Laman

Selasa, 11 September 2012

Kristenisasi Berkedok Haji: Beredar Buku Manasik Haji Palsu Bergambar Yesus

BENGKULU – Hampir setiap tahun, para misionaris Kristen memanfaatkan momen akbar 'Ibadah Haji' umat Islam dengan menggelontorkan misi kristenisasi berkedok manasik haji. Para calon jama'ah haji diserbu dengan buku manasik haji palsu bergambar Yesus.

Jelang musim haji 2012, Kantor Kementerian Agama Kota Bengkulu menemukan buku panduan haji bergambar Yesus Kristus. Gambar tersebut dijumpai saat sejumlah calon haji hendak melakukan manasik.

“Di buku panduan haji ada gambarnya Yesus sedang menggembala domba,” kata Yusrati, salah seorang peserta Manasik, Senin, 10 September 2012. Dia menduga ada unsur kesengajaan gambar tersebut ada di buku panduan haji. “Tidak mungkin gambar ini muncul tiba-tiba,” ujarnya.
Yusrati menjelaskan, buku panduan haji itu semestinya hanya berisi doa, zikir, dan tanya jawab manasik haji dan umrah. Namun ada satu halaman yang dilampiri foto Yesus. Di situ, Yesus digambarkan dalam posisi sedang menggembala seekor domba. Di bawah gambar tersebut tertulis “Yesus dan gembala yang baik”.
....Di buku panduan haji ada gambarnya Yesus menggembala domba. Padahal mestinya buku panduan haji hanya berisi doa, zikir, dan tanya jawab manasik haji...
Terkait gambar tersebut, Kepala Seksi Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama Kota Bengkulu, Efendi Joni, mengatakan buku panduan tersebut didapat dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

“Buku itu akan kami kembalikan ke direktorat supaya diusut,” kata Efendi. Dia mengaku khawatir adanya gambar tersebut akan menimbulkan konflik antar-agama.
Setelah mengecek 280 buku panduan haji yang telah dibagikan kepada calon jemaah haji, petugas kementerian agama, menurut Efendi, pihaknya hanya menemukan satu buku panduan yang memuat gambar tersebut.

KRISTENISASI BUKU “UPACARA IBADAH HAJI” DI LEBAK BANTEN

Beberapa tahun lalu, kasus serupa terjadi di Kabupaten Lebak, Banten. Secara membabi-buta, misionaris Kristen menyebarkan buku berjudul “Risalah Upacara Ibadah Haji” dengan tebal 86 halaman ini dikarang oleh Drs. H. Amos.
Peristiwa yang menghebohkan warga Lebak pada awal November 2008 itu pun langsung ditangani Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak, dengan mengeluarkan fatwa yang menyatakan buku itu haram dibaca umat Islam.

Menurut KH Satibi Hambali, Ketua MUI Lebak, buku itu isinya menyebutkan ibadah haji sebagai ibadah menyembah berhala. Selain itu, ibadah haji juga disebut sebagai ibadah agama bangsa Arab. “Inikan sangat menyesatkan. Untuk itu kami meminta aparat menindak penerbit dan orang yang membagikan buku gratis tersebut,” pinta KH Satibi, Kamis (13/11).
Drs H Amos, nama aslinya Drs Poernama Winangun adalah murtadin binaan penginjil Suradi ben Abraham. Setelah menikah dengan wanita berdarah Manado, ia murtad ke Kristen dan belajar islamologi kepada Suradi ben Abraham.
...Berdasarkan Syari’at Islam mereka yang menghina Islam seperti Pendeta Suradi dan Pendeta Poernama Winangun wajib dihukum mati...
FATWA MATI UNTUK PENDETA DAN PENGINJIL PENGHUJAT ISLAM
Buku “Upacara Ibadah Haji” yang beredar luas ke kalangan Muslim itu beredar pertama kali tahun 2001. Karenanya, atas ulah buku kristenisasi yang menghujat Islam ini, Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) yang dikomandani KH Athian Ali Dai mengeluarkan Fatwa Mati terhadap para pendeta dan penginjil yang menghina Islam seperti Suradi ben Abraham dan Poernama Winangun.

“Berdasarkan Syari’at Islam mereka yang menghina Islam seperti Pendeta Suradi dan Pendeta Poernama Winangun wajib dihukum mati,” demikian kutipan fatwa bertajuk” tertanggal 7 Dzulqa’idah 1421 H bertepatan 1 Februari 2001 itu.
Dalam fatwa yang ditandatangani Ketua FUUI KH. ‘Athian Ali Da’i  dan Penasihat FUUI KH. Muhammad Rusyad Nurdin, fatwa mati divonis berdasarkan nas surat Al-Baqarah ayat 191 dan 193, yang diperkuat dengan beberapa sabda Rasulullah SAW, antara lain:

Hadits riwayat Abu Daud dan An-Nasa’i: “Dari Ibnu Abbas RA, bahwa ada seorang buta yang mempunyai ummul walad (budak perempuan yang dipakai tuannya lalu beranak) yang memaki-maki dan mencela Nabi Muhammad SAW. Ia telah melarang ummul walad tersebut, namun dia tidak mau berhenti mencela. Maka, pada suatu malam ia ambil satu pacul yang tajam sebelah, lalu ia taruh di perutnya dan ia duduki, dan dengan itu ia bunuh dia, sampai yang demikian kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda: Saksikanlah bahwa darahnya itu hadar (sia- sia).”
Dalam hadits lainnya disebutkan bahwa seorang wanita Yahudi telah memaki Nabi SAW dan mencelanya, maka seorang lelaki mencekiknya hingga mati, maka Rasulullah SAW membatalkan darahnya.”

PENDETA MENGHUJAT MUALLAF MERALAT

Fatwa mati terhadap pendeta dan penginjil penghujat Islam itu sangat tepat, karena seluruh isi buku itu jauh dari ilmiah, penuh dengan hujatan agama yang bisa memicu konflik antaragama. Beberapa daftar hujatan dalam buku ini antara lain:
Isi buku “Upacara Ibadah Haji” tulisan pendeta ini seluruhnya menghujat Islam, melecehkan Allah SWT, menghina Nabi Muhammad SAW, dan menginjak-injak syariat Islam. Beberapa pelecehan dalam buku ini, antara lain:
  1. Menyatakan bahwa berdasar Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW, kedudukan Nabi Isa AS sama dengan ALLAH SWT. (hlm. 7-10).
  2. Menghina Allah SWT dengan menyatakan bahwa Allah adalah sebuah benda/zat (hlm. 15-17).
  3. Menuduh Nabi Muhammad sebagai nabi khusus untuk orang Arab saja yang mengajarkan kitab Al-Qur’an khusus untuk orang Arab saja (hlm. 19-20).
  4. Menghina Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang belum memperoleh keselamatan (celaka) di akhirat (hlm. 23-25).
  5. Melecehkan Nabi Muhammad SAW dengan menuduh beliau pernah memperkosa seorang gadis di bawah umur (hlm. 27-33).
  6. Melecehkan Nabi Muhammad SAW dengan menuduh beliau sebagai orang yang hobi kawin-cerai (hlm. 32).
  7. Menghina ALLAH SWT dengan menyatakan bahwa berdasar Al-Qur’an dan Hadits Nabi, Nabi Musa AS lebih memiliki pengetahuan dibandingkan ALLAH SWT. (hlm. 38-40).
  8. Menghina umat Islam dengan tuduhan bahwa umat Islam memberhalakan Ka’bah. (hlm. 49-51).
  9. Melecehkan ibadah haji dengan menuduh bahwa umat Islam halal mencuri dan korupsi untuk haji (hlm. 52).
  10. Menghina tauhid umat Islam sebagai tauhid yang menyembah sebuah batu (hlm. 60-61).
  11. Menuduh Al-Qur’an sebagai kitab yang sudah tidak relevan dan ketinggalan zaman (hlm. 64-66).
  12. Menuduh Nabi Muhammad sebagai orang yang mengajarkan penyembahan setan dalam Upacara Haji (hlm. 71); sehingga orang yang tidak menyembah berhala dikafirkan oleh Nabi Muhammad (hlm. 73-74).
  13. Menuduh Ibadah Haji sebagai upacara penyembahan berhala yang tertutup (hlm. 78).
  14. Menuduh Ibadah Haji sebagai pekerjaan syirik kepada Tuhan (hlm. 83).
Menyikapi fitnah keji pendeta tersebut, H Wenseslaus Insan LS Mokoginta, muallaf berdarah Cina-Manado, menempuh jalur ilmiah dengan menulis buku jawaban balik. Dalam buku monumentalnya “Pendeta Menghujat Muallaf Meralat: Menyanggah Buku ‘Upacara Ibadah Haji’ karya Pendeta Himar Amos Alias Poernama Winangun,” Insan berusaha menjawab seluruh hujatan buku Kristen.
 
Melalui buku ini, peraih Muallaf Award selama empat tahun berturut-turut itu berharap agar umat Islam tidak terkecoh membaca buku “Upacara Ibadah Haji” karya Pendeta Drs. H. Amos itu. “Umat Islam pasti terkecoh dan menyangka kalau buku ini adalah bacaan umat Islam, sama seperti buku manasik ibadah haji pada umumnya. Apalagi pada sampul depan dihiasi dengan foto Masjidil Haram yang sedang dipadati oleh jemaah ibadah haji,” ujarnya. 

source
voaislam/senin,10sep2012
 

MIUMI Keluarkan Hasil Riset Gerakan Syiah di Sampang-Madura

JAKARTA  – Pasca pecah peristiwa Sampang Jilid pertama, Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) telah melakukan berbagai riset yang kemudian disusun dalam sebuah buku kecil berjudul: “Syiah di Sampang” (penerbit MIUMI PRESS). Penelitian ini mencoba menguak akar masalah yang sesungguhnya mengapa peristiwa pembakaran itu terjadi, tidak saja diteliti dari permukaan peristiwa, tapi lebih kepada penelusuran akar permasalahan sesungguhnya.
Mengingat data yang diperlukan lebih banyak berbentuk verbal, bukan angka, maka metodelogi yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dimana wawancara dengan berbagai pihak dan data-data tertulis menjadi instrument utama.

Sebelumnya, MIUMI  telah menyerahkan empat hasil riset tentang Syi’ah kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam di Jalan MH Thamrin 6 Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu, (16/04/2012). Delegasi MIUMI diwakili oleh Bachtiar Nasir (Sekjen) didampingi Fahmi Salim Zubair MA (Wasekjen), Dr Muchlis Hanafi (Wakil Ketua), dan M Zaitun Rasmin MA (Wakil Ketua).

