Laman

Sabtu, 17 Maret 2012

KPAI Ingatkan Polisi Tak Ulur-ulur Proses Hukum Habib H

Jakarta 11 Pemuda melaporkan Habib H ke polisi karena merasa telah dicabuli Sang Habib. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun mengingatkan polisi agar tidak mengulur-ulur proses hukum Habib H.

"Walau (laporan) sudah di kepolisian, polisi diharapkan tidak mengulur-proses hukum ini," ujar Wakil Ketua KPAI Asrorun Ni'am, di Kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/2/2012).


Proses cepat kasus ini diharapkan segera dilakukan karena KPAI mengindikasi adanya teror pada keluarga korban. Selain itu ada indikasi korban yang terpengaruh disorientasi seksual.


"Kami dorong agar cepat," imbuhnya.


Menurut Ni'am, pelaku pencabulan ini bisa dijerat dengan pasal 82 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sebab beberapa orang yang dicabuli masih dikategorikan anak-anak.


"Ancaman pidana maksimal 15 tahun, minimal 3 tahun. Dan denda maksimal Rp 500 juta dan minimal Rp 60 juta," tambah Asrorun.


Disampaikannya, KPAI juga telah meminta Polda Metro Jaya melakukan visum kepada para korban.


Seperti diberitakan sebelumnya, Habib H dilaporkan oleh 11 pemuda ke Polda Metro Jaya pada 16 Desember 2011 silam. Mereka melaporkan Habib H atas tuduhan pencabulan selama pengobatan alternatif.


Polisi sendiri mengaku kesulitan menyelidiki kasus tersebut, karena para korban melaporkan kasus yang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Saat kejadian itu, para korban masih berusia belasan tahun.


Kemudian, tidak adanya saksi dalam kasus tersebut semakin menyulitkan pihak penyidik.(vit/nrl)
Kutipan :
Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
Jumat, 17/02/2012 16:43 WIB

 

Korban Pencabulan Habib Hasan Lapor ke Komnas PA

Jakarta Tidak hanya melapor ke polisi dan meminta bantuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), korban pencabulan Habib Hasan juga menyambangi Komnas Perlindungan Anak. Mereka berharap semakin mendapat banyak dukungan untuk mengungkap tindakan bejat yang pernah diterimanya.

Seorang pemuda belasan tahun yang mengaku korban pencabulan Habib Hasan datang didampingi ibunda korban lainnya dan seorang perempuan yang mengaku sebagai saksi. Mereka datang ke kantor Komnas PA, Jl TB Simatupang No 33, Jakarta Timur, Selasa (21/02/2012) sore.

Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 2 jam tersebut perwakilan korban yang juga merupakan saksi, Mariam, menjelaskan kedatangannya untuk menceritakan kondisi anak-anak korban Habib Hasan.

"Saya melaporkan dari beberapa anak yang memang jadi korban pencabulan yang kita memang sama-sama prihatin jadi ini bukan masalah agama, sekali lagi bukan masalah agama. Tapi ini mutlak masalah pencabulan anak-anak di bawah umur di mana generasi muda kita harus diselamatkan," kata Mariam kepada wartawan.

Dia juga mohon agar berbagai pihak dari kalangan ulama, pejabat, masyarakat untuk bersama-sama bergotong royong untuk menolong anak-anak tersebut.

"Tolong sekali, kasihan! Itu korban sudah berbagai macam cara untuk berusaha. Kasihan mereka itu. Saya mohon sekali bantuannya. Ini anak kita, ini warga kita, mereka semua adalah bagian dari kita. Kasihan anak-anak generasi muda kita mau jadi apa kalau dibiarkan begitu saja," ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Dia menjelaskan semua bukti sudah diserahkan kepada polisi. Sedangkan para korban saat ini trauma dan butuh dukungan. Bahkan untuk bicara saja sepertinya sulit. Meski demikian, para korban terus dimotivasi agar tidak menyerah. Karena yang diperjuangkan adalah kebenaran.

"Ini benar-benar murni kejahatan yang harus sama-sama kita ungkapkan agar kita bisa membersihkan dan membenahi dari pada penistaan-penistaan yang ada, terutama anak-anak yang berharap menjadi anak-anak yang soleh, jadi anak-anak yang berguna tapi dirusak masa depannya," jelas Mariam.

Sementara Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, membenarkan kedatangan rombongan itu untuk melaporkan tindakan yang diduga pencabulan atau kekerasan seksual. Perlakuan itu dihadapi anak di bawah umur oleh salah seorang yang seharusnya bisa menjadi panutan.

"Mereka datang ke sini untuk konsultasi tapi tentu konsultasi itu perlu menghadirkan korban," kata Arist.

Dalam waktu dekat Komnas PA berniat menghadirkan para korban untuk mendengar langsung kesaksiannya. Bagi Arist, informasi yang diterima dia dari rombongan pelapor itu sangat mengerikan.

"Karena seharusnya kan seorang habib, seorang ulama, apakah dia pastur, pendeta atau kiai, itu harus menjadi garda terdepan untuk melindungi anak," tuturnya.

