JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat, adanya teknologi untuk melakukan test DNA, tidak dapat dijadikan dalil untuk mengubah status hubungan keperdataan atau nasab anak hasil hubungan zina terhadap lelaki yang mengakibatkan kelahiran anak, karena pada zaman Nabi Muhammad Saw, sekalipun lelaki tersebut mengakui bahwa anak itu adalah anak hasil perbuatannya, namun tidak bisa menjadikan dasar hubungan keperdataan atau nasab dengan anak tersebut.
Namun demikian, MUI sepakat, bahwa anak yang dilahirkan dalam ikatan perkawinan, tapi belum dicatatkan kepada KUA maupun Kantor Catatan Sipil (seperti perkawinan di bawah tangan atau Sirri) harus dipersamakan dengan anak dalam ikatan perkawinan yang telah dicatat.
Untuk itu, MUI mendorong agar DPR bersama Pemerintah segera melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Hukum Material Perkawinan yang saat ini telah berada di DPR. MUI meyakini, apabila RUU ini dapat disetujui dengan berbagai penyempurnaan, Insya Allah perlindungan hukum, kedudukan hukum, dan hak anak akan menjadi jauh lebih baik.
Seperti diberitakan Voa-Islam sebelumnya, putusan MUI ini tetapkan setelah melakukan pembahasan dari perspektif hukum nasional oleh Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, dan perspektif ajaran agama oleh Komisi Fatwa MUI, serta menyelenggarakan rapat pengurus harian MUI untuk membahas hasil kerja dua komisi tersebut, dan selanjutnya mengesahkan sebagai putusan MUI.
Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Rabu, 14 Mar 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar