JAKARTA - Pengurus
Besar Nahdhatul Ulama menentang keras Ide Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) untuk mensertifikasi dai dan ustad sebagai upaya
menanggulangi aksi terorisme. PBNU berargumen, gelar kiai atau ustadz
bukan pemberian pemerintah, sehingga tidak dibutuhkan langkah
sertifikasi untuk melihat nasionalisme penyandangnya.
"Panggilan kiai atau ustadz itu yang menyebutkan masyarakat, bukan
pemberian dari Pemerintah. Pemerintah terlalu jauh kalau ngurusi hal-hal
seperti ini," tegas Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam siaran pers,
Minggu (9/9) dikutip detikcom.
Said lantas menganalogikan pernyataannya pada perintah menjalankan
salat, yang tidak perlu diatur dan diawasi secara langsung oleh
pemerintah. Ada elemen masyarakat yang memiliki kewajiban menjalankan
tugas tersebut, dengan Pemerintah berada pada posisi memberikan
dukungan.
Saat membahas tudingan gagalnya deradikalisasi oleh pemuka agama, ia
menilai bukan semata-mata karena rendahnya peran ulama. Kondisi yang ada
saat ini diminta menjadi bahan introspeksi, baik oleh kalangan ulama,
BNPT selaku institusi resmi, maupun seluruh elemen masyarakat.
"Yang perlu diingat terorisme tidak mengakar pada budaya Islam. Jadi
kalau aksi teror sampai sekarang masih ada, itu tidak semata-mata karena
peran ulama yang kurang dalam deradikalisasi agama," tambah Said.
Namun, Said masih meminta BNPT tidak meragukan peran ulama dalam
menjalankan deradikalisasi, terutama dari kelompok Organisasi
Kemasyarakatan yang berdiri jauh sebelum kemerdekaan Indonesia seperti
NU dan Muhammadiyah dan meminta ormas yang dalam persepsinya
bertentangan dengan pancasila harus dibubarkan.
"Saya selalu katakan, ormas-ormas dan ulamanya yang keberadaannya
memperkuat Pancasila sebagai dasar negara, itu harus didukung.
Sebaliknya, ormas yang keberadaannya merongrong Pancasila, itu bahkan
tidak perlu sertifikasi, tetapi langsung bubarkan saja," lontar Said.
Sebelumnya, BNPT melalui Direktur Deradikalisasi Irfan Idris,
mengusulkan dilakukannya sertifikasi da'i dan ustadz. Langkah yang sudah
dijalankan di Singapura dan Arab Saudi tersebut dinilai bisa mengukur
sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat
diantisipasi.
source
arrahmah/ahad,9september2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar