Laman

Rabu, 14 Maret 2012

Tinjau Kembali Putusan MK: Hukum Allah Lebih Tinggi dari MK


JAKARTA  – Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan kepada DPR RI da Pemerintah untuk mengajukan dan membahas revisi UU tentang MK dengan mengatur kembali hal-hal terkait dengan pelaksanaan kewenangan MK yang pokok-pokoknya telah diatur dalam UUD 1945 agar menjadi lebih proporsional, tidak berlebihan, dan melampaui batas-batas kewajaran.

MUI dengan tegas mengatakan, ada dua hal yang sangat penting terkait revisi tersebut, yakni: 

Pertama, agar ada ketentuan larangan bagi MK untuk menjatuhkan putusan yang isinya bertentangan dengan ajaran dari agama-agama yang diakui di Tanah Air, termasuk ajaran Islam.

Kedua, ketentuan yang mengatur apabila putusan MK bertentangan dan melanggar ajaran agama-agama yang hidup dan berkembang di Indonesia, maka putusan tersebut sepanjang yang berkaitan dengan ajaran-ajaran agama, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengingat. Kedua hal ini dalam keyakinan MUI merupakan pelaksanaan dari amanat UUD 1945, khususnya Pasal 29, yang menjadi acuan bagi MK dalam menunaikan tugas dan kewenangannya.

Dalam sistem hukum nasional di Indonesia, putusan MK adalah putusan yang dianggap lebih tinggi (final), sehingga tidak ada upaya hukum lagi setelah itu. Kecuali harus mengubah RUU mengenai kewenangan MK terlebih dulu. Jalurnya pun harus melalui jalur politik, yakni parlemen (DPR). Untuk meninjau kembali putusan MK, sepertinya perlu kesabaran dan kesungguhan. Karenanya menjadi sulit ketika putusan MK telah dikeluarkan.  Apalagi untuk ditinjau kembali.

“Namun mengingat dampak yang ditimbulkan oleh putusan MK tersebut sangat besar dan luar biasa ngawurnya, maka MUI tetap meminta agar MK melakukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusannya, demi kemaslahatan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih besar urgensinya,” kata HM. Ichwan Sam, Sekjen MUI.

Lebih lanjut, MUI meminta kepada MK agar apabila terdapat permohonan pengujian undang-undang yang berkaitan dengan ajaran Islam pada masa mendatang, hendaknya MUI diberi tahu dan diundang untuk hadir dalam sidang pengujian undang-undang guna menyampaikan sikap dan pendapatnya.

Dengan tetap menghargai independensi MK, MUI mengharapkan kiranya 9 hakim konstitusi (MK) untuk senantiasa berhati-hati dan merenungkan secara mendalam, tidak saja mengenai isi putusan yang akan dijatuhkan, tetapi juga harus mampu membayangkan dampak yang ditimbulkan di masa depan, sehingga dapat mencegah terjadinya kemudharatan massif bagi masyarakat luas. Selain itu, MUI mengharapkan, dalam merumuskan putusan, MK hendaknya mempertimbangkan kondisi masyarakat Indonesia yang religius dengan  ajaran agama yang dipeluk dan diyakininya.

Kabarnya, MUI sudah mengundang MK terkait putusannya tersebut, namun MK tidak memenuhi undangan MUI tersebut. Ada apa dengan MK???  Ada apa denga Ketua MK Mahfud MD? Sebagai pimpinan, Mahfud MD  harus bertanggungjawab, karena telah mengacak-acak syariat Islam. Camkan! Putusan MK bukanlah putusan yang lebih tinggi. Ketetapan hukum Allah lah, sumber hukum yang lebih tinggi dari segala-galanya.

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Rabu, 14 Mar 2012 

Test DNA Tidak Dapat Dijadikan Dalil Untuk Ubah Status Nasab Anak Zina


JAKARTA  – Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat, adanya teknologi untuk melakukan test DNA, tidak dapat dijadikan dalil untuk mengubah status hubungan keperdataan atau nasab anak hasil hubungan zina terhadap lelaki yang mengakibatkan kelahiran anak, karena pada zaman Nabi Muhammad Saw, sekalipun lelaki tersebut mengakui bahwa anak itu adalah anak hasil perbuatannya, namun tidak bisa menjadikan dasar hubungan keperdataan atau nasab dengan anak tersebut.

Namun demikian, MUI sepakat, bahwa anak yang dilahirkan dalam ikatan perkawinan, tapi belum dicatatkan kepada KUA maupun Kantor Catatan Sipil (seperti perkawinan di  bawah tangan atau Sirri) harus dipersamakan dengan anak dalam ikatan perkawinan yang telah dicatat.

Untuk itu, MUI mendorong agar DPR bersama Pemerintah segera melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Hukum Material Perkawinan yang saat ini telah berada di DPR. MUI meyakini, apabila RUU ini dapat disetujui dengan berbagai penyempurnaan, Insya Allah perlindungan hukum, kedudukan hukum, dan hak anak akan menjadi jauh lebih baik.

Seperti diberitakan Voa-Islam sebelumnya, putusan MUI ini tetapkan setelah melakukan pembahasan dari perspektif hukum nasional oleh Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, dan perspektif ajaran agama oleh Komisi Fatwa MUI, serta menyelenggarakan rapat pengurus harian MUI untuk membahas hasil kerja dua komisi tersebut, dan selanjutnya mengesahkan sebagai putusan MUI.

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Rabu, 14 Mar 2012 

MUI:Putusan MK Sembrono, Over Dosis & Bertentangan dengan Ajaran Islam


JAKARTA  – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tersebut sangat berlebihan, melampaui batas, dan bersifat “over dosis” serta bertentangan dengan ajaran Islam dan pasal 29 UUD 1945.

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tersebut telah melampaui permohonan yang sekadar menghendaki pengakuan hubungan keperdataan atas anak dengan bapak hasil perkawinan, tapi tidak dicatatkan kepada KUA, menjadi meluas mengenai hubungan keperdataan atas anak hasil hubungan zina dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.

MUI memandang, putusan MK tersebut memiliki konsekwensi yang sangat luas, termasuk mengesahkan hubungan nasab, waris, wali, dan nafkah antara anak hasil zina dan lelaki yang menyebabkan kelahirannya, dimana hal demikian tidak dibenarkan oleh ajaran Islam.
Dalam Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya, menyatakan: “Anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.”

Akibat putusan MK yang sembrono itu, kini kedudukan anak hasil zina dijadikan sama dengan kedudukan anak yang lahir dari hubungan perkawinan yang sah, baik dari segi kewajiban memperoleh nafkah dan terutama hak waris.
“Jelaslah putusan MK ini telah menjadikan lembaga perkawinan menjadi kurang relevan, apalagi sekadar pencatatannya, mengingat penyamaan hak antara anak hasil zina dengan anak hasil perkawinan yang sah tersebut. Hal ini, kami nilai sangat menurunkan derajat kesucian dan keluhuran lembaga perkawinan. Bahkan pada tingkat ekstrim, dapat muncul pendapat tidak dibutuhkan lembaga perkawinan, karena orang tidak perlu harus menikah secara sah apabila dikaitkan dengan perlindungan hukum anak,” kata Ichwan Sam menambahkan.

Selain itu, MUI menilai, putusan MK telah membuka “kotak Pandora” yang selama ini kita jaga, yakni terbukanya peluang besar bagi berkembangnya pemikiran dan perilaku sebagian orang  untuk melakukan hubungan di luar perkawinan (perzinahan) tanpa perlu khawatir dengan masa depan anak (terutama kekhawatiran dari pihak perempuan pasangan zina). Karena walaupun tidak dalam ikatan perkawinan (zina), toh anak hasil hubungan zina tersebut tetap memiliki hak nafkah dan hak waris yang sama dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah.

Jelas, Putusan MK tersebut telah mengganggu, mengubah, bahkan merusak hukum waris  Islam yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah. Terlebih Putusan MK itu menyatakan, anak yang lahir dari hasil hubungan zina akan mendapat waris dari lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.
“Padahal hukum waris Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah secara tegas dan jelas menyebutkan kategori anak yang mendapat harta waris, dan anak yang lahir dari hasil hubungan zina jelas tidak memperoleh hak waris dari lelaki yang mengakibatkan kelahirannya,” kata KH. Ma’ruf Amin.

MUI menilai MK telah keliru, seolah –olah anak hasil hubungan zina tidak mendapat perlindungan hukum. Yang benar, menurut MUI, adalah anak dari hasil hubungan zina tersebut memiliki perlindungan hukum, tetapi perlindungan hukum yang tidak sama dengan anak dalam ikatan perkawinan, dimana yang satu hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya, sedangkan yang satunya lagi dengan bapak dan ibunya.Dan itulah gunanya lembaga perkawinan.

Melenyapkan perbedaan perlindungan hukum atas kedua kondisi itu akan menjadikan lembaga perkawinan menjadi sesuatu yang tidak relevan, hal ini tidak dapat diterima oleh agama Islam.

Merujuk Hadits
Perbedaan perlindungan hukum antara anak dari hasil hubungan zina dengan anak dalam ikatan perkawinan, telah diterangkan dalam beberapa hadits shahih yang menentukan bahwa anak hasil hubungan zina tidak memiliki hubungan keperdataan dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.

Nabi Muhammad Saw bersabda: “Anak adalah bagi yang empunya hamparan (suami), dan bagi pezina batu (tidak berhak mendapat anak yang dilahirkan dari hubungan di luar nikah melainkan diserahkan kepada ibunya). (HR. Bukhari-Muslim, Malik dan Abu Daud).

Dalam kasus li’aan dimana suami menuduh istri berzina, anak tidak ikut bapaknya dari segi nasab, tetapi ibunya.  Sebagaimana hadits Abu Daud: “dan Rasul menetapkan agar anaknya tidak dinasabkan kepada seorang ayah pun.” Dalam hadits Imam Ahmad, ditetapkan agar anak ikut si wanita atau ibunya.

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Rabu, 14 Mar 2012 

MUI Kecam Putusan MK Tentang Status Anak Zina, Acak-acak Syariat Islam

JAKARTA  – Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal pengucapan 17 Februari 2012 terkait pengujian UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menuai kontroversial dan menimbulkan keguncangan bagi umat Islam dalam menjalankan syariat agamanya

Dalam sebuah jumpa pers di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jl. Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat, KH. Ma’ruf Amin (Ketua MUI) didampingi oleh Ustadz Amir Tambunan (Sekum), DR.HM. Asrorun Ni’am Sholeh (Sekretaris Komisi Fatwa), dan Ichwan Sam (Sekjen) menanggapi Putusan MK tersebut dan sekaligus mengeluarkan Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya.

Banyaknya pertanyaan dari masyarakat mengenai Putusan MK yang mengacak-acak syariat Islam tersebut. Seperti diketahui, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010 menyatakan: Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) menyatakan:  
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.
Menurut MUI, Putusan MK tersebut menuai kontroversi serta menimbulkan kegelisahan, kerisauan, bahkan keguncangan di kalangan umat Islam, karena berkembang pendapat dan pemahaman masyarakat, bahwa putusan MK tersebut telah mengubah syariat Islam, melanggar ajaran Islam, dan mengubah tatanan kehidupan umat Islam yang selama ini berlaku.

“Menanggapi perkembangan tersebut, MUI punya tanggungjawab untuk mempertahankan agama Islam dan melindungi umat Islam Indonesia. MUI memandang penting untuk memberikan tanggapan terhadap putusan MK, sekaligus memberikan panduan tegas dan jelas kepada umat Islam dengan mengembalikan tatanan kehidupan umat Islam seperti sedia kala,” kata KH. Ma’ruf Amin kepada wartawan.

Untuk menyusun tanggapan ini, ungkap KH. Ma’ruf Amin, MUI terlebih dulu melakukan pembahasan dari perspektif hukum nasional oleh Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, juga  melakukan pembahasan dari perspektif ajaran agama oleh Komisi Fatwa MUI, serta menyelenggarakan rapat pengurus harian MUI untuk membahas hasil kerja dua komisi tersebut, dan selanjutnya mengesahkan sebagai putusan MUI.

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam

Rabu, 14 Mar 2012
 

Afwan!! Konferensi Imarah Internasional di Jakarta Dibatalkan


JAKARTA  – Manusia bisa berusaha, Allah jualah yang menentukan! Sharia4Indonesia yang sedianya akan menyelenggarakan Talkshow “From Imarah To Khilafah”, Jum’at, 16 Maret 2012, pukul 19.00 WIB s/d Selesai di ajang 11th Islamic Book Fair 2012, ruang Anggrek, Istora Senayan, karena satu dan lain hal, maka acara tersebut harus di canceled. Talkshow yang dikemas dalam acara “Temu Pembaca Arrahmah.com” tersebut rencananya akan dilaksanakan di waktu dan tempat yang akan ditentukan kemudian, Insya Allah!


Hand Book, Imarah Islam Indonesia

Meskipun acara Talkshow “From Imarah To Khilafah” yang rencana digelar Sharia4Indonesia harus dicancel, Sharia4Indonesia dalam waktu dekat akan mempublikasikan Hand Book “Imarah Islam Indonesia” yang dapat di download secara gratis oleh seluruh ummat Islam.

Hand Book ini dimaksudkan agar kaum Muslimin dapat mempelajari, mendiskusikan, sharing, dan kemudian bersinergi menerapkan syariat Islam secara kaffah (sempurna) di bumi Indonesia ini, Allahu Akbar!

Mohon Maaf dan Dukungan!

Sharia4Indonesia dengan ini menyampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada ummat Islam yang dengan antusias telah menyatakan kesiapannya untuk hadir dalam acara Talkshow “From Imarah To Khilafah” tersebut. Juga permoohonan maaf kepada media-media Islam yang telah dengan ikhlas bersinergi mempublikasikan acara tersebut.

