Laman

Minggu, 23 September 2012

Diam Menyikapi Penghinaan Nabi adalah Setan Bisu!

JAKARTA - Menyikapi penghinaan terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang terus menerus terjadi akhi-akhir ini, ustadz Fauzan Al-Anshari menyatakan bahwa tidak tepat jika harus dihadapi dengan kata sabar.

Menurutnya, perintah bersabar tatkala Rasulullah itu dilecehkan sudah dimansukh sebab hal itu terjadi saat periode Mekah sebelum turunnya ayat-ayat perintah jihad.

“Jangan pakai kata-kata sabar lagi, sabar itu ketika di Mekah, sudah dimansukh. Jadi ketika Rasulullah dibilang sahirun majnun (tukang sihir gila, red.) kan belum turun ayat jihad. 
Tapi sekarang ayat jihad itu sudah sempurna, sehingga bagi pencaci Rasul seperti yang terjadi pada Ka’ab bin Al Asyraf di zaman Rasul dan sahabat itu harus dengan ightiyal,” tuturnya kepada voa-islam.com, Jum’at (21/9/2012).
...Menyikapi penghinaan terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang terus menerus terjadi akhi-akhir ini, ustadz Fauzan Al-Anshari menyatakan bahwa tidak tepat jika harus dihadapi dengan kata sabar.
Ia menilai ightiyal (membunuh diam-diam) bagi penghinan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah solusi tepat dan terkandung hikmah syar’iyah di dalamnya.
“Kenapa ightiyal? Sebab pelakunya seorang, bukan negara, ini juga untuk meminimalkan dampak, jangan sampai kaumnya itu ikut membela dia. Tentutnya pelaku ightiyal ini adalah harus pasukan khusus yang memiliki kemampuan yang baik,” ungkap aktivis Masyarakat Peduli Syariah (MPS) ini.

Ia menambahkan bagi kaum Muslimin yang memilik kemampuan silahkan melakukan sunnah ightiyal tersebut bagi para penghina Nabi.
...Adapun kita yang mendengar dan menyaksikan Sam Bacile sebagai setan yang berbicara, jika kita diam maka diamnya kita adalah seperti setan bisu.
Namun, bagi yang belum memiliki kemampuan minimal secara lisan umat Islam harus bersuara membela Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa Sallam dari penghinaan.

“Adapun kita yang mendengar dan menyaksikan Sam Bacile sebagai setan yang berbicara, jika kita diam maka diamnya kita adalah seperti setan bisu. Maka minimal lisan kita bersuara, dimana? Di tempat-tempat yang kita nilai sebagai pendukung atau pelindung Sam Bacile seperti Kedubes Amerika Serikat. Kenapa kita bilang mereka mendukung? Karena tidak mengambil langkah apa pun. Demikian juga sekarang pelecehan Nabi di Perancis yang baru-baru ini,” imbuhnya.
 
Untuk diketahui pelecehan terhadap Nabi Muhammad kembali terjadi. Setelah sebelumnya Sam Bacile membuat film berjudul “Innocence of Muslim” dengan menggambarkan Nabi Muhammad sebagai orang yang haus seks dan pengidap pedofilia, kali ini hinaan datang lagi dengan terbitnya sebuah majalah Perancis mingguan, Charlie Hebdo yang memuat kartun Nabi Muhammad. Bahkan redaktur majalah tersebut berjanji akan terus mengolok-olok Nabi Muhammad hingga suatu saat menjadi suatu yang lumrah seperti diolok-oloknya Yesus atau Paus. 

source
voaislam/sabtu,22sep2012

BNPT Gelar "Operasi Senyap Deradikalisasi" di Solo

SOLO  - Badan Nasonal Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada hari Rabu pagi (19/9/2012) sampai Kamis sore (20/9/2012), diam-dima mengadakan sebuah seminar Deradikalisasi bertemakan “Workshop Kurikulum Pendidikan Agama” di kota Solo.

Menurut salah seorang peserta, acara yang berlangsung di hotel Best Western Premier jalan Slamet Riyadi Solo itu dihadiri sekitar 50 peserta dari 24 instansi pendidikan negeri yang ada di kota Solo dan sekitarnya.

