Laman

Senin, 30 April 2012

Boediono minta suara azan jangan keras, apa kata masyarakat?

JAKARTA - Wakil Presiden Boediono rupanya mulai risih dengan suara azhan. Apalagi rumah dinasnya di Jalan Diponegoro berseberangan dengan Masjid Sunda Kelapa yang setiap hari mengumandangkan azhan selama lima kali. Merasa tak tahan, Boediono akhirnya 'curhat' di Muktamar Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jumat kemarin (27/4/2012). 
 
Dalam pidatonya, Boediono meminta DMI agar membahas soal pengaturan pengeras suara di masjid. "Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid," ujar Boediono dalam sambutannya pada pembukaan Muktamar VI DMI. 

Boediono beralasan suara azan yang terdengar sayup-sayup jauh terasa lebih menusuk ketimbang suara yang terlalu keras dan menyentak.  "Namun demikian,apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," jelasnya.

Apa tanggapan masyarakat atas celotehan tak bermutu Boediono ini?
"Azan aja bikin dia terganggu. Apalah lagi syariat Islam...", komentar Hendra Madjid, seorang mahasiswa IAIN Antasari, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

"Wapres ogah bangun sholat subuh sih, jadi merasa terganggu", kata seorang bernama Minang di wall komentar Suara Islam Online. 

Varuna, berkomentar, "Gak lama bisa muncul satgas AZAN nih...". Sementara Abu Fida mengatakan, "Abangan ngomong soal AZAN (soal Agama) ya NGAWUR deh !!!". 

Komentar lebih bijak disampaikan Motoyomoto. Dia menulis, "Tak perlulah Wapres ngurus azan dan pengajaran aqidah umat Islam. Wapres urus aja negara ini yang tidak mandiri di bidang politik luar negeri, ekonomi, pangan maupun energi". 

Warga Pasuruan, Jawa Timur, Rochmad Aminuddin, berkomentar lebih keras. Menurut Rochmad, hanya setan yang terganggu dengan suara azan.  

Seorang Warga Negara Indonesia yang tinggal di Beunos Aires, Casanare, Colombia, Husni Attamimi juga berkomentar. Menurutnya, suara azan saat ini mulai akan diatur-atur. Lama kelamaan bisa saja dilarang. 
"Suara azan mulai pelan-pelan diatur. Dan lama kelamaan akhirnya akan dilarang. Subahanallah..... di negeri yang umat Islam yang katanya terbanyak, masih juga azan dianggap mengganggu dan berisik", tulisnya di wall facebook.

Komentar di laman detikcom lebih 'ganas lagi'. Seorang bernama cloudtechsabou  menulis, "Budiono komentar begitu. Karena istrinya kejawen alias tidak menganut agama Islam 100%. Mungkin istrinya nutup kupingnye kalo azan mengumandang. Jadi Pak wapres tidak tega melihat istrinya menderita kepanasan."

Sementara br_jagung, mengatakan, "Begini saja boss. Gereja, Kelenteng dan tempat ibadah lainnya yg non-muslim juga diminta pasang speaker saat pemimpinnya sdg memberikan ceramah agama ke majelisnya. Dicoba 3 bulan kita tunggu apa reaksi masyarakat negeri ini? Biar adil kan?". 

Ridwan Arif juga turut mengkritik Boediono. "Inilah bukti kalau si budiono shalatnya pas hari raya doang! Itu juga karena ada perasaan tidak enak dengan sby. Si budiono ga punya Tuhan kali ya!", tulisnya. 
BOETIX menulis, "Setiap menit.. SUARA KNALPOT MOTOR YANG BIKIN BUDEG KUPING BERSELIWERAN DI JALAN UMUM, tapi sama police KADANGKALA malah di diamkan... padahalan peraturan untuk itu sudah ada..!!! sekarang masalah adzan dengan pengeras suara, yg sudah jelas waktunya malah di permasalahkan... oleh wakil presiden pula... NEGERI MACAM APA ini...???"

Atas pidatonya yang menyakitkan itu, Boediono dianggap bukan saja Neolib dari sisi ekonomi, tetapi juga liberal dalam masalah agama. der_kaizerabout menulis, "Sepanjang sjarah indonesia siapa wapres yg kinerjanya paling kutu kupret?? Jawabnya boediono! Neolibnya tdk hnya maslah ekonomi, tp sdh mulai merasuk k urusan agama! Waspadalah2!"

Itulah sedikit komentar masyarakat. Bagaimana Pak Wapres, akankah pidato menyakitkan itu  dicabut?. 

Kutipan :
Siraaj
SI-online/Arrahmah
Ahad, 29 April 2012 21:49:14


Minggu, 29 April 2012

Pendidikan Agama Islam Dinilai Gagal Bentuk Karakter Siswa

JAKARTA  – Jam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang hanya seminggu sekali dinilai kurang untuk membentuk karakter siswa. Itulah sebabnya Pendidikan Karakter dimasukkan ke dalam semua mata pelajaran. Namun demikian, Maarif Institute menilai Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) kurang berkontribusi terhadap proses penguatan karakter bangsa pada peserta didik.

Menurut Maarif Institute,  salah satu persoalan sosial yang melatar belakangi agenda pendidikan karakter adalah rendahnya wawasan kebangsaan, tumbuh suburnya budaya kekerasan, dan meningkatnya gejala fundamentalisme agama di lingkungan sekolah.

Dalam penelitian Maarif Institute di 50 SMAN di empat kota (Pandeglang, Cianjur, Yogjakarta, dan Surakarta) pada akhir tahun 2011 mendapati Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) kurang berkontribusi terhadap proses penguatan karakter bangsa pada peserta didik. Ada gejala kuat bahwa semangat dan identitas nasionalisme di bawah bayang-bayang identitas dan fanatisme keagamaan.

Dalam kaitan itu, kehadiran materi pengayaan pendidikan karakter untuk mata pelajaran PAI, menurut Maarif Institute, merupakan salah satu jawaban terhadap tantangan wacana pendidikan karakter tersebut.
Materi pengayaan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari “Program Pendidikan Karakter: Mengarusutamakan Nilai-nilai Toleransi, Anti Kekerasan, dan Inklusivitas”. 
Program ini difasilitasi oleh Maarif Institute atas dukungan Kemendikbud, Dina Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang.

Definisi Pendidikan Karakter
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan pendidikan karakter. Kemendiknas – kini Kemendikbud – berkomitmen untuk menerapkan pendidikan karakter secara integratif pada semua mata pelajaran mulai tahun ajaran 2011-2012. Melalui pendidikan karakter, pemerintah berkepentingan untuk mencetak peserta didik yang berakhlak mulia, jujur, kreatif, demokratis dan bertanggungjawab.

Mendiknas Muhammad Nuh mengingatkan agar proses pendidikan karakter di sekolah harus menyentuh nilai-nilai ketuhanan, keelmuan, kebangsaan, dan anti kekerasan. Pihak Kementerian melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan telah melakukan pilot project pendidikan karakter di beberapa provinsi.
Beberapa lembaga non pemerintah juga turut berperan dalam mengkampanyekan wacana dan praktek pendidikan karakter seperti yang dilakukan oleh Heritage Foudation, Yayasan Jati Diri Bangsa, dan Sekolah Plus Muthahari, Bandung.

Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (2010), Kemendikbud telah memberikan penjelasan beberapa kata kunci guna memahami tujuan pendidikan karakter bangsa.
  • Karakter adalah nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terjewantahkan dalam perilaku.
  • Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
  • Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara.
  • Pendidikan karakter tidak semata mengajarkan mana yang baik dan mana yang salah, namun yang terpenting adalah menanamkan kebiasaan tentang mana yang baik, shingga peserta didik menjadi paham (kognitif) mana yang baik dan tidak, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik, dan biasa melakukannya (psikomotorik).
  • Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilakukan secara integratif pada 3 ranah, yaitu kegiatan belajhar mengajar (KBM) pada setiap mata pelajaran, budaya sekolah dalam kehidupan di satuan pendidikan, dan kegiatan ekstra kurikuler.
  • Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada peserta didik adalah nilai universal yang dijunjung tinggi oleh seluruh agama, tradisi, dan budaya. Nilai-nilai ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar berlakang budaya, suku dan agama.
Berdasarkan rumusan Kemendikbud (2010), ada 18 nilai-nilai yang menjadi pilar pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu: religius, toleransi, cinta damai, bersahabat/komunikatif, demokratis, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, gemar membaca, menghargai prestasi, peduli lingkungan, peduli social, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan bertanggungjawab.

Buku Materi Pengayaan Pendidikan Karakter yang disusun tim Maarif Institute, memiliki tematik berdasarkan penerjemahan terhadap kurikulum PAI dalam korelasinya dengan penguatan nilai-nilai terhadap: toleransi, anti kekerasan, dan inklusif/keterbukaan.

Istilah inklusif  biasa dipakai dalam kajian-kajian keislaman dan hubungan antar agama seperti yang dipopolerkan, salahsatunya oleh Alwi Shihab. Adapun karakter inklusif yang ingin dituju buku ini adalah kesediaan peserta didik untuk membuka diri terhadap hal-hal baru yang positif, keaktifan untuk berdialog dengan pihak lain guna mencari kebenaran dan kemaslahatan bersama, dan menenggang kelompok lain untuk menjalankan kewajiban sesuai keyakinan dan agamanya. 


Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Ahad, 29 Apr 2012

Laksanakan Proyek Asing Narcoterrorism, BNPT Pengkhianat Bangsa!

JAKARTA – Propanda narcoterrorism yang dilancarkan Kepala BNPT, Ansyaad Mbai ternyata turut membuat membuat aktivis kemanusiaan, Joserizal Jurnalis geram.

Ia menyatakan bahwa propaganda narcoterrorism yang dilancarkan BNPT tersebut adalah proyek asing. Dengan demikian BNPT telah mengkhianati bangsa ini karena telah menjalankan proyek asing.
“BNPT kurang kerjaan, melaksanakan proyek asing, pengkhianat bangsa!” tegas pendiri organisasi kemanusiaan Mer-C (Medical Emergency Rescue Committe), kepada voa-islam.com, Kamis (26/4/2012).

Ia juga mengungkapkan BNPT turut bertanggung jawab atas proyek adu domba antar umat Islam dan ia mensinyalir adanya pengiriman mahasiswa ke luar negeri dengan biaya gratis sebagai bagian proyek tersebut.
“BNPT juga bertanggung jawab mengadu domba umat Islam diantaranya dengan proyek-proyek pengiriman mahasiswa ke luar negeri,” ungkap alumnus Fakultas Kedokteran UI tersebut.

Selain itu Joserizal juga menyoroti aksi pembunuhan oleh Densus 88 yang tak terbendung seperti di Bali dan Tangerang Selatan baru-baru ini. Menurutnya penanganan terorisme yang dilakukan Densus 88 telah melanggar semua hukum; baik hukum postif apalagi hukum Islam.
“Apa yang dilakukan oleh perang melawan teror itu melanggar semua hukum; asas praduga tak bersalah,” tuturnya.

Relawan kemanusiaan yang sering keluar-masuk daerah konflik ini juga menyampaikan bahwa, para mujahidin yang ditangkap dan dibunuh itulah yang dulu sebenarnya telah berjasa menyelamatkan Maluku dari RMS.
“Saya sudah bilang dulu dengan pak Sutanto (mantan Kapolri) bahwa proyek ini adalah adu domba anak bangsa. Padahal yang menyelamatkan Maluku dari perpecahan, dicaplok oleh masyarakat yang menginginkan Maluku berpisah dari NKRI (RMS) adalah mereka-mereka itu (mujahidin). Saya saksi hidupnya karena saya bersama mereka di lapangan!” pungkasnya.  


Kutipan :
Ahmed Widad / VoA-Islam
Jum'at, 27 Apr 2012

Dewan Masjid Indonesia Tidak Boleh Jadi Corong Propaganda Syiah

JAKARTA  Beberapa kali segelintir oknum DMI bertindak sendiri dalam menjalankan programnya, tanpa arahan dan koordinaasi Ketua Umum DMI. Oknum DMI yang “bermain” di badan-badan otonom dan kerap membantu penyebaran propaganda Syiah tersebut harus ditindak tegas, sehingga tidak menodai perjuangan organsiasi.

 Seperti diketahui, DMI yang berasaskan Islam itu harus steril dari paham Syiah dan sempalan-sempalan keagamaan lainnya. Mengingat DMI punya tanggungjawab besar dalam membina akidah dan moral umat. Masjid yang seharusnya menjadi basis DMI, seyogianya membentengi umat dari paham-paham aliran keagamaan yang menyesatkan.

Seperti diberitakan sebelumnya, oknum di kepengurusan Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) pernah pernah mendeklarasikan Muhsin (Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia) yang berlangsung di Masjid Akbar, Kemayoran, Jakarta, Jum'at (20 Mei 2011) lalu.

Ketua Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia (Muhsin) Daud Poliraja saat menjadi narasumber Seminar Internasional Syiah di Jakarta (11/2) pernah menyebut Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) KH. Tarmidzi Taher belum insaf saat ia diklarifikasi soal dibentuknya Muhsin.
 “Saya diminta klarifikasi oleh Pimpinan Pusat DMI. Saya sudah jelaskan, tapi ternyata masih ada yang belum insaf atau belum puas. Saya ditanya lagi, hai  Daud, sebetulnya apa sih madzhabmu? Sunni atau Syiah? Lalu saya jawab, madzhab saya adalah madzhab akhlakul karimah. Begitu saya jawab seperti itu, Pimpinan Pusat DMI tidak bisa menjawab. Bukankah Nabi Saw diutus dengan akhlakul karimah. Dengan akhlakul karimah, banyak masalah bisa diselesaikan,” kata Daud membangkang.

Bahkan tabloid Jum’at, sebuah media internal milik DMI pernah disusupi propaganda Syiah. Wakil Pemimpin Redaksi Tabloid Jum’at H. Ramlan Marjoned yang juga aktif di DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) Pusat mendapat protes oleh kalangan aktivis Islam, sehubungan dengan isi Tabloid Jum’at yang mendukung Syi’ah.

Sekjen DMI Nasir Zubaidi yang juga anggota MUI , mengaku sudah menyurati Pemred dan Wakil Pemred Tabloid Jumat secara resmi agar tidak menjadikan Syiah sebagai corong di tabloid milik DMI. Bahkan Ketua Umum DMI KH. Tarmidzi Tahir tegas menyatakan penolakannya terhadap Syiah.

Ketua Umum DMI KH. Tarmidzi Tahir kepada Voa-Islam menegaskan, secara akidah, Sunni tidak bisa didekatkan dengan Syiah. Karena sejak awal, lahirnya syiah itu untuk melawan Sunni. Namun secara politis, bisa saja ada jalinan persahabatan antara Syiah dan Sunni.
 “Yang jelas, saya tidak merestui kegiatan deklarasi tersebut. Dan saya juga tidak ikut dan menghadiri acara itu. Bagi saya, orang boleh saja bicara ilmiah untuk membahas paham syiah dan sunni. Tapi upaya untuk menyatukannya rumit. Konflik Sunni-Syiah itu sudah ratusan tahun. Deklarasi kemarin adalah gagasan Jalaludin Rahmat, bukan DMI.  Kang Jalal berupaya untuk mendekatkan Syiah dengan Sunni Indonesia.”
Diakui Tarmizi, sejak Muhsin dideklarasi atas nama Ijabi dan PP DMI, banyak telepon berdering yang ia terima untuk mengkonfirmasi dan menanyakan langsung tentang kebenaran informasi tersebut. Bahka  ada yang protes, kenapa DMI mendukung keberadaan Syiah di Indonesia.

Menurut Tarmizi, syiah itu paham yang sangat keras. Jika melihat performance-nya yang hitam-hitam, itu simbol dari sebuah dendam. Di Iran, Islam Sunni sulit untuk membangun masjid di sana. Itu kenyataan yang tak bisa dipungkiri. “Biarlah keduanya berkembang di dunia. Dalam rangka perdamaian, tak perlu menutup jalan diplomasi dengan menggunakan pendekatan politis, bukan akidah,” jelasnya.

Tarmizi tidak mempersoalkan jika Sunni-Syiah dibahas dengan pendekatan ilmiah, tapi sulit jika dipaksakan dengan menggunakan pendekatan akidah.  “Yang membuat acara deklarasi itu kan anak muda, Daud namanya. Sejak awal, DMI tidak merestui kegiatan tersebut. Jika ada yang mengatasnamakan DMI, jelas itu menyalahi aturan organisasi. Karena itu bisa saja diberi sanksi administrasi. Bahka, bisa saya keluarkan orang itu dari keanggotaan,” tandas Tarmizi yang  membantah, jika ada anggotanya yang berpaham Syiah.

Seharusnya DMI lebih konsen terhadap persoalan kemasjidan, bukan mencampuradukkan dengan politik praktis, apalagi sampai bekerjasama dengan kelompok Syiah.  

Kutipan :
desastian / VoA-Islam
Sabtu, 28 Apr 2012

Muktamar VI DMI: Masih AdaJarak DMI dengan Organisasi Kemasjidan

JAKARTA – Selama empat hari, sejak 26-29 April 2012, Dewan Masjid Indonesia (DMI) menggelar Muktamar VI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Salah satu agenda mukmatar DMI adalah pemilihan Pimpinan Pusat DMI untuk lima tahun ke depan untuk masa bakti 2011-2016.

Menurut Ketua Panitia Muktamar VII DMI, DR. H. Machfud Sidik, Muktamar merupakan pemegang kekuasaan tertinggi merupakan amanah Anggaran Dasar DMI yang dilaksanakan lima tahun sekali oleh Pimpinan Pusat DMI untuk memutuskan dan menetapkan AD/ART, Program Kerja, dan memilih Pimpinan Pusat DMI untuk lima tahun ke depan.

Terbetik kabar, ada beberapa nama yang menjadi kandidat atau calon Pimpinan DMI yang baru, diantaranya: Natsir Zubaidi, Goodwil Zubeir, bahkan Jusuf Kalla (mantan Wapres RI). Hingga berita ini diturunkan, belum diputuskan siapa Ketua Umum PP DMI yang baru.
Dikatakan Mahfud, Muktamar VI DMI seyogianya diselenggarakan pada bulan Juli 2011sesuai masa periode kepengurusan, namun mengingat satu hal, muktamar ditunda, dan baru terlaksana saat ini. Muktamar dihadiri  oleh Pimpinan Pusat, wilayah, daerah, wakil organisasi pendiri, wakil takmir masjid, badan otonom, serta para peninjau.

Ada beberapa agenda penting yang mengemuka dalam muktamar ini, antara lain: Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum PP DMI masa bakti 2006-2011, Launching TV Syariah DMI, dan Pemilihan Ketua UMum PP DMI Masa Bakti 2011-2016.

DMI Evaluasi Diri
Dalam Laporan pertanggungjawaban Pimpinan Pusat DMI Masa Bakti 2006-2011, yang ditandatangani oleh Ketua Umum PP DMI, KH. Dr. Tarmizi Taher dan Sekjen H. Tabrani Syabirin, Lc, MA, diakui, selama lima tahun masa bakti PP DMI 2006-2011, ada program yang ditangani dan berhasil, tetapi ada program yang tidak bisa ditangani dan gagal.

Dikatakan, PP DMI sebagai organisasi tingkat pusat berupaya semaksimal mungkin melakukan reformasi dan revitalisasi organisasi kemasjidan. “Kita tetap konsisten dan komitmen bahwa DMI adalah organisasi Kemasjidan yang berbasis masjid. Oleh karena itum pengurus DMI hendaknya memahami dan memiliki wawasan Keislaman, Kemasjidan, dan Keindonesiaan.
DMI yang memasuki usia 35 tahun (1977-2012) mengakui, tantangan dan ujian berat terkait dengan penyelematan eksistensi akidah Islamiyah yang terus terusik  dengan kehadiran berbagai ajaran sempalan di dalam Islam yang terus menyebar secara massif di berbagai daerah di Indonesia.

KH. Tarmizi Taher mengungkapkan, ada beberapa hal pokok yang perlu menjadi perhatian bersama, diantaranya: DMI tidak boleh jauh dan ada jarak dengan Organisasi Kemasjidan. DMI harus membina, menumbuhkan dan mengoptimalkan peran serta masjid dalam mewujudkan persatuan umat Islam Indonesia. Semua program dan amal usaha DMI harus disusun dan dilakukan berorientasi pada dakwah.

Sikap independensi DMI yang berasaskan Islam, kata mantan Menteri Agama RI itu, hedaknya kembali ke jati diri semula, bebas dan tidak tergantung kepada siapapun, memiliki kemandirian dan merdeka dalam menentukan sikap, jangan sampai ikut menjadi korban dari sebuah “kebijakan” penguasa.
Dengan jujur, Ketua Umum Masa Bakti 2006-2011 ini menegaskan, secara riel, masjid belum sepenuhnya menjadi basis DMI. Hubungan DMI dengan Pengurus Masjid Indonesia di beberapa tempat masih ada jarak, bimbingan dan pembinaan yang dilakukan oleh DMI terhadap pengurus masjid belum berjalan sebagaimana mestinya.

Lebih lanjut, Tarmizi menyayangkan, fungsi dan peranan semua perangkat organisasi belum optimal, fungsionalisasi pengurus dan mekanisme organisasi belum berjalan secara sinergis. Sebagian pengurus bukan merupakan kader-kader yang dihasilkan dari sistem pengkaderan yang dilaukan secara formal oleh organisasi. Hubungan-hubungan yang terjadi masih bersifat semu, kurang sentuhan emosi keagamaan. Hal ini karena kaderisasi belum berjalan selayaknya.

Selain itu, program kerja masih terbatas pada bidang-bidang tertentu, pelaksanaan program belum merata. Tindak lanjut setiap program yang dilaksanakan terkadang kurangberkesinambungan.
Bahkan, ukhuwah dan kemitraan, jaringan social, baik individu maupun kelembagaan, terutama dengan ulama, umaro, ormas-ormas Islam, lembaga-lembaga Islam masih terbatas. Sementara keberadaan 33 Pimpinan Wilayah DMI dan skitar 35 Pimpinan Daerah DMI dengan jumlah aktivis DMI tidak kurang dari satu juta orang, merupakan kekuatan yang masih perlu dikongkritkan.
Tak kalah penting, strategi pendanaan juga diakui masih lemah, belum ada sumber sdana yang jelas, sistem pencarian dana masih konvensional, sementara berbagai usaha yang dirintis belum membuahkan hasil yang berarti.

