Laman

Minggu, 02 September 2012

Amin Rais : KPK Harus Memproses Jokowi

Jakarta, Tak ada gading yang tak retak. Betapapun, masyarakat sudah begitu ngiler terhadap Jokowi, sebagai tokoh yang dianggap bersih dan hebat, tetapi belakangan ini ada laporan dari publik, tentang dugaan korupsi Jokowi.

Menanggapi laporan masyarakat Solo itu, pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), Amin Rais, menegaskan hendaknya temuan masyarakat mengenai dugaan korupsi oleh Wai Kota Solo Joko Widodo alias Jokowi yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diproses secara hukum, ujarnya.

Publik tidak boleh memutuskan (beropini) harus ada kejelasan bukti-bukti yang ada. Diperlukan proses hukum yang serius penanganannya dari pihak penegak hukum (KPK). Karena itu, ikuti saja bagaimana prosesnya nanti. Kalau memang ada bukti yang kuat bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi di Solo, maka yang bersangkutan juga harus diproses hukum.

"Andai kata betul ada temuan konkreit hitam diatas putih sudah ada, maka segera diproses supaya kita jangan kecele," ujarnya di Jakarta (2/9/2012).

Menurut Amien, pasangan Jokowi-Ahok kiranya harus memahami dengan adanya laporan dugaan korupsi tentang mereka. Ini agar menjadi semacam evaluasi dan pembuktian bahwa mereka bersih atau tidak, sehingga publik bisa lebih tahu yang sebenar-benarnya bagaimana sosok cagub yang akan dipilihnya pada pilkada DKI putaran kedua nanti.

"Siapapun punya kelemahan. Namun kelemahan itu ada yang bisa ditoleransi dan ada kelemahan yang tidak bisa ditoleransi(fatal). Nanti kala saya terlalu kritis ada orang yang lantas menyimpulkan berlebihan, ya sudahlah," tandasnya.

Sebagaimana diberitakan, Tim Selamatkan Solo, Selamatkan Jakarta, Selamatkan Indonesia (TS3), Kamis (30/8/2012), resmi melaporkan Walikota Solo Joko Widodo ke KPK.

Jokowi dinilai melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana korupsi hingga menyebabkan kerugian negara Rp9.8238.185.000 yang dilakukan anak buahnya Kepala Disdikpora dan Kepala DPPKA Solo. "Kami membawa dokumen berbundel-bundel dan sejumlah bukti tindak pidana korupsi ini," ujar Ketua TS3 Ali Usman ketika di Gedung KPK.

Menurut Ali, dugaan korupsi itu bermula saat APBD Surakarta pada 2010 yang menganggarkan belanja hibah sebesar Rp35 miliar. Sekitar Rp23 miliar dana itu diperuntukkan untuk BPMKS untuk 110 ribu siswa. Saat verifikasi terdapat banyak data yang ganda tetapi dihilangkan. Data penerima BPMKS 65.394 siswa dengan nilai anggaran Rp10.688.325.000. Namun, meski itu telah dilaporkan kepada Joko Widodo selaku penanggung jawab tertinggi APBD Kota Solo, tidak ada perubahan penganggaran untuk BPMKS tahun 2011.

Untuk itu, TS3 menyimpulkan harusnya ada dana Rp9 miliar lebih dana BPMKS pada 2010 yang tidak dikembalikan ke Kas Pemerintah Kota Solo. Hal ini tidak ditindaklanjuti Joko Widodo selaku wali kota. "Untuk itu, Wali Kota Solo telah melakukan pembiaran hingga negara dirugikan Rp9 miliar lebih," tegas Ali.
Semuanya dugaan korupsi yang dilakukan Jokowi harus  dibuktikan oleh KPK, sebagai tokoh yang sekarang ini sedang berlaga di DKI Jakarta. Agar rakyat tidak lagi terkecoh. Apakah Jokowi bersih atau kotor. Semuanya  harus dibuktikan.
 
source
voaislam/ahad,02sep2012
 

Ust Bachtiar Nasir: Solusinya, Syiah jangan Men-Syiahkan Orang Sunni

JAKARTA - Menyikapi Masalah Sampang Jilid II, Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan, kasus tersebut menjadi pelajaran yang berharga bagi tokoh umat dan pemerintah di negeri ini. 
Untuk itu, tokoh umat perlu diberi pembakalan tentang akidah ahlusunnah wal jamaah sesungguhnya. Jujur saja, umat ini belum sepenuhnya paham apa itu  akidah ahlus sunnah.

“Hal ini bisa dilihat dari statemen sebagian tokoh Islam itu sendiri tentang apa itu Syiah. Para tokoh Islam itu hanya ikut-ikutan membela kasus agama Tajul Muluk tanpa tahu persoalan sesunguhnya, hanya karena satu logika, minoritas ditekan oleh kelompok mayoritas. Ini logika yg salah,” ujar Ustadz Bachtiar yang ditemui VoA-Islam di AQL Islamic Center, Jakarta, kemarin malam.

Menurut Ustadz Bachtiar, pemerintah terlalu menyederhanakan persoalan. Kasus Sampang, sesungguhnya bukanlah persoalan keluarga. Karenanya, konflik ini bisa diselesaikan dengan mengurai akar masalahnya, bukan hanya asapnya saja.
“Bila kita membuka mata di dunia ini, akar masalah kasus Sampang bisa dilihat dari  apa yang terjadi di Irak, Bahrein, Yaman, Tunisia, Mesir,  dan kini Syiria. Jujur, di Indonesia, Syiah sudah bergerak ke arah sana. 

Karenanya, pemerintah Indonesia harus jernih melihat permasalahan ini, dimana kaum Syiah di Indonesia berupaya untuk  men-Syiahkan kaum Ahlus Sunnah di Indonesia.”
Harus diakui, ada perkembangan masif orang Syiah di Sampang yang membuat orang Sunni di sana tidak siap menerima perkembangan yang begitu cepat. Akhirnya, orang Sunni di Sampang mengekspresikan dirinya dengan “bahasa Madura” lewat Carok.

Disinilah, peran pemerintah, lanjut Ustadz Bachtiar, harus memanggil Sunni dan Syiah setempat untuk mendudukan masalah secara jernih, sebelum munculnya kasus Sampang Jilid III. Jika pemerintah menutup mata, bukan tidak mungkin, akan menjadi bom waktu, sehingga konflik menjadi lebih besar.
“Untuk memelihara perdamaian di Indonesia, kita harus menyadari, Syiah memang sudah lama ada di Indonesia. Bahkan di dunia, telah ada 1.000 tahun lalu. Namun, yang perlu disepakati adalah menyepakati batas-batas demarkasi. Kongkritnya,  pertama, orang Syiah tak perlu berpikir men-Syiah orang Sunni, atau sebaliknya,” katanya.

Orang Sunni tahu, kaum Syiah suka mencela sahabat di ranah publik. Tentu saja, hal itu akan membangkitkan emosi orang Sunni. Jadi, solusinya biarkan Syiah berada di wilayahnya sendiri, dalam hal ini berkembang di daratan Persia atau Iran. Mengingat, Indonesia sejak awal berakidah Sunni. Selama proses Syiahisasi terus dilakukan, maka selamanya keonaran akan terus terjadi.

Bantah Ada Zionis & Saudi di Sampang
Ustadz Bachtiar Nasir juga menegaskan, hentikan statemen-statemen tokoh yang mengkait-kaitkan, ada Saudi Arabia dan Zionis di Sampang. “Ini statemen yang berlebihan, tidak factual, terlampau emosional dan tidak punya dasar sama sekali. Pernyataan itu merupakan kesalahan besar yang hanya memperkeruh masalah.”

