Laman

Kamis, 13 September 2012

Inilah Statement Merusak Aqidah Said Aqil yang Disoroti Ulama & Habaib

JAKARTA - Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU periode 2010-2015 dinilai para Ulama besar dan Habaib telah meresahkan umat Islam lewat berbagai statement yang dilontarkannya.

Dalam surat teguran dan peninjauan kembali yang ditandatangani 8 orang Ulama dan Habaib, disebutkan bahwa pernyataan-pernyataan Said Aqil Siradj kerap menyudutkan umat Islam bahkan merusak aqidah Islam.


Tak main-main, seiring diselenggarakannya MUNAS dan KONBES Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, 15–17 September 2012 besok, para ulama tersebut mengirimkan surat teguran dan peninjauan kembali jabatan Said Aqil Siradj sebagai Ketua PBNU.
...Dalam penilaiannya situs porno yang menampilkan gambar dan video porno atau cerita porno itu tidak berdosa untuk ditonton dan dilihat dan halal...

Surat yang ditujukan kepada Rois Aam NU, KH. Sahal Mahfudz tersebut memuat beberapa statement Said Aqil yang provokatif dan kontroversial, diantaranya:

Pertama, pasca kejadian bom Solo Aqil Siradj membandingkan situs yang mengajarkan nilai-nilai Islam yang dinilai radikal dengan situs porno. Dalam penilaiannya situs porno yang menampilkan gambar dan video porno atau cerita porno itu tidak berdosa untuk ditonton dan dilihat dan halal. Sedangkan situs Islam radikal lebih merusak iman ketimbang situs porno. (dalam siaran persnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 27 September 2011)


Kedua, ketika seluruh ulama dan Habaib menolak kehadiran dan konser Lady Gaga justru Aqil Siradj merestuinya dengan mengatakan seribu Lady Gaga pun tidak akan merusak aqidah warga NU, padahal penolakan konser Lady Gaga itu dalam rangka menegakkan amar ma'ruf nahi munkar
...Dan Aqil Siradj juga mengatakan tidak ada perang suci semua perang kotor, dengan pernyataan ini jelas dia telah menghina Rasulullah SAW bahkan menghina Allah SWT...

Ketiga, Aqil Siradj pernah mengatakan di media televisi yang sama bahwa Rasulullah SAW sangat berambisi untuk menyebarkan Islam sehingga beliau ditegur oleh Allah SWT. Dan Aqil Siradj juga mengatakan tidak ada perang suci semua perang kotor, dengan pernyataan ini jelas dia telah menghina Rasulullah SAW bahkan menghina Allah SWT, karena banyak peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat seperti perang Badar, Uhud, Khandaq dan sebagainya itu atas dasar perintah Allah SWT dan dia juga telah mengina para pahlawan nasional yang gugur di dalam peperangan mengusir penjajahan seakan-akan mereka adala orang yang kotor, sementara Allah SWT sangat mencintai dan memuji para syuhada


Keempat, kali ini ketika para Ulama dan Habaib melarang keras umat Islam untuk memilih pemimpin orang kafir sesuai dengan Surat An Nisa ayat 144, Al-Maidah ayat 51 dan Ali-Imran ayat 28 jutru Aqil Siradj membolehkannya. Bahkan memerintahkan kepada para Nahdliyin untuk memilih gubernur yang berbuat baik kepada NU seperti gubernur Kalbar Cornelis yang beragama Katholik dan wakilnya keturunan Cina yang beragama Kristen. Demikian pernyataan di Kompas.com, Senin 13 Agustus 2012, Pukul 21.02 WIB.
...Said Aqil memerintahkan kepada para Nahdliyin untuk memilih gubernur yang berbuat baik kepada NU seperti gubernur Kalbar Cornelis yang beragama Katholik dan wakilnya keturunan Cina yang beragama Kristen

Demikian isi surat tersebut yang ditandatangani oleh delapan Habaib dan Ulama kharismatik NU Jakarta, antara lain: KH Maulana Kamal Yusuf, KH Abdur Rosyid Abdullah Syafi’i, Habib Abdurrohman Al-Habsyi, Habib Idrus Hasyim Alatas, KH Saifuddin Amsir, KH Fachrurrozy Ishaq, KH. M. Rusydi Ali dan KH Manarul Hidayat.


Para ulama menegaskan, surat teguran itu dilayangkan semata-mata untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin. Mereka khawatir jika sepak terjang dan pemikiran liberal Said Aqil Siradj dibiarkan, akan merusak citra NU dan kemurnian ajaran Islam. 
 
 

source
voaislam/kamis,13 Sep2012

Ulama NU: Said Aqil Merusak Islam, Jabatan Ketum PBNU Harus Ditinjau

JAKARTA  – Jelang Musyawarah Nasional (MUNAS) dan Konferensi Besar (KONBES) Nahdlatul Ulama (NU), para habaib dan ulama besar NU mendesak Rois Aam PBNU agar meninjau ulang jabatan Said Aqil Siradj sebagai Ketua Umum PBNU.

Surat teguran itu ditandatangani oleh delapan habib dan ulama kharismatik NU Jakarta, antara lain: 
  1. KH Maulana Kamal Yusuf,
  2.  KH Abdur Rosyid Abdullah Syafi’i, 
  3. Habib Abdurrohman Al-Habsyi, 
  4. Habib Idrus Hasyim Alatas, 
  5. KH Saifuddin Amsir, 
  6. KH Fachrurrozy Ishaq, 
  7. KH. M. Rusydi Ali dan 
  8. KH Manarul Hidayat.

Surat yang ditandatangani oleh delapan ulama itu disampaikan langsung kepada Rois Aam PBNU, KH. Sahal Mahfudz. “Seiring akan dilaksanakannya MUNAS Alim-Ulama NU dan KONBES NU di Cirebon tanggal 14-17 September 2012, kami Ulama dan Habaib DKI Jakarta menghimbau kepada Ro’is Aam PBNU untuk menegur dan meninjau kembali kembali keberadaan Dr KH Aqil Siradj sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU,” desak para ulama seperti yang diterima redaksi voa-islam.com, Rabu (12/9/2012).

...Statemen dan perilaku Said Aqil Siradj menimbulkan keresahan di kalangan warga NU dan seluruh kalangan umat Islam di Indonesia...
Peringatan keras itu para habaib dan ulama disampaikan karena berbagai sepak terjang dan pernyataan Said Aqil Siradj dinilai telah meresahkan warga NU dan menyudutkan umat Islam Indonesia. “Seringkali statemen dan perilakunya menimbulkan keresahan. Bukan hanya di kalangan warga NU saja, namun juga meresahkan seluruh kalangan umat Islam di Indonesia karena statemen-statemennya yang bersifat kontroversi dan provokatif,” tegasnya. “Ini jelas sangat menyudutkan dan merusak aqidah Islam,” imbuhnya.

Para ulama itu mengkhawatirkan, jika sepak terjang dan pemikiran liberal Said Aqil Siradj dibiarkan, akan merusak citra NU dan kemurnian ajaran Islam. “Apabila saudara Said Aqil Siradj tidak menghentikan pernyataan-pernyataannya yang kontroversial dan provokatif bukan mustahil citra NU yang didirikan oleh para Aulia dan Dinul Islam di Indonesia akan terkontaminasi oleh pikiran-pikiran liberalnya,” ujarnya.

...Statemen-statemen Said Aqil Siradj yang bersifat kontroversi dan provokatif jelas sangat menyudutkan dan merusak aqidah Islam...
Para ulama menegaskan, surat teguran itu dilayangkan semata-mata untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin. “Semoga Allah SWT memberi kekuatan kepada Ro’is Aam PBNU dan segenap warga Nahdliyin untuk melaksanakan himbauan kami demi Izzul Islam wal Muslimin,” tutupnya.
 
Beberapa pemikiran kontroversi Said Aqil Siradj yang dinilai merusak aqidah Islam, antara lain: menuduh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai seorang ambisius, menyatakan situs Islam ‘radikal’ lebih merusak iman daripada situs porno, membolehkan umat Islam memilih pemimpin kafir dan lain-lain.

source
voaislam/kamis,13sep2012

Ustadz Muin: Sertifikasi Ulama itu Bentuk Teror Negara terhadap Ulama

SOLO, - Menurut Ustadz DR. Mu’inudinillah Basri, MA, jika wacana sertifikasi ulama itu bertujuan untuk memperkenalkan mana sebetulnya ulama khoir (baik) dan mana ulama suu’ (buruk dan jahat), maka hal ini tidak menjadi suatu masalah di kalangan para ulama. 

Namun jika seritifikasi tersebut menjadi suatu dasar bagi lembaga negara Indonesia yang notabe bukan negara Islam untuk memberikan cap atau label apakah seseorang itu pantas disebut ulama atau tidak, maka hal ini tidak bisa di benarkan.
“Masak Ulama di labelisasi oleh orang yang bukan ulama?”, tuturnya Senin malam (10/9/2012).

Menurutnya, ulama adalah orang yang ahli dalam bidang ilmu agama dan orang yang memiliki kapasitas pengetahuan sama dengan para ulama lainnya. Maka dengan hal tersebut, beliau kemudian menambahkan bahwa seseorang itu dapat dikatakan sebagai ulama melalui rekomendasi dan kalau ada pengakuan dari ulama yang lainnya.
Sehingga, ketua FUJAMAS (Forum Ukhuwah Jama’ah Masjid Surakarta) sekaligus ulama muda ini menegaskan kembali bahwa bukan hak negara untuk melabelisasi seseorang itu menjadi ulama atau tidak. Maka yang bisa melabeli seseorang itu ulama adalah berdasarkan rekomendasi para ulama dunia.
 
Lebih lanjut pihaknya menilai jika wacana sertifikasi ulama ini menimbulkan keresahan di dalam tubuh umat islam, maka ini merupakan teror dari negara terhadap umat Islam. “Jika hal tersebut dilaksanakan dan meresahkan serta memecah belah persatuan kaum muslimin, maka negara telah melakukan teror, teror kepada umat Islam,” pungkasnya. 

source
voaislam/kamis,13sep2012

Inilah Target Berbahaya di Balik Wacana BNPT Soal Sertifikasi Ulama

Target Berbahaya Di Balik Ide Sertifikasi Ulama
Oleh: Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra-Terorisme & Direktur CIIA



Akhirnya Ansyaad Mbai (Ketua BNPT) buru-buru membantah pihaknya menggulirkan isu sertifikasi ulama di Indonesia. Menurut Ansyaad yang benar adalah Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris mencontohkan Singapura yang melakukan sertifikasi ulama.


Jurus ngeles ini jalan keluar satu-satunya setelah hampir semua kalangan dari tokoh ormas, para kyai dan bahkan seorang Ketua MK (Mahfud MD) ikut menolak ide sertifikasi.


Seperti pepatah “siapa yang menabur angin maka akan menuai badainya”, kira-kira prediksi saya terhadap langkah BNPT kedepan akan seperti itu. Kenapa demikian?

Sekalipun dalam dua tahun terakhir BNPT banyak menfasilitasi berbagai komponen atau elemen masyarakat untuk membuat berbagai agenda dalam proyek deradikalisasi.


Proyek ini nasional, dengan harapan bisa memenangkan hati dan pikiran publik (the strategy of winning the heart and mind), dalam bahasa Ansyaad Mbai (Ketua BNPT) sebagai perang untuk memenangkan hati nurani.

Tapi BNPT bisa dibilang kesandung atau gagal, indikasinya begitu mewacanakan sertifikasi ulama ternyata menjadi buah simalakama buat BNPT. Resistensi publik begitu tinggi, muncul komentar dari yang halus hingga “kasar”; ide gila, ide nyleneh, ngawur, sontoloyo, geblek, entah apalagi. Yang jelas itu artikulasi kekesalan publik atas ide atau wacana yang sangat naïf dalam isu terorisme.


Kenapa Ansyaad Mbai Cs (BNPT) ingin meraih dukungan dan legitimasi publik? Dikarenakan paradigma yang diadopsi oleh BNPT dalam memetakan fenomena terorisme dan akar penyebabnya menempatkan pemahaman-pemahaman radikal (dalam agama Islam) sebagai faktor atau penyebab utamanya.

Maka perlu langkah deradikalisasi dan kontra-radikalisasi. Deradikasilsasi dibangun atas asumsi; adanya ideologi radikal yang mengeksploitasi faktor komplek yang ada (kemiskinan,keterbelakangan, marginalisasi, pemerintahan otoriter, dominasi negara super power, globalisasi, dsb). Akhirnya melahirkan spirit perlawanan untuk perubahan dengan tindakan-tindakan teror ketika jalan damai (kompromi) dianggap tidak memberikan efek apapun.


Ideologi radikal ditempatkan sebagai akar sesungguhnya dari fenomena terorisme, dalam kerangka pandangan seperti inilah deradikalisasi di manefestasikan. Dan deradikalisasi dianggap sebagai jawaban tuntas atas persoalan terorisme. Dan BNPT ingin mensublimasi publik dalam paradigma seperti ini, dengan target lenyapnya pemahaman radikal ditengah-tengah mereka (umat Islam).