Empat hasil penelitian yang diserahkan MIUMI tersebut berisi, Pertama, buku tentang penelitian lapangan berjudul “Syiah di Sampang” ditulis oleh Ahmad Rafi’i Damyanti. Kedua, buku “Himpunan Fatwa dan Pernyataan Tokoh dan Ulama Indonesia” tentang Syiah. Ketiga, kumpulan dokumentasi (kliping) buku-buku Syiah Indonesia yang mencerca Sahabat dan istri Nabi SAW. Keempat, terbaru “Himpunan Fatwa Dr. Yusuf Al Qaradhawi tentang Syiah”, terbitan tahun 2009.

Riset yang ditulis oleh Akhmad Rofii Damyati, MA (salah satu anggota MIUMI) itu mengungkap akar persoalan masalah Syiah di Sampang Madura, diantaranya meneliti biografi Tajuk Muluk, kronologi kejadian, sebelum kejadian, dan pasca kejadian 29 Desember 2011. Juga diungkap ihwal pemicu utama aksi pembakaran oleh massa, ajaran Tajul yang tersebar di masyarakat, dampak kasus terhadap masyarakat, upaya ulama dan pemerintah, dan rekomendasi.

Pembakaran “Pesantren Syiah” di Sampang Madura, pada hari Kamis, 29 Desember 2011, secara sepintas, seolah-olah memberikan stigma negatif pada masyakarat, ulama dan pemerintah. Orang Madura lalu dipersepsikan tidak bisa hidup dengan berbagai perbedaan pemahaman. Ulama dianggap tidak mampu meredam watak kasarnya masayarakat dan tidak bisa membimbing umatnya ke arah yang lebih toleran. Intinya, ulama Madura dianggao tidak bisa mengajarkan sikap toleransi.  
Sedangkan, pemerintah dianggap lamban dan gagal menangani kasus sosial ini. Bahkan dinilai ada pembiaran terhadap peristiwa ini. Sejumlah media massa sudah terlanjur melokalisir masalah itu kepada perang kepentingan dan rebutan pengaruh antara Tajul Muluk, tokoh ulama ajaran Syiah, dengan Roies al-Hukama, adik Tajul.

Lebih-lebih dihembuskan kabar yang menyatakan, bahwa peristiwa itu merupakan buntut dari konflik kasus asmara antara Roies dan santrinya yang melibatkan Tajul Muluk di dalamnya.
Selengkapnya, VoA-Islam akan melaporkan hasil penelitian MIUMI tersebut dalam beberapa tulisan.

Sikap Sekjen MIUMI
Dalam kata pengantarnya, Sekjen MIUMI Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan, sekelompok kecil kaum Syiah hingga saat ini terus melakukan  gerakan Syiahnisasi di Indonesia. Provokasi kelompok Syiah Tajul Muluk di Madura (Sampang) sampai gerakan taqiyyah yang menginfiltrasi pengajian kaum urban di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia.

Gelombang pensyiahan Indonesia juga terlihat dari gerakan akademik, dimana iming-iming beasiswa bagi kaum terdidik Indonesia untuk belajar di Iran setelah sebelumnya mengadakan pojok-pojok Iran (Iran Corners) di berbagai kampus di Indonesia. Akibatnya sepulang dari Iran, para penganjur Syiah tersebut semakin gencar menyebarkan fahamnya di lingkungan Sunni Indonesia.

Dari aspek ibadah, kata Ustadz Bachtiar, kaum Syiah Indonesia semakin vulgar merayakan hari Asyura versi Syiah di tempat umum, bahkan ada oknum yang bisa mengumrahkan jamaah dari Indonesia plus ziarah ke Iran dengan biaya sangat murah dan bersubsidi tentunya. Doktrin penistaan para sahabat dan keluarga Nabi yang dimuliakan kaum Sunni lewat media-media massa cetak atau elektronik dan online juga sangat nampak serangannya.

“Hal ini harus mendapat perhatian serius dari para pemimpin dan tokoh umat untuk menjaga kedamaian dan ketentraman umat dan bangsa. Sayangnya kaum Syiah menggunakan jargon-jargon persatuan dan kerukunan umat dalam menyebarkan fahamnya, padahal pada saat yang sama penghinaan, bahkan penistaan terhadap keluarga dan para sahabat Nabi terus mereka lakukan,” ungkapnya. 

source
voaislam/senin,10sep2012

Media Harus Berikan Fakta Bukan Opini dalam Kasus Terorisme


 
Jangan karena ingin melakukan syariat Islam dikatakan teror


Media Harus Berikan Fakta Bukan Opini dalam Kasus Terorisme
Liputan dugaan terorisme ikut membuat Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), geram. Pasalnya, dalam sebuah tayangan liputan, tiba-tiba dinilai secara sengaja men-shoot gambar poster logo HTI berisikan kalimat “Dengan Syariah Indonesia Lebih Bermartabat.” Oleh sang reporter, tilisan tersebut dikaitkan dengan poster jihad.

Kejadian ini terjadi ketika seorang reporter sebuah TV swasta mendatangi lokasi kediaman terduga kasus teror, Yusuf Rizaldi di daerah Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat. 

Menurut Ismail Yusanto, tindakan reporter TV tersebut terlalu jauh menyimpulkan, dan bisa  memperkeruh keadaan.

“Reporter itu terlalu jauh menyimpulkan. Dari mana dia bisa bilang itu poster jihad? Dengan menyimpulkan seperti itu seolah-olah ia ingin menunjukkn aksi-aksi pelaku tertentu dengan organisasi tertentu padahal poster-poster itu kan bisa didapat di mana saja. Hal seperti ini bisa memperkeruh keadaan, bisa menyimpulkan persepsi yang berbeda di masyarakat,”  jelasnya kepada hidayatullah.com., Senin sore (10/09/2012).

Karenanya, Ismail Yusanto berpesan agar media-media yang memberitakan kasus-kasus terorisme tidak melakukan penggiringan dan harus bisa membedakan antara fakta dan opini.

“Jangan ada semacam penggiringan opini. Media harus memberikan fakta jangan menyimpulkan dengan opini tertentu. Harus membedakan antara fakta dan opini,” pungkasnya

Ia juga meminta  pemerintah untuk berhati-hati menyikapi masalah terorisme yang terjadi di Depok Minggu kemarin.

“Penting untuk menyikapi dengan hati-hati, apakah betul mereka yang melakukan? Harus ditangani secara proporsional, jangan dilakukan generalisasi. Jangan karena orang yang ingin melakukan syariat Islam kemudian dikatakan seperti itu (baca : teroris). Jangan juga terjadi tindakan yang berlebihan,” katanya.

Ismail menggapi  acara Kabar Petang, TVOne Ahad sore (09/09/2012), yang sempat menayangkan wawancara dengan Anggota Komisi III DPR, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si. Anggota dewan dari Partai Hanura ini berpendapat bahwa orang gila pun harus dicurigai dalam kasus terorisme.*

source
hidayatullah/senin,10sep2012
 

Politisi PKS: Ansyad Mbai Jangan Beropini Tentang Terorisme Di Media!

Anggota Komisi III DPR dari Partai Keadilan Sejahter (PKS), Aboebakar Al Habsy meminta, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, (BNPT), Ansyad Mbai untuk menahan diri, tidak terlalu banyak menyampaikan informasi yang kurang tepat dikonsumsi publik.
"Misalkan mengenai acaman bom kepada gedung DPR, bila memang informasi ini valid, seharunya disampaikan kepada densus atau tim jihandak sehingga bisa menjadi antisipasi untuk para pihak yang berwenang," kata Aboebakar, Minggu, (9/9), di Jakarta.

Aboebakar menyatakan, koordinasi dengan mereka akan lebih baik dari pada mengumbar data intelijen kepada publik. Hal ini dinilai malah akan berdampak buruk pada publik.
"Bisa terjadi publik panik di Jakarta, masyarakat ibu kota akan resah dan ketakutan, nah apakah statemen yang seperti ini tidak akan menimbulkan teror," kata Aboebakar.

Politisi PKS ini menambahkan, hal lain yang disampaikan Ansyad adalah bahwa bos semua teror ini adalah Ustadz Abu Bakar Baasyir. Menurut Ansyad seluruh teror dikendalikan dari balik penjara.
"Opini seperti ini bisa menimbulkan distrust kepada pihak lapas, seolah mereka kebobolan karena membiarkan napi bebas berkomuniaksi dengan pihak luar. Apalagi diopinikan bahwa dapat saja komando yang diberikan Baasyir menggunakan SMS. Inikan tidak baik, seolah lapas memberikan keistimewaan kepada Baasyir untuk dapat menggunakan handphone semaunya," tegas Aboebakar.

Lebih lanjut, Habib demikian pria ini disapa mengingatkan, statemen yang demikian tidaklah baik, karena dapat memicu ketengangan antara lembaga. Bila memang ditemukan bukti yang demikian, ujarnya, silahkan dilaporkan ke Dirjen Lapas supaya ada tindakan yang kongkrit.
"Jangan hanya beropini di media. Kami pasti akan membantu mengkomunikasikan hal tersebut dengan Kemenkumham. Hal ini harus diluruskan, jangan sembarangan menuduh orang tanpa ada bukti, kita harus menghormati asas presumption of innocence. Jangan sampai nanti mereka nanti malah menerima simpati publik, lantaran didzolimi melalui media," tandasnya.

source
muslimdaily/senin,10sep2012
 

Ansyaad Mbai: Pengamat dan Pengacara Teroris Sama dengan Teroris

Jakarta - Jika beberapa waktu lalu Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana harus berhadapan dengan sejumlah pengacara karena pernyataannya melalui twitter, "pengacara koruptor sama dengan koruptor", maka ucapan yang sama kini dilontarkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai.

Ansyaad mengatakan pengamat teroris yang keblinger sama dengan teroris. Bukan hanya itu saja Ansyaad juga mengatakan pengacara teroris sama dengan teroris.

"Pengamat teroris yang keblinger itu sama saja dengan teroris," kata Ansyaad di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan di Jakarta, Ahad (9/9/2012) kemarin seperti diberitakan itoday.

Menurut Ansyaad, pengamat teroris itu bersuara layaknya sebagai pengacara teroris. "Saya tegaskan lagi, jadi pengacara teroris dengan jalan seperti itu sama saja dengan teroris," ungkapnya.

Kata Ansyaad, para pengamat teroris yang tidak berada di lapangan justru memperkeruh situasi. Ia meminta para pengamat teroris hendaknya berbicara sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. "Langsung tinjau TKP dan mengumpulkan data, jangan jadi pengamat di belakang meja yang asal bunyi seperti itulah," papar Ansyaad.