Apa yang terjadi di Sampang, sesungguhnya adalah persoalan internal umat Islam, dimana Tajul Muluk tidak menepati janji yang telah disepakati sebelumnya.  Inilah akar masalahnya. “Selama tidak ada yang menghujat sahabat Nabi selain Ali ra, dan tidak men-Syiahkan orang Sunni di Indonesia atau sebaliknya, dijamin perdamaian akan tetap terjaga. NU sebagai benteng akidah diharapkan berperan aktif untuk meredam konflik Sampang Jilid II. Perlu digaris bawahi, Konflik Sampang, tidak ada kaitannya dengan NU.”

Ustadz Bachtiar menduga, Tajul muluk didukung oleh sebuah kekuatan tertentu, sehingga berani pasang badan, untuk mengembalikan anak-anak menjadi kader  Syiah di Sampang. Namun, ia tidak setuju, dengan adanya keinginan kelompok Sunni yang hendak mengusir orang Syiah Sampang keluar dari kampung halamannya. “Tentu saja, mengusir orang dari kampung halaman itu ada aturan mainnya, Saya tidak bisa mengatakan boleh atau tidak, seorang diusir dari kampung halamannya, karena ia tidak tahu kondisi di lapangan. Terlebih, kita ini terikat dengan NKRI.”

Menyinggung keberadaan ranjau yang ditanam kaum Syiah di sana, menurut Ustadz Bachtiar adalah sebuah strategi yang terencana. “Kelompok Syiah itu bukan mempertahankan diri, tapi menyerang dengan cara bertahan. Yang mencurigakan adalah darimana mereka tahu membuat ranjau, meskipun dengan bom bondet atau bom nelayan. Saya menduga, ada yang melatih dan membekingya. Bagaimanapun kekerasan tak pernah dibenarkan, karena akan memicu konflik yang lebih besar lagi,” ungkap ustadz berperawakan jangkung ini.

source
voaislam/sabtu,01sep2012

Fitnah! Jika Menuduh Fatwa Syiah Sesat Jadi Pemicu Konflik di Sampang.

JAKARTA - Sejumlah pihak menuding fatwa MUI Jawa Timur menjadi pemicu terjadinya konflik terhadap aliran sesat Syiah di Sampang.

Ormas Syiah, Ahlul Bait Indonesia (Syiah) misalnya, menuntut fatwa kesesatan Syiah dari MUI Jatim dicabut lantaran dianggap memelihara konflik.

Hal senada juga diungkapkan pengamat sosial politik, Bambang Budiono yang menyatakan fatwa MUI Jatim sebagai pemicu konflik.

Menanggapi tudingan tersebut, Ketua MUI Jawa Timur, KH. Abdusshomad Buchori dengan tegas membantahnya. Menurutnya fatwa kesesatan Syiah yang dikeluarkan MUI Jatim justru menyelamatkan bangsa Indonesia. 

“Tidak benar, fatwa MUI itu justru menyelamatkan Indonesia, menyelamatkan ‘aqidah dan syari’ah, karena Indonesia dihuni orang Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). Sampang sebelum ada Tajul itu aman-aman saja, ketika ada Tajul tentu ada reaksi karena ajarannya beda,” ungkapnya saat dihubungi voa-islam.com, Kamis (30/8/2012).

Ia juga menegaskan bahwa menuding fatwa MUI Jatim sebagai pemicu konflik adalah fitnah. “Jadi fitnah itu semua, orang yang ngomong begitu suruh datang ke MUI!” tegasnya.

Akar masalah terjadinya konflik antara umat Islam dan aliran sesat Syiah di Sampang, Madura menurut KH. Abdusshomad Buchori disebabkan oleh Syiah itu sendiri yang merusak masyarakat.
 
“Karena dia itu salah di tengah-tengah masyarakat, bikin masalah lalu dimusuhi orang. Jadi sebenarnya kekerasan itu karena ada pancingan yang merusak terhadap kultur dan kondisi masyarakat. Jadi orang ngomong seperti tadi itu tidak mengerti tentang ilmu kemasyarakatan, tidak mengerti agama, tidak mengerti perkembangan dalam tatanan masyarakat,” jelasnya. 

source
voaislam/ahad,02sep2012