Sharia4Indonesia bertekad untuk tetap dapat menyelenggarakan Talkshow “From Imarah To Khilafah” tersebut yang merupakan acara yang sangat penting bagi ummat Islam, terutama di ummat Islam di Indonesia. Adapun waktu dan tempat penyelenggaraan Talkshow “From Imarah To Khilafah” akan disampaikan pada kesempatan selanjutnya.

Untuk itu, dukungan seluruh kaum Muslimin sangat diharapkan, semoga Allah SWT., memudahkan langkah Sharia4Indonesia ke depannya. Insya Allah!

Kutipan :
M Fachry / VoA-Islam
Rabu, 14 Mar 2012

Foto 3 Menteri dengan Caddy itu Olok-olok Pemerintah Sendiri

Metrotvnews.com, Jakarta: Beredarnya foto tiga menteri dengan 10 caddy golf memantik banyak komentar. "Ini mengolok-ngolok pemerintah sendiri. Pertama mau menaikan bahan bakar minyak (BBM) ternyata menteri yang mau menaikan BBM tidak peka dengan masyarakat yang akan menanggung akibat dari kenaikan harga BBM," kata Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (13/3).

Kemarin harian terkemuka memuat foto Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Jero Wacik, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faizal tengah berfoto dengan para caddy golf. Para perempuan itu mengapit ketiga menteri dalam foto dan mereka menggunakan pakaian yang umum dipakai caddy golf, yakni rok mini dan baju lengan pendek yang cukup ketat.

Politikus senior PDI Perjuangan yang akrab dipanggil Pram itu menilai, tidak ada sensitifitas dari konteks foto tiga menteri tersebut. Apalagi ada menteri yang berkaitan dengan tenaga kerja. "Mungkin pekerjaannya mengurusi caddy dibanding TKI," sindir Pramono.

Kutipan :
Andhini /metrotvnews.com
Polhukam / Selasa, 13 Maret 2012 15:25 WIB

Syiah dan Ukhuwah

Sejauh pengamatan saya, isu Syiah dan Ahlussunnah wal Jama’ah (selanjutnya disebut Sunnah) di Indonesia selama ini, sebenarnya tidak dipengaruhi secara langsung kondisi objektif ketegangan Sunnah-Syiah di Timur Tengah. Kasus-kasus Indonesia hakikatnya dipicu oleh provokasi buku-buku dan ceramah.

Seperti sudah difahami, bahwa karakter Syiah sangat identik dengan kritikan terhadap para pembesar sahabat (Amirul Mukminin) dan isteri Nabi saw (Ummul Mukminin) -- yang secara terbuka sering dicerca. Prinsip doktrin yang menganggap para sahabat Nabi yang agung sebagai perampas hak kekhilafahan Ali, kemudian berujung dan berlarut-larut meneruskan tradisi kritik, kecaman, bahkan hinaan terhadap para sahabat dan istri Nabi saw.

Kondisi alami “Syiah” seperti ini perlu dipahami, agar solusi yang diberikan pun bukan bersifat basa-basi. Apalagi, dunia semakin terbuka. Informasi semakin bebas beredar.  Ketersinggungan pihak Sunni saat ajaran-ajaran dasar dan tokoh-tokohnya dicerca juga perlu dimaklumi. Bukan hanya melihat dari aspek kebebasan beragama dan berendapat saja.  Apalagi ini berkaitan dengahn masalah agama, yang bagi kebanyakan masyarakat Muslim sudah dianggap sebagai perkara hidup-mati.

Dalam pencermatan saya yang sudah puluhan tahun mengamati dan menulis masalah Syiah di Indonesia, hampir semua kasus konflik dipicu oleh peredaran buku dan ceramah dari kalangan Syiah. Sebutlah penerbitanbuku  “Dialog Sunnah-Syiah” karangan Abdul Husain Al-Musawy, yang merupakan terjemahan dari buku aslinya “Al-Muraja’at”. Buku ini dianggap sebagai buku lama yang populer, dan konon dianggap sebagai buku yang ampuh untuk ‘menaklukkan’ Ahlu Sunnah. Ada juga buku berjudul “Sudah Kutemukan Kebenaran” (terjemahan) dan “Saqifah: Awal Perselisihan Umat”, yang menyerang keyakinan kaum Sunni.

Yang lebih menyinggung perasaan kaum Sunni adalah banyaknya buku-buku Syiah yang mendekonstruksi ajaran-ajaran dasar Sunni, tetapi menggunakan sumber-sumber kaum Sunni. Hanya saja, setelah diperiksa,  memang ditemukan daftar pustakanya, namun setelah dicermati lebih jauh, ternyata sumber-sumber itu diselewengkan isi dan maknanya. Inilah yang membuat kaum Sunni terus menjadi cemas dan masalah ini menjadi semacam “bara dalam sekam” yang suatu ketika bisa meledak seperti kasus di Sampang, pada akhir tahun 2011.

Setelah kasus Sampang tersebut, semua pihak, baik Sunni maupun Syiah harus berusaha mencari solusi, agar kasus serupa itu tidak terjadi.  Apalagi, As’ad Said Ali (Wakil Ketua Umum PBNU), menulis banyaknya lulusan Qum Iran, yang pulang ke Indonesia, dan kemudian mendirikan Yayasan-yayasan Syiah, melakukan mobilisasi opini publik, penyebaran kader ke sejumlah partai politik dan upaya membuat lembaga Marja’iyati Taqlid seperti di Iran menjelang revolusi. (www.nu.or.id, judul “Gerakan Syiah di Indonesia”, 30/05/2011).
Saat mengikuti kursus PPSA XVII  Lemhannas RI, ada seorang peserta diskusi yang mengajukan pertanyaan, apakah benar Syiah bisa menerima Pancasila dan NKRI seperti Ahlu Sunnah (Aswaja) yang diwakili dua ormas besar yakni NU dan Muhammadiyah? Itu mengingat konsep imamah yang absolut tidak memungkinkan penerimaan ideologi apa pun di dunia ini, kecuali menerima keniscayaan pemerintahan model imamah?

Perlu dipahami, bahwa untuk menyelesaikan atau mendamaikan masalah Syiah di Indonesia tidaklah mudah. Itu terkait dengan adanya perbedaan mendasar dalam ajaran Sunni dan Syiah. Dalam disertasi saya di IAIN Sunan Ampel  Surabaya – sudah diterbitkan menjadi buku berjudul “Dari Imamah Sampai Mut’ah” (2004), saya mengingatkan perlunya Indonesia belajar dari kasus Sunni-Syiah yang terjadi di berbagai negeri Muslim lainnya. Pada 4 Juli 2003, di Pakistan, terjadi serangan bom yang menewaskan 47 orang dan mencederai 65 orang lainnya. Berikutnya pada 2 Maret 2004, terjadi serangan yang menewaskan 271 warga Syiah dan melukai 393 lainnya. Kasus-kasus seperti ini juga terjadi  di negara-negara Muslim lainnya.

