Laman

Rabu, 13 Juni 2012

FPI menyapu Toko Buku Gramedia


.
... jika menemukan buku yang melecehkan agama Islam itu maka segera memusnahkannya...


                                      
Depok, Jawa Barat  - Front Pembela Islam (FPI) sekali lagi bertindak laiknya juru pengadil. Kini di Kota Depok, mereka menyatroni dan menyapu Toko Buku Gramedia setempat.

Dikarenakan informasi menyatakan toko buku itu memajang buku 5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia karangan Douglas James Wilson, maka FPI yang kerap tampil dalam jumlah banyak dan berbaju koko putih.


"Kami ingin memastikan buku itu sudah tidak diperjualbelikan di Gramedia Depok," kata Ketua FPI Kota Depok, Habib Idrus Al-Gadri, Rabu.


Ia mengatakan penyapuan itu bentuk pelajaran bagi siapapun yang mencoba melecehkan agama Islam dan Nabi Muhammad SAW.

"Kami mencari di toko buku tersebut dan memang tidak ada buku yang meresahkan umat Islam itu," ujarnya.


Ia mengimbau kepada umat Islam jika menemukan buku yang melecehkan agama Islam itu maka segera memusnahkannya. "Jangan sampai buku itu memancing kerusuhan," katanya.


Manajer Toko Buku Gramedia Depok, Mulyadi, menjelaskan buku yang dimaksud telah ditarik semua. 
 
source:antaranews/rabu, 13 juni 2012

Penerbit musnahkan buku "5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia"


Jakarta - 216 eksemplar buku terjemahan "5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia" karya Douglas Wilson pada Rabu dimusnahkan oleh penerbitnya dengan cara dibakar di halaman belakang.

“Atas anjuran MUI berapa pun yang ada langsung kami proses,” kata Direktur Umum penerbit Gramedia Pustaka Utama, Wandi S Brata.

Dia menjelaskan pemusnahan tersebut sudah dilakukan di beberapa kota di Indonesia. “Di Surabaya, Pekanbaru, dan hari ini di Jakarta,” lanjut Wandi.

Langkah penerbit   memusnahkan buku tersebut menurut Wandi  merupakan komitmen untuk menindak lanjuti laporan masyarakat kepada Polda Metro Jaya atas sangkaan melakukan kejahatan terhadap ketertiban umum, kata General Manager Hubungan Masyarakat Nugroho F Yudho.

Buku yang aslinya berjudul "5 Cities that Ruled The World itu" diedarkan pada minggu kedua Maret 2012 dengan jumlah produksi sebanyak 3.000 eksemplar.

Wandi mengatakan belum mengetahui jumlah persis buku yang telah ditarik dari peredaran. “Jumlahnya masih dikoordinir,” katanya.

Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama itu menuai protes dari masyarakat yang menilai ada penodaan agama.

Direktur Gramedia Pustaka Utama menyatakan pihaknya teledor menerjemahkan buku berjudul "5 Cities that Ruled The World."

“Kami dengan amat menyesal mengatakan kami teledor, menerjemahkan apa adanya. Kesalahan kami menerbitkan buku apa adanya,” katanya setelah acara pembakaran buku tersebut.

Wandi menambahkan proses editing di tempatnya biasanya berlapis. “Untuk kasus ini betul-betul keteledoran,” jelasnya.

Ia mengaku tahu ada protes masyarakat dari suatu harian ibukota yang terbit pada Jumat 8 Juni.

“Begitu tahu, saya langsung mengecek buku versi Inggris dan Indonesia. Ketika saya tahu itu keteledoran, saya  memutuskan meminta maaf. Surat kami dimuat hari Sabtu,” jelasnya.

Ia juga menarik buku 5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia dari seluruh toko buku Gramedia. “Tapi kalau di luar Gramedia, tidak 100% di bawah kontrol kami. Jadi, mungkin masih ada.”
(nts)

source:antaranews/rabu, 13 juni 2012

Uni Eropa Ketakutan, Perlahan Turki Tinggalkan Sekulerisme

Ankara - Perlahan doktrin sekulerisme mulai tersisihkan di Turki. Mereka mulai kembali kepada Islam. Studi Al-Quran di sekolah umum mulai digalakkan di negara dua benua tersebut.
Perubahan itu rupanya dicium Uni Eropa yang tak berdiam diri terhadap langkah yang diambil Turki. Uni Eropa pun mengekspresikan ketakutannya terkait perubahan itu.

Uni Eropa menuduh Ankara menggunakan kekuasaan untuk secara perlahan menyingkirkan sekularisme Turki dengan memperkenalkan studi Alquran di sekolah umum. 
Mereka juga menuduh Ankara menurunkan batas usia, dimana orang tua dapat menyekolahkan anaknya ke sekolah agama Islam. Langkah lain yang jadi pengamatan Uni Eropa adalah reaksi keras Pemerintah Turki terkait aborsi.

Anggota Komisi Pembesaran Uni Eropa, Stefan Fuele, Kamis (7/5/2012), mengungkapkan keprihatinannya terkait dengan meningkatnya penahanan terhadap anggota parlemen, akademisi dan mahasiswa serta kebebasan pers. “Hal ini menghambat Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa,” kata dia seperti dikutip middleeastonline.com, Selasa (12/6/2012).

Hal lain yang menjadi perhatian Uni Eropa adalah adanya rencana Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Perdana Menteri, Reccep Tayyip Erdogan yang berusaha untuk meluncurkan saluran televisi Islam dan proposal pembangunan tempat ibadah di ruang publik seperti teater dan opera.

Kepala Delegasi Uni Eropa, Jean Maurice Ripert mengatakan, perubahan yang dilakukan tidak sesuai dengan semangat sekularisme Turki. “Sejumlah politisi membuat perbandingan yang tidak sesuai,” imbuhnya.

Turki saat ini tengah menyiapkan RUU untuk memangkas batas waktu aborsi dari 10 pekan menjadi empat dan enam pekan. Ribuan feminis liberal dikabarkan menolak rencana tersebut.

Tak hanya itu, Turki juga berencana mengaktifkan kembali Masjid Aya Sophia sebagai tempat ibadah umat Muslim. Turki juga membangun Masjid Agung di Istanbul, yang nantinya bakal menjadi landmark baru kota tersebut. Oleh para pengkritik Erdogan, kebijakan itu dinilai mempromosikan Islam dan merusak tradisi sekuler Turki.

source:suaraislamonline/selasa, 12 juni 2012 |

Pendidikan dan latihan dasar nasional Laskar Majelis Mujahidin

SELONG  – Ibadah i’dad asykari atau pelatihan militer di Aceh yang dituduhkan sebagai kegiatan terorisme oleh pemerintah, tak pelak memicu stigmatisasi negatif terhadap upaya menjalankan syariat agama tersebut. Akibatnya pelatihan-pelatihan yang selama ini digelar oleh kelaskaran ormas-ormas Islam sempat menurun intensitas dan kualitasnya.