Efek berikutnya jika BNPT berhasil dengan hal tersebut maka akan bisa memuluskan kepentingan-kepentingan yang lebih besar; penguatan legal frame (regulasi) sampai pelarangan kelompok-kelompok yang dicap radikal atau fundamentalis.

Dan hakikat deradikalisasi yang diimplementasikan oleh BNPT itu adalah langkah ”soft approach”, turunan dari strategi kontra-terorisme. Sebuah kebijakan politik sebagai upaya baik dalam bentuk langkah strategis maupun taktis untuk memotong seluruh variabel yang dipandang sebagai stimulan lahirnya tindakan ”terorisme” baik pra maupun pasca (terkait pembinaan terhadap narapidana dan mantan combatan).


Namun sayangnya, bisa dipastikan BNPT menempatkan term radikal dengan pemaknaan yang stereotif, over simplikasi dan subyektif.”Radikal” menjadi label yang di lekatkan kepada individu atau kelompok muslim yang memiliki cara padang, sikap keberagamaan dan politik yang kontradiksi  dengan mainstream yang ada.

Atau cap ”radikal” itu untuk orang atau kelompok jika memiliki prinsip-prinsip seperti; menghakimi orang yang tidak sepaham dengan pemikiranya, mengganti ideologi Pancasila dengan versi mereka, mengganti NKRI dengan Khilafah, gerakan mengubah negara bangsa menjadi negara agama, memperjuangkan formalisasi syariat dalam negara, menggangap Amerika Serikat sebagai biang kedzaliman global.


Maka yang dimaksud ”de-radikalisasi” adalah langkah upaya untuk merubah sikap dan cara pandang diatas yang dianggap keras (dengan julukan lain; fundamentalis) menjadi lunak; toleran, pluralis, moderat dan liberal.

Definisi radikal diatas sangat bias, persis seperti dunia Barat menjelaskan konsep radikal secara simplistik, bahwa radikalisme banyak diasosiasikan dengan mereka yang berbeda pandangan secara ektrem dengan dunia Barat. (lihat laporan utama majalah Time ed 13 September 2004, setebal sembilan halaman menjelaskan konsep radikal menurut kacamata Barat). Dalam konteks inilah sesungguhnya ide sertifikasi ulama itu di wacanakan oleh BNPT.


Upaya untuk memaksa mindset (baca;pikiran, logika berpikir, isi otak) para ulama sama seperti yang di inginkan oleh BNPT. Mereka (BNPT) berharap sekali ulama itu legowo mau mengusung Islam moderat, liberal dan pluralis.

Dan mereka yang sudah mendapat sertifikasi itulah yang dianggap legal untuk menyampaikan dakwah ketengah-tengah umat. Menjadi komunikan yang piawai membangun persepsi dan pemahaman umat Islam yang lebih moderat dan pluralis.

Dengan begitu benih-benih terorisme akan tereduksi habis. Cara pandang seperti ini hakikatnya manampar muka BNPT sendiri, secara tidak sadar telah menuduh para ulama yang ada selama ini menjadi biang lahirnya tindakan-tindakan radikal fisik atau bahkan terorisme.


Dan tidak salah kalau langkah BNPT dianggap sebagai deradikalisasi yang salah arah, karena dengan jelas-jelas menyudutkan Islam, ulama dan umatnya sebagai habitat subur lahirnya terorisme.Bahkan seolah bernafsu sekali setback membangun kehidupan masyarakat di bawah rezim yang represif dan tirani.


Jadi sertifikasi ulama pada awalnya sebagai upaya revisi pemikiran. Inilah substansi ide sertifikasi ulama, awalnya tidak masuk di ranah legalitas atau pengakuan. Namun sekalipun BNPT bermaksud hanya main di ranah substansi pemikiran tetap saja akhirnya pada tataran praksis akan mereduksi ”titel” ulama.

Sebuah ”titel” yang hakikatnya bukan hadiah atau pemberian negara atau pemerintah tapi itu adalah pengakuan umat kepada mereka dengan segala parameternya. Ulama itu bukan orang yang memegang SIM (surat izin mubaligh) dari pemerintah untuk bisa ceramah atau dakwah dimimbar-mimbar, forum tertutup maupun terbuka.


Sebuah pembodohan jika berupaya membangun mindset masyarakat (umat Islam) penerimaan atau penolakan  mereka terhadap ulama berdasarkan ada tidaknya sertifikat yang dimiliki seseorang. Umat harus sadar bahaya atau implikasinya lebih jauh strategi seperti ini.


Sertifikasi ulama adalah derivat dari strategi counter ideologi radikal (deradikalisasi), dan berdiri diatas paradigma ”sarang laba-laba” artinya sangat rapuh sekali. Sebuah upaya revisi pemikiran yang hakikatnya adalah tahrif (penyimpangan) dan tadzlil (penyesatan) pada terma-terma utama yang dituduh sebagai pemicu lahirnya radikalisme dalam Islam.


Dalam berbagai forum yang digelar, BNPT berusaha menawarkan tafsiran-tafsiran baru terhadap teks-teks samawi. Karena selama ini pemahaman yang dianggap radikal terhadap teks-teks (nash) menjadi sumber lahirnya terorisme.

Karena itu BNPT dalam perang pemikiran dan opini berusaha “mengkonstruksi” ulang beberapa pengertian terhadap terminologi-terminologi tertentu. 
Misalkan BNPT selalu menampilkan “ijtihad-ijtihad” baru terhadap istilah:  
1.Jihad/istisyhad/ightiyalat dan intihar, 
2. Klaim kebenaran
3. Amar ma’ruf nahyi munkar, 
4. Hijrah, 
5. Thagut, 
6. Muslim dan kafir, 
7.Ummatan washat
8.Doktrin konspirasi
9. Tasamuh, 
10. Daulah Islam dan Khilafah.


Misalkan masalah “jihad”; BNPT berusaha menampilkan tafsiran yang menyempitkan makna jihad. Dan berusaha mengaborsi dengan argumentasi yang  “lacut” bahwa jihad tidak lagi harus di maknai sebagai “al Qital”.

Maka hakikatnya ini bukanlah “ijtihad” melainkan dekonstruksi terminologi yang telah baku ditentukan oleh syariat. Tampak sekali, jihad menjadi momok dan seolah menjadi perkara yang harus di aborsi pada diri umat Islam.

Demikian juga pada istilah lainnya, bahkan cenderung melakukan monsterisasi dan mengkriminalisasi istilah-istilah daulah Islam dan Khilafah. Dibangun persepsi seolah menjadi suatu istilah secara politik perkara yang tidak menguntungkan bagi umat dan kalau perlu harus dibuang jauh-jauh dari benak umat Islam.


Jika BNPT mengkampanyekan “Isalam Rahmatan Lil ‘Alamin” dalam berbagai kesempatan, sejauh ini tidak bisa menjelaskan apa yang dimaksudkan Islam versi BNPT tersebut. Penulis berani ambil kesimpulan inilah yang disebut dengan “kalimatul haq iroda bihal baatil” (kalimat yang benar tapi yang diinginkan adalah kebatilan).

Dengan kata lain, ini artikulasi manipulatif BNPT atas nama pluralisme, liberalisme, moderatisme yang jelas-jelas telah difatwakan haram oleh MUI. Dan inilah hakikat yang hendak diraih dari proyek deradikalisasi dengan derivatnya (sertifikasi ulama), pengarusutamaan “Islam moderat” menjadi arus utama di negeri Indonesia dalam bingkai sistem Sekuler Kapitalis-demokrasi.

Dan seolah menjadi kewajiban bagi BNPT untuk mengaborsi, menyumbat atau mengalenasi kelompok Islamis yang hendak menegakkan Islam kaffah untuk Indonesia. Penulis melihat justru BNPT menanam benih spiral kekerasan dan teror dalam ruang politik Indonesia yang makin carut marut.


Maka dari paparan diatas, wajar jika umat Islam mempersoalkan bahkan menolak wacana sertifikasi ulama. Karena sebuah ide yang sangat berbahaya karena menyeret masyarakat luas secara manipulative untuk melupakan akar/hulu terorisme yang hakiki. Kemudian berpotensi melahirkan tafsiran menyimpang terhadap nash-nash syariah. Dan tidak kalah bahayanya akhirnya membuat polarisasi umat Islam (perpecahan).


Program ini pada akhirnya akan melahirkan bahaya (dharar) lebih besar berupa tetap tegaknya sistem sekular dan langgengnya imperialisme Barat di negeri Indonesia atas nama GWOT, HAM, Demokrasi, Pasar bebas, dan perubahan iklim. Di bawah sistem sekular, umat Islam hidup dalam  kehidupan yang sempit, jauh dari kebahagiaan lahir batin, dan jatuh dalam peradaban materialisme dan kerusakan moral yang luar biasa. Dan yang paling dasyat adalah di hadapan Allah SWT termasuk golongan orang-orang yang nista. Na’udzubillah min dzalik

source 
voaislam/rabu,12sep2012