Workshop tersebut bisa dikatakan sebagai “Operasi Senyap Deradikalisasi BNPT” karena dilaksanakan secara diam-diam dan hampir tak diketahui para aktivis Islam di Solo.

Selain itu ada beberapa kejanggalan seolah acara tersebut begitu dirahasiakan, diantaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) kota Surakarta yang merupakan lembaga pemerintah sama sekali tak tahu apalagi diberi undangan dalam acara tersebut. Padahal sudah BNPT selayaknya mengundang mereka.

Kemudian, dari informasi awal yang diterima bahwa acar tersebut akan diadakan di Hotel Kartika Sari sebelah barat Universitas Negeri Solo (UNS) dengan menghadirkan Ulil Abshar Abdalla sebagai pembicara. Akan tetapi karena adanya penolakan dari sejumlah elemen Islam, akhirnya pihak hotel tidak berani mengadakan acara BNPT dan IAIN Solo.  
Ustadz Choirul RS. Ketua DPW Front Pembela Islam (FPI) Solo Kamis pagi (20/9/2012) membenarkan hal tersebut.
“Iya memang betul. Kemarin (Rabu, 19/9/2012) pagi sebelum acara itu akan dilangsung, kita sudah kontak Kapolsreta dan Kapolda. Jika acara Ulil jadi datang dan acara tersebut tetap berjalan, saya tidak bertanggung jawab bila ada apa-apa. Ulil dan kawan-kawannya ini sudah menghina Islam. Ini ada apa Ulil dengan BNPT?”, ucap Ustadz Choirul saat dihubungi voa-islam.com.

Mendegar acara BNPT ternyata masih berjalan di tempat lain, ustadz Choirul pun geram. “Oh, masih berjalan tho? Kemarin berarti kita dipermainkan,” tuturnya geram.

Pagi itu, para wartawan dari sejumlah media Islam yang pada hari Kamis pagi tersebut juga tidak boleh masuk. Mereka kemudian menunggu didepan hotel Best Western tepatnya didepan kantor BCA Gladag atau sebelah barat bundaran Gladag Solo sambil berbincang-bincang antara satu dengan yang lainnya.
Salah seorang wartawan sempat menghubungi H. Abdul Matin Salman, salah seorang Dosen di Fakultas ushuluddin IAIN solo yang disinyalir sebagai ketua panitia. Namun ketika dihubungi ia mengelak jika ada pertemuan ataupun acara pada hari Rabu hingga Kamis pagi.

Namun demikian, wartawan voa-islam.com tetap berusaha masuk dan benar saja, acara tersebut ternyata dihadiri oleh Kepala BNPT, Ansyaad Mbai.
Dalam acara yang ternyata dimajukan menjadi pukul 07.30 WIB itu Ansyaad Mbai memberikan sambutannya selama 10 menit mulai pukul 08.00 WIB.
“Tadi sebetulnya undangan yang saya peroleh itu jam 07.30 mas, tapi jam 08.00 pak Ansyad baru ngasih sambutan”, ujar salah satu undangan dari petugas Polresta Solo yang dapat kami mintai keterangannya.

Dalam penutupan sambutannya, Ansyaad Mbai Mengatakan bahwa masyarakat harus kembali kepada Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Karena itu, siapa saja yang mencoba merongrong Pancasila, maka dia adalah musuh negara.
“Dengan ini, acara Workshop Kurikulum Pendidikan Agama pada hari ini resmi saya buka (sambil mengetukkan jarinya ke mimbar sebanyak 5 kali, red.). Iya kan, 5 kali kan? Kan dasar negara kita itu Pancasila. Makanya kita harus kembali kepada Pancasila”, ujar Ansyaad Mbai yang kemudian langsung meninggalkan tempat acara.

Ketika para peserta hendak coffe break, maka wartawan voa-islam.com berusaha mengambil gambar.  Tapi saat itu pula petugas menghampiri dan mengusir.
Dari luar nampak penjagaan di hotel Best Western sangat ketat sekali karena pengamanannya ada yang dari TNI dan kepolisian yang bersenjata lengkap.
Sementara tamu undangan ada yang berasal dari Polresta Solo, Kodim, Korem, Kopassus, Muspida Pemkot Solo dan sekitarnya. 
 
source
voaislam/jum'at,21sep2012 

Komnas HAM: Densus 88 & BNPT Melanggar HAM, Harus Dibubarkan!!