Di samping adanya perbedaan dalam berbagai ajaran dalam soal aqidah, satu masalah yang akan menjadi problema pelik di tengah masyarakat adalah disahkannya perkawinan mut’ah (nikah temporal). Dalam nikah jenis ini, seorang wanita bisa berpasangan mut’ah dengan berbagai laki-laki. Status anak-anak dalam perkawinan jenis ini pun bisa bermasalah. Biasanya pihak Syiah akan menyalahkan Umar bin Khatab karena telah berani melarang nikah mut’ah yang pernah dihalalkan oleh Nabi saw.
Padahal, faktanya tidak demikian. Umar bin Khatab justru melaksanakan ketetapan dari Nabi sendiri. Keputusan Umar itu pun juga disetujui oleh Ali bin Abi Thalib. Sebab, Ali adalah mustasyar (penasehat) pada pemerintahan Umar. Sampai-sampai Umar pernah menyatakan, “Tanpa keterlibatan Ali, gagallah Umar.”  Nikah jenis ini mutlak haram bagi kaum Sunni dan sebagian kelompok Syiah (Zaidiyah) yang mendekati Sunni.

Begitulah, jika kita ingin membangun ukhuwah, maka perlu diperhatikan benar masalah-masalah mendasar dalam soal keagamaan ini. Hal-hal yang menimbulkan sensitivitas pihak lain, perlu dihindari. Sebaiknya, kaum Syiah sebagai minoritas di negeri Indonesia, bisa menahan diri untuk tidak bersifat agreasif dalam menyebarkan ajaran mereka, disertai dengan menyerang dan melecehkan ajaran-ajaran pokok kaum Sunni. Faktanya, kita tidak hanya bisa mendasarkan pada aspek kebebasan semata. Mudah-mudahan umat Islam Indonesia mampu mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi, baik masalah eksternal maupun internal mereka. Amin. (***).

Written by Prof. Dr. Mohammad Baharun

Last Updated on Tuesday, 17 January 2012 22:54 Tuesday, 17 January 2012 22:46

Kutipan :
02 maret 2012:


Hadits & Sains: Bukti ilmiah bahaya berkhalwat dengan yang bukan Mahram

Jakarta - Mengapa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa salam (saw) melarang berkhalwat antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram? Apa yang disampaikan Rasulullah saw tidak ada yang keliru padanya, sehingga penelitian-penelitian ilmiah dari Barat pun membuktikannya. Berikut adalah terjemahan dari tulisan Abduldaem Al-Kaheel terkait bukti ilmiah bahaya berkhalwat dengan yang bukan mahram:
***
"Cukuplah anda duduk selama lima menit dengan seorang wanita sehingga Anda memiliki proporsi tinggi dari hormon meningkat" inilah temuan studi ilmiah yang dimuat tahun 2010 di Daily Telegraph! Mengapa Nabi saw mengharamkan khalwat antara laki-laki dengan wanita atau melihat sesuatu yang diharamkan Allah? Apa hikmah ilmiah larangan ini? Mari kita baca berita  ilmiah ini…

Para peneliti di Universitas Valencia menegaskan bahwa seorang yang berkhalwat dengan wanita (yang bukan mahram) menjadi daya tarik yang akan menyebabkan kenaikan sekresi hormon kortisol. adapun Kortisol adalah hormon yang bertanggung jawab terjadinya stres dalam tubuh. Meskipun subjek penelitian mencoba untuk melakukan penelitian atau hanya berpikir tentang wanita yang sendirian denganya namun hal tersebut tidak mampu mencegah tubuh dari sekresi hormon.

Para ilmuwan mengatakan bahwa hormon kortisol sangat penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh tetapi dengan syarat mampu meningkatkan proporsi yang rendah, namun jika meningkat  hormon dalam tubuh dan berulang terus proses tersebut, maka yang demikian dapat menyebabkan penyakit serius seperti penyakit jantung dan tekanan darah tinggi dan berakibat pada diabetes dan penyakit lainnya yang mungkin meningkatkan  nafsu  seksual. 


Bentuk yang menyerupai alat proses hormon penelitian tersebut berkata bahwa stres yang tinggi hanya terjadi ketika seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita asing (bukan mahram), dan stres tersebut akan terus meningkat pada saat wanitanya memiliki daya tarik lebih besar! Tentu saja, ketika seorang pria bersama dengan wanita yang merupakan saudaranya sendiri atau  saudara dekat atau ibunya sendiri tidak akan terjadi efek dari hormon kortisol. Seperti halnya ketika pria duduk dengan seorang pria aneh, hormon ini tidak naik. Hanya ketika sendirian dengan seorang pria dan seorang wanita yang aneh!

Para peneliti mengatakan bahwa pria ketika ada perempuan asing disisinya, dirinya dapat membayangkan bagaimana membangun hubungan dengannya (jika tidak emosional), dan dalam penelitian lain, para ilmuwan menekankan bahwa situasi ini (untuk melihat wanita dan berpikir tentang mereka) jika diulang, mereka memimpin dari waktu ke waktu untuk penyakit kronis dan masalah psikologis seperti depresi.

Nabi  saw melarang khalwat
Kita semua tahu hadits yang terkenal yang mengatakan: "Ingatlah, janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita (bukan mahramnya) melainkan yang ketiganya adalah syaitan." (Sunan Tirmidzi no. 20165)

“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita saja, kecuali ia bersama muhrimnya” (Bukhari no. 4904)
Karena itu Nabi saw melalui syariat Islam ini menginginkan kita menghindari berbagai  penyakit sosial dan fisik.

Ketika seorang Muslim mampu  menghindari diri dari melihat aurat wanita (yang bukan mahram) dan menghindari diri dari berkhalwat dengan mereka, maka ia mampu mencegah penyebaran amoralitas dan dengan demikian melindungi masyarakat dari penyakit epidemi dan masalah sosial, dan mencegah individu dari berbagai penyakit.

Kami katakan kepada mereka yang tidak puas dengan agama kami yang hanif (lurus): Bukankah Islam sebagai agama yang benar, layak dihormati dan diikuti?
(siraaj//

Kutipan :
Siraaj / kaheel7 / arrahmah
Selasa, 13 Maret 2012 10:04:35

Capres syari’ah siap pimpin Indonesia

JAKARTA  - Forum Umat Islam(FUI) menggelontorkan Calon Presiden (Capres) Syari’ah secara terbuka. Tiga kandidat didapuk sebagai Capres Syari’ah diantaranya Ustadz Abu Jibril, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, dan Habib Rizieq Syihab.
 
Capres Syari’ah sengaja dihadirkan FUI sebagai usaha penegakkan syari’at Islam dan mengembalikan kepemimpinan Umat Islam di pentas nasional.  Untuk menghantarkan tiga capres syari’ah tersebut, FUI mengungkapkan banyak cara yang akan ditempuh termasuk menawarkan kepada melalui jalan revolusi.
 