Ia juga tidak menyebut secara pasti pengamat teroris yang dimaksud itu tetapi mantan Mantan Komandan Satgas Intel Badan Intelijen Strategis, (BAIS), Laksamana TNI, Purnawirawan, Mulyo Wibisono menyebut kejadian teroris yang ada di Indonesia hanya rekayasa untuk mendapatkan proyek dollar dari AS.

"Teroris itu sengaja dipelihara institusi tertentu yang mempunyai kemampuan intelijen. Institusi ini mendapatkan keuntungan dengan adanya teroris karena mendapatkan kucuran dana dari AS," papar Mulyo.

source
suaraislamonline/senin,10september2012

MUI Tegaskan Tolak Wacana BNPT Soal Sertifikasi Ulama

DEPOK  - Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) kembali membuat resah umat Islam. Sebagai bagian dari program deradikalisasi BNPT menggulirkan wacana sertifikasi terhadap para da'i dan ulama.
"Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi," kata Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris dalam diskusi Sindoradio, Polemik, bertajuk "Teror Tak Kunjung Usai" di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2012).

Usulan BNPT itu rupanya ingin meng-copy paste negara Singapura dan Arab Saudi yang menerapkan hal tersebut.
"Pengamatan kami Singapura dan Arab Saudi yang telah melaksanakan deradikalisasi secara efektif," sambungnya.
BNPT sendiri mengaku telah menjalankan program deradikalisasi dengan menggandeng seluruh lapisan masyarakat mulai dari RT/RW hingga pimpinan pondok pesantren. Termasuk juga pelatihan kepada pegawai lapas agar tidak terjadi perekrutan di dalam penjara.
"Kita gandeng semuanya, termasuk pegawai di penjara-penjara," tandasnya.
...Untuk apa sertifikasi seperti ini? Sertifikat ulama ini dari masyarakat, bukan dari pemerintah. Jadi, tidak perlu sertifikasi seperti itu

Sementara itu menanggapi usulan BNPT yang akan melakukan sertifikasi terhadap dai dan ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tegas menolak wacana ini.

Ketua Komisi Fatwa MUI, KH. Ma’ruf Amin menegaskan predikat ulama didapat dari pengakuan masyarakat, bukan pemerintah. Seseorang disebut ulama jika diakui masyarakat.
"Untuk apa sertifikasi seperti ini? Sertifikat ulama ini dari masyarakat, bukan dari pemerintah. Jadi, tidak perlu sertifikasi seperti itu," jelasnya, Sabtu (8/9/2012).

Kyai Ma’ruf, sapaan akrabnya, justru mempertanyakan efektifitas institusi pemerintah yang menanggulangi kasus terorisme.
"MUI menganggap sudah ada institusi pemerintah yang menanggulanginya. Tapi saya tidak tahu institusi itu sekarang efektif atau tidak," sindir Kyai Ma’ruf.

source
voaislam/ahad,09Sep 2012
 

Nasir Abbar Dukung Ide Sertifikasi Ulama Usulan BNPT

Nasir Abbas Dukung Ide Sertifikasi Ulama Usulan BNPT
Usulan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) soal perlunya sertifikasi para kiai/ulama, menuai pro-kontra. Ide itu dikritik lantaran baru disulkan saat aksi terorisme marak belakangan ini.
Mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI), Nasir Abbas, mengatakan, sertifikasi terhadap pemuka agama sesuatu yang positif, namun sebelumnya perlu dibuat regulasi untuk mengaturnya.

"Soal sertifikasi untuk ulama itu sebenarnya menurut saya baik jika diatur dengan baik seperti ada regulasinya. Memang orang yang mengajar atau mentransfer ilmu ini perlu dilakukan oleh orang yang mempunyai pendidikan yang cukup agar tidak ada salah tafsir," jelas Nasir saat berbincang dengan Okezone, Minggu (9/9) malam.

Pria yang juga anggota Forum Komunikasi Alumni Afghanistan Indonesia (FKAAI) itu menambahkan, seharusnya yang diberi sertifikasi bukan hanya ulama atau dari kalangan Islam saja, tapi juga dari para pemuka agama lain di Indonesia.

"Saya kira bukan hanya ulama, tapi para guru-guru pengajar semua agama harus ada sertifikasinya, tetapi itu pun harus sesuai dengan undang-undang, namun tidak harus dipaksakan," simpulnya.

Seperti diberitakan, Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris, mengusulkan sertifikasi terhadap dai dan ustaz. Dia mengaku, langkah tersebut bisa dijadikan antisipasi gerakan radikal serta sudah dijalankan di beberapa negara, seperti Singapura dan Arab Saudi.
 
source
eramuslim/senin,10september2012
 

Ustad Abu Jibril Luruskan Jerry D. Gray Soal Konspirasi Peristiwa 9/11

BEKASI  - Ustadz Abu Muhammad Jibril Abdurrahman dalam kuliah umum majelis ilmu Ar Royyan meluruskan teori konspirasi Jerry D. Gray tentang persitiwa 11 September 2001.


Menurut Jerry D. Gray tidak ada hijack (pembajakan, red.) terhadap pesawat United Airlines dan gedung WTC mustahil runtuh karena ditabrak pesawat United Airlines.

“1.200 engineer sama architect bawa barang bukti ke Obama, WTC jatuh dari control demolishing, bukan dari kecelakaan pesawat,” kata pria yang pernah menulis buku “The Real Truth 911” ini. 