Arist menilai penegak hukum sangat berhari-hati merespons laporan pencabulan yang dilakukan Habib Hasan. Sebab kasus kekerasan seksual harus dibuktikan.

"Kasus kekerasan seksual kan tidak ada orang yang bisa menyaksikan. Itu pasti tersembunyi tetapi bisa digunakan dengan pengakukan korban dan saksi-saksi di antara korban langkah yg harus kita lakukan adalah mencari informasi semaksimal mungkin dari korban baru kita lakukan langkah-langkah penyelamatan korban dari praktik-praktik dugaan kekerasan seksual," tutupnya.
(vit/nwk)
 
Kutipan :
Arbi Anugrah - detikNews
Selasa, 21/02/2012 20:29 WIB

 




 

KPAI Minta Bantuan BRTI Untuk Olah Bukti Digital Kasus Habib Hasan

Jakarta. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta bantuan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk mengolah bukti percakapan digital antara Habib Hasan dan korbannya. Bukti digital tersebut merekam aksi percakapan Habib Hasan yang memanggil korbannya sebelum diduga dicabuli.

"Kita diberikan dari korban berupa potongan-potongan dari BB dan Facebook, ini kan harus dilihat dan diteliti oleh ahlinya. Jadi Mas Heru (Anggota BRTI) datang kesini untuk melihat sejauh mana barang bukti yang diajukan ini bisa digunakan oleh kepolisian nantinya sebagai bahan untuk pengembangan penyidikan," kata Sekretaris KPAI, M Ihsan, kepada wartawan di kantornya, Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Selasa (6/3/2012).

BRTI diwakili oleh anggotanya, Heru Sutadi. Heru datang ke kantor KPAI pukul 10.20 WIB. Ia diterima oleh Sekretaris KPAI, M Ihsan, dan diajak berdiskusi selama kurang lebih 2 jam.

"Kita mendengarkan penjelasan dari mas Heru Sutadi dari BRTI, intinya proses yang sedang berjalan agar bisa dipercepat," tutur Ihsan.

Dalam keterangannya kepada KPAI, Heru Sutadi menjelaskan bahwa bukti digital tidak bisa digunakan sebagai alat bukti utama. Namun, hanya sebagai bukti pendukung.

Lagipula, Heru menambahkan, bukti digital sangat mudah dihilangkan. "Perlu suatu gerakan cepat dari aparat penegak hukum. Bukti-bukti digital ini kan gampang sekali dihilangkan," jelas Heru.

Seperti diberitakan majalah detik, Habib Hasan diduga memanggil para korbannya menggunakan akun Facebook dan Blackberry Messenger (BBM). Akun yang digunakan adalah dua akun Facebook dengan nama 'Assegaf Beda Cara' dan 'Mengemis Doa Kalian'.

Selain menggunakan akun Facebook, Habib Hasan juga diduga menggunakan BBM. Beberapa istilah yang sering muncul dalam percakapan sang habib dan korbannya yaitu 'dicolein', 'SPG', 'ditelen', 'yg hot ok'.
(trq/ndr)

Kutipan :
Ahmad Toriq - detikNews
Selasa, 06/03/2012 14:36 WIB

Menag: Tokoh Agama yang Melanggar Harus Diproses

Kasus Habib Hasan

Jakarta Menag Suryadharma Ali berpendapat semua orang, termasuk tokoh agama, bila melanggar hukum harus diproses. Hal ini terkait tudingan sejumlah pemuda bahwa Habib Hasan pernah mencabuli mereka.

"Begini prinsip dasarnya, semua orang sama di hadapan hukum, itu prinsip dasarnya. Kalau memang ada tokoh agama yang melanggar hukum ya harus diproses secara hukum," ujar Menag di kantor Kemenag, Jl Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (9/3/2012).

Menurut Ketua Umum PPP ini, tuduhan Hasan yang diduga mencabuli santrinya harus dibuktikan kebenarannya. Setelah itu, jika memang terbukti, tokoh agama itu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

"Harus dibuktikan bahwa pelanggaran itu ada dan kalau memang terbukti ya dia harus mempertangungjawabkan perbuatannya," kata Menag.

Hasan dilaporkan oleh 11 pemuda ke Polda Metro Jaya pada 16 Desember 2011 silam. Mereka melaporkan Hasan atas tuduhan pencabulan selama melakukan pengobatan alternatif.

Polisi mengaku kesulitan menyelidiki kasus tersebut, karena para korban melaporkan kasus yang sudah terjadi bertahun-tahun lalu. Saat kejadian itu, para korban masih berusia belasan tahun. Tidak adanya saksi dalam kasus tersebut semakin menyulitkan pihak penyidik.

Sementara, Hasan tidak juga memenuhi panggilan KPAI dan Polda Metro Jaya dengan alasan sibuk berdakwah. Pengacaranya, Sandy Arifin, kepada Majalah Detik menyangkal tuduhan eks santri Hasan itu. "Tidak ada, itu tidak benar. Habib tidak pernah melakukan perbuatan yang seperti itu," katanya pada 16 Februari 2012. (nik/nrl)
 
Kutipan :
Edward Febriyatri Kusuma - detikNews
Jumat, 09/03/2012 14:34 WIB