Laman

Kamis, 17 Mei 2012

Seharusnya Irshad Manji Dihukum Mati, Bukan Diajak Diskusi!!

Irshad Manji dan Salman Rushdie adalah dua sejoli pengusung kesesatan dan kemunkaran.
Segelintir radikalis dari kaum liberal kembali melakukan teror terhadap umat Islam. Kali ini mereka memfasilitasi kedatangan ekstrimis lesbian dari Kanada, Irshad Manji, untuk mengadakan acara bedah buku mesum lesbianisme Irshad Manji di beberapa kota di Indonesia. Umat dan berbagai ormas Islam bangkit menolaknya.

Kedatangan Manji harus ditolak, karena ucapan dan perbuatannya adalah munkar. Dia bangga menyatakan dirinya lesbian. Dia dengan congkak mengatakan bahwa Al-Qur’an telah diedit oleh Nabi Muhammad SAW atau Muhammad yang bikin Al-Qur’an.

Itu ucapan yang munkar. Terhadap kemungkaran, wajib menghilangkannya. Sudah betul mereka yang berusaha membubarkan acara diskusi itu. Mereka bukan membubarkan diskusi, tetapi membubarkan kemungkaran.

Pemerintah semestinya tidak membiarkan Irshad Manji berkeliaran di negeri mayoritas Muslim seperti Indonesia.  Tidak ada untungnya makhluk maksiat seperti itu diberi tempat dan ruang. Ia hanya menimbulkan masalah. Kita sudah banyak masalah, jangan biarkan ditambah lagi dengan kedatangan orang seperti itu.

Kedatangan Manji adalah bagian dari perluasan arus liberalisme. Irshad Manji merupakan representasi dari pengusung liberalisme agama dan perilaku, agar lesbianisme dianggap sebagai hal biasa di Indonesia, lesbianisme dianggap sebagai pilihan logis manusia yang punya hak atas tubuhnya. Pemikiran seperti ini yang akan dikembangkannya. Ia sangat berbahaya, merusak tatanan masyarakat masa yang akan datang.

Ia menyebutkan bahwa ucapan dan bukunya, “Allah, Liberty and Love”, di tiga kota besar Indonesia (Jakarta, Solo dan Yogjakarta), yang mengusung lesbianisme itu adalah bagian dari perbedaan pendapat. Ini pernyataan munkar. 

Harus dibedakan antara perbedaan (ikhtilaf) dengan penyimpangan (ikhtiraf). 
  • Ikhtilaf adalah perbedaan pendapat dalam masalah-masalah cabang agama (furu’). 

  • Ikhtiraf adalah penyimpangan dari pokok-pokok agama. Perkataan dan perbuatan Manji itu bukanlah ikhtilaf tetapi ikhtiraf.

Dalam bukunya “Allah, Liberty and Love,” Manji mengklaim bahwa mengusung lesbianisme itu adalah bagian dari perbedaan pendapat. 

Ini pernyataan munkar yang tidak bisa membedakan antara perbedaan (ikhtilaf) dengan penyimpangan (ikhtiraf). Ikhtilaf adalah perbedaan pendapat dalam masalah-masalah cabang agama (furu’). Sedangkan ikhtiraf adalah penyimpangan dari pokok-pokok agama. Perkataan dan perbuatan Manji itu bukanlah ikhtilaf tetapi ikhtiraf.

Manji telah kurang ajar dan munkar dengan menyebutkan bahwa Lesbianisme hanya sebuah perbedaan. Dia telah kurang ajar dan munkar ketika menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah melakukan pengeditan atau pemalsuan Alquran.

Manji menyebut lesbianisme sebagai perbuatan yang benar (haq), padahal dalilnya sudah sangat jelas dan tidak menimbulkan perbedaan penafsiran bahwa lesbianisme itu berbuatan maksiat, bukan haq. Pernyataannya itu harus ditolak, dan harus juga ditolak pernyataan yang menyatakan bahwa diskusi itu hanya menimbulkan perbedaan pendapat. Itu bukan perbedaan pendapat, tetapi penyimpangan, yang bila dibiarkan bisa semakin besar dan semakin berbahaya. Penyimpangan itu wajib dihentikan!

Lesbianisme itu adalah kemaksiatan dan hukumannya sangat jelas. Seperti yang diriwayatkan Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad dari shahabat Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Siapa saja yang kalian temui melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks /lesbian), maka bunuhlah pelakunya dan orang yang menjadi objeknya”.

Di negara yang menerapkan Syariat Islam, dengan kemungkaran seperti itu Irsyad Manji sudah dihukum mati oleh pemerintah, bukan dibiarkan berdiskusi! 

Oleh : Islisyah Asman

Kutipan :
Voa-Islam
17 Mei 2012

Beginilah Seharusnya Para Aktivis Dakwah Anti Pemurtadan Bergerak!