“Jika umat menginginkan kita siap revolusi dan mengepung istana” kata Sekjen FUI Ustadz AlKhaththath kepada arrahmah.com dalam Talk Show Caapres Syari’ah di arena Islamic Book fair 2012,Jakarta(12/3).
 
Ustadz Al Khaththath menjelaskan, FUI belum terlalu jauh melangkah melakukan langka-langkah formal politik, dan  saat ini masih menitik beratkan upaya sosialisasi capres syari’ah kepada masyarakat dan umat Islam agar mereka memahami dan mendukung ide tersebut .
 
“Kita sekarang berkonsentrasi  mengusung isu capres syari’ah, dan kita sekarang pada tahap mengajak pemuda-pemuda Islam untuk menjadi relawan capres Syari’ah.”ujarnya.
 
Sementara itu,Ustadz Abu Jibril mengatakan bahwa perjuangan menegakkan Syari’at islam harus didukung dengan dua unsur kekuatan, yaitu unsur militer dan unsur politis.
 
“Musuh hanya akan takut dengan dua hal yang kita miliki pasukan khusus yang siap melawan penghalang dakwah, dan pasukan umum yang mensosialisasikan ide ini” ungkapnya.
 
Sedangkan Munarman sendiri, menyatakan untuk memenangkan capres syari’ah tersebut, yang terpenting dan terlebih dahulu dilakukan adalah penanaman Ide dan kesadaran kepada umat. Sebab jika umat Islam sudah menyadari hal tersebut, kepemimpinan akan mudah terwujud.
 
“Kalau Umat islam mau atau menginginkan atau menghendaki pemimpin yang menegakkan syariat Islam, Saya kira pemimpin yang dijual oleh partai-partai dalam sistem demokrasi itu menjadi tidak laku,”Jelasnya.
 
Pemimpin  yang tidak diinginkan masyarakat, sudah pasti menurutnya tidak memiliki lagi keabsahan dalam kepemimpinan.
 
“Para pemimpin yang tidak dikehendaki, saya kira legitimasinya akan turun, legitimasinya akan  hancur, atau sudah tidak
punya legitimasi.”beber Munarman.
 
Tambah Munarman, legitimasi yang hilang tersebut yang akan membuat masyarakat atau umat Islam Indonesia mencari sosok pemimpin ideal yang lainnya.
 
“Kalau sudah tidak punya legitimasi masyarakat atau umat Islam akan beralih kepada pemimpin yang bersyari’at itu.”pungkasnya.
 
Ustadz Abu Jibril sendiri, mengingatkan bahwa dalam berjuang uamt Islam harus menjaga keikhlasan, bukan karena merasa hebat dan mampu, sebab menurutnya kemenangan itu berada disisi Allah SWT bukan milik manusia.
 
“Bukan karena kita besar kita menang, atau bukan karena kita kecil kita kalah. Menang dan kalah itu semua karena kehendak Allah” tandas beliau.
 
Dalam acara Talkshow tersebut FUI menghadirkan Munarman, Ustadz Abu Jibril, dan Ustadz Muhammad Al Khaththath, serta Luthfi hakim sebagai host acra tersebut. Sedangkan habib Rizieq sendiri yang direncanakan menghadiri acara tersebut berhalangan untuk datang.
 
Acara yang berlangsung sejak pukul 16.00 wib hingga 18.00 wib dihadiri oleh ratusan kaum Muslimin.
 
Kutipan :
Bilal / arrahmah
Selasa, 13 Maret 2012 15:54:43
 

Ust. Abu M. Jibriel : "Hanya orang kafir, munafik dan sejenisnya yang tidak ingin syariah"

JAKARTA  - "Hanya orang kafir, munafik dan sejenisnya yang tidak ingin Syariah," pernyataan ini dilontarkan oleh Ustadz Abu Muhammad Jibriel dalam acara talk show bertajuk "Capres Syariah: Saatnya Memimpin Indonesia dengan Syariah" pada Senin sore kemarin (12/3) di ajang Islamic Book Fair 2012 yang berlangsung di Istora Senayan Jakarta.

Untuk menguatkan pendapatnya ini ustadz Abu Muhammad Jibriel menukil ayat Quran surat An Nisa ayat 65 yang berbunyi: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."

Dengan gayanya yang khas, lembut namun tegas ustadz yang pernah mukim di negara tetangga Malaysia selama 20 tahun lebih dan pernah berjihad di Afghanistan ini menyatakan umat Islam yang beriman sudah pasti menginginkan tegaknya Syariah, hanya masalahnya informasi yang digembar-gemborkan media-media sekuler membuat bias keinginan umat Islam tersebut.

Dengan nada yang lembut ustadz Abu Muhammad Jibriel juga mengkritisi kebanyakan umat Islam yang lebih sering mengkritik para pejuang penegak Syariah, namun mereka sendiri tidak bekerja untuk tegaknya hal itu. Menyinggung soal capres Syariah, ustadz Abu Jibriel menyatakan ada banyak hal yang harus disiapkan untuk munculnya calon presiden yang menginginkan tegaknya syariah.

Diskusi Capres Syariah Senin sore kemarin menampilkan tiga pembicara, Munarman, SH, Ustadz Muhammad Al-Khattath dan Ustadz Abu Jibriel. Yang uniknya, menurut laporan panitia, acara diskusi ini menjadi acara terbanyak dalam segi peserta selama diskusi/talk show yang berlangsung di Islamic Book Fair 2012.

Kutipan :
Ukasyah / eramuslim.com
Selasa, 13 Maret 2012 16:40:35

Berita detik.com terhadap aksi ''Indonesia Tanpa Liberal'' bohong dan menyesatkan!

JAKARTA  - Dalam lansiran detik.com, berita yang berjudul "FPI Demo Anti Liberal, Bundaran HI Macet" memberitakan bahwa Aksi Indonesia tanpa Liberal hanya diikuti oleh sekitar 150 orang massa dari Front Pembela Islam. Tidak lupa berita tersebut menyoroti kemacetan yang diakibatkan aksi tersebut secara detail.

“Demo sekitar 150 orang massa dari Front Pembela Islam (FPI) membuat lalu lintas Bundaran HI macet parah. Massa memarkir motor dan mobil yang mereka gunakan di untuk mencapai Bundaran HI diparkir di sekitar kawasan itu,” ungkap detik.com dalam lansirannya. 

Cuplikan kebohongan detikcom dalam memberikan fakta
Berita tersebut membuat kekecewaan besar mayoritas Umat Islam yang anti terhadap liberalisme, karena pada faktanya aksi tersebut diikuti oleh ribuan Umat Islam. Arrahmah.com sendiri, ketika mewawancarai Munarman, SH di lokasi aksi mengatakan bahwa sekitar 10.000 massa yang terlibat dalam demonstrasi tersebut.
“Sekitar 10.000 ribu yang turun,” kata Munarman, SH di depan Istana Negara, Jl. Merdeka Utara, Jakarta, Jum’at sore (9/3).

