Laman

Sabtu, 01 Desember 2012

HTI: Status Palestina Jadi 'Negara', Penyesatan Politik

Jakarta - Peningkatan status Palestina dari 'entitas' menjadi 'negara' tidak akan membawa perubahan yang nyata bagi Palestina. Status baru ini tidak lebih dari sekedar penyesatan politik yang akan memperpanjang penderitaan rakyat Palestina.

"Pangkal persoalan Palestina sesungguhnya adalah keberadaan 'entitas' zionis Yahudi yang telah menjajah Palestina,mengusir, dan melakukan pembunuhan masal terhadap umat Islam di sana," ungkap Farid Wadjdi kepada arrahmah.com, Sabtu (1/12) melalui surat elektronik.

Menurut Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia tersebut, segala bentuk solusi yang tidak mengarah kepada persoalan pokok ini yaitu mengusir keberadaan penjajah disana, bukanlah solusi yang sejati. "Selain solusi itu, sekedar untuk kepentingan elite politik Arab dan upaya memperpanjang penjajahan Palestina. Sekedar memberikan harapan-harapan palsu lewat perdamaian dan janji kemerdekaan semu," tegas pengamat hubungan internasional tersebut.

Sebagaimana diketahui, Sidang Majelis Umum PBB, Kamis, 30 November 2012 dengan suara mayoritas mensahkan peningkatan status Palestina di PBB dari "kesatuan" jadi "negara non-anggota". Peningkatan status ini menjadi pengakuan simbolis dan tersirat badan dunia itu terhadap negara Palestina.

Pengakuan Palestina menjadi negara merupakan bagian dari langkah usulan Amerika terhadap problem Palestina yaitu adanya dua negara merdeka di Palestina (two state solution). "Telah menjadi kebijakan AS bahwa solusi bagi konflik Israel-Palestina adalah solusi dua negara," tegas George Mitchell (utusan khusus AS untuk Timur Tengah) pada 2009 usai bertemu Presiden Mesir Husni Mubarak seperti dilansir Kompas (21/04/2009).

Solusi ini berarti merupakan pengakuan terhadap keberadaan penjajah Israel di Palestina. Solusi ini bukan hanya merupakan pengkhianatan terhadap umat Islam tapi juga pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena tanah Palestina adalah milik umat Islam, yang dibebaskan oleh Kholifah Umar bin Khattab ra.
"Tidak ada satu pihakpun, baik Hamas ataupun Fatah, ataupun penguasa Arab yang berhak memberikannya kepada penjajah," tegas Farid.

Starategi Barat
Di samping itu, pengakuan Palestina menjadi negara ini juga merupakan bagian dari strategi negara-negara Barat untuk mengangkat popularitas kelompok Fatah yang diwakili oleh Mahmud Abbas. Mengingat  popularitas Abbas semakin menurun.

Sementara itu, Amerika sangat membutuhkan Abbas dan kelompok Fattahnya yang sekuler untuk menjadi operator bagi kepentingan Amerika di Palestina. Lewat Abbas dan Fattahnya, Amerika menawarkan harapan semu yang  tidak berujung.

Tidak hanya itu, istilah negara untuk Palestina pun patut dipertanyakan secara de facto. Mengingat Palestina saat ini sesungguhnya belumlah memiliki kedaulatan penuh layaknya sebagai sebuah negara. "Keamanan belum benar-benar di tangan 'negara' Palestina," tegasnya.

Palestina masih dalam cengkraman penjajah yahudi, yang bisa melakukan apapun sekehendak hatinya dan kapan saja untuk menyerang, menghancurkan, dan melakukan pembantaian terhadap umat Islam Palestina.
Karena itu, bagi Israel, pengakuan negara Palestina, tidak akan memberikan pengaruh apapun, karena tidak mengancam eksistensi mereka sebagai penjajah.

Bahkan kalaupun Palestina menjadi anggota tetap PBB, Israel tetap akan aman. Karena di sana ada Amerika Serikat yang menjadi pembela sejatinya dengan  senjata hak veto. "PBB tetap saja lembaga impoten yang tidak bisa melakukan apa-apa kalau berhubungan dengan kepentingan Amerika dan negara-negara pemilik hak veto lainnya," beber Farid.

Dan Israel sangat menyadari hal ini. Harian Yedioth Ahronoth (30/11) meremehkan pengakuan status negara Palestina dengan menyatakan : "Majelis Umum PBB, sebuah badan impoten tanpa otoritas apapun, mengeluarkan resolusi konyol dan benar-benar tidak logis yang memberikan status pengamat ke negara yang bahkan tidak ada – dan tidak akan pernah ada kecuali mencapai kesepakatan dengan Israel. Bukan dengan PBB. Dengan Israel. Tanpa persetujuan Israel tidak ada negara Palestina, terlepas dari berapa banyak negara mendukungnya di Majelis Umum."

Di akhir suratnya, Farid menegaskan, satu-satunya yang mengancam eksistensi  'entitas' penjajah Israel adalah bersatunya umat Islam di bawah naungan Khilafah yang akan menyerukan jihad fi sabilillah mengusir aggressor ini. Khilafah akan menyatukan negeri-negeri Islam dan menggerakkan  tentara-tentara dari Mesir, Turki, Saudi, Iraq, Pakistan, dan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan Palestina dari penjajahan. "Inilah solusi sejati yang benar-benar akan menyelesaikan persoalan Palestina," pungkasnya.

source 
arrahmah/sabtu,1desember2012

PUSHAMI: Setara Insitute terima dana untuk lakukan operasi Intelijen Asing

JAKARTA  - Menanggapi pernyataan Ketua Badan Pengurus Setara Institute, pada (21/11/2012) di salah satu media online yang mengakui  secara terbuka telah mendapatkan aliran dana dari Asia Foundation yang bersumber dari dana zionis israel. Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI) menilai bahwa Setara Institute  telah menjalankan "operasi intelijen asing" dengan "modus" mengangkat isu intoleransi.

"Salah satunya dilakukan dengan membela aliran sesat Ahmadiyah secara membabi buta, tanpa melihat norma-norma hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," Ungkap Direktur Pencegahan Penistaan Agama dan Anti Diskriminasi PUSHAMI, KL.Pambudi kepada arrahmah.com, melalui rilisnya, Sabtu (1/12) Jakarta.

Seperti diketahui sebelumnya, Ketua Badan Pengurus Setara Intitute, Hendardi menyatakan di media online bahwa "…tidak hanya LSM atau khususnya Setara Institute yang mendapatkan dana dari luar negeri. Pemerintah Indonesia juga mendapat dana dari luar negeri. "Apa salahnya memang? Pemerintah juga mendapat dana dari luar negeri dalam bentuk pinjaman, hibah dan lainnya…" ungkapnya.

Kata Pambudi, "Operasi Intelijen" yang dilakukan oleh Setara Institute dengan menggunakan dana Asing (Zionis Israel) dengan "modus" mengangkat isu intoleransi, hanya menciptakan konflik horizontal dimasyarakat yang akan menimbulkan instabilitas politik di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta merugikan dan menyudutkan umat Islam.

Lanjutnya, "Operasi Intelijen" tersebut, terutama pembelaan membabi buta Setara Institute terhadap aliran sesat Ahmadiyah, merupakan perbuatan menghancurkan sistem yuridiksi di Indonesia.
"Perbuatan Setara telah merusak tatanan Hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tegas Pambudi.

Oleh karena itu, PUSHAMI mendesak kepada POLRI, TNI, PPATK berkoordinasi untuk mengusut aliran dana asing yang telah diterima oleh berbagai LSM terutama Setara Institute tersebut.
"Dan membekukannya demi menjaga kedaulatan dan kedamaian di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ucap Pambudi.

Selain itu, menurut Pambudi, keberpihakan Setara Institute melalui Ketua Badan Pengurusnya Hendardi terhadap dana asing baik berupa hibah, maupun pinjaman asing untuk melakukan "operasi intelijen", merupakan sikap yang anti terhadap kedaulatan dan kemandirian bangsa.
"Pernyataan tersebut justru merupakan pernyataan "broker" yang mengharap keuntungan dengan mengais-ngais recehan dari pihak asing dengan menggadaikan kedaulatan Bangsa," lontarnya.

Terakhir, PUSHAMI Mendesak kepada pemerintah untuk segera membubarkan Setara Institute dan LSM-LSM yang menerima dana Asing untuk melakukan "Operasi Intelijen" baik dengan "modus" isu intoleransi agama, isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
"Karena mereka semua hanya merusak dan menjual anak bangsa yang mayoritas umat Islam," Pungkas Pambudi. 
 
source
arrahmah/sabtu,1desember2012

KH Hasyim Muzadi Geram, Pegiat HAM Bekerja Untuk Asing

Jakarta – Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mengkritik keras aktivis HAM di Indonesia. Pasalnya dalam peristiwa agresi Israel ke Gaza lebih dari sepekan lalu, tak ada sepatah kata atau pernyataan pun dari para penggiat HAM yang mengecam Israel. Apalagi sampai mengatakan Israel sebagai pelanggar HAM berat.

Ia mengatakan, para aktivis HAM di Indonesia hampir tidak mungkin diharapkan untuk mengatakan Israel dan pendukungnya melanggar HAM berat secara internasional. "Mereka, para penggiat HAM Indonesia, pada umumnya lebih suka meneliti bangsanya sendiri dengan tuduhan melanggar HAM berat”.

Mana mungkin Penggiat HAM Indonesia mengutuk aksi kebrutalan Israel? Mereka tentu berpikir ribuan kali untuk mengeluarkan kritikan apalagi kecaman kepada “juragan” penyandang dana yang nantinya malah menggoyang kelangsungan pekerjaan mereka.

Aktivis HAM  biasanya lebih lancar berbicara tentang konflik Sampang, Poso, Cikesik, Ciketing, Cirebon, Solo, Ambon, Papua, Lampung, Aceh, dan yang terakhir membela PKI sebagai korban.

Kiai Hasyim menuturkan, mereka tu mengangkat persoalan bukan untuk mencari penyelesaian dalam nuansa ke-Indonesiaan, tapi hanya mencatat serangkaian insiden untuk kemudian dilaporkan ke luar negeri, agar asing bisa menghukum Indonesia.

"Pekerjaan bisnis HAM semacam ini tentu tidak berguna untuk Indonesia dan juga tidak terpuji. Apalagi kalau berdasarkan program paket bantuan asing, tentu pekerjaan memalukan," tandasnya.  

Oleh karena itu, para aktivis HAM ini hampir tidak mungkin diharapkan untuk memperjuangkan HAM di kancah internasional. “Hampir tidak mungkin diharapkan untuk mengatakan Israel atau pendukungnya melanggar HAM berat secara internasional," kata Kiai Hasyim Muzadi, Jumat (23/11/2012).

Selain itu Kiai Hasyim juga menanggapi agresi yang dilakukan oleh Zionis Israel di gaza. Menurutnya Israel tidak akan mempan dikutuk karena mereka sesungguhnya hanya tahu kepentingannya sendiri. Yang terpenting adalah persatuan fatah dan hamas.

“Yang diperlukan sebenarnya pertama kali adalah persatuan fatah dan hamas yang selama ini terus  diadu domba habis-habisan oleh Israel. Kemudian perlu kesadaran negara arab yang melingkunginya dalam membantu patestina dg sungguh dan jujur. Karena sampai hari ini setiap negara Arab/ Islam diserang agresor, selalu saja berpangkalan di salah satu negara islam sendiri”, lanjutnya.

Menurutnya, liga arab tampak lebih membantu kepentingan barat daripada bangsa rasnya sendiri. PBB pun selalu tumpul ketika israel melanggam ham internasional, Sangat berbeda kalau yang "dituduh" melanggar ham itu adalah negara islam yang tidak disuka oleh Zionis, langsung dihukum dan diserbu . Dan "penyerbuan" itupun atas nama hak asasi manusia. 

Karena itu, kata KH Hasyim Muzadi, kaum Muslimin di Indonesia sudah saatnya merapatkan barisan. Tidak boleh ada lagi lembaga Islam atau "yang keislam-islaman" terpengaruh terhadap program intervensi pemikiran ini hanya karena ingin disebut intelek atau berwawasan global.
"Waspadalah kaum Muslimin dan Bangsa Indonesia terhadap HAM yang westernis dan neokomunis," pungkasnya.

source
voaislam/jum'at,30nov2012
 

PUSHAMI: Kirim Densus 88, Tangkap Separatis Teroris OPM di Papua

JAKARTA – Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI) mendesak Pemerintah untuk segera mengirim Densus 88 Anti Teror dan seluruh kelengkapannya untuk melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap gerombolan “Separatis Teroris" yang telah berulang kali melakukan teror di bumi Nuu Waar (Papua).

Demikian press release Direktorat Kontra Teroris dan Kontra Separatisme PUSHAMI,  M. Yusuf  Sembiring SH.MH. yang diterima VoA-Islam (29/11), menyikapi penyerangan oleh gerombolan “Separatis Teroris” di Polsek Pirime,  Polres Jayapura, Nuu Waar (Papua).

Seperti diberitakan media massa, penyerangan terhadap Polsek Pirime Polres Jayapura, Papua dilakukan oleh sekitar 50 (lima puluh) gerombolan "Separatis Teroris" bersenjata lengkap telah mengakibatkan Kapolsek bersama dua orang anggotanya tewas di TKP. Ipda Rofli Taku Besi (Kapolsek Pirime) tewas didalam ruangan Kapolsek, Brigpol Jefri Rumkorem tewas di bawah tiang bendera depan Polsek dan Briptu Daniel Makukar tewas di belakang Polsek, sedangkan korban Briptu M. Gozali berhasil menyelamatkan diri dengan membawa 1 pucuk senpi laras panjang jenis mouser.

Gerombolan "Separatis Teroris" itu kemudian menerobos masuk ke dalam Polsek mengambil 1 pucuk senpi genggam revolver S & W No Reg. 11D3814, 1 pucuk senpi laras panjang jenis AR 15 no. Reg. ND001237 dan 1 pucuk senpi laras panjang jenis SS1 V5 no. Reg 99001258. Setelah berhasil merampas senjata, gerombolan "Separatis Teroris" kemudian membakar bangunan Polsek.

Tidak hanya membunuh, setelah merampok senjata di Polsek Pirime gerombolan "Separatis Teroris" ini juga sempat melakukan perlawanan kontak tembak dengan anggota dari Mapolsek Polsek Tiom.
Pernyataan Sikap PUSHAMI
PUSHAMI mendesak dan mendukung pemerintah Indonesia segera menetapkan ke PBB bahwa gerombolan  OPM dan RMS sebagai organisasi gerombolan "Separatis Teroris" yang mengancam keutuhan NKRI.
Mendesak kepada pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) segera menetapkan gerombolan  OPM dan RMS dan seluruh simpatisan, penyandang dana, LSM pendukungnya sebagai  organisasi yang mengancam keutuhan NKRI.

PUSHAMI juga endesak PPATK bersama dengan TNI, POLRI dan BNPT untuk menelusuri dan membekukan aliran dana organisasi gerombolan "Separatis Teroris" seperti OPM dan RMS dan LSM Pendukungnya.

PUSHAMI menyatakan menentang, menuntut dan mengkritik keras keseriusan pemerintah yang “Tebang Pilih” dalam menyelesaikan berbagai tindakan terror yang dilakukan gerombolan  OPM dan RMS. Padahal gerombolan "Separatis Teroris" menurut catatan PUSHAMI dari 2009 hingga pertengahan 2012 terus terjadi. OPM di NUU WAR (Papua) banyak menelan korban 41 orang, baik sipil maupun aparat keamanan. Dan 2011-2012, korban warga sipil mencapai 26 orang dan aparat 14 orang. Jika dibiarkan terus menerus bahkan bisa melampaui korban bom yang terjadi di Indonesia.

PUSHAMI menolak dan mengutuk keras segela bentuk stigmanisasi teroris terhadap Umat Islam, Ormas Islam dan simbol – simbol agama Islam (penerapan syariat Islam, Khilafah Islamiyah, Daulah Islamiyah dll).

Sekilas PUSHAMI
Bertepatan dengan pergantian tahun baru Islam, 1 Muharam 1434 H, para tokoh ormas Islam di Indonesia mendeklarasikan Pusat HAM Islam Indonesia (PusHAMI) atau Indonesian Islamic Human Right Commission (IIHRC).

Bertempat di Masjid Jami’ Al-Ishlah, Jl. Petamburan III, Jakarta Pusat, sejumlah dewan pendiri PusHAMI menghadiri deklarasi tersebut, diantaranya; Habib Muhammad Rizieq Syihab (FPI), KH. Muhammad al Khaththath (Sekjen FUI), Ustadz Bachtiar Nasir (Sekjen MIUMI), Ustadz Mudzakir (FPI Solo), H. Chep Hernawan (Garis), Munarman (FPI), Muhammad Hariadi Nasution alias Ombat (LBH Muslim) dan lain-lain.

PusHAMI sendiri memiliki visi “Terwujudnya perlidungan dan penegakan HAM umat Islam di Indonesia.” Adapun 
misi dari PusHAMI adalah;  
Pertama, medefinisikan ulang HAM menurut umat Islam di Indonesia dengan perpektif syariat Islam. Kedua, Memberikan Advokasi (lobi dan audiensi ke lembaga-lembaga publik)untuk terwujudnya perlindungan dan penegakkan HAM di Indonesia.  
Ketiga, Menjadikan Umat Islam berwibawa baik ditingkat nasional maupun ditingkat international dengan Syariat Islam.

source
voaislam/jum'at,30nov2012

Bahaya Islam Liberal, Pemurtadan Berlabel Islam [1]

Islam Liberal adalah kemasan baru dari kelompok lama yang orang-orangnya dikenal nyeleneh. Kelompok nyeleneh itu setelah berhasil memposisikan orang-orangnya dalam jajaran yang mereka sebut pembaharu atau modernis, kemudian melangkah lagi dengan kemasan barunya, Islam liberal.
Salah satu dari sekian banyak kelompok liberal di Indonesia ada yang menamakan diri JIL –Jaringan Islam Liberal.

Sebagai gambaran betapa banyaknya lembaga Islam liberal, ada 44 lembaga yang pernah didanai lembaga kafir Amerika, TAF -The Asia Foundation. (Lihat buku Hartono Ahmad Jaiz, Jejak Tokoh Islam dalam Kristenisasi, Darul Falah, Jakarta, 2004). Kemudian di antara pentolan-pentolannya ada yang menghalalkan homosex seperti Musdah Mulia, dan membela aliran sesat Ahmadiyah seperti Azyumardi Azra, namun justru mereka ini kemudian dimasukkan dalam buku 500 Tokoh Islam yang Berpengaruh di Dunia, terbitan Amman Yordan. (Lihat http://nahimunkar.com/18626/buku-500-muslim-berpengaruh-di-dunia-dari-penghalal-homosex-sampai-pentolan-aliran-sesat/).

Kalau boleh diibaratkan secara gampangnya, lembaga-lembaga liberal seperti JIL, Paramadina dan semacamnya itu adalah semacam pedagang kaki lima atau kios-kios kecil yang jualan Islam liberal. Sedang perguruan tinggi Islam negeri se-Indonesia di bawah Depag, kini Kemenag (Kementerian Agama) itu telah difungsikan ibarat toko-toko resmi untuk jualan Islam liberal alias pemurtadan. Itu setelah mereka “kulakan faham kekafiran” dengan cara intensif menyekolahkan dosen-dosen IAIN se-Indonesia ke perguruan tinggi kafir di negeri-negeri Barat, Amerika, Eropa, Australia dan sebagainya. Mereka belajar atas nama studi Islam tapi ke negeri-negeri kafir.

Kemudian hasil “kulakan faham kekafiran” itu dijual di toko-toko resmi yang ujudnya IAIN, UIN, STAIN dan semacamnya yakni perguruan tinggi Islam se-Indonesia. Karena jualannya sudah berganti dengan “faham kekafiran hasil kulakan dari negeri-negeri kafir”, maka untuk memuluskannya, diubahlah kurikulum IAIN se-Indonesia oleh Harun Nasution, dari kulrikulum Ahlus Sunnah diganti jadi kurikulum Mu’tazilah (aliran sesat) yang dia sebut rasionalis. Itu untuk mengubah dari metode memahami Islam pakai metode yang sehrusnya yakni ilmu Islam itu sendiri, diganti dengan memahami Islam pakai sosiologi agama ala Barat, yang memandang agama hanya sekadar fenomena social.

Memang Harun Nasution kulakan sosiologi ala Barat itu dari Universitas Amerika di Kairo lulus BA jurusan Sosiologi tahun 1952. Kemudian kulakan ilmu lainnya dari negeri kafir pula di McGill University di Kanada. (Dia bisa ke sana karena dimasukkan oleh Prof HM Rasjidi, namun belakangan beliau sangat menyesali setelah kelakuan Harun Nasution bukan membela Islam tetapi malah sebaliknya itu).

Ada dua jalur yang ditempuh. 
Jalur pertama, Depag (kini Kemenag) mengirimkan secara besar-besaran dosen-dosen IAIN se-Indonesia untuk “kulakan faham kekafiran atas nama studi Islam” ke negeri-negeri kafir di Barat sejak 1975, dan paling intensip zaman Menteri Agama Munawir Sjadzali dua periode 1983-1992). 
Jalur kedua, Harun Nasution (ditugasi?) mengubah kurikulum dari Ahlus Sunnah diubah jadi Mu’tazilah (aliran sesat). Sehingga para dosen yang sudah pulang dari “kulakan faham kekafiran dari Barat” itu tinggal jualan “faham kekafirannya” ke seluruh perguruan tinggi Islam se-Indonesia di mana mereka bertugas kembali. Hingga timbul pendapat yang aneh-aneh. Misalnya, kata Nurcholish Madjid: Iblis kelak masuk surga dan surganya tertinggi, karena tidak mau sujud kepada Adam.
Astaghfirullah… Iblis itu jelas Allah katakan membangkang dan sombong, dan dia termasuk orang-orang yang kafir. Mana ada orang kafir masuk surga?!

Juga pendapat Atho’ Muzhar, bahwa masjidil Aqsha yang di dalam Al-Qur’an Surat Al-Israa’ itu bukan di Baitul Maqdis Palestina tetapi di baitul makmur di langit.
Pendapat itu saya (Hartono Ahmad Jaiz) kemukakan kepada Syaikh Rajab tahun 1993 dalam Konferensi Mujamma’ Fiqh Islam di Brunei Darussalam yang didampingi Syaikh Khayyath mantan Menteri Agama Yordan. Maka Syaikh Rajab terheran-heran dan berkata: “Saya kan imam Masjidil Aqsha di Palestina.”

Demikianlah di antara kesesatan mereka. Namun atas rekayasa Depag dan Harun Nasution (dulu Rektor IAIN Jakarta) itu maka mulus lah penjajaan pluralisme agama alias kemusyrikan baru di perguruan tinggi Islam se-Indonesia.  Maka tidak mengherankan, kemudian muncul reaksi, di antaranya ada buku yang menyoroti tajam pemurtadan secara lembaga resmi itu yakni tulisan Hartono Ahmad Jaiz dengan judul Ada Pemurtadan di IAIN terbit tahun 2005, maksudnya ya perguruan tinggi Islam seluruh Indonesia. Juga buku Adian Husaini, berjudul Hegemoni… Bahkan kini Kemenag disinyalir sudah aktif memurtadkan lewat jalur tingkat sekolah SD, SMP dan SMA dengan memasukkan pendidikan multikulturalisme (bahayanya sama dengan pluralisme agama atau Islam liberal) pada PAI (Pendidikan Agama Islam). Yang cukup mencenangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” http://nahimunkar.com/17291/multikulturalisme-sama-bahayanya-dengan-pluralisme/