Ke depan, kata Tarmizi, harus mengambil langkah-langkah strategis, seperti: Restrukturisasi (penataan ulang) organisasi, membuat panduan pelatihan dan kaderisasi. Juga peru adanya pengaturan status, tata laksana dan tata hubungan antara DMI dengan badan dan lembaga-lembaga yangada di DMI. Disamping perlunya usaha untuk mewujudkan terbentuknya Dana Abadi Organisasi.  


Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Sabtu, 28 Apr 2012

MUI: Azan Sayup itu Wacana Wapres Saja dan Tak Sesuai Syariat Islam

JAKARTA - Pernyataan Wapres Boediono tentang pelafalan azan dengan sayup-sayup dinilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekadar wacana belaka dan tak sesuai syariat Islam.

"Azan sayup-sayup itu hanya wacana wapres saja dan tidak sesuai dengan syariat Islam," jelas Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnaen, Jumat (27/4/2012).
Azan dalam Islam, ditegaskannya, justru harus disuarakan dengan tinggi dan keras. Berbeda dengan iqamat yamg lebih rendah suaranya dan tidak setinggi dan sekeras suara azan.
Azan sayup-sayup itu hanya wacana wapres saja dan tidak sesuai dengan syariat Islam
Hanya saja, sebut Tengku, yang bisa diatur adalah watt loudspeaker-nya agar tidak terlalu besar dan membuat pekak telinga. "Memang tidak boleh jika kerasnya berlebihan dan menimbulkan mudharat. Bukankah menimbulkan mudharat juga dilarang dalam Islam? Sebaik-baiknya sikap adalah yang tengah-tengah. Jadi, speaker-nya pada tahap wajar saja," papar Tengku.
Yang membawa kemudharatan seperti memutar kaset membaca Alquran keras-keras satu jam sebelum Subuh. Ataupun disertai shalawatan yang mengganggu orang yang tengah beristirahat atau tidur dini hari. "Hal itu jelas tak disyariatkan dalam Islam. Maka yang seperti ini boleh dilarang orang pemerintah atau instansi terkait," ungkap Tengku.
Walhasil, azan sayup-sayup malah membuat masjid-masjid semakin kosong dari jamaahnya
Namun kalau hanya sekedar ingin mengatur agar seluruh masjid membuat suara speaker-nya memperdengarkan azan sayup-sayup, ulama humoris ini tetap menilainya menyalahi aturan syariat. Justru ia khawatir kaum Muslimin malah akan tambah terlena dalam tidur dini hari yang sejuk dan syahdu. "Walhasil, azan sayup-sayup malah membuat masjid-masjid semakin kosong dari jamaahnya," ulas Tengku.

Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Presiden Boediono meminta Dewan Masjid Indonesia dapat membahas soal pengaturan pengeras suara di masjid. "Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid," ujar Boediono dalam sambutannya pada pembukaan Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (27/4/2012).

Menurutnya suara azan yang sayup-sayup lebih merasuk ke sanubari. "Namun demikian, apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," imbuhnya. 


Kutipan :
Widad/rpb, dtk / VoA-Islam
Sabtu, 28 Apr 2012

Boediono: Masjid Jangan Jatuh Ketangan Kaum Radikal

Wakil Presiden Boediono mengingatkan bahwa Masjid jangan menjadi tempat berkembangnya radikalisme. Pernyataan Boeidono itu sudah berulang kali disampaikan, khusus terhadap tumbuhnya apa yang ditakutinya yaitu bahaya radikalisme Islam.

Tokoh neo-lib  dan  kepercayaan Amerika Serikat yang bertanggung jawab dalam bidang ekonomi, yang pernah menjadi Menkue dan Menko Ekuin  di zaman pemerintahan Mega dan SBY, berulangkali di depan berbagai forum dan pimpinan ormas Islam, selalu mengingatkan tentang bahaya dan ancaman radikalisme terhadap bangsa Indonesia.
"Masjid sejatinya merupakan basis ideologi dan spiritual umat Islam serta wahana untuk memfasilitasi berbagai pemberdayaan dan penguatan kapasitas umat. Masjid juga menjadi institusi sentral dalam peradaban Islam. Oleh karena itu, masjid harus dijaga agar tidak jatuh ke tangan radikalis yang menyebarkan permusuhan", ujar Boedono.

Wakil Presiden Boediono menyampaikan hal itu saat membuka Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jumat (27/4), di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Muktamar bertema ”Revitalisasi dan Reaktualisasi Peranan Masjid Sesuai Sunnah Rasul” itu diikuti sekitar 1.000 peserta dari seluruh Indonesia. Hadir mendampingi Wapres, Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufrie.
”Kita semua berkepentingan agar masjid dijaga jangan sampai jatuh ke tangan mereka yang menyebarkan gagasan yang tidak Islami, seperti radikalisme, fanatisme sektarian, permusuhan terhadap agama dan kepercayaan orang lain, dan anjuran-anjuran provokatif yang bisa berujung pada tindak kekerasan dan teroris- me. Islam adalah agama yang sangat toleran,” kata Boediono.

Menurut Boediono, masjid juga ditantang untuk menyebarkan Islam sebagai agama yang damai dan penuh rahmat Ilahi. Dengan jumlah masjid dan mushala di seluruh Indonesia saat ini hampir mencapai satu juta, masjid diharapkan turut berperan dalam membangun karakter bangsa, tambahnya.
”Pemerintah mengharapkan agar Dewan Masjid Indonesia terus-menerus menjaga persatuan dan kebersamaan dalam perbedaan di antara berbagai agama yang ada di Indonesia dan sekaligus menjauhkan umat dari sikap tidak toleran, apalagi sikap sesat yang menyesatkan di antara umat Islam sendiri,” katanya.
Selain itu, Boediono menganjurkan kepada Dewan Masjid mengatur suara azan. Ini persis yang berlaku di negara Barat dan Israel. Di mana suara azan dibatasi.
"Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dapat memberikan contoh yang baik bagi dunia Islam, khususnya dalam mensyiarkan Islam dan memberikan citra positif bagi umat Islam", ucapnya.
Selanjutnya, ia juga menganjurkan DMI membahas pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. ”Al Quran pun mengajarkan kepada kita untuk merendahkan suara kita sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuk-Nya,” ujarnya.

Pernyataan Boediono sejalan dengan langkah-langkah dan kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang terus-menerus memerangi apa yang disebut kaum "radikal" dan "teroris". Ini sudah merupakan kebijakan umum pemerintah Amerika Seirkat. Sejak zamannya Presiden George Bush.
Justeru sikap "paranoid" dan "phobia" terhadap umat Islam, dan dengan memberikan berbagai lebel dan stempel, tidak menyelesaikan masalah. Sebaliknya telah menimbulkan kegoncangan dan perpecahan bangsa Indoesia.

Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), melakukan kebijakan "de-radikalisasi", dan yang menjadi objek umat Islam, yang ingin menegakkan cita-cita syariah Islam.
Ketua BNPT Amsad Bay, secara terang-terangan menjelaskan bahwa mereka yang memiliki cita-cita menegakkan syariah Islam, masuk kategori "teroris". Pernyataan Amsad itu, bukan hanya menimbulkan kontroversi dikalangan Islam, tetapi akan menimbulkan perpecahan dikalangan bangsa Indonesia.
Indonesia menjadi negara yang berdaulat sejak tahun 1945, semestinya tidak memposisikan negaranya menjadi "abdi dalem" Amerika Serikat. Sekarang Amerika Serikat sudah tidak dapat menjadi kiblat, sebagai adi daya (super power) sudah bangkrut.
Amerika Serikat sudah kalah perang di Irak, dan sebentar di Afghanistan. Amerika Serikat sudah bukan lagi negara adi daya. Indonesia mestinya memposisikan dengan Amerika Serikat sejajar. Bukan dengan posisi yang rendah.

Umat Islam tidak perlu menanggapi pernyataan Wakil Presiden Boeidono secara serius. Umat Islam dan para tokohnya, sebaliknya harus memposisikan sebagai kekuatan yang independen. Umat Islam dan tokoh umat Islam hendaknya menjadikann Masjid sebagai pusat perubahan.
Perubahan dari jahiliyah kepada iman dan Islam. Mengembalikan umat Islam kepada nilai-nilai tauhid, yang hanya mengesakan Allah Azza Wa Jalla semata. Serta mengajak umat menolak semua bentuk  thogut yang nembawa umat kepada jalan kekufuran dan kesesatan. Dengan cara itu, bangsa Indonesia mendapatkan kejayaan.  Wallahu'alam.


Kutipan :
VoA-Islam
Sabtu, 28 Apr 2012

Said Aqil: Penentang Pancasila Tak Boleh Hidup di Negeri ini

JAKARTA - Selasa, (24/4/2012) yang lalu, diselenggarakan pelantikan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), periode 2012-2017. Acara yang digelar di Balai Kartini tersebut dihadiri para pengurus PBNU seperti Rais 'Am Syuriyah PBNU KH MA Sahal Mahfudz, Wakil Rais 'Am PBNU KH Mustofa Bisri, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dan yang lainnya.

Sementara para undangan lain yang hadir antara lain Ketua DPR RI Marzuki Alie, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo dan mantan Ketua BPK Taufiqurrahman Ruki.
Usai mengukuhkan Ali Masykur Musa sebagai ketua umum ISNU oleh Rais 'Am Syuriyah PBNU KH MA Sahal Mahfudz, tak ketinggalan Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj turut menyampaikan taushiyah.
Di sisi lain muncul kekuatan Islam fundamentalis yang melihat pancasila sebagai thaghut dan UUD 45 sebagai UUD sekuler dan kafir dengan ini NU menyarankan siapa saja yang menentang Pancasila dan UUD 45 atau 4 pilar digolongkan menjadi kelompok kriminal bahkan subversif yang tidak boleh hidup di negeri Republik Indonesia
Seperti ditayangkan ulang TVRI, Kamis malam (26/4/2012), diantara isi  taushiyahnya Ketua Umum PBNU tersebut menyatakan bahwa siapa pun yang menentang pancasila dan UUD 45 maka mereka adalah kelompok kriminal yang tak boleh hidup di Indonesia.
“Di sisi lain muncul kekuatan Islam fundamentalis yang melihat pancasila sebagai thaghut dan UUD 45 sebagai UUD sekuler dan kafir dengan ini NU menyarankan siapa saja yang menentang Pancasila dan UUD 45 atau 4 pilar digolongkan menjadi kelompok kriminal bahkan subversif yang tidak boleh hidup di negeri Republik Indonesia,” ujarnya.

Padahal seperti diketahui melalui reformasi 1998, pemberlakukan asas tunggal Pancasila yang begitu banyak memakan korban di era orde baru telah dicabut melalui TAP NO. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan TAP NO. II/MPR/1978.
Sehingga dengan keluarnya TAP MPR ini, maka pudarlah kedudukan Pancasila sebagai asas tunggal dan dengan demikian seluruh organisasi sosial dan politik tidak lagi wajib menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi. Selain itu UUD 45 pasal 28 juga telah mengatur kebebasan berpendapat. 


Kutipan :
Ahmed Widad / VoA-Islam
Jum'at, 27 Apr 2012

Kamis, 26 April 2012

FUI : Rekomendasi Komnas HAM ingin menghapus Identitas Bangsa Indonesia sebagai Bangsa Muslim

JAKARTA - Sekjen Forum Umat Islam (FUI), Ustadz Muhammad Al Khaththath menilai salah satu rekomendasi Komnas HAM yaitu menuntut dihapusnya identitas agama seseorang di Kartu Tanda Penduduknya (KTP) merupakan upaya menghilangkan status Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas bergama Islam.
 
“Intinya itu untuk menghapus identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa Muslim, Kalau kita menyimpulkan  populasi, kan cukup diambil samplenya saja, kalau bangsa Indonesia 240 juta itu muslim cukup diambil seribu sample saja, sudah bisa diketahui Islam semua.” Kata Ustadz Al Khaththath kepada arrahmah.com , di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dengan demikian, lanjutnya, tidak diketahuinya secara umum penduduk Muslim di Indonesia akibat penghapusan status agama tersebut pada KTP nya, secara tidak langsung merubah wajah kaum Muslimin Indonesia sebagai penentu kepemimpinan bangsa.
“Nah, kalau dihapus status agama di KTP, maka akan hilang identitas bangsa Indonesia sebagai Muslim yang berhak menerapkan syari’at islam,” ujarnya.

Rekomendasi Komnas HAM tersebut, Ia dinilai ditunggangi kepentingan pihak asing untuk menguasai Indonesia.
 “Saya kira ini Komnas HAM aneh-aneh saja, kalau kayak gini Komnas HAM ini jelas menjadi pesanan asing, pesanan Imperialis yang ingin mempertahankan penjajahan dan hegemoninya di Indonesia,” tutur Ustadz Khaththath.

Tindakan Komnas HAM dengan memberikan rekomendasi yang ngawur tersebut, menurutnya tidak bisa ditolerir dan dibiarkan.
“Jadi, Komnas HAM kalau begitu dibubarkan saja.” Tandasnya

Sebagaimana diketahui, Komnas HAM mengajukan lima rekomendasi bernuansa anti agama kepada DPR RI yang sedang mempersiapkan Rancangan Undang-undang Kerukunan Umat Beragama, rekomendasi tersebut diantaranya :
  1. Menghapus aturan tentang tidak sahnya pernikahan beda agama, 
  2. Menghapus pencantuman agama dalam berbagai dokumen kependudukan, 
  3. Menghapus pasal perlindungan dan penodaan agama, 
  4. Menghapus SKB 2 menteri tentang pendirian rumah ibadah, dan 
  5. Menghapus hak peserta didik dalam mendapatkan pelajaran agama sesuai agama yang dianutnya.


Kutipan :
bilal / arrahmah.com
Bilal
Rabu, 25 April 2012 16:20:01

Selasa, 24 April 2012

Habib Rizieq Syihab Cenderung Syi’ah?