Namun, dengan bijak ustadz Abu Jibril memaklumi pernyataan Jerry D. Gray karena mungkin saja ia belum mendapatkan data dan fakta yang dirilis oleh mujahidin. Bahkan ustadz Abu Jibril tetap bersimpati atas upaya Jerry D. Gray untuk membongkar kebobrokan Amerika, ia pun mendoakannya agar kelak Jerry D. Gray menjadi mujahidin.
“Mudah-mudahan beliau menjadi mujahidin, insya Allah. Karena beliau musuhnya Amerika,” ucap Amir Majelis Ilmu Ar Royyan, di Masjid Muhammad Ramadhan, Bekasi, Ahad (9/9/2012).
...Data dan fakta yang ditulis oleh pimpinan Al Qaidah yang sampai kepada kita di sini ditulis Syaikh Usamah bin Ladin memerintahkan kepada Syaikh Abu Hafsh untuk mentraining 19 pemuda untuk menghancurkan WTC

Ustadz Abu Muhammad Jibril menjelaskan bahwa Syaikh Usamah bin Ladin telah memberikan perintah kepada Syaikh Abu Hafsh Al Misri untuk melatih 19 orang pemuda yang kelak menjadi eksekutor dalam aksi istisyhad pada 11 September 2001.

“Data dan fakta yang ditulis oleh pimpinan Al Qaidah yang sampai kepada kita di sini ditulis Syaikh Usamah bin Ladin memerintahkan kepada Syaikh Abu Hafsh untuk mentraining 19 pemuda untuk menghancurkan WTC dan beliau terus mengikuti pelatihan itu sampai siap untuk diterjunkan ke medan perang dan beliau meminta kepada kaum muslimin agar berdoa kepada Allah supaya mereka sukses, sasaran mereka tepat, langkah mereka kuat dan memperkuat jiwa mereka. Saudara-saudara kalian telah menjalankan tugas suci menyambut kematian untuk mencari ridhoNya. Jerry D. Gray belum baca ini,” paparnya di hadapan ratusan hadirin.

 
Melalui sejumlah pernyataan yang dikeluarkan pihak mujahidin tersebut, termasuk pernyataan dari pimpinan Al Qaidah, Syaikh Usamah bin Ladin -rahimahullah- ustadz Abu Jibril meyakini jika peristiwa 11 September 2001 benar-benar dilakukan oleh mujahidin. “Jadi road to 9/11 itu dilaksanakan oleh mujahidin,” tegasnya. 

source
voaislam/senin,10sep2012

Ustad Abu Jibril: Ansyaad Mbai Dajjal Indonesia, Musuh Ulama & Mujahidin

BEKASI  - Sikap Kepala BNPT, Ansyaad Mbai yang kerap menebar fitnah ternyata membuat geram ustadz Abu Muhammad Jibril Abdurrahman.
Tanpa tedeng aling-aling ustadz Abu Jibril mengatakan bahwa Ansyaad Mbai adalah Dajjal. 
“Amerika dan pemerintahannya adalah Dajjal yang selalu membuat fitnah dan di Indonesia Dajjal itu pun muncul, antara lain Jendral Ansyaad Mbai, pada hari ini dia adalah Dajjal di Indonesia,” tegasnya saat menyampaikan kuliah umum Majelis Ilmu Ar Royyan di Masjid Muhammad Ramadhan, Bekasi, pada Ahad (9/9/2012).

Alasannya, selama ini Ansyaad Mbai memposisikan ulama dan para mujahidin sebagai musuh. “Dia telah mengklaim dan membuat isu untuk menjadikan ulama-ulama umat Islam sebagai musuh, mujahid-mujahid Islam sebagai musuh,” ujarnya.
...di Indonesia Dajjal itu pun muncul, antara lain Jendral Ansyaad Mbai, pada hari ini dia adalah Dajjal di Indonesia
Ansyaad juga dinilai selalu menebar fitnah dalam berbagai kasus terorisme. “Jadi kerjanya membuat fitnah sebagaimana pemerintah Amerika,” imbuhnya.

Sebagaimana diberitakan, Ansyaad Mbai bersama kerap kali mengaitkan kasus terorisme dengan sejumlah lembaga seperti Ponpes Ngruki dan JAT, maupun terhadap personal seperti ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
 
Tak hanya itu tudingan yang dilontarkan Ansyaad Mbai di berbagai media juga menyasar upaya umat Islam untuk menegakkan Daulah Islamiyah dan Khilafah. Lebih keji lagi Ansyaad Mbai pernah menuding para mujahidin mendanai aksi teror lewat penjualan Narkoba atau yang biasa disebut Narcoterrorism.

source 
voaislam/selasa,11sep2012 

Sering lontarkan pernyataan meresahkan, anggota DPR kritik Ansyaad Mbai

JAKARTA  - Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar alHabsyi, meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai menahan diri. Hal itu lantaran Mbai dianggap terlalu banyak menyampaikan opini ataupun informasi yang kurang tepat dikonsumsi publik.

Dia mencontohkan mengenai peringatan adanya ancaman bom di gedung parlemen senayan. Menurut Aboe, bila informasi tersebut memang valid, seharusnya disampaikan kepada Densus 88 atau Tim Jihandak, sehingga bisa menjadi antisipasi.
"Pak Ansyaad harus menahan diri, jangan terlalu banyak menyampaikan opini, lebih baik berkoordinasi," tulis Aboe Bakar dalam keterangan resmi yang dilansir Republika, Ahad (9/9).