Padahal,  i’dad asykari yang dilakukan oleh umat Islam mempunyai sumbangan besar terhadap sejarah perjuangan bangsa dalam menghadapi kolonialisme bangsa asing dan rongrongan subversi ideologi anti tuhan melalui pengkhianatan yang pernah dilakukan oleh Partai komunis Indonesia (PKI) terhadap bangsa dan negara Indonesia ini.

Mengingat besarnya manfaat ibadah i’dad asykari untuk kehidupan umat islam dan bangsa Indonesia dan upaya menepis stigmatisasi terorisme pada ibadah i’dad asykari. Maka, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) menggelar secara terbuka ‘Latihan Dasar Laskar Mujahidin Majelis Mujahidin (Latsar LM3) Tingkat Nasional’ yang digelar di Ponpes Darus Syifa, Desa Tirtanadi, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur. Kegiatan itu untuk saling kenal antarsesama dan menjalin silaturrahmi.

“Kedatangan pemerintah maupun aparat keamanan serta masyarakat ke ponpes untuk menghadiri kegiatan Latsar menunjukan jalinan silaturrahmi,” ungkap Direktur Ponpes Darus Syifa Tirpas Ustadz Tgh Tafaul Amri Jaya, dalam sambutannya pada pembukaan Latsar LM3 Tingkat Nasional di Ponpes Darus Syifa, Selasa (13/6).

“Adanya silaturrahmi dan saling kenal, maka kita telah menciptakan kedamaian, dan menghilangkan saling curiga,” katanya. Kalau saling curiga tanpa mau datang melakukan silaturrahmi, lanjutnya, maka hal itulah yang akan memunculkan konflik.
Beliau berharap, dengan digelarnya Latsar LM3 Tingkat Nasional ini tak memunculkan kecurigaan. “Kegiatan yang dilakukan ini pun tidak bertentangan dengan hukum maupun agama, sehingga pemerintah wajib memberikan perlindungan dan dukungan,” tegasnya.

Keberadaan Laskar Mujahidin selama ini, menurut beliau, untuk membangun negara, bukan perusak negara seperti yang kerap didengungkan di luar. “Tidak mungkin kami hancurkan negara,” ucapnya.
Salah satu langkah untuk bela negara, sambung Ustadz Tafaul, dengan melakukan pelatihan, terutama untuk pelatihan fisik. "Tidak mungkin kita hancurkan negara. Keberadaan Mujahidin di tengah masyarakat ingin menjadi perekat, bukan penyekat,” tandasnya.

Laskar Mujahidin Sedang Mendengarkan Materi Tahsin Al Qur'an dan Metode Menghafal Al Qur'an

Hadir juga dalam kegiatan tersebut, Kapolres Lombok Timur, AKBP Agus Nugroho, Sekretaris Daerah Lotim, Usman Muchsan mewakili Bupati.

Sekda Lombok Timur H Usman Muchsan dalam sambutannya, mengatakan, pemerintah memberikan apresiasi terhadap kegiatan pelatihan yang dilakukan Laskar Mujahidirin, sepanjang kegiatannya tak bertentengan dengan tuntunan agama maupun hukum yang berlaku. Dia persilahkan sepanjang kegiatannya dijalankan dengan baik, terutama dalam menempa mental dan fisik serta menambah wasasan tentang agama.

Pemerintah hanya mengingatkan silahkan lakukan kegiatan dengan niat yang bagus dan bersih, tanpa ada tujuan lain, yang dinilai akan merugikan Laskar Mujahidin sendiri. “Silahkan sosialisasi juga terhadap masyarakat agar masyarakat paham dengan kegiatan yang dilakukan, sehingga tidak menimbulkan konflik di tengah masyakat,” jelasnya.

“Kalau masyarakat paham terhadap keberadaan Laskar MMI ini, maka sudah tentu prasangka buruk dan kecurigaan tidak akan ada,” sambungnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Amir Majelis Mujahidin Ustada Abu Jibriel Abdur Rahman, dalam sambutannya juga mengungkapkan, kegiatan Latsar LM3 Tingkat Nasional ini sangat baik, terutama dalam keikutsertaan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan agama Islam dari rongrongan bangsa asing, atau ancaman dari negara lain.

Kegiatan Latsar ini, ungkap beliau, bukan untuk menjatuhkan negara. Mestinya pemerintah memberikan dukungan prasarana atau sarana, bukan justru dalam melakukan kegiatan dibatasi. “Semestinya pemerintah harus berlaku adil dalam berbagai hal, tidak pilih kasih, karena itu yang akan menjatuhkan wibawa pemerintah di mata masyarakat nantinya,” ucapnya.

Laskar Mujahidin Sedang Mendengarkan Materi Sirah Nabawiyah

Begitu juga diungkapkan Ketua Tanfiziyah Majelis Mujahidin, Ustadz Irfan S Awwas. Menurutnya, kegiatan Latsar LM3 Tingkat Nasional di Lotim  tak perlu dirisaukan atau diresahkan, karena kegiatan ini untuk menempa mental dan fisik anggota Majelis Mujahidin sendiri, termasuk memperdalam perbinaan spiritual.

“Memang selama ini kerap disebut sebagai latihan teroris. Padahal kenyataan tidak seperti yang dibayangkan, sehingga paradigma prasangka buruk itu harus dihilangkan. Tetapi dengan kehadiran Kapolres dan pejabat Pemkab Lotim, isu yang dikembangkan di luar tak perlu dihiraukan,” imbuhnya.

Laskar Mujahidin

Sementara itu, Kapolres Lotim AKBP Agus Nugroho, dalam sambutannya, juga mengatakan, terhadap kegiatan Latsar Laskar Mujahidin ini tak perlu ada yang dikhawatirkan, karena MMI melaksanakan kegiatan dengan terbuka dan tak ada yang ditutup-tutupi sebagaimana anggarapan masyarakat selama ini.

“Silahkan laksanakan kegiatan, jaga Kamtibmas di tengah masyarakat, serta bangun terus komunikasi dengan seluruh elemen masyarakat sekitar,” pintanya.

Hadir sekitar 200 peserta i'dad dari seluruh perwakilan Laskar Majelis Mujahidin di seluruh Indonesia.

source:arrahmah /rabu, 23 rajab 1433 h / 13 juni 2012

Komunitas #bedaIsMe, wadah baru kelompok liberal merekrut anak muda


JAKARTA - Untuk menandingi komunitas anak muda #IndonesiatanpaJIL, kelompok liberal membuat  komunitas #bedaIsMe. Maksud hati ingin tampil beda, tapi terjebak dalam keyakinan yang melecehkan Islam.

  • Perbedaan adalah sunatullah. 
  • Pluralitas adalah keniscayaan. 
Namun, 
  • Perbedaan dan keragamaan bukan ditonjolkan dengan cara merusak dan melecehkan keyakinan kelompok lain. 
  • Islam menghargai perbedaan, selama perbedaan itu saling menghormati keyakinan masing-masing, 
  • dan selama perbedaan itu tidak melanggar aturan-aturan hukum yang ada.
  • Islam menghargai pluralitas, tapi menolak pluralisme. 
  • Inilah yang tidak bisa dipahami oleh kelompok liberal. Mereka selalu berkoar-koar menyatakan bahwa negara kita menjamin kebebasan beragama. 

  • Benar memang, Undang-Undang Dasar 1945 menjamin “kebebasan beragama”, tapi bukan kebebasan “mengacak-acak agama”.

Untuk mengampanyekan komunitas #bedaIsMe, kelompok liberal mengadakan Apel Akbar Aksi Cinta Indonesia. Sungguh menggelikan, meski namanya “Apel Akbar”, namun peserta yang datang hanya segelintir saja, berbeda dengan Apel Akbar yang seringkali digalang oleh umat Islam yang dihadiri oleh ribuan, puluhan ribu bahkan ratusan ribu massa. 

Dalam Apel Akbar Aksi Cinta Indonesia yang dihadiri oleh beragam kelompok lintas agama dan keyakinan itu, mereka mengusung tema “Aksi Solidaritas Korban Kekerasan Atas Nama Agama”.  Aksi dilakukan di depan istana negara, Ahad (10/6/2012).
  • Selain para aktivis liberal, 
aksi segelintir orang itu juga dihadiri oleh 
  • penganut Ahmadiyah, 
  • Syiah, 
  • Komnas Perempuan, 
  • aktivis gereja ilegal Bekasi, 
  • GKI Yasmin Bogor, 
  • dan Aceh Singkil, 
  • seniman liberal dan kekiri-kirian seperti Hanung Bramantyo, dan 
  • tak ketinggalan istri dari mendiang Gus Dur, Sinta Nuriyah.                                                “Pemerintah harus tegas pada pelaku tindak kekerasan dan intoleransi atas nama agama,” tegas Tantowi, koordinator aksi komunitas #bedaIsMe.
Mengatasnamakan Pancasila, komunitas ini menyebut aksi mereka sebagai upaya menjaga keragaman, kebebasan, dan toleransi. Berdirinya komunitas #bedaIsMe, menurut mereka, dilatarbelakangi oleh maraknya berbagai aksi kekerasan, seperti penyerangan terhadap diskusi yang dilakukan oleh lesbi-liberal Irshad Manji, pelarangan konser Ratu Illuminati dan pemuja setan, Lady Gaga, dan penyerangan yang terjadi terhadap sekte Syiah di Pamekasan, Madura, serta penyerangan terhadap kelompok penoda Islam, Ahmadiyah. 
“Peristiwa-peristiwa itu ada unsur gagal dan ada unsur membiarkan (oleh pemerintah,red),” kata Alissa Qatrunnada, putri mendiang Gus Dur.

Selain keluarga besar Gus Dur, demo kecil-kecilan yang diselenggarakan di depan istana negara itu juga menghadirkan beberapa tokoh yang selama ini memiliki jejak rekam membela aliran-aliran yang menyimpang. 
  • Nama-nama seperti Eva Sundari (anggota DPR-RI dari PDIP), 
  • Maman Imanul Haq (aktivis AKKBB), dan 
  • Siti Musdah Mulia tercatat sebagai orang yang memberikan orasi.                                              Acara ditutup dengan doa lintas iman, sebagaimana ritual yang seringkali mereka lakukan dalam berbagai acara.
Untuk menarik minat anak muda agar bergabung dalam komunitas #bedaIsMe, Ahad sorenya mereka menggelar berbagai pentas seni dan pemutaran film karya sutradara liberal, Hanung Bramantyo. Acara yang dilangsungkan di Taman Ismail Marzuki itu menghadirkan konser bertajuk #bedaIsMe Diversity Concert: Tribute to Victim of Religious Violence, dengan menghadirkan artis-artis dan grup musik, seperti Melanie Subono, Zaskia Adya Mecca, Superman Is Dead, Jogja Hip-Hop Foundation, Marjinal, Kill the DJ, dan 
para little monster alias fans berat Lady Gaga.
 
Dalam pentas seni malam itu, Hanung Bramantyo memutar film pendek berjudul “Romi dan Yuli dari Cikeusik”. Film yang dibuat berdasarkan esai puisi yang ditulis oleh Denny JA (pendiri Lingkar Survey Indonesia) ini menceritakan tentang kisah kasih antara penganut Ahmadiyah dan putri dari seorang tokoh garis keras. 

Film yang diperankan oleh Ben Kasyafani dan Zaskia Adya Mecca ini sarat dengan propaganda membela Ahmadiyah dan citra buruk terhadap umat Islam. Seperti ingin meledek umat Islam yang menolak Lady Gaga, acara pentas seni malam  itu juga diisi dengan flashmob (tarian ala Lady Gaga) yang dilakukan oleh para little monster.

Aksi demo komunits #bedaIsMe seperti ingin menyambut propaganda busuk Baratyang menyebut Indonesia sebagai negeri yang tidak toleran. Kelompok yang mengalami disorientasi dalam beragama ini seperti menari-nari di atas tabuhan genderang Barat yang memang memiliki kepentingan untuk memasarkan produk-produk sekular-liberal mereka.

Demonstrasi yang mereka lakukan semakin menguatkan dugaan, bahwa merekalah yang selama ini menjelek-jelekkan pemerintah Indonesia kepada dunia internasional.

Padahal, kalau mereka mau membuka mata dan menggunakan akal sehat, di negara-negara Eropa-lah pelanggaran terhadap kebebasan beragama seringkali terjadi dan menimpa umat Islam. 

Di Jerman misalnya, seorang Muslimah berjilbab dibunuh di dalam ruang pengadilan, di depan majelis hakim yang katanya terhormat. 
Di Prancis, Muslimah yang mengenakan cadar mendapat cemoohan dan intimidasi. 
Di Swiss, menara masjid dilarang. 
Di Amerika, rencana pembangunan masjid mendapat teror dan vandalisme. 
Di Denmark, seorang kartunis melecehkan Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam. 

Fakta-fakta itu hanya sebagian saja yang diungkap oleh media massa. Jadi, kalau kelompok liberal di Indonesia mengadu ke lembaga-lembaga di Eropa, itu sama saja bercermin pada air comberan!
Artawijaya - 

source: salamonline/Rabu, 23 Rajab 1433 H / 13 Juni 2012




Kemenag Aceh Singkil : Tidak ada penyegelan gereja


BANDA ACEH - Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Singkil, Herman membantah soal penyegelan dan penutupan gereja di Kabupaten Aceh Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam.
Seperti dilansir kompas.com, Selasa (12/6/2012) 

Herman menjelaskan, pihaknya hanya mengeluarkan instruksi untuk mengentikan kelanjutan pembangunan sejumlah 'undung-undung' yakni sejenis rumah kecil yang dipakai beribadah umat Kristiani. Pasalnya, pembangunan undung-undung dinilai melanggar izin mendirikan bangunan.

