan kerjasama bisnis, investasi, IT, dan pendidikan tinggi dengan universitas di seluruh dunia.

Menyerang FPI
Pasca memberitakan dan membongkar keterlibatan agen BIN Yahya Assegaf dalam bocoran Wikileaks yang memfitnah FPI, Selasa (6/09/2011), Munarman, dirinya diteror oleh sekelompok yang mengaku sebagai orang suruhan Yahya Assegaf,orang, rata-rata berpenampilan preman, yang datang ke rumahnya, hari Rabu (7/09/2011), tepatnya sore hari.

Beberapa orang suruhan Yahya Assegaf juga mendatangi kantornya di bilangan Tanah Abang, dan juga ke kantor FPI di Petamburan. Di kantornya ada beberapa orang yang datang dan melihat-lihat, juga dengan tampilan preman, walau tidak meninggalkan pesan apapun.

Di kantor FPI, menurut Munarman yang datang adalah anak Yahya Assegaf, yakni Hani Yahya Assegaf, yang juga memiliki nama samara Han Sagov, dan merupakan pendiri IIPAC, LSM kaki tangan zionis yahudi Israel di Indonesia. Di kantor FPI, 

masih menurut Munarman, Hani Assegaf menyampaikan bahwa urusan ini adalah urusan pribadi antara dirinya dan Munarman, dan tidak ada kaitannya dengan FPI, yang mana menurut Munarman juga merupakan bentuk teror kepada dirinya. (dbs) ***

source:
VoA-Islam
Jum'at, 08 Jun 2012

Persis: Kami ikut LPOI karena ada misi pendidikan dan dakwah

JAKARTA  - Ketua umum organisasi Persatuan Islam (Persis) Profesor Dr. K.H. Maman Abdurahman mengaku tidak bisa bicara banyak ketika diminta tanggapannya tentang keterlibatannya dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) beranggotakan 13 organisasi massa Islam yang diketuai oleh Ketua PBNU, KH Said Agil Siradj.

"Mohon maaf saya masih belum bicara banyak, kami masih akan rapat sehubungan dengan banyaknya pertanyaan masyarakat tentang masalah itu," ujarnya kepada hidayatullah.com, Kamis (07/06/2012) sore.

Ketika didesak, apakah Persis hadir dalam pendirian organisasi tersebut, Maman Abdurahman mengakui bila pihaknya datang menghadiri pendiriannya pada hari Jumat (01/01/2012), bertempat di Kantor PBNU, Jl. Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, kala itu.

Hanya saja, Profesor Dr. K.H. Maman Abdurahman mengatakan, kala itu, misi yang dijelaskan dalam gerakan itu adalah menyangkut pendidikan dan dakwah serta menjaga kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kami ikut, karena itu misinya pendidikan dan dakwah. Serta menjaga persatuan NKRI, tidak ada yang lain," ujarnya.

Jadi tidak pernah ada penjelasan bahwa lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi terhadap ormas-ormas yang dianggap radikal, sebagaimana dikatakan KH. Said Agil Siradj.

Karenanya, Maman meminta izin agar diberi kesempatan rapat membahas masalah ini agar nanti bisa menjelaskan ke masyarakat.
"Kami akan rapat dululah," ujarnya.

Sebelum ini, pihak Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) mengaku tidak tahu menahu keberadaan organisasi LPOI yang ikut mengkaitkan dengan nama organisasinya. Pernyataan ini disampaikan Ustadz Syuhada Bahri, Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia setelah dikonfirmasi.

Seperti diketahui, hari Jumat (01/01/2012), bertempat di kantor PBNU, Jl. Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, dibentuk organisasi kemasyarakatan berbasis massa Islam bernama Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) yang beranggotakan 13 organisasi massa Islam.

Ke-13 ormas yang disebut telah tergabung dalam LPOI itu ialah; Nahdlatul Ulama, Persis, Al Irsyad Al Islamiyah, Al Ittihadiyah, Mathlaul Anwar, Arrabithah Al Alawiyah, Al Wasliyah, Adz Dzikra, Syarikat Islam Indonesia, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ikatan Dakwah Indonesia (IKADI), PERTI, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Menurut Said Agil, sebagaimana banyak dikutip media, lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi terhadap ormas-ormas yang dianggap radikal dan untuk melawan kekuatan yang ingin merongrong NKRI.
Menariknya, ormas besar seperti Muhammadiyah tidak ikut tergabung di dalamnya.

source:

Dewan Dakwah mengaku tak hadir dan tak tahu organisasi LPOI

JAKARTA  - Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengaku tidak tahu menahu tentang keberadaan organisasi LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) yang ikut mengaitkan dengan nama organisasinya. Pernyataan ini disampaikan Ustadz Syuhada Bahri, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia setelah dikonfirmasi.

“Yang jelas, kita tidak mendapat undangan, dan tidak mengutus perwakilan,” ujar Syuhada kepada hidayatullah.com, Rabu (6/6/2012) siang.
Ketika ditanya apakah Dewan Dakwah perlu memberikan pernyataan resmi sehubungan banyak nya pertanyaan berbagai elemen masyarakat di kantor redaksi tentang masalah ini, Syuhada mengaku untuk sementara masih belum.

"Untuk sementara masih belum, sebab kami masih dalam posisi mencari tahu, siapa sesungguhnya yang datang mengatasnamakan kita dalam pertemuan itu," ujarnya lagi.
“Jadi posisi kita saat ini, baru sedang mencari dan mengumpulkan informasi.”

Seperti diketahui, minggu lalu, Jumat (1/6/2012), bertempat di Kantor PBNU, Jl. Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, dibentuk organisasi kemasyarakatan berbasis massa Islam bernama Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) yang beranggotakan 13 organisasi massa Islam.

Ke-13 ormas yang tergabung dalam LPOI itu ialah; Nahdlatul Ulama, Persis, Al Irsyad Al Islamiyah, Al Ittihadiyah, Mathlaul Anwar, Arrabithah Al Alawiyah, Al Wasliyah, Adz Dzikra, Syarikat Islam Indonesia, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ikatan Dakwah Indonesia (IKADI), PERTI, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Bertindak sebagai ketua umum LPOI adalah Ketua Tanfidziyah PBNU, Said Agil Siradj.
Menurut Agil Siradj, lembaga ini dibentuk sebagai antisipasi terhadap ormas-ormas yang dianggap radikal dan untuk melawan kekuatan yang ingin merongrong NKRI.

“Lembaga ini dibentuk untuk memperkuat NKRI, mencapai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Lembaga ini juga menolak segala kekerasan dengan alasan apapun. Saya tidak mengatakan pada ormas tertentu,” ucapnya.

Menurut Agil, hari Kamis 7 Juni 2012 ini, utusan ormas tersebut akan bertemu presiden di Istana.
Menariknya, ormas besar seperti Muhammadiyah tidak ikut tergabung di dalamnya.

source:

Gramedia terbitkan buku yang isinya terdapat penghinaan Nabi Muhammad, MUI desak penerbit menarik dari peredaran dan meminta maaf

JAKARTA  - Sehubungan diterbitkannya sebuah buku berjudul  ‘5 kota berpengaruh di Dunia’ karangan Douglas Wilson oleh Gramedia yang di dalamnya terdapat penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Anggota Komisi Pengkajian Majelis Ulama Indonesia, Ustadz Fahmi Salim meminta penerbit Gramedia untuk menariknya segera dan meminta maaf kepada umat Islam.

“Gramedia harus menarik buku itu dari pasar dan meminta maaf kepada umat Islam. Yang pasti, terbitnya sebuah buku sudah melewati seleksi editor yang sangat ketat sehingga Gramedia harus bertanggung jawab terhadap 
terbitnya buku ini.”

Lanjut ustadz Fahmi, Ia menyayangkan sikap editor Gramedia yang seharusnya tanggap terhadap permasalahan yang sensitif ini dan dapat melukai perasaan umat Islam.

