Laman

Senin, 10 Desember 2012

Ustadz Hartono Ahmad Jaiz: Akar konfliknya ialah Aqidah Syi’ah yang menyerang Islam

JAKARTA - Peneliti aliran sesat, Ustadz hartono Ahmad Jaiz mengatakan bahwa konflik yang terjadi antara Islam dengan Syi'ah bukanlah karena kaum Muslimin ingin mengganggu Syi'ah, akan tetapi keyakinan Syi'ah mengancam eksistensi aqidah kaum muslimin.
 
"Bukan karena Sunni ingin menyerang Syi'ah, tetapi Sunni diserang oleh Syi'ah keyakinan pokoknya," kata Ustadz Hartono saat ditemui arrahmah.com di rumahnya di Kalibata Jakarta Selatan, Selasa (4/1/2012).

Keyakinan apa saja, menurut Ustadz Hartono, jika diserang hal pokoknya akan menimbulkan kemarahan. Dan di dalam Islam, kemarahan dalam rangka menjaga aqidah diakomodasi oleh syari'at, jelas beliau.

"Kemarahan dalam membela penghujatan terhadap Islam, justru mempunyai nilai besar di hadapan Allah," jelasnya.
Terdapat beberapa hal yang diserang Syi'ah terhadap Islam. Yang pertama, menurut beliau, adalah penghujatan Syi'ah kepada Allah dengan menyakini Allah bersifat bada' yaitu meyakini bahwa Allah baru mengetahui sesuatu hal ketika hal tersebut sudah terjadi.
"Inikan pelecehan terhadap Allah namanya. Padahal Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu," tukas Ustadz Hartono.

Penghujatan selanjutnya dilakukan Syi'ah terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, melalui pernyataan wilayatul faqih Syi'ah Imamiyah, Khomeini, yang melecehkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan menyatakan Nabi gagal dalam menyampaikan risalah.

Perkataan imam Syi'ah dianggap sama dengan hadist Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan Imam mereka dianggap lebih tinggi derajatnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdasarkan Kisah nabi Ibrahim AS di dalam surat Al Baqarah ayat 124 yang menyatakan Nabi Ibrahim dikatakan Imaman setelah sudah mantap, bukan ketika pertama kali menjadi nabi.
"Jadi, Syi'ah ini mengutak-atik ayat untuk mengangkat derajat Imam mereka," papar pria yang juga seorang mubaligh ini.

Dampak dari pelecehan terhadap nabi, itu berlanjut hingga berbohong atas nama nabi, seperti membolehkan nikah mut'ah yang telah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
"Bahkan itu yang meriwayatkan pengharaman nikah mut'ah itu Ali sendiri," ujar Ustadz Hartono yang produktif menulis buku membongkar aliran-aliran sesat.

Bukan sekedar itu, Syi'ah akhirnya juga melecehkan orang-orang yang sangat dicintai oleh Rasulullah, yaitu istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar As Siddiq RA,  dan para sahabat rasul lainnya. Bahkan kitab suci Al-Qur'an diserang juga, mereka meyakini Al-Qur'an telah dirubah-rubah oleh para sahabat, palsu, dan tidak murni.
"Jika tiga hal pokok, seperti Allah, Rasulullah, dan kitabnya telah dihujat oleh Syi'ah, habislah Islam," lontar Ustadz Hartono.

Tambah Ustad Hartono, serangan Syi'ah terhadap Islam bukan hanya dalam bentuk aqidah dan pemikiran, tetapi sudah berupa aksi nyata, sebagaimana ketika Khomeini berhasil mengadakan revolusi Syi'ah di Iran, ia membantai imam-imam masjid Sunni, melarang pendirian masjid sunni, dan tidak ada peran yang diberikan kepada kaum sunni yang berjumlah 20 persen di Iran.

"Anehnya sinangog banyak berdiri, tetapi masjid Sunni tidak ada di Iran," ungkapnya.
Sehingga, Kaum muslimin Sunni yang ingin sholat Jum'at hanya bisa dilaksanakan di kedutaan besar negara-negara arab.
"Jika mereka mengadakan di rumah bisa ditangkap," tambah Ustadz Hartono.

Melihat ini semua, sudah jelas dalam pandangan ustadz Hartono bahwa Syi'ah itu adalah firaq adama (kelompok yang sesat) bukanlah mazhab yang diakui di dalam Islam.
"Bahkan dibanding kelompok sesat yang lain, Syi'ah itu kepalanya kesesatan," pungkas Ustadz Hartono.

source
arrahmah/kamis,5januari2012  

Mazdakisme hakekat ajaran Syi'ah


JAKARTA - Mengapa Syi'ah berbeda dengan Islam? Jika ditelusuri lebih dalam akar ajaran Syi'ah ternyata menurut Ustadz hartono Ahmad Jaiz, Syi'ah itu menjadikan ajaran lokal Persia Kuno yaitu Mazdakisme sebagai ruh dari ajaran Syi'ah yang akhirnya menundukkan ajran Islam itu sendiri.

"Sebenarnya Syi'ah itu ekstrem dalam mengakomodasi muatan lokal bangsa Persia," kata Ustadz Hartono.

Dalam paparannya, Mazdakisme adalah ajaran Persia kuno yang dibawa oleh seorang nabi palsu Mazdak di Persia, yang hidup di masa 40 tahunan sebelum nabi Muhammad SAW lahir. Ajaran Mazdak menurut Ustadz Hartono, yang terkenal dalam ajaran yaitu kepemilikan bersama terhadap wanita dan harta.
"Wanita dan harta ibarat rumput dan air. Oleh Mazdak dijadikan milik umum," tuturnya.

Sehingga pada zaman Raja Parsi Gibas yang menjadi pengikut ajaran tersebut, menurut Ustadz Hartono, kehidupan di seluruh pelosok Parsi dipenuhi perzinahan dan perampokan pada saat itu. Dan baru berkurang di masyarakat Parsi, ketika putra mahkota kerajaan Parsi Anusyrwan menantang debat nabi palsu Mazdak yang meminta ibunya, ratu kerajaan Parsi untuk dinikmati oleh Nabi Mazdak yang mengajarkan peningkatan iman melalui perzinahan.
"Mazdak kalah debat dengan Anusyrwan, sehingga ia dan pengikutnya dipenggal," terang beliau.

Ajaran ini, ternyata tidak benar-benar hilang. Syi'ah menaruh ajaran Mazdak tersebut dengan mendompleng ajaran Islam yang benar. Ajaran Mazdak berupa perzinahan yang sudah mendarah daging cukup sulit dihilangkan secara total ketika itu, maka oleh rahib-rahib Syi'ah diupayakan legal di dalam Islam.
"Sehingga, ajaran Mazdak itu diswitch (alihkan) ke Islam dengan nama nikah mut'ah," jelas ustadz Hartono.

Padahal, nikah mut'ah sudah dilarang pada perang Khaibar dalam riwayat Imam Muslim. Akan tetapi menurut Ustadz Hartono, kecintaan orang Syi'ah kepada nabi palsu Mazdak lebih besar dari pada Nabi yang asli yaitu Nabi Muhammad SAW.
"Mereka tetap saja, lebih menuruti ajaran Mazdak," ujarnya.

Lebih dari itu, Syi'ah hanya mengakui keturunan Husain RA saja yang dianggap sebagai Imam mereka, disebabkan Husain menikahi Sah Robanu seorang Putri kerajaan Persia dan melahirkan Ali Zainal Abidin bin Husain.
"Maka, darah Parsi yang ada diri keturunan Ali Zainal Abidin itulah yang dikultuskan oleh Syi'ah," ungkap Ustadz Hartono.

Pengkultusan tersebut, berdampak sangat besar hingga menjelma dalam rukun Iman dan rukun Islam Syi'ah yaitu konsep Imamah dan Al-wilayah.

"Jika seseorang tidak menerima konsep itu mereka dianggap kafir," tandas Ustadz Hartono.

Maka, menjadi terang bahwa Syi'ah itu adalah firqoh adama (kelompok sesat) sebenarnya, yang merusak dan menghancurkan Islam dengan  mengangkat muatan lokal ajaran Parsi Mazdak lebih tinggi dari ajaran Islam, jelas Ustadz Hartono.

source
arrahmah/kamis,5januari2012  

Jawaban jika ditanya, kalau Syi’ah sesat mengapa boleh masuk tanah suci?


JAKARTA  – Salah satu yang mengemuka di saat mendiskusikan kesesatan Syi'ah adalah adanya lontaran pertanyaan, kalau Syiah sesat, mengapa boleh masuk tanah suci? Kabarnya, yang melontarkan pertanyaan itu kali pertama adalah dedengkot Syi'ah, Jalaludin Rahmat, juga ulama Syi'ah yang menyusup ke tubuh MUI, Umar Shihab, dan kini dilontarkan kembali oleh para pengikut dan penganut aliran sesat Syi'ah. Berikut jawaban yang "pantas" diberikan, yang dikutip dari blog abisyakir.wordpress.com. Semoga bermanfaat!  

Mengapa kaum Syiah masih boleh masuk ke Tanah Suci, baik Makkah Al Mukarramah maupun Madinah Al Munawwarah?
Mari kita jawab pertanyaan ini:

PERTAMA, sebaik-baik jawaban ialah Wallahu a'lam. Hanya Allah yang Tahu sebenar-benar alasan di balik kebijakan Pemerintah Saudi memberikan tempat bagi kaum Syiah untuk ziarah ke Makkah dan Madinah.

KEDUA, dalam sekte Syiah terdapat banyak golongan-golongan. Di antara mereka ada yang lebih dekat ke golongan Ahlus Sunnah (yaitu Syiah Zaidiyyah), ada yang moderat kesesatannya, dan ada yang ekstrim (seperti Imamiyyah dan Ismailiyyah). Terhadap kaum Syiah ekstrim ini, rata-rata para ulama tidak mengakui keislaman mereka. Nah, dalam praktiknya, tidak mudah membedakan kelompok-kelompok tadi.

KETIGA, usia sekte Syiah sudah sangat tua. Hampir setua usia sejarah Islam itu sendiri. Tentu cara menghadapi sekte seperti ini berbeda dengan cara menghadapi Ahmadiyyah, aliran Lia Eden, dll. yang termasuk sekte-sekte baru. Bahkan Syiah sudah mempunyai sejarah sendiri, sebelum kekuasaan negeri Saudi dikuasai Dinasti Saud yang berpaham Salafiyyah. Jauh-jauh hari sebelum Dinasti Ibnu Saud berdiri, kaum Syiah sudah masuk Makkah-Madinah. Ibnu Hajar Al Haitsami penyusun kitab As Shawaiq Al Muhriqah, beliau menulis kitab itu dalam rangka memperingatkan bahaya sekte Syiah yang di masanya banyak muncul di Kota Makkah. Padahal kitab ini termasuk kitab turats klasik, sudah ada jauh sebelum era Dinasti Saud.

KEEMPAT, kalau melihat identitas kaum Syiah yang datang ke Makkah atau Madinah, ya rata-rata tertulis "agama Islam". Negara Iran saja mengklaim sebagai Jumhuriyyah Al Islamiyyah (Republik Islam). Revolusi mereka disebut Revolusi Islam (Al Tsaurah Al Islamiyyah). Data seperti ini tentu sangat menyulitkan untuk memastikan jenis sekte mereka. Lha wong, semuanya disebut "Islam" atau "Muslim".

KELIMA, kebanyakan kaum Syiah yang datang ke Makkah atau Madinah, mereka orang awam. Artinya, kesyiahan mereka umumnya hanya ikut-ikutan, karena tradisi, atau karena desakan lingkungan. Orang seperti ini berbeda dengan tokoh-tokoh Syiah ekstrem yang memang sudah dianggap murtad dari jalan Islam. Tanda kalau mereka orang awam yaitu kemauan mereka untuk datang ke Tanah Suci Makkah-Madinah itu sendiri. Kalau mereka Syiah ekstrim, tak akan mau datang ke Tanah Suci Ahlus Sunnah. Mereka sudah punya "tanah suci" sendiri yaitu: Karbala', Najaf, dan Qum. Perlakuan terhadap kaum Syiah awam tentu harus berbeda dengan perlakuan kepada kalangan ekstrim mereka.

KEENAM, orang-orang Syiah yang datang ke Tanah Suci Makkah-Madinah sangat diharapkan akan mengambil banyak-banyak pelajaran dari kehidupan kaum Muslimin di Makkah-Madinah. Bila mereka tertarik, terkesan, atau bahkan terpikat; mudah-mudahan mau bertaubat dari agamanya, dan kembali ke jalan lurus, agama Islam Ahlus Sunnah.

KETUJUH, hadirnya ribuan kaum Syiah di Tanah Suci Makkah-Madinah, hal tersebut adalah BUKTI BESAR betapa ajaran Islam (Ahlus Sunnah) sesuai dengan fitrah manusia. Meskipun para ulama dan kaum penyesat Syiah sudah bekerja keras sejak ribuan tahun lalu, untuk membuat-buat agama baru yang berbeda dengan ajaran Islam Ahlus Sunnah; tetap saja fitrah mereka tidak bisa dipungkiri, bahwa hati-hati mereka terikat dengan Tanah Suci kaum Muslimin (Makkah-Madinah), bukan Karbala, Najaf, dan Qum.

KEDELAPAN, kaum Syiah di negerinya sangat biasa memuja kubur, menyembah kubur, tawaf mengelilingi kuburan, meminta tolong kepada ahli kubur, berkorban untuk penghuni kubur, dll. Kalau mereka datang ke Makkah-Madinah, maka praktik "ibadah kubur" itu tidak ada disana. Harapannya, mereka bisa belajar untuk meninggalkan ibadah kubur, kalau nanti mereka sudah kembali ke negerinya. Insya Allah.

KESEMBILAN, pertanyaan di atas sebenarnya lebih layak diajukan ke kaum Syiah sendiri, bukan ke Ahlus Sunnah. Mestinya kaum Syiah jangan bertanya, "Mengapa orang Syiah masih boleh ke Makkah-Madinah?" Mestinya pertanyaan ini diubah dan diajukan ke diri mereka sendiri, "Kalau Anda benar-benar Syiah, mengapa masih datang ke Makkah dan Madinah? Bukankah Anda sudah mempunyai ‘kota suci' sendiri?"

Demikian sebagian jawaban yang bisa diberikan. Semoga bermanfaat. Pesan spesial dari saya, kalau nanti Prof. Dr. Umar Shihab, atau Prof. Dr. Quraish Shihab (dua tokoh ini saudara kandung, kakak-beradik; bersaudara juga dengan Alwi Shihab, Mantan Menlu di era Abdurrahman Wahid), beralasan dengan alasan tersebut di atas; mohon ada yang meluruskannya. Supaya beliau tidak banyak membuang-buang kalam, tanpa guna.

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
(M Fachry)
 
Source
arrahmah/jum'at,13januari2012

10 Logika dasar penangkal syi'ah


BERIKUT ini adalah 10 LOGIKA DASAR akidah Syiah bisa diajukan sebagai bahan diskusi ke kalangan Syiah dari level awam, sampai level ulama. Setidaknya, logika ini bisa dipakai sebagai "anti virus" untuk menangkal propaganda dai-dai Syiah yang ingin menyesatkan Ummat Islam dari jalan yang lurus.

Kalau Anda berbicara dengan orang Syiah, atau ingin mengajak orang Syiah bertaubat dari kesesatan, atau diajak berdebat oleh orang Syiah, atau Anda mulai dipengaruhi dai-dai Syiah; coba kemukakan 10 LOGIKA DASAR di bawah ini. Sehingga kita bisa membuktikan, bahwa ajaran mereka sesat dan tidak boleh diikuti.

LOGIKA 1: "Nabi dan Ahlul Bait"
Tanyakan kepada orang Syiah: "Apakah Anda mencintai dan memuliakan Ahlul Bait Nabi?" Dia pasti akan menjawab: "Ya! Bahkan mencintai Ahlul Bait merupakan pokok-pokok akidah kami." Kemudian tanyakan lagi: "Benarkah Anda sungguh-sungguh mencintai Ahlul Bait Nabi?" Dia tentu akan menjawab: "Ya, demi Allah!"

Lalu katakan kepada dia: "Ahlul Bait Nabi adalah anggota keluarga Nabi. Kalau orang Syiah mengaku sangat mencintai Ahlul Bait Nabi, seharusnya mereka lebih mencintai sosok Nabi sendiri? Bukankah sosok Nabi Muhammad Shallallah ‘Alaihi Wasallam lebih utama daripada Ahlul Bait-nya? Mengapa kaum Syiah sering membawa-bawa nama Ahlul Bait, tetapi kemudian melupakan Nabi?"

Faktanya, ajaran Syiah sangat didominasi oleh perkataan-perkataan yang katanya bersumber dari Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak keturunan mereka. Kalau Syiah benar-benar mencintai Ahlul Bait, seharusnya mereka lebih mendahulukan Sunnah Nabi, bukan sunnah dari Ahlul Bait beliau. Syiah memuliakan Ahlul Bait karena mereka memiliki hubungan dekat dengan Nabi. Kenyataan ini kalau digambarkan seperti: "Lebih memilih kulit rambutan daripada daging buahnya."

LOGIKA 2: "Ahlul Bait dan Isteri Nabi"
Tanyakan kepada orang Syiah: "Siapa saja yang termasuk golongan Ahlul Bait Nabi?" Nanti dia akan menjawab: "Ahlul Bait Nabi adalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka." Lalu tanyakan lagi: "Bagaimana dengan isteri-isteri Nabi seperti Khadijah, Saudah, Aisyah, Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, dan lain-lain? Mereka termasuk Ahlul Bait atau bukan?" Dia akan mengemukakan dalil, bahwa Ahlul Bait Nabi hanyalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka.

Kemudian tanyakan kepada orang itu: "Bagaimana bisa Anda memasukkan keponakan Nabi (Ali) sebagai bagian dari Ahlul Bait, sementara isteri-isteri Nabi tidak dianggap Ahlul Bait? Bagaimana bisa cucu-cucu Ali yang tidak pernah melihat Rasulullah dimasukkan Ahlul Bait, sementara isteri-isteri yang biasa tidur seranjang bersama Nabi tidak dianggap Ahlul Bait? Bagaimana bisa Fathimah lahir ke dunia, jika tidak melalui isteri Nabi, yaitu Khadijah Radhiyallahu ‘Anha? Bagaimana bisa Hasan dan Husein lahir ke dunia, kalau tidak melalui isteri Ali, yaitu Fathimah? Tanpa keberadaan para isteri shalihah ini, tidak akan ada yang disebut Ahlul Bait Nabi."

Faktanya, dalam Surat Al Ahzab ayat 33 disebutkan: "Innama yuridullahu li yudzhiba ‘ankumul rijsa ahlal baiti wa yuthah-hirakum that-hira." (bahwasanya Allah menginginkan menghilangkan dosa dari kalian, para ahlul bait, dan mensucikan kalian sesuci-sucinya). Dalam ayat ini isteri-isteri Nabi masuk kategori Ahlul Bait, menurut Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Bahkan selama hidupnya, mereka mendapat sebutan Ummul Mu'minin (ibunda orang-orang Mukmin) Radhiyallahu ‘Anhunna.

LOGIKA 3: "Islam dan Sahabat"
Tanyakan kepada orang Syiah: "Apakah Anda beragama Islam?" Maka dia akan menjawab dengan penuh keyakinan: "Tentu saja, kami adalah Islam. Kami ini Muslim." Lalu tanyakan lagi ke dia: "Bagaimana cara Islam sampai Anda, sehingga Anda menjadi seorang Muslim?" Maka orang itu akan menerangkan tentang silsilah dakwah Islam. Dimulai dari Rasulullah, lalu para Shahabatnya, lalu dilanjutkan para Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in, lalu dilanjutkan para ulama Salafus Shalih, lalu disebarkan oleh para dai ke seluruh dunia, hingga sampai kepada kita di Indonesia."

Kemudian tanyakan ke dia: "Jika Anda mempercayai silsilah dakwah Islam itu, mengapa Anda sangat membenci para Shahabat, mengutuk mereka, atau menghina mereka secara keji? Bukankah Anda mengaku Islam, sedangkan Islam diturunkan kepada kita melewati tangan para Shahabat itu. Tidak mungkin kita menjadi Muslim, tanpa peranan Shahabat. Jika demikian, mengapa orang Syiah suka mengutuk, melaknat, dan mencaci-maki para Shahabat?"

Faktanya, kaum Syiah sangat membingungkan. Mereka mencaci-maki para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum dengan sangat keji. Tetapi di sisi lain, mereka masih mengaku sebagai Muslim. Kalau memang benci Shahabat, seharusnya mereka tidak lagi memakai label Muslim. Sebuah adagium yang harus selalu diingat: "Tidak ada Islam, tanpa peranan para Shahabat!"

LOGIKA 4: "Seputar Imam Syiah"
Tanyakan kepada orang Syiah: "Apakah Anda meyakini adanya imam dalam agama?" Dia pasti akan menjawab: "Ya! Bahkan imamah menjadi salah satu rukun keimanan kami." Lalu tanyakan lagi: "Siapa saja imam-imam yang Anda yakini sebagai panutan dalam agama?" Maka mereka akan menyebutkan nama-nama 12 imam Syiah. Ada juga yang menyebut 7 nama imam (versi Ja'fariyyah).

Lalu tanyakan kepada orang Syiah itu: "Mengapa dari ke-12 imam Syiah itu tidak tercantum nama Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hanbali? Mengapa nama empat imam itu tidak masuk dalam deretan 12 imam Syiah? Apakah orang Syiah meragukan keilmuan empat imam madzhab tersebut? Apakah ilmu dan ketakwaan empat imam madzhab tidak sepadan dengan 12 imam Syiah?"

Faktanya, kaum Syiah tidak mengakui empat imam madzhab sebagai bagian dari imam-imam mereka. Kaum Syiah memiliki silsilah keimaman sendiri. Terkenal dengan sebutan "Imam 12" atau Imamah Itsna Asyari. Hal ini merupakan bukti besar, bahwa Syiah bukan Ahlus Sunnah. Semua Ahlus Sunnah di muka bumi sudah sepakat tentang keimaman empat Imam tersebut. Para ahli ilmu sudah mafhum, jika disebut Al Imam Al Arba'ah, maka yang dimaksud adalah empat imam madzhab rahimahumullah.

LOGIKA 5: "Allah dan Imam Syiah"
Tanyakan kepada orang Syiah: "Siapa yang lebih Anda taati, Allah Ta'ala atau imam Syiah?" Tentu dia akan akan menjawab: "Jelas kami lebih taat kepada Allah." Lalu tanyakan lagi: "Mengapa Anda lebih taat kepada Allah?" Mungkin dia akan menjawab: "Allah adalah Tuhan kita, juga Tuhan imam-imam kita. Maka sudah sepantasnya kita mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan imam-imam itu."

Kemudian tanyakan ke orang itu: "Mengapa dalam kehidupan orang Syiah, dalam kitab-kitab Syiah, dalam pengajian-pengajian Syiah; mengapa Anda lebih sering mengutip pendapat imam-imam daripada pendapat Allah (dari Al Qur'an)? Mengapa orang Syiah jarang mengutip dalil-dalil dari Kitab Allah? Mengapa orang Syiah lebih mengutamakan perkataan imam melebihi Al Qur'an?"

Faktanya, sikap ideologis kaum Syiah lebih dekat ke kemusyrikan, karena mereka lebih mengutamakan pendapat manusia (imam-imam Syiah) daripada ayat-ayat Allah. Padahal dalam Surat An Nisaa' ayat 59 disebutkan, jika terjadi satu saja perselisihan, kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sikap Islami, bukan melebihkan pendapat imam di atas perkataan Allah.

LOGIKA 6: "Ali dan Jabatan Khalifah"
Tanyakan kepada orang Syiah: "Menurut Anda, siapa yang lebih berhak mewarisi jabatan Khalifah setelah Rasulullah wafat?" Dia pasti akan menjawab: "Ali bin Abi Thalib lebih berhak menjadi Khalifah." Lalu tanyakan lagi: "Mengapa bukan Abu Bakar, Umar, dan Ustman?" Maka kemungkinan dia akan menjawab lagi: "Menurut riwayat saat peristiwa Ghadir Khum, Rasulullah mengatakan bahwa Ali adalah pewaris sah Kekhalifahan."

Kemudian katakan kepada orang Syiah itu: "Jika memang Ali bin Abi Thalib paling berhak atas jabatan Khalifah, mengapa selama hidupnya beliau tidak pernah menggugat kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman? Mengapa beliau tidak pernah menggalang kekuatan untuk merebut jabatan Khalifah? Mengapa ketika sudah menjadi Khalifah, Ali tidak pernah menghujat Khalifah Abu Bakar, Umar, dan Ustman, padahal dia memiliki kekuasaan? Kalau menggugat jabatan Khalifah merupakan kebenaran, tentu Ali bin Abi Thalib akan menjadi orang pertama yang melakukan hal itu."

Faktanya, sosok Husein bin Ali Radhiyallahu ‘Anhuma berani menggugat kepemimpinan Dinasti Umayyah di masa Yazid bin Muawiyyah, sehingga kemudian terjadi Peristiwa Karbala. Kalau putra Ali berani memperjuangkan apa yang diyakininya benar, tentu Ali Radhiyallahu ‘Anhu lebih berani melakukan hal itu.

LOGIKA 7: "Ali dan Husein"
Tanyakan ke orang Syiah: "Menurut Anda, mana yang lebih utama, Ali atau Husein?" Maka dia akan menjawab: "Tentu saja Ali bin Abi Thalib lebih utama. Ali adalah ayah Husein, dia lebih dulu masuk Islam, terlibat dalam banyak perang di zaman Nabi, juga pernah menjadi Khalifah yang memimpin Ummat Islam." Atau bisa saja, ada pendapat di kalangan Syiah bahwa kedudukan Ali sama tingginya dengan Husein.

Kemudian tanyakan ke dia: "Jika Ali memang dianggap lebih mulia, mengapa kaum Syiah membuat peringatan khusus untuk mengenang kematian Husein saat Hari Asyura pada setiap tanggal 10 Muharram? Mengapa mereka tidak membuat peringatan yang lebih megah untuk memperingati kematian Ali bin Abi Thalib? Bukankah Ali juga mati syahid di tangan manusia durjana? Bahkan beliau wafat saat mengemban tugas sebagai Khalifah."

Faktanya, peringatan Hari Asyura sudah seperti "Idul Fithri" bagi kaum Syiah. Hal itu untuk memperingati kematian Husein bin Ali. Kalau orang Syiah konsisten, seharusnya mereka memperingati kematian Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu lebih dahsyat lagi.

Logika 8: "Syiah dan Wanita"
Tanyakan ke orang Syiah: "Apakah dalam keyakinan Syiah diajarkan untuk memuliakan wanita?" Dia akan menjawab tanpa keraguan: "Tentu saja. Kami diajari memuliakan wanita, menghormati mereka, dan tidak menzhalimi hak-hak mereka?" Lalu tanyakan lagi: "Benarkah ajaran Syiah memberi tempat terhormat bagi kaum wanita Muslimah?" Orang itu pasti akan menegaskan kembali.

Kemudian katakan ke orang Syiah itu: "Jika Syiah memuliakan wanita, mengapa mereka menghalalkan nikah mut'ah? Bukankah nikah mut'ah itu sangat menzhalimi hak-hak wanita? Dalam nikah mut'ah, seorang wanita hanya dipandang sebagai pemuas seks belaka. Dia tidak diberi hak-hak nafkah secara baik. Dia tidak memiliki hak mewarisi harta suami. Bahkan kalau wanita itu hamil, dia tidak bisa menggugat suaminya jika ikatan kontraknya sudah habis. Posisi wanita dalam ajaran Syiah, lebih buruk dari posisi hewan ternak. Hewan ternak yang hamil dipelihara baik-baik oleh para peternak. Sedangkan wanita Syiah yang hamil setelah nikah mut'ah, disuruh memikul resiko sendiri."

Faktanya, kaum Syiah sama sekali tidak memberi tempat terhormat bagi kaum wanita. Hal ini berbeda sekali dengan ajaran Sunni. Di negara-negara seperti Iran, Irak, Libanon, dll. praktik nikah mut'ah marak sebagai ganti seks bebas dan pelacuran. Padahal esensinya sama, yaitu menghamba seks, menindas kaum wanita, dan menyebarkan pintu-pintu kekejian. Semua itu dilakukan atas nama agama. Na'udzubillah wa na'udzubillah min dzalik.

LOGIKA 9: "Syiah dan Politik"
Tanyakan ke orang Syiah: "Dalam pandangan Anda, mana yang lebih utama, agama atau politik?" Tentu dia akan berkata: "Agama yang lebih penting. Politik hanya bagian dari agama." Lalu tanyakan lagi: "Bagaimana kalau politik akhirnya mendominasi ajaran agama?" Mungkin dia akan menjawab: "Ya tidak bisa. Agama harus mendominasi politik, bukan politik mendominasi agama."

Lalu katakan ke orang Syiah itu: "Kalau perkataan Anda benar, mengapa dalam ajaran Syiah tidak pernah sedikit pun melepaskan diri dari masalah hak Kekhalifahan Ali, tragedi yang menimpa Husein di Karbala, dan kebencian mutlak kepada Muawiyyah dan anak-cucunya? Mengapa hal-hal itu sangat mendominasi akal orang Syiah, melebihi pentingnya urusan akidah, ibadah, fiqih, muamalah, akhlak, tazkiyatun nafs, ilmu, dll. yang merupakan pokok-pokok ajaran agama? Mengapa ajaran Syiah menjadikan masalah dendam politik sebagai menu utama akidah mereka melebihi keyakinan kepada Sifat-Sifat Allah?"

Faktanya, ajaran Syiah merupakan contoh telanjang ketika agama dicaplok (dianeksasi) oleh pemikiran-pemikiran politik. Bahkan substansi politiknya terfokus pada sikap kebencian mutlak kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap merampas hak-hak imam Syiah. Dalam hal ini akidah Syiah mirip sekali dengan konsep Holocaust yang dikembangkan Zionis internasional, dalam rangka memusuhi Nazi sampai ke akar-akarnya. (Bukan berarti pro Nazi, tetapi disana ada sisi-sisi kesamaan pemikiran).

LOGIKA 10. "Syiah dan Sunni"
Tanyakan ke orang Syiah: "Mengapa kaum Syiah sangat memusuhi kaum Sunni? Mengapa kebencian kaum Syiah kepada Sunni, melebihi kebencian mereka kepada orang kafir (non Muslim)?" Dia tentu akan menjawab: "Tidak, tidak. Kami bersaudara dengan orang Sunni. Kami mencintai mereka dalam rangka Ukhuwwah Islamiyyah. Kita semua bersaudara, karena kita sama-sama mengerjakan Shalat menghadap Kiblat di Makkah. Kita ini sama-sama Ahlul Qiblat."

Kemudian katakan ke dia: "Kalau Syiah benar-benar mau ukhuwwah, mau bersaudara, mau bersatu dengan Sunni; mengapa mereka menyerang tokoh-tokoh panutan Ahlus Sunnah, seperti Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, Khalifah Utsman, isteri-isteri Nabi (khususnya Aisyah dan Hafshah), Abu Hurairah, Zubair, Thalhah, dan lain-lain? Mencela, memaki, menghina, atau mengutuk tokoh-tokoh itu sama saja dengan memusuhi kaum Sunni. Tidak pernah ada ukhuwwah atau perdamaian antara Sunni dan Syiah, sebelum Syiah berhenti menista para Shahabat Nabi, selaku panutan kaum Sunni."

Fakta yang perlu disebut, banyak terjadi pembunuhan, pengusiran, dan kezhaliman terhadap kaum Sunni di Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libanon, Pakistan, Afghanistan, dll. Hal itu menjadi bukti besar bahwa Syiah sangat memusuhi kaum Sunni. Hingga anak-anak Muslim asal Palestina yang mengungsi di Irak, mereka pun tidak luput dibunuhi kaum Syiah. Hal ini pula yang membuat Syaikh Qaradhawi berubah pikiran tentang Syiah. Jika semula beliau bersikap lunak, akhirnya mengakui bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah sangat sulit disatukan. Dalam lintasan sejarah kita mendapati bukti lain, bahwa  :
Kaum SYIAH tidak pernah terlibat perang melawan negara-negara kufar. Justru mereka sering bekerjasama dengan negara kufar dalam rangka menghadapi kaum Muslimin. 
  • Hancurnya Kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad, 
  • Sikap permusuhan Dinasti Shafawid di Mesir, 
  • Era Perang Salib di masa Shalahuddin Al Ayyubi, 
  • Serta Khilafah Turki Utsmani, 
  • Begitu juga, jatuhnya Afghanistan dan Iraq ke tangan tentara Sekutu di era modern, tidak lepas dari jasa-jasa para anasir Syiah dari Iran.      
Di atas semua itu terekam fakta-fakta pengkhianatan SYIAH terhadap kaum Muslimin.

Demikianlah 10 LOGIKA DASAR yang bisa kita gunakan untuk mematahkan pemikiran-pemikiran kaum Syiah. Insya Allah tulisan ini bisa dimanfaatkan untuk secara praktis melindungi diri, keluarga, dan Ummat Islam dari propaganda-propaganda Syiah. Amin Allahumma amin.

Jika ada benarnya, hal itu semata merupakan karunia Allah Azza Wa Jalla. Kalau ada kesalahan, khilaf, dan kekurangan, itu dari diri saya sendiri. Wal ‘afwu minkum katsira, wastaghfirullaha li wa lakum, wa li sa'iril Muslimin. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, wallahu a'lam bisshawaab.*


A.M Waskito, penulis buku "Bersikap Adil pada Wahabi"

source
arrahmah/kamis,2februari2012

Silatnas MIUMI soroti HAM yang digunakan justifikasi pelecehan agama

JAKARTA  - Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) risau dan prihatin terhadap fenomena penggunaan HAM sebagai justifikasi pelecehan dan pelanggaran aturan dan norma agama Islam, bahkan dalam banyak kasus dipelopori oleh institusi resmi negara.  Seperti, pelecehan agama atas nama HAM terlihat pembelaan terhadap homoseksual, perkawinan beda agama, penolakan perda-perda syariat dan lain-lain.

Pendapat tersebut mengemuka diantara para peserta Silaturahmi Nasional (Silatnas) Pertama Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) di Arrahman Quranic Learning Islamic Centre, Tebet Jakarta Selatan, Minggu (9/12) dalam rilis kepada arrahmah.com.
"Dalam forum  ditetapkan tekad MIUMI untuk merumuskan dan menjelaskan posisi dan fungsionalisasi HAM yang benar dalam perspektif Islam untuk kemaslahatan kehidupan berbangsa bernegara," ungkap MIUMI dalam rilisnya.

Selain itu, MIUMI juga prihatin terhadap fenomena desakan untuk mengubah alasan hukum (illatulhukmi) dengan pendekatan ilmu humaniora dan hermeneutika dalam metode penetapan hukum (manhaj istinbath) Ushul Fiqih.

Selain memantapkan jaringan dan struktur organisasi MIUMI di seluruh Indonesia, para peserta Silatnas ke-1 MIUMI juga menetapkan beberapa agenda rencana aksistrategis Para peserta Silatnas pertama MIUMI berencana menyelenggarakan Halaqah Nasional Ulama Ushul Fiqih untuk merumuskan platform metodologi fatwa di Indonesia.
"Hal ini sangat mendesak karena sifat dan fungsi MIUMI sebagai gerakan keilmuan yang ingin mengembalikan otoritas fatwa ulama dalam kehidupan umat," kata Wakil Sekjen MIUMI, Fahmi Salim.

Silatnas ke-1 MIUMI dihadiri oleh seluruh pengurus pusat dan delegasi perwakilan MIUMI daerah provinsi/kota/kabupaten.  Melalui Silatnas ke-1 MIUMI, telah dikukuhkan peresmian perwakilan MIUMI daerah, yang jumlahnya pada tahap pertama ini ada 9 wilayah: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, JawaTimur, Yogyakarta, dan Jawa Barat. 

Di antara tokoh-tokoh perwakilan MIUMI daerah yang hadir dan dikukuhkan sebagai pengurus daerah adalah Buya Dr. Gusrizal Gazahar (Padang), Dr. Mustafa Umar (Pekanbaru), Rahmat Abdul Rahman, MA (Makassar), Dr. Mu'inuddinillah Basri (Solo), M. Yusran Hadi (Aceh), Qosim Nurseha, MA (Medan), Kholili Hasib, MA (Surabaya), Fathurrahman Kamal, MA (Yogyakarta), Anung Al-Hamat, MA (Jakarta), DR. Suharnomo dan Dr. Sarjuni (Semarang), dan Ahmad Husein Dahlan (Bekasi).
 
Dalam kancah nasional, MIUMI sendiridikenal kepeloporannya dalam penolakan Draft RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dan dukungan terhadap Fatwa MUI Jawa Timur tentang kesesatan aliran Syi'ah.
 
source
arrahmah/senin,10desember2012

Kontroversi kata 'Tuhan'

Dari tinjauan aqidah, mengakui adanya tuhan-tuhan selain Allah adalah kemusyrikan, dan wajib ditolak dengan harga mati. Lalu, mengapa di dalam Al-Qur'an Tarjamah Tafsiriyah, kata ilaahun dan rabbun diterjemahkan 'tuhan'? Apa bedanya dengan terjemah harfiyah yang juga menerjemahkan istilah yang sama dengan arti yang sama pula? Bukankah kosakata Tuhan masuk  ke dalam bahasa Indonesia, akibat pengaruh teologi Kristen? Apakah tidak sebaiknya kata 'ilaahun' dan'rabbun' tidak usah diterjemahkan, dibiarkan saja dalam bahasa aslinya.

Pertanyaan ini datang dari sementara pembaca kritis Al-Qur'an Tarjamah Tafsiriyah, termasuk para tokoh dan aktivis gerakan Islam juga mempersoalkan istilah ini. Bahkan banyak di kalangan kaum muslimin merasa risi dan alergi menggunakan kata tuhan yang dianggap berasal dari doktrin non Islam.

Konon, keterangan tentang Tuhan berasal dari plesetan kata Tuan, ditemukan dalam Ensiklopedi Populer Gereja oleh Adolf Heuken SJ. "Arti kata 'Tuhan' ada hubungannya dengan kata Melayu 'tuan' yang berarti atasan/penguasa/pemilik". Keterangan ini dikaitkan dengan terjemahan Brouwerius, 1668, untuk istilah Yunani, Kyrios, sebutan bagi Isa Almasih. Maksudnya Tuan Yesus, tapi dalam Bahasa Indonesia diplesetkan menjadi istilah musyrik, Tuhan Yesus.

Selanjutnya kata Tuhan itu dibakukan sebagai kosakata baru, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta (Katolik), maknanya disejajarkan dengan kata ilaahun dalam bahasa Arab, yaitu Allah.

Lepas dari kasus plesetan atau teologi Kristen itu, yang pasti setiap bahasa memiliki keterbatasan padanan kata dari kosa kata bahasa lain. Problem keterbatasan kosa kata ini, biasa terjadi pada setiap bahasa apapun di dunia ini. Akan tetapi, bila suatu kata dalam bahasa asing yang sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia tidak boleh diterjemahkan, niscaya akan menyulitkan pembaca yang ingin memahami maknanya.

Upaya penerjemahan suatu bahasa ke bahasa lain, aspek intelektualitas dan budaya pengguna bahasa sangat menentukan kekayaan kosa kata suatu bahasa. Dalam kaitan ini, untuk menjelaskan kata 'tuhan' sebagai terjemah dari kata 'ilaahun' dan 'rabbun', haruslah dipahami argumentasi bangsa Arab yang menerjemahkan kata 'tuhan' dan 'dewa' sebagai ilaahun.

Sebagai contoh, kata dewa dan tuhan dalam bahasa Indonesia, terjemahan Arabnya sama, yaitu ilaahun. Padahal pengertian kata Dewa dan Tuhan dalam bahasa Indonesia sangat jauh berbeda.
Kata Tuhan pengertiannya adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb. Sedangkan kata dewa pengertiannya adalah makhluk Tuhan yang berasal dari sinar yang ditugasi mengendalikan kekuatan alam atau orang, juga berarti sesuatu yang sangat dipuja. (KBBI, 1990)

Oleh karena itu, jika kata ilaahun dan rabbun tidak diterjemahkan dengan kosa kata yang populer dalam bahasa Indonesia, justru mempersulit pembaca untuk memahami kata ilaahun dan rabbun. Padahal terjemahan itu bertujuan untuk mempermudah pembaca memahami makna kalimat yang dibaca.

Kata tuhan dalam Al-Qur'an
Kata ilaahun terdiri atas tiga huruf: hamzah, lam, ha, sebagai pecahan dari kata laha – yalihu – laihan, yang berarti Tuhan yang Mahapelindung, MahaperkasaIlaahun, jamaknya aalitahun, bentuk kata kerjanya adalah alaha, yang artinya sama dengan 'abada, yaitu 'mengabdi'. Dengan demikian ilaahun artinya sama dengan ma'budun, 'yang diabdi'. Lawannya adalah 'abdun, 'yang mengabdi', atau 'hamba', atau 'budak'.

Selain ilaahun, dalam Al-Qur'an juga terdapat kata rabbun yang digunakan untuk menyebut Tuhan. Kata rabbun terdiri atas dua huruf: ra dan ba, adalah pecahan dari kata tarbiyah, yang artinya Tuhan yang Mahapengasuh. Secara harfiah rabbun berarti pembimbing, atau pengendali. Selain dimaknai Allah, kata rabbun juga digunakan untuk sebutan tuhan selain Allah, seperti arbaban min dunillah, menjadikan pendeta, pastur, dan Isa Al-Masih sebagai tuhan-tuhan selain Allah.

Dalam Al-Qur'an kata ilaahun juga dipakai untuk menyebut berhala, hawa nafsu, dewa. Semua istilah tersebut dalam Al-Qur'an menggunakan kata ilaahun, jamaknya aalihatun.
a. Allah Swt. menyatakan Dia sebagai ilaahun.
... إِنَّمَا ٱلله إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ سُبْحَٰنَهُۥ أَن يَكُونَ لَهُۥ وَلَدٌ  لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَكَفَىٰ بِٱللهِ وَكِيلً
"... Sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Esa, Mahasuci Allah dari mem­punyai anak. Semua yang ada di langit dan di bumi hanyalah milik-Nya. Cukuplah Allah sebagai saksi atas kebenaran keesaan-Nya." (Qs. An-Nisaa' 4:171)
b. Allah Swt. menyatakan hawa nafsu yang diikuti orang kafir sebagai ilaahun.
 أَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
"Wahai Muhammad, apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang ka­fir yang menuhankan hawa nafsunya? Apakah kamu punya kekuasaan untuk memberi hidayah kepada mereka?" (QS. Al-Furqan, 25: 43)
c. Allah Swt. menyatakan sesembahan orang musyrik sebagai ilaahun. 
... فَمَآ أَغْنَتْ عَنْهُمْ ءَالِهَتُهُمُ ٱلَّتِى يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللهِ مِن شَىْءٍۢ لَّمَّا جَآءَ أَمْرُ رَبِّكَ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
"... Maka Tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah itu tidak dapat menolong mereka sedikit pun ketika datang adzab dari Tuhanmu. Tuhan-tuhan itu justru menambah kerugian yang sangat besar." (QS. Hud, 11: 101)
d. Allah Swt. menyatakan para pendeta sebagai rabbun
ٱتَّخَذُوٓا۟ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَٰنَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ ٱللهِ وَٱلْمَسِيحَ ٱبْنَ مَرْيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوٓا۟ إِلَٰهًا وَٰحِدًا  لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Kaum Yahudi dan Nasrani telah menjadikan pendeta-pendeta mereka, pastur-pastur mereka, dan Al-Masih bin Maryam sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Padahal mereka hanya diperintah untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Allah. Mahasuci Allah dari semua keyakinan syirik yang mereka buat-buat." (Qs. At-Taubah, 9:31)

Kata ilaahun dan rabbun sesungguhnya warisan bahasa Arab jahiliyah yang dipertahankan penggunaannya dalam Al-Qur'an, sebagaimana contoh di atas.

Orang-orang Arab sebelum Islam, memahami makna kata ilaahun sebagai dewa atau berhala, dan mereka gunakan dalam percakapan sehari-hari. Apabila orang Arab Jahiliyah menyebut dewa cinta, maka mereka mengatakan ilaahul hubbi, dan ilaahatul hubbi untuk menyebut dewi cinta. Kaum penyembah berhala (animisme), atau aliran kepercayaan di zaman kita sekarang, sebagaimana orang-orang Arab Jahiliyah, menganggap tuhan mereka berjenis kelamin, laki dan perempuan.

Oleh karena itu, pembaca terjemah Al-Qur'an tidak perlu alergi terhadap kata tuhan (ditulis dengan t kecil) sebagai terjemahan dari katailaahun dan rabbun. Umat Islam tidak perlu merasa khawatir tercoreng aqidahnya, karena ini hanya problem keterbatasan kosa kata bahasa Indonesia.

Penyelaras Bahasa
Qur'an Tarjamah Tafsiriyah


source
arrahmah/senin,10desember2012