Laman

Senin, 17 September 2012

Gerakan Umat Islam Bersatu: Tangkap Penanam Ranjau di Sampang!

JAKARTA  – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur dalam sebuah Tabligh Akbar “Mengokohkan Ahlusunnah Wal Jamaah di Indonesia” di Masjid Al Furqan Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ahad (16/9) menyampaikan kronologis dan pemicu terjadinya bentrokan Sunni-Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur.

Menurut pandangan MUI Jatim, Peristiwa Sampang Jilid II tidak berdiri sendiri. Hal itu masih terkait dengan kasus sebelumnya di tahun 2011. Seperti diketahui,  Tajul Muluk terbukti  melanggar PNPS No. 1 Tahun 1965, terkait penodaan agama. Tajul pun  divonis dua tahun kurungan penjara.

Lantas  bagaimana dengan pengikutnya? Sejumlah ulama se-Madura sempat melakukan pertemuan di Jawa Timur untuk membahas masalah itu. Hasil pertemuan itu memutuskan, anak-anak  pengikut Tajul Muluk yang berjumlah  35 orang akan disekolahkan di pesantren Sunni di Sampang.
Tapi, kemudian oleh Tajul Muluk, anak-anak itu justru akan disekolahkan ke yayasan milik Syiah di Bangil dan Pekalongan. Pengikut Syiah itu nurut saja karena diiming-imingi uang dengan nilai tertentu. Padahal mereka tidak paham apa itu Syiah. Tentu saja, anak-anak yang disekolah ke pesantren milik Syiah itu, saat kembali ke Sampang, akan menjadi kader-kader baru yang mengembagkan paham Syiah.

Pemerintah Kabupaten Sampang sendiri pernah berjanji, anak-anak itu akan diberi beasiswa di Sampang, dengan harapan mereka meninggalkan akidah Syiah. Sementara itu, ulama se Madura (BASRA) mendesak agar warga Sampang pengikut Syiah, tak terkecuali anak-anak, dikembalikan ke pemahaman sebelumnya, yakni paham Sunni. Tapi permintaan itu ditentang keras oleh Syiah yang didukung oleh KONTRAS dan LBH surabaya. LSM itu berkilah, akidah tidak boleh diganti, karena melanggar HAM.
Ulama berpandangan, jika Syiah saja boleh mengganti akidah Sunni menjadi Syiah, kenapa untuk kembali pada  akidah semula tidak bisa.

Pemicu Bentrokan
Mengenai kronologi bentrokan di Sampang, MUI Jatim menjelaskan hasil investigasinya.  Saat itu,  orang Syiah mengolok-olok orang kampung  dengan melempari batu, mereka memancing emosi, dan membuat garis putih. Saat mereka memprovokasi agar kelompok Sunni masuk mendekati garis putih itu (batas wilayah Sunni-Syiah), maka meledaklah ranjau yang ditanam oleh kelompok Syiah sebelumnya. Akibat ranjau itu, terlihat pecahan kelereng hingga melukai tangan, bahu, paha, kepala, bahkan ada tangan yang terputus.
“Orang-orang ketakutan, begitu masuk lagi, kelompok Sunni lagi-lagi dilempar bom molotov. Terjadilah saling serang.”

Media massa memberitakan, orang suni membunuh seorang perempuan bernama Hamama, padahal nama Hamama itu adalah seorang laki-laki. Yang pasti, korban semuanya ada pihak Sunni. Informasi itu disampaikan langsung oleh PMI yang menangani korban yang terluka.
Ada informasi penting, tahun 2011 lalu, semua pengungsi dipersilahkan pulang dalam keadaan aman, kecuali empat 4 orang, termasuk diantaranya Tajul Muluk. Ketika mereka hendak dihalau pergi, salah satu dari Syiah itu berkata, “Kami akan berjihad untuk menegakkan Syiah di Sampang. Hal inilah yang memicu bentrokan.”

Pemicu lainnya adalah ketika terbetik kabar Tajul Muluk akan dikurangi hukumannya menjadi 1,5 tahun dari vonis 2 tahun yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kekkhawatiran muncul dari kelompok Syiah, akan terjadi gejolak di masyarakat, lalu dibuatlah ranjau untuk mengantispasi adanya protes dari kelompok Sunni.
“Pengikut Syiah di Sampang diajari membuat bom dengan bahan peledak tertentu. Ini sudah militerisasi, jelas sangat berbahaya. Ulama se-Madura mendesak agar pemerintah, khususnya pihak kepolisian untuk memproses secara hukum mereka yang menanam ranjau sehingga menimbulkan korban dipihak Sunni,“ kata KH. Muhammad Yunus, Sekretaris MUI Jatim.

MUI Jawa Timur bersama Basra, PWNU Jatim dan PW Muhammadiyah Jatim sudah menkonformasi ke Polda Jatim ihwal temuan fakta di lapangan, khususnya terkait ranjau yang ditanam. Pihak Polda Jatim pun membenarkan fakta  itu. Yang menjadi pertanyaam, kenapa orang Syiah yang menjadi pelakunya tidak ditangkap. Justru yang ditangkap malah orang Sunni. Meski kemudian, 7 orang yang ditangkap itu telah dilepaskan.

Yang mengkhwatirkan lagi, Rois, saudara kandung Tajul Muluk  yang dulunya adalah seorang Syiah (kini kembali menjadi Sunni) telah dikriminalisasi dengan tuduhan sebagai provokator, bahkan dikaitkan dengan aksi terorisme.

Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jatim mendesak pemerintah dan instansi terkait agar menghentikan segala bentuk konflik horizontal yang membuat terganggunya disharmoni bangsa.

GUIB juga menuntut agar ajaran Tajul muluk yang berpaham ahlul bait, Syiah itsna Asy’ariyah agar dilarang di seluruh NKRI, khusus Jatim. Aliran sesat berdasarkan kriteria yang diatur dalam PNPS No. 1/1965 dan Pergub No. 55 Tahun 2012, maka Syiah harus menghentikan segala kegiatan,  apapun bentuk kegiatannya harus dibekukan selamanya, karena berpotensi memunculkan konflik horinsontal.

GUIB meminta agar elemen masyarakat untuk tetap tenang, tidak terprovokasi dengan pihak-pihak yang ingin memanfaatkan peristiwa ini untuk merusak keamanan dan ketertiban masyarakat

source
voaislam/senin,17sep2012
 

Tabligh Akbar "Indonesia Tanpa Syiah": Ini Bumi Sunni, Bukan Syiah

JAKARTA  – Indonesia adalah bumi Sunni, bukan Syiah. Ketika sebuah negara itu sunni,  maka jangan pernah mengembangkan paham Syiah. Jika itu tetap dilakukan, maka sama saja mengganggu kerukunan dan ketertiban masyarakat Indonesia.
 “Jika orang Syiah berkembang 5-10 persen, mereka mulai berani menantang perang. Saat ini, jumlahnya pengikut Syiah di Sampang yang hanya 143 orang saja, sudah berani menantang seluruh penduduk Madura.”

Hal itu diungkapkan Sekretaris MUI Jatim KH. Muhammad  Yunus dalam Tabligh Akbar “Mengokohkan Ahlusunnah Wal Jamaah di Indonesia” di Masjid Al Furqan Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jl, Kramat Raya No. 45, Jakarta Pusat, Ahad (16/9), ba’da Dzuhur.  Selain itu juga dibacakan deklarasi Forpija (Forum Pemuda Islam Jakarta) tentang Indonesia Damai Tanpa Syiah.

Hadir sebagai pembicara dalam tabligh Akbar tersebut: Habib Zein Al-Kaff, KH. Muhammad Yunus (Sekretaris MUI Jatim yang mewakili Ketua MUI Jatim KH. Abd. Somad), Ustadz Amin Jamaludin (LPPI), Ustadz Farid Ahmad Okbah, dan Ustadz Bachtiar Nasir, Lc (MIUMI). Juga hadir, KH Muhammad Al Khaththath (Sekjen FUI), Ustadz Fahmi Salim (MIUMI), dan Ustadz Abu Jibril (MMI).

Sekretaris MUI Provinsi Jatim, KH. Muhammad Yunus, dalam orasinya, menguak informasi sesungguhnya tentang apa yang terjadi di Sampang, Jawa Timur. Mengingat, umat Islam di Sampang merasa terzalimi oleh pemberitaan di media massa, yang terkesan bias, distorsif, dan memutar balikkan fakta.
“Kami ingin tabayun dari upaya-upaya yang hendak memarginalisasi dan mengkriminalisasi informasi, bahwa penyerang sesungguhnya adalah bukan dari kalangan Sunni, melainkan kelompok Syiah itu sendiri. Dengan agresif kelompok Syiah menggunakan bom  molotov dan ranjau-ranjau yang mereka tanam,” kata KH.  Yunus.

Dalam kesempatan itu, KH. Muhammad Yunus menyampaikan kronologis bentrokan Sunni- Syiah di Sampang pada 26 Agustus 2012 lalu. Ha investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) MUI Provinsi Jatim, sudah disampaikan kepada Polda Jatim. Bukan hanya MUI Jatim, beberapa ormas Islam lain, seperti PWNU Jatim, TPF al Bassra juga menghasilan informasi yang sama. Hanya KONTRAS dan LSM-LSM tertentu yang memojokkan Sunni dan memback up kelompok Syiah.

Kiai Yunus memberitahukan, saat ini fatwa sesat Syiah yang dikelurakan MUI Jatim didukung oleh Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur. GUIB adalah sebuah lembaga yang beranggotakan 52 ormas Islam di Jatim, diantaranya,  PWNU Jatim, PW Muhammadiyah Jatim, Persis Jatim, Hidayatulah, Perhimpunan al- Irsyad Jatim, DDII Jatim, FPI Jatim, HTI Jatim , Persis Jatim, Perti Jatim, HMI Jatim, BKPRMI Jatim, FUI Jatim, Fatayat NU Jatim, Aisyah Jatim, dan Gerakan Pemuda Ansor Jatim dan sebagainya.
“Semoga, ini menjadi inspirasi bagi ormas Islam di Jakarta, dan Indonesia pada umumnya.  Yang jelas, sudah dua kali, GUIB mengeluarkan pernyataan sikap terkait insiden Sampang (2011 dan 2012),” kata Kiai Yunus yang juga Sekjen GUIB Jatim.   

Dikatakan KH. Yunus, MUI Provinsi Jatim sendiri sudah melakukan berbagai upaya untuk menggalang ukhuwah dengan sejumlah ormas Islam di Jatim dari gangguan dan rongrongan, bahaya-bahaya, dan gerakan-gerakan yang dapat menimbulkan disharmoni, khususnya di Jatim.
“Alhamdulillah, seluruh ormas Islam di Jatim kompak. Dari MUI Jatim, PWNU, Muhammadiyah hingga Gubernurnya, punya pandangan yang sama terkait hal-hal yang dapat menggangu keamanan, kerukunan dan disharmoni bangsa. Tentu saja, diharapkan setiap persoalan yang timbul dapat diselesaikan dengan baik.

Melanggar Kesepakatan
KH. Muhammad Yunus menginformasikan, sebelum terjadi insiden Sampang Jilid II, sejumlah ormas Islam, pemerintah dan pihak-pihak terkait telah membuat kesepakatan bersama untuk merumuskan Peraturan Gubernur sebagai parameter untuk mengukur sebuah aliran keagamaan itu sesat atau tidak. Lalu keluarlah Pergub No 55 tahun 2012.
“Mulanya, pembahasan tidak begitu mulus. Konsep yang diusulkan MUI Jatim, PWNU, dan PW Muhammadiyah Jatim tiba-tiba dipreteli, entah siapa yang berada dibalik itu semua. Dari usulan Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat menjadi Pengawasan Kegiatan Keagamaan dan Aliran Sesat. Kami pun protes atas perubahan konsep itu,” tukas KH. Yunus.

MUI Jatim, PWNU dan PW Muhammadiyah Jatim tidak setuju, jika kegiatan keagamaan akan diawasi oleh pemerintah. Jika itu dilakukan, maka banyak  aktivis dakwah yang akan diawasi. Setelah rapat tiga kali, pembahasan pun deadlock alis tidak ketemu.
Lalu utusan MUI Jatim (3 orang) menghadap Gubernur Jatim untuk menyampaikan kerisauan perubahan konsep itu. Gayung pun bersambut, Gubernur Jatim menyatakan, ada pihak yang salah menerjemahkan kebijakan Gubernur. Alhasil, Gubernur Jatim mengeluakan Pergub No. 55 tahun 2012 sesuai yang dirumuskan MUI Jatim. Namun  disayangkan, Pergub tersebut, ketika itu belum tersosialisasi oleh media, sampai terjadi kasus Sampang Jilid II.

Yang pasti, seluruh walikota Jatim sudah mengantongi Pergub No.55 Tahun 2012. Pada Pasal 4 dan 5 misalnya, ada point penting yang bersisi: Setiap kegiatan keagamaan dilarang berisi hasutan , penodaan, penghinaan, penasfiran yang menyimpang dari pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia,  sehingga menganggu ketentraman dan ketertibam masyarakat.
“Tapi, apa yang terjadi. Setiap hari, orang syiah menghujat sahabat Rasulullah Saw,” kata Sekretaris MUI Jatim.  

Dalam pasal itu juga dijelaskan, setiap orang (Syiah) dilarang menyebarkan luaskan paham Syiah, dan membantu ikut menyebarkan luaskan aliran sesat itu. Untuk itu Pemerintah Daerah setempat harus menghentikan kegiatan mereka.

Perlu digarisbawahi, suatu aliran dikategorikan sesat bila terpenuhi kriteria dan pertimbangan dari MUI. Sehingga ketika MUI mengeluarkan Fatwa Syiah sesat menyesatkan, maka pemerintah Jatim seharusnya sudah melarang aliran Syiah di seluruh wilayah Jatim.

“Satu hal, pihak Syiah kerap dicitrakan sebagai warga yang minta dibelas kasihan, kaum yang tak berdaya dan terzalimi. Kita semua terkecoh dengan gaya komunikasi mereka yang menggiring masalah ini dengan persoalan HAM. Padahal jelas, sudah sangat jelas, sudah ada peraturan yang melarang aliran Syiah di Jatim,” ujar KH. Yunus. 

source
voaislam/senin17Sep2012