JAKARTA - Menjelang Natal, sudah menjadi pemandangan biasa, aktivis gereja membagi-bagi parcel, hadiah berbagai macam produk, kepada masyarakat Muslim. Masih ingat Bekasi Berbagi Bahagia (B3), ketika seorang nenek dan gadis berjilbab tanpa disadari telah dibaptis oleh panitia berkedok sosial? Bagaimana sikap kita?

Buatlah program yang sama, yang jauh lebih hebat. Lawanlah pemurtadan, dengan senjata yang sama. Ajak jalan-jalan Pemulung rekreasi ke Puncak atau Dufan, perbanyak rumah singgah. 
Jika mereka bikin 10, kita bikin 20 rumah singgah. Fungsinya bukan sekadar tempat berteduh, tapi sebagai bengkel karya, sanggar, rumah baca, sarana pelatihan agar hidup mandiri.

Umat Islam jangan kalah strategi. Setiap hari Ahad, pihak gereja biasa menyediakan anggaran dan kendaraan untuk mengajak anak-anak dan remaja piknik. Bukan hanya itu, gereja juga menyediakan makanan yang disukai anak-anak. Sambil piknik mereka nyanyi sama-sama: “Dalam Tuhan kita bersaudara.”

Tak dipungkiri, Bekasi adalah salah satu kawasan yang menjadi target missionaris. Kandati, banyak ustadz dan aktivis dakwah berkumpul di Bekasi sebagai front terdepan. Tapi, ironinya, gerakan pemurtadan tetap kecolongan juga. Ternyata, membendung pemurtadan, tak cukup hanya dengan Tabligh Akbar. Harus lebih peka dengan apa yang butuhkan umat.

Kemiskinan  mendekatkan diri pada kekufuran. Maka, umat harus diberi pendidikan, ekonominya ditingkatkan. “La ikra ha fiddin. Tidak ada paksaan dalam beragama. Serukan manusia ke jalan Tuhanmu dengan cara yang baik,  siapa yang disesatkan siapa yang diberi petunjuk. 

Dakwah harus menggunakan dengan cara yang cerdas dan thayyib:  dengan lisan, tangan dan hati. Dakwah bukan dengan kekasaran, karena akan membuat orang lain benci. Bukan kepada orangnya, tapi benci pada agama yang diajarkan.

Perlukah laskar turun untuk membendung Kristenisasi? Tetap saja perlu jika dibutuhkan, tapi harus disertai pula dengan pemberdayaan ekonomi. Lebih baik mengunci pintu masuknya. Tentu, tidak semata memperbanyak masjid, tapi perkuat akidah umat, bangkitkan  ekonomi dan status sosialnya, bina agar mandiri. Itu juga perlawanan. Bila akidah sudah kuat, ekonomi umat lebih berdaya, gerakan pemurtadan tidak akan mempan, meskipun terus diprovokasi dan diiming-imingi.

Pada akhirnya, membendung Kristenisasi dan gerakan pemurtadan, bukan hanya tanggungjawab para kristolog dan lembaga anti pemurtadan, tapi kita semua yang peduli dengan nasib umat ini. Kita punya semangat  dan potensi. Tinggal, bagaimana kita bergerak dan menyatukan langkah.

Perlu diketahui, kini banyak umat Kristiani di Eropa meninggalkan agamanya (Kristen). Banyak gereja yang dijual dan berubah fungsi menjadi masjid. Begitu juga di AS, terjadi gelombang besar-besaran, perpindahan dari Nasrani menjadi Muslim. Aneh, Islam justru berkembang pesat di Barat. Tapi, di negeri muslim, justru sebaliknya, kembali murtad dan menjadi liberal. Tentu hal ini membuat kita terheran-heran.  

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam

Kamis, 17 May 2012

Munarman bantah dan bongkar klaim sepihak Ratna Sarumpaet

JAKARTA - Ketua An Nashr Institute Munarman, SH membantah sejumlah klaim dan tuduhan aktifis liberal Ratna Sarumpaet kepada ormas-ormas Islam. Bantahan tersebut diungkapkannnya saat hadir dalam dialog Indonesian Lawyer Club di TV One, Jakarta, Rabu malam (16/5).

Bantahan pertama terkait klaim sepihak Ratna Sarumpaet bahwa kelompok-kelompok liberal mewakili silent majority (istilah untuk kelompok atau masyarakat yang tidak mengekspresikan pendapat mereka secara terbuka-red), 
menurutnya pengakuan tersebut merupakan pengakuan yang tidak memiliki fakta.
“Kelompok yang selalu mengklaim silent majority, seolah-olah mewakili silent majority, padahal nggak ada itu. Kita pernah uji lapangan kok, itu tidak terbukti, itu omong kosong besar,” kata Munarman.

Kedua, Munarman membantah kesan yang dibangun bahwa negara tunduk dan dikontrol oleh tekanan kelompok Islam saja.
“Seolah-olah negara mengikuti kelompok tertentu, tuduhannya kan kepada kelompok Islam. Itu mereka meminta membubarkan FPI, menekan-nekan negara, itu kan hendak mengendalikan negara juga. Dulu mereka meminta dibatalkannya RUU APP mengendalikan negara juga,” lontarnya.

Lebih dari itu, menurutnya jika mereka merupakan liberal sejati, seharus membebaskan pula kelompok mana pun berpartisipasi menuntun negara, bukan malah membatasi kelompok lain.
 “Satu sisi umat Islam dilarang mengendalikan negara, sementara dengan bebasnya mereka mau mengendalikan negara, ini kan gak bener. Kalau betapa seorang liberal, mestinya dibebaskan saja kita sama-sama mengendalikan negara. Jangan seolah-olah umat Islam mengendalikan negara haram tidak boleh, tapi kalau mereka liberal-liberal itu mengendalikan negara itu halal, boleh,” beber Munarman.

Sambung ketua bidang Nahi Munkar DPP FPI ini, sikap kelompok liberal  dalam mengopinikan negara dikendalikan oleh kelompok Islam saja adalah ketidakjujuran mereka dalam bernegara dan pengkhianatan terhadap ideologi mereka sendiri.
“Itu cara berfikir yang tidak liberal justru, mengkhianati liberalisme sendiri. Jadi tidak betul kalau liberal, mereka fasis juga, cuma fasis dalam liberalisme,” tegasnya

Munarman juga membantah pernyataan Ratna Sarumpaet yang seolah-olah kelompok Islam tidak mengurus persoalan kemiskinan, penzholiman terhadap TKI di luar negeri, dan persoalan korupsi. Menurut Munarman, pernyataan tersebut tidak benar, karena seluruh ormas Islam sudah bekerja menangani kemiskinan.
Bahkan terkait persoalan TKI yang mengalami masalah di Arab Saudi, FPI sudah mengadvokasi dan memberi bantuan langsung ke rumah sakit di Madinah, ketika pihak-pihak lain belum dapat menembus ke sana.
“Saya ikut menghantarkan uang itu sendiri, tapi kan tidak ada meliput hal seperti ini,” jelas pengacara muda ini, 

yang sebelumnya didahului oleh Habib Selon ketika membantah Ratna sekaligus menjelaskan bahwa FPI juga peduli pada persoalan korupsi dan sudah membuat posko di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia pun menegaskan bahwa umat Islam justru yang bekerja untuk kemanusiaan bukan kelompok liberal yang selama ini mengklaim mewakili masyarakat umum.

“Jangan seolah-olah umat Islam tidak melakukan apa-apa untuk kemanusiaan, seolah-olah kamilah  yang melakukan untuk kemanusiaan, itukan omong kosong juga menurut saya,  gak ada. Kita juga bekerja untuk kemanusiaan juga kok, bukan mereka yang mengklaim kelompok-kelompok mewakili mayoritas, padahal tidak ada yang mewakili mayoritas,” tambahnya.

Munarman juga menantang kelompok liberal untuk membuktikan bahwa mereka mewakili masyarakat mayoritas secara riil, dan menghentikan klaim sepihak yang selalu mereka bangun.
Ratna Sarumpet

“Saya kira kalau dipertandingkan misalnya, Kita uji saja, kita ilmiyah, faktual, saya tidak mengkhayal-khayal. Itu kelompok di internet yang minta bubarkan JIL atau minta bubarkan FPI yang banyak? Minta bubarkan JIL yang lebih banyak ! Mana ada klaim-klaim begitu, berhentilah mengklaim-klaim mewakili mayoritas. Kita mewakili diri kita sendiri, jadi jelas ideologi kita, bahwa yang diwakili adalah kelompok liberal, bahwa mereka kepinginnya tidak ada larangan apapun bebas-sebebas-bebasnya,” tuturnya.

Dia pun mengutarakan pandangan bahwa jika persoalan kenegaraan dikembalikan kepada parameter konstitusi, tidak ada masyarakat harus berpedoman kepada ukuran kemanusiaan, melainkan kepada religiusitas.

“Tidak ada di konstitusi itu kita harus menghormati kemanusiaan, ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada pasal 28 konsitusi juga, ini mesti kelakuan-kelakuan kita juga harus menghormati norma-norma budaya dan agama setempat. Jadi mengada-ada juga Lady Gaga disuruh pakai kebaya, yang fakta-fakta saja,” pungkas Munarman disambut tepuk tangan hadirin.

Kutipan :
Bilal / Arrahmah
Kamis, 17 Mei 2012 12:51:00