JAKARTA- Para tersangka kasus ‘terorisme’ kerap mendapatkan perlakuan zalim, diantaranya untuk memilih kuasa hukum saja mereka ditekan dan dipaksa untuk menggunakan kuasa hukum yang disediakan pihak kepolisian serta dilarang menggunakan Tim Pengacara Muslim (TPM).

“Setiap tersangka atau terdakwa itu punya hak asasi, salah satu hak asasi yang harus dihormati oleh Densus itu adalah hak untuk menentukan sendiri siapa kuasa hukum yang akan menjadi pembelanya. Sebab itu diatur dalam KUHAP, di undang-undang Densus tidak ada itu bahwa mereka boleh mengatur siapa kuasa hukum terdakwa, itu zalim namanya. 

Makanya menurut saya Densus 88 itu sudah perlu dikoreksi,” kata Komisioner Komnas HAM, Saharuddin Daming, SH, MH kepada voa-islam.com, Ahad (16/9/2012).
...Faktanya sangat terasa phobia Islam itu tinggi sekali dalam operasi Densus 88. Maka saya katakan, Densus itu tidak lagi pemberantasan terorisme tapi pemberantasan kelompok-kelompok Islam
Gerah dengan sikap Densus 88 yang kerap bertindak melanggar HAM, Saharuddin Daming pun menyoroti bantuan asing yang mempengaruhi  kinerja Densus 88 yang terkesan Islamopobhia dalam operasinya.
“Sekarang kita tahu Densus itu sudah menerima banyak sekali tunjangan. Maka saya pertanyakan, masih murni tidak itu sebagai tujuan bangsa? Jangan-jangan itu adalah kepentingan asing. Faktanya sangat terasa phobia Islam itu tinggi sekali dalam operasi Densus 88. Maka saya katakan, Densus itu tidak lagi pemberantasan terorisme tapi pemberantasan kelompok-kelompok Islam,” ujar pria asal pare-pare Sulsel ini.
...Islamophobia telah merasuk dalam operasi Densus, sekarang itu saya termasuk orang yang ingin mengatakan perlunya Densus itu segera dibubarkan
Oleh sebab itu, menyikapi kinerja Densus 88 dan BNPT yang kerap melanggar HAM dan islamophobia tersebut, anggota Komisioner Komnas HAM Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan, Dr. Saharuddin Daming, Sh, MH mendukung perlunya Densus 88 untuk segera dibubarkan.
 
“Islamophobia telah merasuk dalam operasi Densus, sekarang itu saya termasuk orang yang ingin mengatakan perlunya Densus itu segera dibubarkan, bukan lagi ditinjau kembali tetapi harus dibubarkan. BNPT juga harus dibubarkan karena sudah terlalu jauh melampaui batas-batas kewenangan sebagai sebuah lembaga untuk menegakan hukum. Bagaimana mungkin menegakkan hukum kalau mereka sendiri dalam operasinya melanggar hukum, melanggar HAM? “ tegasnya.

source
voaislam/jum'at,21sep2012

Undang-Undang Terorisme Melanggar HAM dan Menjadi Terorisme Baru

JAKARTA - Komisioner Komnas HAM, Dr. Saharuddin Daming, SH, MH mengatakan sejumlah laporan korban kekerasan Densus 88 yang pernah disampaikan FUI ke Komnas HAM 2 tahun lalu, sudah dinyatakan terindikasi pelanggaran HAM berat dan harus ditingkatkan menjadi penyelidikan pro justisia oleh Komnas HAM.     


“Kasus itu sudah kami lakukan investigasi dan sudah selesai hasilnya kita sudah bahas di paripurna bahwa ada indikasi pelanggaran HAM berat. Sesuai dengan kewenangan Undang-Undang No. 26 tahun 2000 yang menjadi landasan hukum Komnas HAM, maka itu harus ditingkatkan lagi menjadi penyelidikan pro justisia,” ujarnya kepada voa-islam.com, Ahad (16/9/2012).


Namun, habisnya masa jabatan sempat menghambat penyelidikan pro justisia, untuk ia berharap pada komisioner mendatang bisa melanjutkan proses tersebut.