“Dan jika penerjemah dan editor buku sudah mengetahui ada statemen-statement penulisnya Douglas Wilson semacam itu yg melukai umat Islam semestinya juga tidak direkomendasi untuk dicetak Gramedia dan didistribusikan di tengah Indonesia yang mayoritas beragama Islam.”

Meski tidak ingin mempersoalkan motif penerbitan buku tersebut, namun dia, menegaskan kembali tuntutannya kepada Gramedia untuk menarik buku tersebut dari peredaran.
“Terlepas dari adanya unsur kesengajaan atau alpa, nasi sudah jadi bubur maka saya harap seluruh buku yg telah beredar di toko-toko segera ditarik"tegas Wasekjen majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia  
(MIUMI) ini
.
Sebagaimana diberitakan Harian Umum Republika (suara republika,Hal.4, HU Republika) pada hari ini Jum’at (8/6/2012). Diungkapkan sebuah buku yang terbit di Gramedia yang berjudul ‘5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia’ karangan Douglas Wilson sangat menghina Nabi Muhammad.
Saat membahas Kota Yerusalem di hal 24, tertulis, "Selanjutnya ia (Muhammad) memperistri beberapa wanita lain. Ia menjadi seorang perampok dan perompak, memerintahkan penyerangan terhadap karavan-karavan Mekah.
Dua tahun kemudian, Muhammad memerintahkan serangkaian pembuhuhan demi meraih kendali atas Madinah, dan di tahun 630 M ia menaklukkan Mekah." Begitu pula pada halaman 25 alinea kedua dan ketiga. Di sana Douglas menafsirkan bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad selalu ditegakkan dengan pedang.

source:
Bilal / Arrahmah
Jum'at, 8 Juni 2012 13:15:37

Apakah Umat Islam Harus Menyerah kepada Komisi HAM PBB?

Indonesia di tuduh melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), saat berlangsung  sidang  Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di Jenewa, Swiss. Indonesia dievaluasi 74 negara di dunia, melalui mekanisme Universal Periodic Review, Dewan HAM PBB, di sessi ke – 13 di Jenewa.

Dari 180 rekomendasi, pemerintah mengadopsi 144 rekomendasi dan 36 sisanya akan dibawa ke Indonesia untuk dipertimbangkan dan diputuskan pada September 2012, pada sesi 21 Dewan HAM PBB.

Nampaknya, pemerintah Indonesia  mengadopsi mayoritas rekomendasi resolusi Dewan HAM PBB itu. Diantara yang menjadi  sorotan Dewan HAM PBB itu :
“Harmonisasi sejumlah peraturan daerah (perda) diskriminatif dengan standar HAM dan menghapus perda yang memicu diskriminasi berbasis agama, selain itu juga membatalkan undang-undang maupun kebijakan yang membatasi hak atas kebebasan berpikir dan berekspresi”.

Tentang menyangkut sejumlah peraturan daerah (perda)  yang diangap diskiriminatif, sebagai akibat sejumlah daerah di Indonesia, yang menetapkan sejumlah  perda, yang melarang berbagai bentuk penyakit sosial seperti,  “Molimo” (madon-berzina, mendem-mabok, madat-narkoba, main-judi, dan mateni-membunuh”.

Apakah itu sebuah pelanggaran HAM? Jika pemerintah daerah, menetapkan peraturan daerah, yang melarang pelacuran, berzina, minum, narkoba, judi, dan membunuh? Tentu setiap pemerintah daerah, di era otonomi berhak membuat perutaran, yang dapat menjamin ketertiban, keamanan, kehidupan moralitas masyarakat luas. Dengan menghapus berbagai penyakit sosial.

Pemerintah pusat seharusnya menghormati, sejumlah pemerintah daerah, yang didukung DPRD, berinisiatif membuat peraturan dalam rangka menjamin kondisi daerahnya, menjadi lebih normal, termasuk melarang dan membatasi segala aktifitas yang dapat membahayakan kehidupan warganya.

Apakah dengan dalih kebebasan dan hak asasi manusia, segala  penyimpangan, kemudian dibiarkan dan tidak diatur. Jika sebuah penyimpangan itu tidak diatur, dan dibiarkan, maka akan terjadi malapetaka dalam kehidupan.

Rakyat dibiarkan berzina secara bebas, dan membiarkan para pelacur melakukan praktek di mana-mana, orang minum minuman keras dibiarkan, orang menggunakan narkoba tidak ditindak, orang judi bisa  bebas, dan setiap orang dibiarkan membunuh terhadap orang lain?

Memang, belum lama ini, Mendagri Gumawan Fauzi, sudah menegaskan hendaknya, seluruh pemerintahan daerah mencabut peraturan daerah (perda), yang dinilai bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi (UUD’45) dan Pancasila.

Tetapi, bagaimana pemerintah pusat mengebiri pemerintah daerah, yang  membuat berbagai peraturan, yang tujuannya ingin melindungi dan menjaga rakyatnya? Apakah, perda itu sebagai sebuah pelanggaran, dan harus dibatalkan, dan sama sekali tidak diakomodasi? Hanya karena perda itu dituduh sebagai perda : “Syariah”?

Sejatinya, adanya perda-perda yang dibuat oleh pemerintah daerah itu, tujuannya melindungi masyarakat dari berbagai penyakit sosial, dan menjamin agar rakyat tidak hancur. Semua bentuk kejahatan yang ada dalam bentuk “molimo”  yang sudah menjadi penyakit sosial, di mana sekarang sudah sangat akut, maka  pada akhirnya menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa Indonsia.

Tetapi, bagaimana masalah internal pemerintahan di Indonesia harus sampai masuk dalam agenda sidang Komisi HAM PBB? Betapa LSM-LSM dan fihak Gereja begitu paranoid terhadap umat Islam, dan pemerintah daerah yang mangadopsi aspirasi rakyat melalui DPRD melarang berbagai penyimpangan yang ada, kemudian dituduh melanggar HAM?

Di bagian lain yang disoroti Komisi HAM PBB terkait dengan pelangaran HAM di Indonesia :
“Terkait isu kebebasan beragama: mel akukan tinjau ulang dan mencabut kebijakan yang membatasi kebebasan beragama, memastikan semua produk hukum yang mengatur kehidupan beragama sesuai dengan standar HAM internasional, pelatihan bagi aparat untuk penegakan hukum dan perlindungan atas kebebasan beragama, membangun upaya intensif dan langkah kongkret stop kekerasan berbasis agama, investigasi dan hukum pelaku kekerasan terhadap minoritas agama, dan menghentikan syiar kebencian”.

Komisi HAM PBB sangat serius menanggapi tentang adanya pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Tentu,  hal ini terkait dengan isu masalah Ahmadiyah, dan larangan pendirian Gereja Yasmin di Bogor,yang dilaporkan oleh LSM-LSM, dan Dewan Gereja Indonesia kepada Komisi HAM PBB, di Jenewa.

Masalah Ahmadiyah, tentu Komisi HAM PBB, tidak dapat hanya melihat itu, sebagai pelangaran HAM. Karena, hal itu menyangkut masalah yang pokok (asas). Di mana dikalangan para  pemimpin Islam di Indonesia, sudah menyampaikan kepada pemerintah, solusi yang diinginkan dalam rangka menyelesaikan masalah Ahmadiyah.

Ahmadiyah adalah masalah internal umat Islam. Usaha dialog dengan fihak Ahmadiyah dan pemerintah sudah berulang kali diselenggarakan, tetapi pemerintah tidak mengambil langkah tegas. Terhadap Ahmadiyah. Inilah yang kemudian menimbulkan konflik di tingkat bawah.