"Jadi tidak benar kalau disegel dan melarang umat Kristiani beribadah. Tapi, mereka tetap bisa beribadah di tempat ibadah yang sudah memenuhi syarat seperti gereja utama di Singkil dan empat bangunan undung-undung yang memenuhi izin," kata Herman.

Herman pun membantah jika disebutkan pihak Pemerintahan Kabupaten Singkil berniat membongkar Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi yang sudah berdiri sejak 1932. "Apa hak pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil untuk membongkar bangunan yang dimaksud? Sedangkan bangunan itu berada di luar wilayah administrasi Aceh Singkil, jadi tidak benar jika ada isu seperti itu," ujarnya.

Pasca adanya pertemuan membahas keberadaan undung-undung yang tidak memenuhi izin, hingga saat ini, pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil, belum mengeluarkan putusan apapun, apalagi perintah untuk membongkar dan menyegel gereja.

Menurut Herman, saat ini pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil masih terus mencari jalan keluar terbaik untuk semua masyarakat di Singkil. " Saat ini kami hanya meminta menghentikan kelanjutan pembangunan undung-undung yang ada, karena tidak ada izin. Dan saat ini, kehidupan umat beragama di Singkil tidak masalah, semua aman dan tertib," katanya.

Pada bulan Mei lalu, Pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil, Kantor Kemenag Aceh Singkil dan Kantor Wilayah Kemenag Propinsi Aceh sudah melakukan pertemuan membahas keberadaan undung-undung yang tidak memenuhi syarat.

Dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2007, disebutkan pembangunan rumah ibadah non muslim bisa dilakukan jika umat yang bersangkutan berjumlah 150 orang, dan mendapat izin persetujuan dari umat muslim sebanyak 90 orang. Dan, dalam kesepakatan masyarakat Aceh Singkil tahun 2001 disebutkan untuk Kabupaten Aceh Singkil diizinkan untuk membangun satu unit gereja dan empat unit undung-undung.

source:arrahmah/rabu, 23 rajab 1433 H / 13 juni 2012

Anggota Fraksi PDI-P resah 20 gereja tak memenuhi syarat disegel di Aceh


JAKARTA  - Sebanyak 20 gereja di Aceh, khususnya di Kabupaten Singkil, telah disegel dan berpotensi dibongkar oleh pemerintah daerah setempat. Gereja-gereja itu dianggap tidak memenuhi syarat pembangunan tempat ibadah yang ditetapkan pemerintah daerah.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva K Sundari, mengatakan, ia dan politisi PDI-P lain, yakni Adang Ruchiatna dan Moh Sayed, serta Suroso dari Fraksi Partai Gerindra, menerima pengaduan penutupan 20 gereja di Aceh dari Aliansi Sumut Bersatu, Senin kemarin.

Menurut Eva, sumber masalah dari penutupan tempat ibadah itu, kata Eva, yakni Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Dalam Peraturan itu, lanjut dia, syarat pendirian tempat ibadah lebih berat dibanding Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri yang mengatur hal sama.

"Kalau SKB mensyaratkan 60 anggota jemaat gereja untuk mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan), maka peraturan gubernur itu meminta 150 anggota jemaat," kata Eva di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/6) seperti dikutip kompas.com.

Eva menambahkan, yang lebih menyedihkan adalah adanya fatwa lokal yang mengharamkan umat Muslim untuk memberi tanda tangan persetujuan pembangunan tempat ibadah selain masjid. Artinya, kata dia, upaya meminta tanda tangan persetujuan dari masyarakat sekitar tidak mungkin tercapai.

Eva menambahkan, bukan hanya tempat ibadah baru yang terancam dibongkar. Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi yang sudah berdiri sejak 1932 pun dipaksa untuk mengikuti kesepakatan komunitas tahun 1971 dan 2001 yang berisi hanya memperbolehkan satu gereja di Kabupaten Singkil.

"Sesuatu yang tidak relevan mengingat saat ini penganut agama Kristen sudah mencapai 1.500 keluarga. Mereka menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Singkil. Belum lagi umat Khatolik yang tidak mungkin berbagi gereja dengan umat Protestan," ucap Eva.

Eva mengatakan, perlu ketegasan dan bimbingan dari pemerintah pusat agar pelaksanaan keistimewaan Aceh tetap dalam koridor NKRI. Menurut dia, kesepakatan tahun 1971 dan 2001 itu tidak sesuai dengan konstitusi sehingga tidak boleh dipaksakan.

"Bimbingan dari Menteri Dalam Negeri (Gamawan Fauzi) diperlukan agar muspida dan Kapolres dapat bertindak adil dan netral bagi semua warga negara sesuai hukum nasional dan tidak tertekan oleh ormas intoleran setempat," minta Eva.

source:arrahmah/rabu, 23 rajab 1433 H / 13 Juni 2012

Sejarawan Kristen: Kain Kafan Yesus Ternyata Palsu!




kain kafan yang dipakai Yesus ternya bukan kain kafan asli alias aspal


Sejarawan gereja Antonio Lombatti menjelaskan bahwa kain kafan dari Turin, yang diklaim kain kafan yang dipakai Yesus ternya bukan kain kafan asli alias aspal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sang sejarahwan ini, kain kafan itu beredar pada abad pertengahan. Tapi sebagian besar sudah dihancurkan.
 

Kain kafan dari Turin itu hanya satu dari 40 temuan yang disebut sebagai kain pemakaman Yesus.  Gereja Katolik sendiri sampai sekarang tidak pernah mengkalim dan menyebut bahwa kain kafan itu asli. Dan hal ini sudah lama menjadi perdebatan di kalangan para sejarawan.

Menurut Lombatti, kain kafan Turin tampaknya berasal dari Turki sekitar 1.300 tahun setelah penyaliban Yesus. Kain ini memperlihatkan gambar pria berjenggot yang dinilai mirip dengan Yesus. Kain palsu ini dihormati selama berabad-abad sebagai kain pemakaman Kristus.

Ilmuwan yang berasal dari Università Popolare ini mengutip sejarawan Prancis abad 19. Pakar sejarah tersebut telah meneliti dokumen kuno abad pertengahan yang masih bisa dipertahankan.

"Kain kafan Turin hanya satu dari banyak kain kafan yang beredar di dunia Kristiani selama abad pertengahan. Ada minimal 40 temuan," ujar peneliti asal Parma, Italia ini.

"Sebagian besar dihancurkan ketika Revolusi Prancis. Ada yang menunjukkan gambar Yesus, memiliki jejak tetesan darah, dan lainnya hanya kain putih," imbuhnya seperti dilansir dari Daily Mail, sebagaimana dikutip Vivanews. 

Kain kafan Turin ini terbuat dari kain linen dengan ukuran persegi 14x14 kaki. Bagian depan dan belakang menunjukkan gambar pria berjenggot terbaring telanjang setelah mengalami penyiksaan.

Detail gambar kain telah diungkap menggunakan negatif foto pada akhir abad 19. Semenjak itu, kain Turin menarik perhatian orang untuk berkunjung ke Gereja Katedral Pembaptis Yohanes di Turin.

Lombatti mengatakan kafan ini kemungkinan diberikan kepada ksatria Prancis, Geoffroy de Charny sebagai kenangan Perang Salib ke Smyrna, Turki pada 1346. Keluarga de Charny tercatat sebagai pemilik pertama kafan ini. Penelitian Lombatti diterbitkan bulan ini dalam jurnal ilmiah Studi Medievali. *

source:hidayatullahcom/Selasa, 12 Juni 2012 

Munarman : Film khayalan 'Romi dan Yuli dari Cikeusik' bermotif politik

JAKARTA  - Dibesutnya film pendek ‘Romi dan Yuli dari Cikeusik’ yang bernuansa pluralisme dan menggugat kebenaran mutlak agama Islam. Tak ayal mendapat tanggapan dari Ketua Bidang Nahi Munkar DPP FPI. Menurut Munarman, di balik pembuatan film tersebut, ada motif politik yang melatarbelakanginya.

“Itu kan dibuat oleh Denny JA dalam rangka mencari basis dukungan, karena dia pingin jadi presiden dan atau menteri,” kata Munarman kepada arrahmah.com, Jakarta, Selasa (12/6).

Lanjutnya, film tersebut selain memiliki unsur politis, juga tak lebih sebuah film fiksi, yang tidak memiliki basis keilmuan agama.
“Itu film khayalan. Secara aqidah, memang perkawinan beda aqidah batal demi hukum lah,” ujar Munarman.
Munarman pun menilai, pada dasarnya film tersebut jika memang diarahkan untuk dukungan politik, tidak akan mendapat target yang memuaskan dan keuntungan yang signifikan bagi pembuatnya.

“Jadi, Denny JA akan kecewa kalau pembelaan dia terhadap Ahmadiyah itu bertujuan untuk menjadikan jemaat Ahmadiyah sebagai basis massa karena jumlah jemaat Ahmadiyah di Indonesia itu tidak lebih dari 10.000 orang,” papar Ketua An Nashr Institute ini.

Sedangkan, apabila film tersebut dibuat sebagai dukungan ideologis dan teologis, menurut Munarman pembuat film akan lebih merugi lagi di dunia dan di akhirat.

“Kalau itu dia maksudkan untuk mendapatkan reputasi sebagai pembela Ahmadiyah dari negara kafir barat, maka perbuatannya hanya akan menghasilkan neraka jahanam,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan, telah dirilis sebuah film pendek "Romi dan Yuli dari Cikeusik" karya Hanung Bramantyo. Dengan tokoh Juleha, yang biasa dipanggil Yuli, berasal dari keluarga muslim garis keras dan Rokhmat, yang biasa disapa Romi, adalah seorang penganut Ahmadiyah.

Keduanya saling mencintai dan berencana menikah. Di dalam film tersebut digambarkan, rencana mereka berubah setelah kedua orang tua mereka tidak setuju dengan pernikahan beda keyakinan. 

source:Arrahmah/Selasa, 12 Juni 2012 18:11:11

Film Pendek Hanung "Romi & Yuli dari Cikeusik": Membela Ahmadiyah

JAKARTA  – Setelah Film “?” membuahkan kontrovoresial, Hanung Bramantyo kembali menghasilkan karya “sampah”. Kali ini ia membuat film pendek berjudul “Romi dan Yuli dari Cikeusik”. Dalam film ini, Hanung menunjukkan sikap empatinya terhadap penganut Ahmadiyah yang telah difatwakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

Sepertinya Hanung telah menemukan jatidirinya sebagai  sutradara pengusung pluralisme yang senang mengaduk-aduk emosi umat Islam melalui karyanya yang terkesan sarkasme dan tendensius.

Sebagai sutradara, Hanung berusaha memvisualisasikan puisi esai berjudul "Atas Nama Cinta" karya Denny JA dalam film berdurasi sekitar 43 menit dengan pemeran utama Zaskia Adya Mecca dan Ben Kasyafani. Melalui film pendek tersebut, Hanung ingin menguak fakta peristiwa penyerangan terhadap penganut Ahmadiyah di Cikeusik dari sudut pandang korban dan menyampaikan pesan bahwa perbedaan seharusnya tidak melahirkan kebencian.

Dikisahkan, dalam film pendek "Romi dan Yuli dari Cikeusik", Juleha, yang biasa dipanggil Yuli, berasal dari keluarga muslim garis keras. Sementara Rokhmat, yang biasa disapa Romi, adalah seorang penganut Ahmadiyah. Keduanya saling mencintai dan berencana menikah. Tapi rencana mereka berubah setelah 6 Februari 2011, saat massa menyerang jemaat Ahmadiyah di kampung Romi, Cikeusik, dan membuat empat nyawa melayang.

Di akhir film itu, Yuli dan Romi bisa menerima perbedaan itu, namun kedua orang tua mereka tetap bersikeras, bahwa Ahmadiyah adalah ajaran sesat yang menyimpang dari Islam yang benar. Cinta mereka pun dipaksa kandas. Dalam doanya di atas sajadah, Yuli terisak, melantunkan doa pedih.

Sepanjang film itu aktor Agus Kuncoro membacakan puisi Denny JA, menceritakan sebagian perjalanan gerakan Ahmadiyah di Indonesia.Melalui puisi itu, antara lain diceritakan bagaimana Ahmadiyah dinyatakan sesat pada 2005 dan sejak itu massa beberapa kali menyerang penganutnya. Istri Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta Nuriah yang hadir dalam acara tersebut, mengatakan kejadian semacam itu menunjukkan kegagalan membangun toleransi.

"Pekan #BedaIsMe"
Belum lama ini, Gerakan #BedaIsMe menggelar "Pekan #BedaIsMe" sebagai bentuk kepedulian terhadapa korban kekerasan atas nama agama. Gerakan #BedaIsMe lahir pada ulang tahun Pancasila 1 Juni "sebagai gerakan untuk mengikat solidaritas sesama anak bangsa untuk hidup dan merayakan keberagaman di Indonesia serta mendukung pemerintah menegakkan konstitusi dan kepastian hukum."

Ide awal gerakan tersebut menurut Firdaus selaku koordinator, merupakan respon pada berbagai tindak kekerasan kelompok minoritas agama yang diserang oleh kelompok tertentu. Seperti penyegelan 
  • GKI Yasmin Bogor, 
  • HKBP Filadelfia Bekasi, 
  • 17 Gereja di Singkil Aceh, 
  • serangan pada warga Syiah Sampang, 
  • serangan kepada Ahmadiah, 
  • serangan terhadap Irshad Manji dan 
  • pelarangan konser Lady Gaga.
Pada Ahad (10/1) sore, Ratusan orang yang tergabung dalam gerakan #BedaIsMe juga menggelar aksi damai yang mereka sebut "Apel Akbar Aku Cinta Indonesia" di depan Istana Merdeka. Peserta aksi antara lain mengaku dari Hurin'In asal Tanah Abang, perwakilan dari masyarakat Singkil Aceh, Forum Mahasiswa Ciputat, dan perwakilan mahasiswa dari STT Setia.

Pekan #BedaIsme telah dibuka dengan pameran foto koran kekerasan atas nama agama di Cafe Tjikini pada 1 Juni lalu dan dilanjutkan pada 10 Juni dengan rangkaian acara Apel Akbar, "Aku Cinta Indonesia" di Monas. Selama kurun waktu itu digelar aksi solidaritas pada Little Monster yang gagal menyaksikan konser Lady gaga, pemutaran film "Romi dan Yuli dari Cikeusik", dan apel akbar "Aku Cinta Indonesia" dan konser "Diversity Concert: Tribute to the Victims of Religious Violence" dari pukul 18.30 WIB. Konser itu menampilkan Local Ambient, Marjinal, Jogja Hip-Hop Foundation, Melanie Subono, dan Superman Is Dead.

Sinta Nuriyah yang hadir malam itu membacakan muklamat bertajuk "Aku Cinta Indonesia Hentikan Kekerasan Atas Nama Agama". Muklamat berisi desakan kepada pemerintah untuk menghentikan tindakan kekerasan dan pelanggaran hak  asasi manusia serta menindak tegas para pelakunya.Desastian

source:VoA-Islam/Senin, 11 Jun 2012

 

Ulama Saudi Hadiahkan 450 Ribu Dolar Bagi yang Bisa Membunuh Bashar Assad

Seorang Ulama Islam terkemuka Saudi telah mengumumkan bahwa dirinya menawarkan hadiah sebesar 450 ribu dolar bagi orang yang bisa membunuh Presiden Suriah Bashar Al Assad, yang ia cap sebagai pembunuh.


Syaikh Ali Al Rubai mengatakan ia akan memberikan penghargaan untuk setiap orang yang berhasil membunuh pemimpin Suriah menyusul pembantaian yang dilakukan oleh loyalis Assad di lingkungan Houla di pusat kota Homs pekan lalu. Lebih dari 100 warga sipil, termasuk banyak anak-anak tewas dalam pembantaian itu.

"Kami mengumumkan hadiah sebesar 450 ribu dolar untuk setiap orang yang bisa memenggal kepala Bashar Al Assad sang pembunuh, pelaku pembantaian terhadap perempuan dan anak-anak yang mengerikan," katanya di halaman Twitter-nya, menurut surat kabar Arab Saudi Ajem.

Ulama Saudi, menggemakan kebijakan resmi negara mereka, yang menyerang Assad dan menyerukan kematiannya. Banyak dari mereka menggambarkan pemberontakan rakyat melawan rezim Suriah sebagai Jihad (perjuangan suci).(fq/emi24)

source:Eramuslim/Rabu, 30 May 2012

''Toleransi Beragama'' yang Ngelunjak?


Sebuah penolakan pendirian masjid di Bletchley Park



PERNYATAAN negara-negara Barat bahwa terjadi praktik intoleransi beragama di Indonesia berlebihan. Tudingan tersebut dilontarkan oleh Austria, Norwegia, Belanda, Jerman, India dan Italia dalam sidang tinjauan periodic universal II (Universal Periodic Review-UPR) di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (Republika, 29/5).



Pernyataan negara Barat ini sangat tendensius. Karena toleransi beragama di Indonesia selama ini berjalan dengan baik. Bahwa ada riak kecil soal pembangunan gereja Yasmin di Bogor dan penyerangan Ahmadiyah oleh FPI, itu tak bisa dijadikan ukuran untuk mengatakan bahwa di Indonesia terjadi praktik intoleransi beragama.


Persoalan pendirian gereja Yasmin ini sangat kasuistis sifatnya. Hal tersebut boleh jadi karena ada alasan fundamental bagi masyarakat di sana dan masyarakat di sana pun pasti memiliki basis argumentasi yang jelas soal penolakan tersebut. Dalam konteks ini saya menduga adanya pemaksaan kehendak dari kelompok GKI Yasmin.


Persoalan kasuistis seperti ini sebetulnya tak terjadi pada kawan-kawan Kristiani saja. Di daerah-daerah yang mayoritas Kristen pun kawan-kawan Muslim mengalami kendala yang sama perihal mendirikan sarana ibadah ini. Bahkan saya pernah mengalami sendiri tentang apa yang disebut sebagai “tirani” minoritas.
Saya lahir dan besar di Naga, Desa Matawae, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa kami termasuk dari sedikit wilayah di NTT yang penduduknya mayoritas Islam. Namun apa yang terjadi, ditengah kemayoritasan tersebut kami justru tak berdaya.


Pasalnya, selama sekolah dasar kami tak pernah memperoleh pendidikan agama Islam. Padahal hampir 95% murid sekolah tersebut adalah anak-anak yang beragama Islam. Kenapa hal tersebut terjadi, karena ada perilaku diskriminatif dari yayasan dan guru di sekolah tersebut. Sekolah tempat kami belajar tersebut adalah Sekolah Dasar Katolik (SDK) Naga. Padahal sejak awal berdirinya pada tahun 1950-an, sekolah tersebut dinamakan sebagai Sekolah Rakyat (SR). Karena sekolah tersebut dibangun oleh seluruh rakyat Desa Matawae.


Namun dalam perjalanannya, sekolah ini berganti nama menjadi Sekolah Dasar Katolik (SDK) Naga yang dikelolah oleh Yayasan Sukma, sebuah yayasan milik Keuskupan Agung Manggarai. Proses kepemilikan sekolah oleh Yayasan Sukma tanpa sepengetahuan masyarakat, bahkan sampai hari ini belum ada penyerahan tanah sekolah oleh ulayat kepada yayasan sukma.

Praktis sejak berubah nama menjadi SDK, semua murid mendapatkan pelajaran agama Katolik untuk pelajaran agama. Pelajaran agama Islam pun sama sekali tidak diajarkan. Pernah ada orang tua murid yang mempersoalkan kebijakan tersebut, tapi tak pernah direspon oleh pihak sekolah. Bahkan soal ujian agama pada saat semester untuk murid beragama Islam di berikan soal agama Katolik.


Hal ini berlangsung sampai dengan datangnya reformasi ‘98. Semangat reformasi pun memberikan ruh baru bagi masyarakat untuk mendirikan Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga pada tahun 2002 berdirilah Madrasah Ibtidaiyah Swasta Al. Ikhlas di Kampong Naga. Alhamdulillah sekarang anak-anak sudah fasih mengaji. Sementara pada masa kami sekolah, harus merantau ke Kota Bima-Nusa Tenggara Barat (NTB) setelah tamat SDK, baru mendapatkan pelajaran agama Islam dan belajar mengaji.

Dengan cerita di atas saya mau mengatakan, problem intoleransi beragama di Indonesia adalah persoalan yang sebetulnya bersifat kasuistis di masing-masing daerah dan pelakunya tak hanya yang beragama Islam tapi juga dilakukan oleh kawan-kawan kristiani. Jadi, tidak bisa diklaim, bahwa di Indonesia terjadi intoleransi beragama dengan menyudutkan Islam sebagai pelaku tunggal.