Tidak terkecuali, media-media Islam lainnya juga  melansir angka yang relatif sama dengan pernyataan Munarman tersebut. Eramuslim.com dalam kutipan seorang demonstran mengangkat angka 10.000 peserta aksi terlibat, begitu pula Suara-Islam.com melansir dengan sebutan ribuan massa aksi turun kejalan.

Meski kurang dari pernyataan Munarman, voa-islam.com melansir dengan spesifik sejumlah 7.000 massa aksi pada demonstrasi Jum’at siang menjelang sore tersebut. Berita yang diturunkan oleh detik.com tersebut, mendapat komentar langsung oleh massa pendukug aksi tersebut kurang lebih sekitar 38 komentar dengan mayoritas mengungkapkan kekecewaannya kepada berita tersebut.

Salah satu komentar dalam berita tersebut mengatakan kekecewaannya kepada berita tersebut, yang tidak menghitung dengan benar dan terkesan tendensius dalam memberitakan aksi Indonesia Tanpa Liberal.
“Berita detik: tendensius, tdk fair, tdk sesuai fakta, tapi masyarakat mulai maklum mana media yg jujur dan mana media sekuler kapitalis yg cuma jadi alat liberalisme fakta yg bener: demo diikuti ribuan umat Islam yang menolak liberalisme yang antek kacung dan begundalnya byk dinegeri ini termasuk media,” kata Citra Insantama salah satu komentator.

Komentar-komentar lainnya mungkin bisa langsung pembaca lihat di situsnya, karena terlalu kasar untuk ditampilkan oleh media kami.

Ironisnya  berita tersebut, disatu sisi terkesan mengecilkan jumlah peserta aksi dengan menurunkan angka hanya 150 orang massa aksi, disisi lain begitu detail menceritakan kemacetan yang diakibatkan aksi tersebut, hingga lalu lintas busway terhambat,dengan asumsi berita tersebut angka 150 orang massa aksi cukup memacetkan jalan raya sekitar bundaran HI.
"Akibat demo itu lalu lintas dari Thamrin dan Sudirman macet total. Busway Koridor I yang melewati lokasi itu juga terhambat oleh demo itu. Ada tujuh bus TransJ yang terjebak akibat demonstasi itu," papar detik.com dalam lansirannya.

Aksi itu sendiri secara resmi digelar oleh Forum Umat islam, yang tergabung puluhan Ormas Islam lainnya, dan sejak awal aksi mereka juga sudah berada dilokasi. Salah satu bukti Aksi tersebut dihadiri oleh ribuan umat Islam. Kami sajikan foto-foto pada aksi tersebut.

Ribuan Umat Islam mengadakan long march di Bundaran HI menuju Istana Negara Jakarta

Sekjen FUI KH M Al Khaththath bersama Habib Rizieq berjalan memimpin massa aksi

 Giant banner yang dipasang di papan baliho depan Istana Negara Jakarta
 
 
Ribuan umat Islam menunaikan sholat Ashar berjamaah di depan Istana Negara

Kutipan :
arrahmah
Senin, 12 Maret 2012 10:20:11

FUI Ajak Umat Islam Tumbangkan Rezim Susi. Merapat di Monas!!


JAKARTA – Dalam catatan sejarah, sudah tiga rezim di Indonesia yang telah ditumbangkan oleh rakyat Indonesia, karena kezalimannya. Sebut saja seperti Soekarno, Soeharto, hingga Gus Dur. Akankah SBY tumbang, seperti rezim sebelumnya??

Dalam sebuah talkshow  “Saatnya Memimpin Indonesia dengan Syariah”, Senin (12/3) sore, di Ruang Anggrek, Istora  Senayan, Islamic Book Fair 2012, Forum Umat Islam (FUI) mengajak umat Islam untuk menumbangkan rezim Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono.
“Kita bisa bikin dapur umum, lalu kita bermalam dengan membuat tenda di depan Istana Presiden selama satu minggu. Massanya harus mencapai 100 ribu. Dengan cara itu SBY bisa ditumbangkan, dan pemerintah Susi (Susilo BY) akan diganti,” kata Munarman.

Lebih lanjut Munarman mengatakan, jika kemarin kita bisa kumpulkan massa 300 orang, maka nanti akan kita tingkatkan lagi menjadi 300 ribu, kemudian meningkat lagi menjadi 3 juta orang. Kita akan kumpul di Monas. “Kita nggak akan sebelum Susi pulang.  Dulu, ketika di zaman Beny, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelematkan Soeharto, ketika massa sudah mencapai 1 juta orang,” kata Munarman.

Hal senada juga dikatakan Ketua Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustadz Abu Jibril, bahwa banyak sudah pemerintahan zalim yang tumbang di Timur Tengah, sebentar lagi Rezim Susi akan tumbang. “Yang tidak mau ikut proses ini sebaiknya jangan mencela. Mencela sesama muslim hukumnya fasik, mari kita buat bersama-sama. Umat Islam di Indonesia sangat mendambakan pemimpin yang memperjuangkan tegaknya syariah. Mudah-mudahan gagasan ini berhasil diwujudkan,” kata Abu Jibril bersemangat.

Al Khaththath nampaknya memilih cara yang lebih halus. “Kita hanya tidak ingin capres yang itu-itu lagi. Problemnya adalah karena umat Islam belum teredukasi dengan pemimpin bersyariah. Kita mendambakan Amirul Mukminin seperti kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra. Capres Syariah adalah muqaddimah dari Revolusi.”

Sebelumnya, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab bersama Forum Umat Islam (FUI) mengajak seluruh kaum muslimin dimanapun berada untuk menghadiri puncak Apek Siaga Umat Islam pada tanggal 30 Maret mendatang.
“Aksi Sejuta Umat Indonesia Damai Tanpa Liberal, puncaknya akan digelar pada 30 Maret 2012 ini. Siap berjuang? Ajak keluarga dan sahabat untuk menghadiri aksi ini di tempat yang sama (bunderam HI menuju Monas), “ kata Habib Rizieq yang didampingi Sekjen FUI KH. Muhammad al-Khaththath, di Jakarta. 
Dalam orasinya di Bunderan HI, Habib Rizieq Syihab menegaskan, rencana kenaikan BBM oleh 

Pemerintahan SBY, adalah akibat sistem ekonomi liberal. Lihatlah, yang miskin makin miskin, yang kaya makin kaya. Rakyat makin sengsara.   Karena itu, pemerintah SBY harus berpihak pada rakyat yang lemah. Kita tidak boleh membiarkan sistem yang zalim.

Akankah Al Khaththath, Munarman, Habib Rizieq Syihab, Abu Jibril, dan tokoh Islam yang mendukung Capres Syariah dan tumbangnya Rezim SBY ini akan menjadi people power di negeri ini? Setidaknya menggebrak dan mengguncang atmosfer politik di Tanah Air? Lihat saja nanti. Sejarah akan mencatatnya.  

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Selasa, 13 Mar 2012

Munarman: Capres Syariah Kok Coba-coba, Ini Serius!!


JAKARTA  – Gagasan Capres (calon presiden) Syariah, bukan persoalan laku atau tidak. Selama ini, Gagasan Capres Syariah belum pernah dicoba, dan belum ada satu partai pun yang secara terbuka yang menyatakan diri untuk menerapkan syariat Islam. Seyogianya, partai yang berasaskan Islam tak perlu ragu. Mereka harus takut kepada Allah, bukan manusia.

“Nggak laku nggak apa-apa, yang penting kita sudah melaksanakan kewajiban untuk menyuarakan dan meninggikan kalimat Allah. Capres Syariah ini baru tahap awal. Jadi, memilih pemimpin yang bersyariah saja dulu. Kalau ide itu diterima dan dipahami sebagai cara untuk mengubah Indonesia menjadi bersyariah, tentu umat Islam yang beriman akan memilih pemimpin syariah,” kata Ketua FPI bidang amar maruf nahi munkar, Munarman kepada Voa-Islam usai talkshow Islamic Book Fair 2012 “Saatnya Memimpin Indonesia dengan Syariah”, Senin (12/3) sore, di Ruang Anggrek, Istora  Senayan, Jakarta.

Ketika ditanya, apakah sebaiknya FUI mendirikan partai saja untuk mewujudkan capres syariah yang didambakan umat Islam selama ini? Kata Munarman,  itu bukan syarat utama. Bisa saja partai yang ada mencalonkan capres syariah. Tapi yang jelas, akidahnya harus diluruskan lebih dulu.
Munarman tidak ingin menggunakan kata melobi partai-partai yang ada, tapi bahasanya adalah mendakwahi, dengan mendatangi partai-partai seraya mensosialisasikan gagasan, bahwa sudah sepatutnya kita memiliki pemimpin bersyariah dan tegaknya hukum syariah di Indonesia.
Bagaimana dengan militer? “Militer itu tidak memilih. Militer tak perlu dirangkul-rangkul. Logikanya, militer kita perintah, dan militer hanya menjalankan agenda jika pemimpin yang sah telah terpilih dan ditetapkan,” kata Munarman.

Yang jelas, kami bukan tim sukses, tapi tim sosialisasi. Kewajban orang beriman adalah mensosialisasi, bahwa Indonesia sudah saatnya memiliki pemimpin yang bersyariah. Ada beberapa nama yang memiliki kapasitas dan kapabalitas  untuk menjalankan itu. Karena yang lain sudah gagal semua.
Saat ditanya, apakah wacana dan gagasan Capres syariah ini sekadar coba-coba saja? Munarman menegaskan, “Ini bukan coba-coba, ini serius, kok coba-coba. Ini bukan main-main. Kita akan wujudkan capres syariah ini tanpa halangan dan kendala,” kata  Munarman santai.


Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Selasa, 13 Mar 2012

Capres Syariah: Muqaddimah dari Revolusi! Siapa Mau Ikut?!!


JAKARTA – Tak dipungkiri, ada sebagaian masyarakat muslim Indonesia yang merindukan tegaknya hukum syariah di negeri ini. Untuk mewujudkan itu, tentu saja harus memiliki pemimpin bersyariah, yang dari track recordnya giat mensosialisasikan dan memperjuangkan tegaknya syariah selama ini.

“Sebagian Umat Islam memang merindukan tegaknya syariah di Indonesia, tapi terhalang oleh sistem atau peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh, ada upaya yang mencabut Perda Anti Miras, dengan dalih ada peraturan yang lebih tinggi, yakni Keppres,” kata Ketua FPI bidang amar maruf nahi munkar, Munarman saat menjadi pembicara dalam talkshow “Saatnya Memimpin Indonesia dengan Syariah”, Senin (12/3) sore, di Ruang Anggrek, Istora  Senayan, Islamic Book Fair 2012.

Hadir sebagai pembicara, yakni: Munarman (menggantikan Habib Rizieq yang sedang safari dakwah ke Kalimantan), KH. Muhammad al-Khaththath (Sekjen FUI), dan Ustadz Abu Jibril (MMI). Terlihat antusias pengunjung Islamic Book Fair yang hadir dalam talkshow tersebut. Dibanding talkshow-talkshow sebelumnya, kabarnya, inilah jumlah peserta talkshow terbesar dalam IBF tahun ini.

Seperti diketahui, penggagas Capres Syariah ini adalah KH. Muhammad Al Khaththath dan kawan-kawan di Forum Umat Islam (FUI). Ada tiga nama yang diusung umat Islam untuk memilih pemimpin bersyariah,yakni: Habib Muhammad Rizieq Syihab (Ketua Umum FPI), Ustadz Abu Bakar Baasyir (Amir JAT), dan Ustadz Abu Jibril (Ketua MMI).

Kenapa hanya tiga nama yang diusung sebagai Capres Syariah? Menurut Al Khaththath, selama ini kita tahu bahwa Habib Rizieq Syihab adalah musuh bebuyatannya kaum liberal, sedangkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dikenal sebagai musuhnya Amerika Serikat, dan merupaka sosok yang paling vulgar mendambakan daulah dan khilafah Islamiyah. Adapun Ustadz Abu Jibril juga dikenal sebagai figur yang selama ini menginginkan tegaknya syariah di Indonesia.
“Ketiga calon presiden tersebut, telah memenuhi syarat. Mereka muslim banget, laki-laki banget, dan merdeka. Jika orang sering mengakatakan NKRI harga mati, maka begitu juga NKRI Bersyariah pun harga mati,” kata Al Khaththath dengan suara serak.  

Al Khaththath mengatakan, gagasan Capres Syariah telah terinspirasi dengan metode Ary Ginanjar dari MQ yang out of the box ketika ingin mewujudkan sesuatu. Karena itu kita harus berani melakukan terobosan.
“Kita tidak bisa serta merta menilai demokrasi adalah sistem kufur, tapi tetap menggunakan KTP.  Jika umat Islam terkungkung karena menilai demokrasi sistem kufur, akibatnya umat Islam tidak punya visi ke depan, dan kita tidak bisa bertemu dengan berbagai kelompok Islam yang ada. Jika terkungkung, akhirnya, kita hanya menjadi kelompok kecil saja,” tandas Al Khaththath, Pemimpin Umum Tabloid Suara Islam.

Edukasi Umat Islam
Dikatakan Munarman, pernah di tahun 1999, sebuah ormas Islam bernama GARIS yang dipimpin oleh Chep Darmawan, menggagas pertemuan dengan para ulama di Jawa Barat. GARIS menggagas untuk merevisi KUHP konvensional dengan KUHP yang bersyariah dan dilandasi oleh semangat Piagam Jakarta. Setelah divoting, ternyata hanya 15% yang menyetujui.

KH. Abdul Qadir Jaelanni juga pernah melakukan survey kecil-kecilan tentang Indonesia Bersyariah. Jika sebelumnya pernah menunjukkan angka 47,9%, lalu menurun menjadi 13%. Ini artinya, makin banyak umat Islam yang tidak melek syariah.
Dalam sistem sekuler, untuk bisa memenuhi kesepakatan, setidaknya harus mencapai 50% suara. Maka, hal ini menjadi penghalang untuk memuluskan wacana Capres bersyariah. “Ada kesombongan mereka yang duduk di parlemen. Mereka memvoting hukum Allah, apakah cocok dengan manusia atau tidak. Yang pasti, kerinduan umat Islam untuk memiliki pemimpin yang menegakkan hukum syariah di negeri tak bisa terbantahkan,” ungkap Munarman.

Gagasan Kontroversial?
Diakui al Khaththath, banyak di kalangan umat Islam di Indonesia sendiri yang menganggap gagasan ini sebagai sesuatu yang mustahil dan kontroversial, tapi menarik. Hanya dengan revolusi cita-cita tegaknya syariah itu akan terwujud. Padahal, Capres Syariah adalah Muqaddimah dari Revolusi.  “Sekaliber Muhammad Natsir sendiri belum pernah mengajukan nama pemimpin bersyariah ketika itu. Yang menarik, Prof Nasarudin Umar dari Kemenag RI menyambut baik gagasan Capres syariah.”

Melihat konstalasi politik, untuk mewujudkan kekhalifahan Islam tergantung pada masyarakat di tingkat grassroot. Realita yang sering dihadapi saat berlangsung pemilihan pemimpin, baik di tingkat nasional maupu daerah, adalah adanya factor kecurangan, dan rekayasa mesin penghitung suara.

Menurut Al-Khaththath, harus diakui, hingga saat ini, umat Islam belum teredukasi (terdidik), terutama kesadaran untuk memilih pemimpin yang memperjuangkan syariah. “Saat ini masih ikut-ikutan saja,” ujar Sekjen FUI.

Kerinduan tegaknya syariah di Indonesia, dapat dilihat dari kebijakan pemerintah daerah setempat yang telah memberlakukan sejumlah Perda tentang anti miras dan pelacuran. Ini menunjukkan, aspirasi umat Islam telah ditangkap dan ditanggapi oleh partai Islam, bahkan partai sekuler sekalipun.
“Sudah saatnya kita mencari formulasi untuk memuluskan pemilihan capres bersyariah. Tugas kita adalah menghimpun sebanyak-banyaknya relawan-relawan untuk mensosialisasikan jalannya pemilihan capres bersyariah,” kata Munarman yang diamini oleh al-Khaththath.

Kutipan :
Desastian  / VoA-Islam
Selasa, 13 Mar 2012

Artawijaya: Sudah Saatnya Umat Islam Berterus Terang Apa itu Thaghut




JAKARTA  - Di antara ratusan hadirin yang datang dalam bedah buku “Ya… Mereka Memang Thaghut” tulisan ustadz Aman Abdurrahman, ternyata ada pula seorang penulis muda yang sangat produktif yaitu Artawijaya.

Saat ditemui di Taman Ismail Marzuki usai bedah buku, Ahad (11/3/2012) alumnus Ponpes Persis Bangil ini menyampaikan bahwa acara bedah buku ini menjadi sarana penyebaran informasi kepada umat untuk memberi pemahaman yang benar apa dan siapa thaghut.
“Bedah buku ini menjadi sarana penyebaran informasi kepada umat terutama tentang pemahaman apa dan siapa thaghut, karena kalau kita lihat selama ini kelompok-kelompok kafir, kelompok-kelompok liberal dan sebagainya, khususnya orang-orang fasik sudah tegas-tegas menyatakan kefasikan dan kekafirannya,” ungkapnya.
Artawijaya juga menegaskan, sudah seharusnya umat Islam berterus terang terhadap kebenaran terutama untuk menyampaikan hakikat thaghut yang sebenarnya.
“Sudah saatnya umat Islam berterus terang terhadap kebenaran terutama tentang apa itu thaghut,” tegas penulis buku “Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara.”
Sudah saatnya umat Islam berterus terang terhadap kebenaran terutama tentang apa itu thaghut
Saat ditanyakan, apakah bedah buku serupa perlu terus digelar? Ia menjawab;  “Harus! Kalau perlu diadakan di masjid-masjid diadakan acara-acara seperti ini supaya lebih merata pemahaman tentang thaghut itu ke seluruh kaum muslimin,” tutupnya.

Kutipan :
Ahmed Widad / VoA-Islam
Selasa, 13 Mar 2012

Ya Akhi, Mengapa Engkau Tak Terpanggil Berjihad??




Ketika engkau di sini asyik tertawa
Makan dengan berbagai menu istimewa
Akankah terpikir saudaramu di Suriah sana?
Terlintaskah keinginanmu menyedekahkan harta
Tergerakkah langkahmu menjual nyawa?
Atau memilih menjadi penonton setia

Akhi,
Mengapa engkau tidak berangkat berjihad?
Setiap hari sibuk terisi oleh debat
Tiada hari dilalui tanpa melaknat
Kau hakimi saudaramu bak penjahat
Lisanmu begitu mudah mengumpat-umpat
Hanya karena berbeda prinsip dan pendapat
Tidakkah engkau terapkan hadits mutiara ini:
“Barangsiapa yang mati, sedangkan dia tidak pernah berperang atau tidak terbersit di dalam dirinya untuk berperang, maka dia mati dalam salah satu cabang kemunafikan” (HR. Muslim).

Akhi,
Mengapa engkau tidak berangkat berjihad?
Kepada manusia engkau mengaku muwahid
Kau olok-olok manusia lain sebagai insan tidak bertauhid
Tidakkah engkau malu wahai akhi….
Saudaramu di Suriah dibantai
Engkau cuma sibuk membuat makian
Kepada para ikhwan berbeda gerakan
Vonis sesat dan kafir mudah terlontarkan
Ketahuilah akhi, mengaku muwahid itu butuh tindakan
Ingatlah apa yang Allah Firmankan:
“ Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar. (An Nisa’ 95)

Akhi, mengapa engkau tidak berjihad dengan tindakan?
Apakah akan kau suguhkan berbagai alasan
Sementara waktumu habis untuk berdebat urakan
Menjadikan Nash Al Qur’an sebagai senda gurauan
Akhi, segeralah engkau berangkat
Inilah pahala yang akan kau dapat:
"Sesungguhnya orang yang mati syahid akan memperoleh tujuh hal di sisi Allah: 1) Diampuni dosa-dosa saat pertama kali tertetes darahnya. 2) Melihat tempat tinggalnya di surga. 3) Diberi perlindungan dari siksa kubur. 4) Aman dari ketakutan besar di hari kiamat. 5) Diletakkan di atas kepalanya mahkota keagungan yang satu permata yakut dari mahkota tersebut lebih baik dari dunia seisinya. 6) Dikawinkan dengan 72 orang istri dari bidadari. 7) Dapat memberikan syafaat kepada 7o orang karib kerabatnya” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi).
By: Yulianna PS

Kutipan :
VoA-Islam
Selasa, 13 Mar 2012