Kalangan umat Islam menilai Ahmadiyah sebagai kelompok yang menyimpang dari mainstream (arus utama) umat Islam, yang samasekali tidak dapat ditoleransi. Ahmadiyah mengaku memiliki nabi sendiri, dan memiliki kitab sendiri, dan itu semua bertentangan dengan keyakinan mayorita umat Islam.

Apakah  dengah dalih kebebasan beragama umat Islam harus membiarkan Ahmadiyah melakukan aktifitas, dan melakukan gerakan, yang mengajak umat Islam  masuk ke dalam Ahmadiyah, yang sudah terang-terangan menyimpang dari pokok ajaran Islam?

Tentang Gereja Yasmin.
Gereja Yasmin merupakan salah satu dari gereja  yang banyak di Indonesia. Di mana prosedur pendirian sangat manipulatif. Dengan cara melanggar kesepakatan yang sudah tertuang dalam SKB Tiga Menteri, tentang tata cara pendirian rumah ibadah. Diantaranya, setiap gereja yang hendak didirikan, harus mendapatkan persetujuan tanda tangan 90 warga di sekitar lokasi.

Sering terjadi fihak gereja melakukan manipulasi tanda tangan penduduk setempat. Di mana dengan  tanda tangan yang  dimanipulasi itu, kemudian gereja  mendapat  izin pendirian gereja. Bayangkan, di Indonesia pertumbuhan gereja, lebih 200 persen, dibandingkan dengan umat Islam, yang mayoritas di Idnonesia, yang tidak sampai 100 persen pertumbuhan setiap tahun. Ini berdasarkan hasil penelitian Departemen Agama 2009.

Masihkah fihak gereja merasa dibatasi hak-hak dasar mereka? Sehingga, kasus Gereja Yasmin, harus dilaporkan kepada Komisi HAM PBB, sebagai pelanggaran  HAM di Indonesia.

Orang Islam setiap hari dibunuhi di mana saja tidak ada yang mengangkat ini ke Komisi HAM PBB. Di Barat, khususnya di Eropa dan Amerika Serikat, dapatkah umat Islam menjalankan hak-hak dasarnya, seperti keyakinan agama mereka secara bebas.

Di sejumlah negara Eropa, pemerintahannya melarang wanita menggunakan kerudung dan cadar. Akitivitas keagamaan mereka batasi. Sejumlah hak-hak dasar mereka ikut juga dibatasi, seperti dalam pendidikan, dibidang ekonomi, sosial, dan budaya. 

Sekarang di seluruh negara-negara Barat, terjadi mengalami diskriminasi yang begitu hebat terhadap umat Islam. Tetapi, adakah yang berbicara hak asasi umat Islam?

Masjid-masjid dilarang mengumandangkan adzan dengan menggunakan pengeras suara. Semua aktivitas umat Islam direduksi dengan sangat keras. Umat Islam kemana saja diawasi. Umat Islam sudah dengan steriotipe yang negatif sebagai militan, fundamentalis, dan ektrimis, serta teroris.

Berbeda setiap pemerintah Barat, khususnya Amerika dengan sangat enaknya membunuhi umat Islam dan tokoh-tokohnya hanya dengan modal stempel “teroris”, merekasudah dapat bertindak apa saja, termasuk membunuh Muslim.

Di Indonesia sudah berapa banyak umat Islam, yang belum dibuktikan kesalahannya, langsung ditembak di jalan-jalan dan di rumah-rumah mereka, hanya karena mereka dituduh sebagai “teroris”. Kejahatan atau kesalahannya  tidak pernah dibuktikan didepan pengadilan.

Mereka disiksa di penjara-penjara. Adakah yang memperhatikan nasib mereka. Seperti halnya mereka  yang sampai sekarang masih disimpan di penjara Guantanmo, di Teluk Kuba,hanya karena mereka ingin menegakkan aturan dan hukum Allah.

Sementara hanya gara-gara masalah Ahmadiyah dan Gereja Yasmin di Bogor, Indonesia sudah diadukan kepada Komisi HAM di Jenewa oleh LSM-LSM dan Dewan Gereja.

Sepanjang pemerintah Soeharto berapa banyak umat Islam di bantai oleh rezim biadab Soeharto, di Aceh, Lampung, dan Tanjung Priok, dan di sejumlah penjara? Tidak ada yang melaporkan Soeharto kepada Komisi HAM PBB.

Jadi kalau umat Islam mati dibunuh, di kristenkan, di murtadkan, dan benamkan  ke dalam penjara-penjara serta disiksa itu sifatnya “given” belaka? Lembaga-lembaga internasional dan  multilarel  (global), datang ke negara-negara Afrika, Asia, Timur Tengah, dan memurtadkan mereka, mendirikan gereja, padahal yang beragama Kristen bisa dihitung dengan jari di tengah-tengah Muslim, lalu kalangan Muslim harus menerima begitu saja?

Jadi kalau Ahmadiyah terus menyebarkan faham yang melawan “mainstream” mayoritas Muslim dan Gereja memurtadkan Muslim harus dibiarkan saja? Begitu? Wallahu’alam.

source :
VoA-Islam
Jum'at, 08 Jun 2012

Ustadz Al Khaththath : Menentang Perda Syariat itu pernyataan anarkis

JAKARTA - Penentangan terhadap peraturan daerah (Perda) Syariat yang rencananya akan diterapkan di Tasikmalaya, menurut menurut sekjen Forum umat Islam (FUI) Ustadz Al Khaththath sebagai tindakan yang tidak rasional, karena Perda tersebut merupakan aspirasi yang sesuai mekanisme konstitusi. Pernyataan yang menentang tersebut, ia nilai sebagai anarkis.

Wong itu sudah ditentukan oleh wakil rakyat, kalau tidak itu demokrasinya anti Islam, dan hipokrit. Itu yang harus diluruskan, siapa pun yang menolak perda syariat itu pernyataan anarkis,” kata Ustadz AlKhaththath kepada arrahmah.com, Jakarta, Kamis (7/6).

Menurut Ustadz Khaththath, masyarakat Tasik lebih memahami kondisi lingkungaan mereka sendiri, sehingga sangat wajar jika masyarakat Tasik mengaspirasikan kebutuhan mereka terhadap Perda Syariat tersebut.
“Saya kira  orang-orang Tasikmalaya lebih berhaklah, mereka kan lebih tahu keadaan mereka di sana, dan itu kan memang kewajiban dari Allah,” ujarnya.

Lanjutnya, justru keinginan penerapan Syari’at Islam tersebut sudah sesuai dengan konstitusi dasar bangsa Indonesia yang meyakini eksistensi ketuhanan Yang Maha Esa.

“Kalau bangsa ini sudah menyatakan di dalam UUD membangun negara dengan ketuhahnan Yang Maha Esa, itu sudah klop. Tuhan Yang Maha Esa dan Tuhan Yang Maha Kuasa itu satu Dzat,” paparnya

Ia pun menanyakan komitmen Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terhadap Islam. Pasalnya menurut Mubaligh ini, jika Mendagri komitmen terhadap Islam, ia tidak akan menentang perda syariat tersebut.

“Gamawan Fauzi ingat tidak saat selepas Solat, kalau masih ingat, selepas sholat, kita disuruh mengingat Allah dengan zikir, dan zikirnya laa ilaha illallah wahdahu la syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli syai-in qodir. Di sana dijelaskan Allah itu sebagai penguasa,” tegas Ustadz Khaththath.

Ustadz Khaththath pun mengingatkan kepada Mendagri agar tidak menolak kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, sebab semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

“Dia harus hati-hati. Kalau  dia begitu terus, menolak perda Syariat atas alasan bertentangan otda berarti dia melawan Allah, akan ditanya di akhirat oleh Allah, kalau dia masih beriman gak?” pungkasnya. 

source:
Bilal / Arrahmah
Jum'at, 8 Juni 2012 11:49:34