FPI dan toleransi ngelunjak
Perihal tindakan Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah juga tak bisa dikatakan sebagai barometer intoleransi beragama secara menyeluruh di Indonesia. Sikap keras yang digunakan oleh FPI tak bisa dijadikan ukuran sebagai indikator intoleransi beragama di Indonesia.

Kita semua tahu FPI itu adalah kelompok kecil dalam Islam Indonesia.Dia bukan ormas, hanya sebuah forum. Jumlah umat Islam di Indonesia 187 juta orang (85% dari 220 juta), FPI belum tentu 1 % nya. Tapi kadang selalu menjadi alasan pihak asing. Jauh lebih besar ormas-ormas lain seperti Muhammadiyah, NU, Persis, Al Irsyad, Dewan Dak’wah, al Irsyad Al Islamiyah, Al Ittihadiyah, Mathlaul Anwar,  Al Wasliyah, Hidayatullah dan masih banyak lagi.


Jadi solusinya sebetulnya sangat sederhana. Kawan-kawan yang minoritas harus ikhlas dan secara sadar belajar menerima bahwa pihak mayoritas memiliki privilege (hak-hak istimewa) dengan kemayoritasanya, dan prinsip ini berlaku secara universal.

Di negara-negara Barat yang saya sebutkan di atas tadi, juga memperlakukan hal yang sama terhadap umat Islam. Di mana umat Islam juga mengalami perlakuan tidak istimewa dibanding yang lain (yang mayoritas). Bahkan jauh lebih diskrimatif. Substansinya, tidak boleh ada pemaksaan kehendak.


Kasus yang terbaru adalah di mana Chris Christie, Gubernur New Jersey mengeluarkan peraturan  bahwa sah hukumnya polisi New York yang memata-matai kegiatan perdagangan, masjid, dan sekolah-sekolah umat Islam di New Jersey.


Akibatanya, agen polisi New York dan mata-mata mereka disebarkan di berbagai tempat termasuk di kafe-kafe umat Islam dan tempat kegiatan keagamaan untuk mengontrol aktivitas umat Islam. Di hampir semua Negara Eropa, diberlakan larangan menggunakan cadar (niqob) bagi Muslimah. Di China gereja (bahkan gereja rumahan) dibatasi dan dilarang. Sementara di tempat kita sebaliknya.

Di New York, masjid tak akan bisa berdiri tanpa persetujuan dari dewan pemgawas gereja. Apakah umat Islam di sana ribut? atau seperti LSM di sini yang cari muka dengan rajin membikin pernyataan bahwa bahsa Indonesia tidak toleran (padahal ujunganya, agar bantuan dana asing lancar dikirim?)

Partai Nasional Inggris berkamapanye untuk penghentikan pembangunan sebuah masjid di Bletchley Park dengan alasan mencegah kolonisasi Islam berlanjut di Eropa. Tapi tak pernah terdengan umat Islam Inggris teriak-teriak atau mengadu ke Saudi.


Pertanyaannya, dengan contoh tadi, apakah pantas Barat mengajari kita tentang toleransi?
Untuk itu, mari kita secara sadar belajar bersikap toleran. Toleran dalam arti yang sesungguhnya adalah tidak memaksakan kehendak (agama) lain  terhadap (agama) kita.

Jika itu terus dilakukan dan terjadi, kata orang Jawa itulah yang disebut “ngelunjak”. Ngelunjak itu, “diberi hati, minta jantung.”*

Oleh: Muhamad Hamka Rabu, 06 Juni 2012
Penulis adalah peminat masalah sosial keagamaan, berdomisili di Aceh   

source:hidayatullahcom/Rabu, 06 Jun 2012   

Sekjen FUI: Pelanggaran Gramedia Lebih Besar Dibanding Arswendo

Jakarta - Penghinaan dan penistaan yang dilakukan Penerbit Gramedia dinilai Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH Muhammad Al Khaththath jauh lebih besar dibanding kesalahan yang dilakukan Pemred Monitor Arswendo Atmowiloto. Karenanya Gramedia tidak cukup hanya dengan meminta maaf.
 

"Tidak cukup hanya minta maaf, pelanggarannya lebih besar dari pada Arswendo dulu. Itu saja reaksi umat Islam  sudah keras dan mengobrak-abrik kantor Tabloid Monitor. Monitor segera dibrendel dan Arswendo ditangkap dan diadili serta dijebloskan ke penjara. Nah yang ini menghina Nabi Muhammad SAW, dengan menyebut sebagai perompak tentu lebih parah", kata Ustadz Al Khaththath kepada Suara Islam Online, Senin (11/6/2012).

Menurut Ustadz Al Khaththath harusnya aparat kepolisian segera menangkap dan meminta pertanggungjawaban Gramedia. "Mereka yang terlibat dalam penerbitan buku yang menghina Nabi Muhammad SAW, baik penerjemahnya, editornya juga redaktur produksi dan Dirut Gramedia," katanya.

Lantas, sikap apa yang akan dilakukan Forum Umat Islam?. "Yang jelas penghinaan agama Islam yang tak bisa dibiarkan begitu saja. Kita akan segera ambil langkah-langkah penting termasuk insya Allah membentuk Tim Pembela Islam untuk atas kasus ini atau mungkin kita akan mengadakan demo ke kantor Gramedia," jawabnya.

Tapi, sebelum amarah umat Islam meledak, Ustadz Al Khaththath menyarankan agar Jacob Oetama sebagai pendiri sekaligus pemilik Kompas Gramedia Group (KKG) segera melakukan pembersihan terhadap seluruh anasir antiIslam di KKG. "Apalagi kabarnya beliau sudah masuk Islam dan umroh berkali-kali," ungkapnya.

"Umat harus bersatu tuntaskan hal ini jangan beri kesempatan siapapun menghina Baginda Nabi SAW", seru Ustadz Al Khaththath.

Penghinaan Gramedia Lebih Parah dari Monitor
Penghinaan yang dilakukan Gramedia memang lebih besar dari yang dilakukan Arswendo. Arswendo membuat ulan di tabloid Monitor yang dipimpinnya pada edisi 15 Oktober 1990. Saat itu ia merilis hasil polling bertajuk "Kagum 5 Juta". Menurut hasil jajak pendapat itu, yang paling dikagumi pembaca Monitor adalah Soeharto di urutan teratas, disusul BJ Habibie, Soekarno, dan musisi Iwan Fals di tempat ke-4. Arswendo di peringkat 10, sedangkan Nabi Muhammad berada satu tingkat di bawahnya, nomor 11.

Semesta Islam di Indonesia bergolak. Arswendo dituding melecehkan Islam. Pada 17 Oktober 1990, massa datang sporadis, meneriakkan hujatan kepada Arswendo. Para pendemo membakar habis patung Arswendo yang dibuat dari kertas tabloid Monitor. Pada 22 Oktober 1990, massa mengepung kantor Monitor. Mereka melempari kantor, menerobos ruang redaksi, mengaduk-aduk arsip, menghantam komputer, serta menjungkir-balikkan kursi dan meja.

Organisasi massa Islam, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam dan Pemuda Muhamadiyah, naik darah. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Hasan Basri, menyerukan kecaman. “Angket yang dimuat Monitor telah menjurus ke hal SARA. Keyakinan adalah hal yang sangat hakiki, tidak boleh dibuat suatu gurauan!” tandasnya. Ulama sejuta umat, Almarhum KH Zainuddin MZ, tak tinggal diam, “Adanya kasus Monitor tampaknya mengganggu kerukunan beragama yang selama ini terbina.”

Sebelum lebih runyam, Arswendo minta bantuan Emha Ainun Nadjib. Cak Nun angkat tangan dengan alasan massa bukan hanya dari basisnya di Jawa Timur, tapi juga dari tempat-tempat lain. Arswendo kelabakan, berlindung ke Kepolisian, dan memohon maaf secara terbuka, “Saya minta maaf. Sedikit pun saya tidak bermaksud menyengsarakan saudara-saudara semua.” Ia juga menyatakan penyesalannya, “Tanpa ada yang memberi tahu pun, harusnya sudah tahu. Nyatanya saya bego. Sangat bego. Jahilun.” 

Penyesalan tidaklah cukup. Arswendo dibui 5 tahun. Monitor pun dilarang terbit. Pada 23 Oktober 1990, SIUPP nomor 194/1984 dicabut oleh Menteri Penerangan Harmoko, padahal dia juga pemilik saham Monitor sebesar 30%.

source: Rep: Mesyah Achreini/Red: shodiq ramadhan/suaraislam/Senin, 11 Juni 2012 | 16:47:06 WIB



Terbitkan Buku Penghinaan Nabi, Gramedia Harus Dijerat Secara Hukum

JAKARTA (VoA-Islam) – Sebuah SMS yang diterima Voa-Islam Jum’at (8/6) lalu memberitahukan, surat kabar harian Republika, pada halaman empat, memuat resensi buku yang diterbitkan Gramedia dengan judul “5 Kota Paling Berpengaruh  di Dunia”. Ternyata, buku ini menghujat Nabi Muhammad Saw, harap ditindak lanjuti dan ditarik  dari peredaran.

Sang penulis, Douglas James Wilson, lahir 18 Juni 1953, adalah seorang pendeta dan pastur di Gereja Kristus di Moskow. Douglas juga berprofesi sebagai dosen teologi di New Saint Andrews College. Sebagaimana diberitakan, isi buku ini dinilai melukai perasaan kaum Muslim, karena penulis menyatakan penghinaannya kepada Nabi Muhammad Saw.

Saat Membahas kota Yerusalem di halaman 24, tertulis "Selanjutnya Ia (Muhammad) memperistri beberapa wanita lain, Ia menjadi seorang perampok dan perompak, memerintahkan penyerangan terhadap karavan - karavan Makkah. Dua Tahun kemudian Muhammad memerintahkan serangkaian pembunuhan demi meraih kendali atas Madinah dan ditahun 630M ia menaklukkan Makkah."

Begitu pula pada halaman 25 alinea kedua dan ketiga, Douglas menafsirkan bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad selalu ditegakkan dengan kekerasan pedang. Gramedia dinilai telah ceroboh menerbitkan buku itu. Ada yang menilai pelecehan itu sebagai kesengajaan. Sebab penerbit seukuran Gramedia tidak mungkin tidak melakukan pengeditan secara teliti terhadap buku yang akan diterbitkan.

Ustadz Fahmi Salim, MA mengaku sudah membaca dan mengecek langsung buku sampah tersebut. Dan ternyata benar,  isi buku tersebut sungguh melecehkan sosok Rasulullah Saw. Atas tindakan Penerbit Gramedia itu, Ustadz Fahmi mengaku melayangkan surat via email  yang berisi tiga tuntutan kepada Direktur Utama Gramedia Pustaka Utama Wandi S Brata.

“Saya atas nama pribadi dan atas nama MIUMI dan MUI menyatakan ketidaksetujuan. Saya sudah kirim email ke Direktur Gramedia. Saya menuntut agar buku itu ditarik dan menuntut permintaan maaf secara terbuka di depan media, minimal pada lima koran nasional dan memberikan klarifikasi dan mengeluarkan pernyataan tidak setuju pada pandangan Douglas Wilson, serta harap Gramedia mengontak penulisnya kalau masih hidup, minta klarifikasi dan minta maaf kepada umat Islam atas buku tersebut," tuntut Fahmi Salim.

Menurut Wakil Sekjen MIUMI ini, buku itu menyerang dua hal sekaligus. Nabi Muhammad dikatakan 
  1. suka kawin, merampok, merompak. 
  2. Cara menegakkan dakwah Islam dipakai cara-cara kekerasan dan keji, Ini tidak betul.

Gramedia Minta Maaf
Setelah mendapat desakan dari umat Islam, akhirnya Penerbit Gramedia Pustaka Utama menyampaikan permintaan maaf melalui laman websitenya atas kelalaiannya menerbitkan buku yang dinilai telah menghina Nabi Muhammad Saw. Permintaan maaf disampaikan Wandi S Brata, Direktur Utama Gramedia Pustaka Utama - penerbit yang bernaung di bawah KKG (Kelompok Kompas Gramedia)  ini – atas diterbitkannya buku berjudul “5 Kota Paling Berpengaruh Di Dunia” karya Douglas Wilson.

Dirut Gramedia Pustaka Utama itu menyatakan maafnya, 
Dengan ini mewakili Penerbit Gramedia Pustaka Utama, kami mohon maaf sebesar-besarnya atas keteledoran kami telah menerbitkan terjemahan bahasa Indonesia “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia”, apa adanya, dari buku asli berjudul “5 Cities that Ruled the World”, karya Douglas Wilson. Tidak ada unsur kesengajaan dalam hal ini, dan karena itu kami telah menarik buku tersebut, dan segera memusnahkannya.”

Front Pembela Islam (FPI) membantah jika buku "Lima Kota Paling Berpengaruh di Dunia" sudah ditarik dari peredaran. FPI menemukan masih ada buku itu di pasaran, bahkan di toko buku Gramedia sekalipun. Siang tadi, Senin (11/6) FPI melaporkan Penerbit Gramedia ke Polda Metro Jaya terkait ini buku sampah tersebut.

Karena telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang, dengan melakukan penghinaan terhadap agama Islam, maka selayaknya Penerbit Gramedia dituntut secara hukum.

"Mereka harus ada pertanggung jawaban secara hukum. Karena secara hukum Indonesia hal tersebut adalah pelanggaran terhadap pasal 156 A KUHP, yaitu penghinaan atau penistaan atau penodaan agama,” kata Jubir FPI Munarman SH. 


source:Desastian/VoA-Islam/Senin, 11 Jun 2012