“Nah, sayang sekali pada saat kami mau mengangkat itu untuk penyelidikan pro justisia sesuai UU no. 26 tahun 2000 masa jabatan kami sudah habis masa berlakunya, sehingga apa boleh buat itu menjadi tugas bagi komisioner berikutnya. Makanya kita dorong nanti komisioner berikutnya agar mengkuti jejak kami berani untuk melakukan pengusutan atas korban Densus 88,” kata pria tuna netra pertama yang meraih gelar doktor di bidang hukum dari UNHAS, Makasar ini.
...Jadi kalau sudah seperti itu maka saya anggap undang-undang ini melebihi terorisme baru, jangan-jangan Densus ini merupakan teroris baru karena dia leluasa untuk menafsirkan sendiri apa yang menjadi kewenangannya

Selain itu, Saharuddin Daming juga menyoroti Pasal 28 UU no. 15 tahun 2003 yang berbunyi; penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk paling lama 7x24 (tujuh kali dua puluh empat) jam.

Menurutnya undang-undang tersebut harus direvisi karena bertentangan dengan prinsip-prinsip umum. “Itu harus direvisi karena dia bertentangan dengan prinsip-prinsip umum suatu kaidah hukum, sebuah kaidah hukum itu harus ada perimbangan, harus ada pengawasan. Persoalannya, kewenangan Densus 88 itu siapa yang mengimbangi? Siapa yang mengawasi? Tidak ada,” tutur pria yang pernah menjadi advokat ini.


Pasal 28 dalam Undang-Undang terorisme tersebut telah memberi keleluasaan Densus 88 untuk melakukan penyiksaan terhadap tersangka terorisme.  Oleh sebab itu Saharuddin Daming justru menganggap Undang-Undang itu melebihi terorisme baru dan zalim.

“Jadi kalau sudah seperti itu maka saya anggap undang-undang ini melebihi terorisme baru, jangan-jangan Densus ini merupakan teroris baru karena dia leluasa untuk menafsirkan sendiri apa yang menjadi kewenangannya. Karena itu menurut saya, undang-undang ini merupakan undang-undang zalim. Dari perspektif hukum dia cacat hukum, dia tidak memiliki dasar hukum sebenarnya,” ungkapnya.
...Yang lebih gila itu pasal 13 nanti katanya seseorang yang bertamu ke rumah kita yang belakangan itu diburu oleh Densus, penerima tamu sendiri bisa juga kena (dijerat)

Lebih parah lagi menurut Daming, adalah pasal 13 dalam  Undang-Undang terorisme yang bisa menjerat seseorang yang menerima tamu jika belakangan si tamu tersebut adalah DPO, meski penerima tamu tak tahu apa-apa.

“Yang lebih gila itu pasal 13 nanti katanya seseorang yang bertamu ke rumah kita yang belakangan itu diburu oleh Densus, penerima tamu sendiri bisa juga kena (dijerat). Menurut saya itu jauh lebih zalim, itu sebuah substansi hukum yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum. Sebab kaidah hukum itu harus; tertib hukum, merupakan bagian dari sistem hukum dan tidak melanggar HAM. Jadi kalau dia melanggar HAM menurut saya peraturan itu harus digugurkan,” imbuhnya.

Untuk diketahui di antara Pasal 13 disisipkan 5 (lima) pasal baru yakni Pasal 13A, Pasal 13B, Pasal 13C, Pasal 13D, dan Pasal 13E yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13A
(1)    Setiap orang yang mengetahui akan terjadinya tindak pidana terorisme tidak melaporkannya kepada pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
(2)    Dalam hal tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) benar-benar terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Pasal 13B
Setiap orang yang dengan sengaja meminta atau meminjam uang dan/atau barang dari organisasi atau kelompok yang diketahui atau patut diduga bertujuan melakukan tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.

Pasal 13C
Setiap orang yang dengan sengaja menjadi pimpinan dan/atau anggota organisasi atau kelompok yang secara nyata bertujuan melakukan tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.

Pasal 13D
Setiap orang yang secara melawan hukum menyelenggarakan dan/atau mengikuti pelatihan paramiliter, merekrut, menampung, atau mengirim seseorang untuk mengikuti pelatihan paramiliter baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang bertujuan melakukan tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 13E
Setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan kebencian atau permusuhan yang menyebabkan terjadinya terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.

source
voaislam/jum'at,21sep2012