Jadi jangan sampai Ummat Islam kini menganggap bahwa pemurtadan yang dilancarkan Islam liberal sudah sepi. Bukan sepi, tetapi justru sudah masuk secara intensip lewat jalur-jalur resmi yakni perguruan tinggi Islam se-Indonesia. Di samping itu Kemenag juga mengirimkan misionaris-misionaris yang bermuatan sesatnya dan bekerjasama dengan lembaga lainnya. Seperti yang baru-baru ini diterjunkan, 30 Dai “Rahmatan” Kemenag dinilai mengusung faham bahaya: pluralisme agama http://nahimunkar.com/18387/30-dai-rahmatan-kemenag-dinilai-menguasung-faham-bahaya-pluralisme-agama/

Dan itu tidak kurang berbahayanya dibanding pemurtadan yang telah dikenal yakni kristenisasi.

Oleh: Hartono Ahmad Jaiz

source

voaislam/Jum'at, 30 Nov 2012

 

 


MIUMI: Ulil bukan ahli agama

JAKARTA - Pendapat tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla yang menyatakan bahwa Syiah dan Ahmadiyah bukanlah penodaan agama merupakan pendapat yang tidak benar.

Demikian disampaikan oleh Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ustadz Fahmi Salim kepada arrahmah.com, Senin, (26/11) Jakarta.
"Ulil jelas salah dan berulangkali salah, karena dia bukan ahli agama," Katanya

Anggota Komisi Fatwa dan Pengkajian MUI Pusat ini menjelaskan, bahwa Ahmadiyah merupakan aliran yang sudah jelas berada di luar Islam sesuai kesepakatan majami' ilmiyah internasional seperti OKI dan Rabithah Alam Islami serta Fatwa MUI tahun 2008. Sehingga tidak boleh menggunakan nama Islam dan segala atributnya. "Jika melanggar itu jelas suatu penodaan agama yang sah," tutur Ustadz Fahmi

Sementara itu, menurutnya Syi'ah imamiyah atau Rafidhah juga sudah jelas kesesatannya meskipun umat Islam tidak mengkafirkan mereka secara general. Keyakinan Syiah seperti tahrif Alquran (adanya perubahan dalam al Qur'an), kemaksuman Imam (Imam terbebas dari dosa), caci-makian dan pengkafiran terhadap sahabat Nabi jelas bentuk kesesatan dan penodaan agama.

Siapapun orangnya, lanjut Ustadz Fahmi,  hatta yang tidak berakidah Syiah Imamiyah/Rafidhah sekalipun. Namun, jika ia meyakini tahrif Qur'an, maka dia murtad I'tiqadi dan jika meyakini takfir sahabat/tadhlilu salafill ummah maka dengan sendirinya ia kafir seperti fatwa para ulama empat mazhab sunni dalam kitab al Fatawa al Hindiyyah karya Syaikh Nizham, Raudhatu Thalibin karya Imam Nawawi asy Syafi'i, Mughnil Muhtaj karya Imam Syirbini asy Syafi'i, al Qadhi Iyadh al Maliki dalam kitab As Syifa bi Ta'rif Huquq al Musthafa, dan Syaikh Ibnu Taymiah dalam as Shorim al Maslul.

Juga yang lebih awal dari mereka yaitu, Imam Abu Ja'far Atthahawi (w.321 H) dalam Aqidah Thahawiyah yang menjelaskan konsekuensi mencintai dan membenci Sahabat Nabi.
"Mencintai Sahabat adalah iman, agama dan ihsan. Membenci mereka adalah kekufuran, nifaq dan sikap melampaui batas," tutur Ustadz Fahmi Salim sembari mengutip kitab tersebut.
 
Sebagaimana diberitakan, Ulil mengklaim bahwa keberadaan Syiah dan Ahmadiyah bukanlah penodaan bagi agama Islam, dua aliran sesat tersebut hanyalah fenomena perbedaan tafsir, Ia baru mengakui penodaan agama jika berbentuk menyebarkan kebencian kepada ajaran lain (Hate speech).
 
source
arrahmah/senin,26november2012