Koordinasi dengan pihak terkait, lanjut Aboe, akan lebih baik dari pada mengumbar data intelejen kepada masyarakat. Hal itu lantaran informasi mentah, terkait data intelejen yang dikonsumsi publik, dapat berdampak buruk. Seperti terjadi kepanikan, keresahan, dan ketakutan.
"Nah, apakah statemen yang seperti ini tidak akan menimbulkan teror," ujarnya.
Pada kritikan lain, Aboe juga mengoreksi pernyataan Ansyaad bahwa bos semua teror yang terjadi belakangan adalah Abu Bakar Baasyir. Baasyir dianggap memimpin semua teror yang terjadi dan mengendalikannya di balik jeruji penjara.

Opini tersebut, menurut Aboe, dapat menimbulkan distrust kepada pihak lapas. Hal itu karena pihak lapas seolah kebobolan membiarkan tahannya bebas berkomunikasi dengan pihak luar. Apalagi dalam opini tersebut bahwa komando yang diberikan Baasyir menggunakan pesan singkat telepon genggam.
"Inikan tidak baik, seolah lapas memberikan keistimewaan kepada Baasyir untuk menggunakan hp," kata dia.

source
arrahmah/ahad,9september2012

Sertifikasi ulama dinilai timbulkan masalah baru

JAKARTA - Rencana Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memberlakukan sertifikasi bagi da'i dan ustad dengan alasan mencegah terorisme justru memunculkan masalah baru.
"Jangan buat masalah baru kalau ingin menyelesaikan masalah," kata Wakil Sekjen Majelis Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) ustadz Fahmi Salim seperti dilansir itoday, Sabtu (8/9).

Menurut alumni magister ilmu tafsir Universitas Al Azhar, Kairo Mesir ini, ulama tidak perlu mendapat sertifikasi pemerintah.
"Sudah cukup ijazah dari lembaga keilmuan yang telah mengujinya sehingga lulus dari lembaga tersebut. Yang penting jelas mata rantai atau sanad keilmuannya, lulusan mana, dan diakui oleh ummat karena karya-karyanya baik tertulis maupun tak tertulis seperti ceramah atau khutbah dan lain-lain," ungkap anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah ini.

Ia juga mempertanyakan, lembaga dan orang-orang yang berhak melakukan uji sertifikasi tersebut. "Sekarang kalau mau disertifikasi, siapa yang berhak menguji dan punya otoritas menilai," ungkapnya.
Kata ustadz Fahmi, kalau ingin menyelesaikan masalah terorisme dengan deradikalisasi tidak tepat diarahkan kepada ulama tapi cukup dilokalisir dialog dengan para tersangka atau terpidana terorisme. "Kalau ulama yang benar pasti penjelasan Islamnya juga benar. Kalau ada malpraktek dari murid atau pengikutnya ya benahi pemahaman mereka tapi jangan diamputasi ulama dan jaringan pesantrennya," pungkas ustadz Fahmi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, BNPT merencakan melakukan uji sertifikasi bagi da'i, ustad dan ulama sebagai upaya untuk mencegah ajaran Islam radikal.
"Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi," kata Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris dalam diskusi Sindoradiao, Polemik, bertajuk "Teror Tak Kunjung Usai" di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9). 

source
arrahmah/ ahad,9september2012

Berdalih cegah radikalisme, BNPT usulkan sertifikasi ulama

JAKARTA  - Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menilai, sertifikasi da'i dan ustad adalah salah satu cara mencegah ajaran radikal. Hal itu sudah dilakukan oleh negara Singapura dan Arab Saudi.
"Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi,"kata Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris dalam diskusi Sindoradiao, Polemik, bertajuk "Teror Tak Kunjung Usai" di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9) dikutip detikcom.

BNPT sendiri menurutnya, sudah melakukan pengamatan langsung ke dua negara tersebut. Hasilnya, kedua negara tersebut mampu menekan ajaran radikal.
"Pengamatan kami Singapura dan Arab Saudi yang telah melaksanakan deradikalisasi secara efektif," sambungnya.

BNPT sendiri juga, sekarang sudah melakukan aksi pencegahan apa yang BNPT sebut sebagai  ajaran radikal dengan menggandeng seluruh lapisan masyarakat mulai dari RT/RW hingga pimpinan pondok pesantren. Termasuk juga pelatihan kepada pegawai lapas agar tidak terjadi perekrutan pelaku aksi teror di dalam penjara.
"Kita gandeng semuanya, termasuk pegawai di penjara-penjara," tandasnya. 
source
arrahmah/sabtu,8september2012



 
 

PBNU tolak sertifikasi ulama yang diusulkan BNPT

JAKARTA  - Pengurus Besar Nahdhatul Ulama menentang keras Ide Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mensertifikasi dai dan ustad sebagai upaya menanggulangi aksi terorisme. PBNU berargumen, gelar kiai atau ustadz bukan pemberian pemerintah, sehingga tidak dibutuhkan langkah sertifikasi untuk melihat nasionalisme penyandangnya.
"Panggilan kiai atau ustadz itu yang menyebutkan masyarakat, bukan pemberian dari Pemerintah. Pemerintah terlalu jauh kalau ngurusi hal-hal seperti ini," tegas Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam siaran pers, Minggu (9/9) dikutip detikcom.

Said lantas menganalogikan pernyataannya pada perintah menjalankan salat, yang tidak perlu diatur dan diawasi secara langsung oleh pemerintah. Ada elemen masyarakat yang memiliki kewajiban menjalankan tugas tersebut, dengan Pemerintah berada pada posisi memberikan dukungan.

Saat membahas tudingan gagalnya deradikalisasi oleh pemuka agama, ia menilai bukan semata-mata karena rendahnya peran ulama. Kondisi yang ada saat ini diminta menjadi bahan introspeksi, baik oleh kalangan ulama, BNPT selaku institusi resmi, maupun seluruh elemen masyarakat.
"Yang perlu diingat terorisme tidak mengakar pada budaya Islam. Jadi kalau aksi teror sampai sekarang masih ada, itu tidak semata-mata karena peran ulama yang kurang dalam deradikalisasi agama," tambah Said.

Namun, Said masih meminta BNPT tidak meragukan peran ulama dalam menjalankan deradikalisasi, terutama dari kelompok Organisasi Kemasyarakatan yang berdiri jauh sebelum kemerdekaan Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah dan meminta ormas yang dalam persepsinya bertentangan dengan pancasila harus dibubarkan.
"Saya selalu katakan, ormas-ormas dan ulamanya yang keberadaannya memperkuat Pancasila sebagai dasar negara, itu harus didukung. Sebaliknya, ormas yang keberadaannya merongrong Pancasila, itu bahkan tidak perlu sertifikasi, tetapi langsung bubarkan saja," lontar Said.

Sebelumnya, BNPT melalui Direktur Deradikalisasi Irfan Idris, mengusulkan dilakukannya sertifikasi da'i dan ustadz. Langkah yang sudah dijalankan di Singapura dan Arab Saudi tersebut dinilai bisa mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi. 

source
arrahmah/ahad,9september2012 

Habib Rizieq : Usul sertifikasi ulama ialah penghinaan terhadap ulama dan penistaan terhadap Islam

JAKARTA - Usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar para pemuka agama (ulama) mendapatkan sertifikasi dari pemerintah ditanggapi keras oleh Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab. 

Menurut Habib Rizieq, usulan tersebut bentuk pelecehan terhadap ulama dan Islam.
"Usulan Sosiolog Unas dan rencana BNPT tentang perlunya sertifikasi ulama dengan motivasi deradikalisasi Agama Islam adalah penghinaan terhadap ulama, bahkan penistaan terhadap agama Islam," katanya melalui pesan singkat kepada arrahmah.com, Sabtu (8/9).  

Lanjut Habib Rizieq, saat ini BNPT sudah kebablasan. Mereka dinilai tidak paham kesucian agama Islam dan tidak tahu kemuliaan ulamanya.
"BNPT ingin memposisikan Islam dan ulamanya sebagai musuh, sehingga mereka ingin punya justifikasi dan legitimasi untuk "mengerjai" Islam dan ulamanya," ujarnya

Oleh sebab itu Habib Rizieq menyerukan agar segenap komponen ulama menolak keras usulan gila dan edan BNPT itu. Jika BNPT menjadikan Islam dan ulama sebagai musuh, dia juga menyerukan umat Islam untuk melakukan perlawanan.
"Saya serukan segenap ulama untuk menolak keras usulan gila dan rencana edan tersebut. Dan saya serukan segenap umat Islam untuk siapkan diri melawan BNPT dan Densus 88-nya jika mereka menjadikan Islam dan Ulamanya sebagai musuh. Hidup Mulia atau Mati Syahid. Allahu Akbar!," lontar Habib Rizieq.

Sebelumnya Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris, mengusulkan agar para ulama mendapatkan sertifikasi dari negara. Menurut BNPT, sertifikasi da'i dan ustad adalah salah satu cara mencegah ajaran radikal. Hal itu sudah dilakukan oleh negara Singapura dan Arab Saudi. 

source
arrahmah/sabtu,8september
 

Usul sertifikasi ulama, FUI : BNPT Sontoloyo !

JAKARTA  - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mengusulkan sertifikasi bagi pemuka agama telah menghina ulama.
"BNPT itu sontoloyo, usulan ngawur dan tidak masuk akal," kata Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath, Senin (10/9) seperti dikutip itoday.

Menurut Al Khaththath, Kementerian Agama (Kemenag) yang akan melakukan sertifikasi terhadap ulama juga bermasalah. "Kalau yang melakukan sertifikasi Kemenag juga bermasalah.Kita tahu masalah yang ada di Kemenag," ungkapnya.

Kata Al Khaththath, seharusnya para pejabat negara mulai dari presiden sampai kepala desa yang harus mendapatkan sertifikasi antikorupsi. "Bukan ulama yang harus mendapat sertifikasi tetapi pejabat negara mulai dari presiden sampai kepala desa mendapat sertifikasi antikorupsi," paparnya.

Ia juga mengatakan, usulan itu menunjukkan para pejabat BNPT antek asing. "Kalau sudah membenci, mencurigai ulama, itu menunjukkan BNPT antek asing. Ulama itu berjuang untuk NKRI," ujar Al Khaththath.

Kata Al Khaththath, BNPT yang mencurigai ulama dan membenci Islam menjadi bukti ayat Al Quran bahwa orang-orang Yahudi dan tidak akan rela kepadamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. "Program BNPT menjadi bukti ayat Al Quran bahwa orang-orang Yahudi dan tidak akan rela kepadamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. BNPT itu khan diisi Petrus Golese yang Nasrani dan membenci Islam," pungkasnya.

source
arrahmah/senin,10september2012