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
PADA HARI SELASA tanggal 27 Maret 2012, sejumlah tokoh MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) bersilaturrahim ke kantor MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat, yang terletak di jalan Proklamasi nomor 51, Jakarta Pusat. Pada kesempatan itu, Farid Ahmad Okbah pakar syi’ah dari MIUMI membeberkan bukti-bukti kesesatan syi’ah, setidaknya yang terjadi di Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, salah seorang pengurus MUI Pusat KH Anwar Abbas yang turut hadir mengatakan, sejauh ini memang ada upaya penjinakkan yang dilakukan pemerintah Iran kepada tokoh-tokoh Islam Indonesia dengan cara mengundang mereka datang ke Iran. Penjinakkan yang dimaksud, tentunya berkenaan dengan sikap tegas umat Islam yang memposisikan paham sesat syi’ah sebagai induk kesesatan, apapun jenis sektenya.
Upaya penjinakkan itu, seperti mendapat pembenaran dari Habib RS, yang pada 08 Mei 2006 lalu pernah diundang ke Iran oleh Ayatullah Taskhiri (Taqrib bainal Mazahib). Saat itu Habib RS tidak sendiri, ia bersama sejumlah ‘tokoh’ Islam seperti Dr Jose Rizal (Ketua MER-C), Dr Abdul Mukti (saat itu Ketua Pemuda Muhammadiyah), Ir M Iqbal (saat itu Wakil Sekjen Nahdlatul Ulama), penyanyi Hadad Alwi, ustadz Ustman Syahab Lc, dan Hasan Dalil Lc.
Pembenaran dimaksud, dapat ditemukan pada materi jawaban Habib RS saat diwawancarai oleh majalah SYIAR, Mei 2009, sebagai berikut:
“Ada beberapa kesan yang saya dapat dari kunjungan saya ke Iran. Sebagai Sunni Syafi’i, tentu kita punya pandangan sendiri tentang Syiah. Namun demikian, antara memandang Syiah dari jauh dengan memandang Syiah dari dekat itu beda. Dari jauh, Syiah itu begini dan begitu. Sedangkan bila dilihat dari dekat, ternyata tidak seperti itu. Setidaknya, kunjungan saya (ke Iran -red) itu akan melunturkan kebekuan. Tadinya mungkin kaku dan anti-dialog. Tapi setelah kunjungan itu, agak sedikit lebih cair dan terbuka. Yang kemarin tidak mau mendengar sekarang jadi mau mendengar. Yang kemarin mau menyerang kini mengajak dialog.”
Meski jawaban Habib RS (2009) atas pertanyaan yang diajukan majalah SYIAR tidak dimaksudkan sebagai ‘pembenaran’ terhadap dugaan yang dikhawatirkan KH Anwar Abbas (2012),  namun begitulah faktanya. Artinya, dugaan dan kekhawatiran KH Anwar Abbas sesungguhnya merupakan kenyataan yang sedang berlangsung. Dengan kata lain, upaya penjinakkan itu memang benar-benar terjadi.
Cenderung Syi’ah
Melalui berbagai pernyataannya yang pernah dipublikasikan berbagai media massa, tentunya bekenaan dengan syi’ah, sikap Habib RS bisa dinilai cenderung kepada syi’ah. Misalnya, ketika Habib RS diwawancarai oleh M. Turkan dari Islam Alternatif (Islat). Wawancara berlangsung di sela-sela silaturrahim dan seminar bertema Pergerakan Islam di Indonesia yang berlangsung di Kampus Universitas Imam Khomeini Qom, Iran, Mei 2006.
Ketika M. Turkan dari Islam Alternatif bertanya tentang kaitan konsep amar ma’ruf yang menjadi dasar bertindak FPI dengan tindakan penghantaman terhadap paham sesat Ahmadiyah, ketika itu Habib RS menjawab: “Kalau Ahmadiyyah itu memang kita harus bedakan, karena ada perbedaan dan ada penyimpangan. Kalau antara mazahib-mazahib Islamiyyah seperti Syafi’i, Maliki, Hambali, Hanafi, termasuk Ja’fari, dan lain sebagainya, ini kita anggap termasuk di dalam lingkar perbedaan yang kita harus tenggang rasa juga berdialog…”
Jawaban Habib RS seperti itu, jelas khas jawaban para penganut syi’ah yang masih belum mau berterus terang dengan ke-SYI’AH-annya. Pertama, mereka memposisikan paham sesat syi’ah sebagai salah satu madzhab dalam Islam, yaitu madzhab Ja’fari. Kedua,perbedaan Islam (ahlussunnah wal jama’ah) dengan syi’ah (madzhab Ja’fari) masih bisa diselesaikan dengan dialog.
Padahal, kesesatan Ahmadiyah juga sebanding saja dengan kesesatan syi’ah. Ahmadiyah (Qadyan) selain menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW dan menjadikan TAZKIRAH sebagai kitab suci, tidak ada menjelek-jelekkan sahabat, memaki-maki sahabat, mengkafirkan sahabat, mengatakan malaikat Jibril salah alamat ketika memberikan wahyu yang seharusnya kepada Ali bin Abi Thalib, tetapi kesasar kepada Muhammad bin Abdullah SAW.
Dalam kasus Ahmadiyah, Habib RS (sikapnya) sebagaimana Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Sedunia), tidak perlu repot-repot membedakan antara Qadiyani dan Lahore yang ‘hanya’ menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai mujadid semata. Pokoknya, Ahmadiyah itu sesuatu yang berada di luar Islam. Begitu juga dengan Inkarussunnah, Islam Jama’ah, dan sebagainya dinyatakan sudah keluar dari Islam.
Namun ketika membahas soal syi’ah, standard yang digunakan Habib RS berbeda: “…kita tidak bisa menggeneralisasi semua Syiah sesat atau semua Syiah tidak sesat…”
Perlu difahami, kalimat seperti yang dilontarkan Habib RS  ini, sering digunakan oleh kalangan pendukung syi’ah yang masih enggan mengakui ke-SYI’AH-annya, misalnya sebagaimana disampaikan oleh ustadz Husein Alatas (salah satu narasumber Radio Silaturahim/ Rasil) kepada jama’ahnya.
Di Radio Silaturahim (Rasil) selain ada ustadz Husein Alatas yang enggan disebut syi’ah, juga ada ustadz Zein Al-Hadi, salah satu ustadz syi’ah yang berkawan baik dengan Habib RS (menurut pengakuan RS sendiri): “…Ini sebagai gambaran umum dari apa yang saya terima dari Ustadz Hassan Daliel, Ustadz Othman Shihab, Ustadz Agus Abubakar, Ustadz Husein Shahab, Ustadz Zein Alhadi, dan banyak lagi ustadz-ustadz Syiah yang tidak perlu saya sebutkan satu persatu…” (wawancara dengan SYIAR).
Rasil sendiri dalam rangka menepis dugaan sebagian kalangan bahwa radio tersebut pro syi’ah, menyebutkan sejumlah tokoh yang dianggapnya dapat meyakinkan umat bahwa Rasil tidak pro syi’ah. Antara lain disebutkan Habib RS dan Jose Rizal Mer-C, sebagai narasumber mereka. Upaya itu jelas sia-sia. Karena, umat sudah sejak lama menduga kedua tokoh tadi cenderung kepada syi’ah. Jadi, penyebutan nama-nama tadi hanya memperkuat dugaan umat bahwa Rasil memang benar-benar pro syi’ah.
Adanya dugaan sebagian kalangan terhadap Habib RS yang dikatakan cenderung kepada syi’ah, sudah ada sejak beberapa tahun belakangan. Bahkan, dugaan itu sudah muncul sejak 1998, ketika Habib RS namanya mencuat ke angkasa tinggi berkat kiprahnya yang melaksanakan ‘amar ma’ruf nahimunkar.
Pada tahun 2010, di situs resmi FPI, pernah dipublikasikan penjelasan bahwa FPI adalah organisasi amar ma’ruf nahimunkar yang berasaskan Islam dan ber-aqidah ahlussunnah wal jama’ah serta bermadzhab fiqih Syafi’i,  bukan syi’ah atau wahabi.
Dalam pandangan FPI, syi’ah ada tiga golongan, yaitu Ghulat, Rafidhoh, dan Mu’tadilah. Menurut FPI, syi’ah Ghulat tergolong kafir dan wajib diperangi. Karena, keyakinannya sudah menyimpang dari ushuluddin yang disepakati semua madzhab Islam. Misalnya, menjadikan Ali bin Abi Thalib RA sebagai nabi, bahkan Tuhan. Juga, meyakini bahwa Al-Qur’an sudah dirubah-ditambah-dikurangi (Tahrif).
Sedangkan syi’ah Rafidhoh, menurut FPI, meski tidak mempunyai keyakinan yang sama dengan syi’ah Ghulat, namun golongan ini cenderung melakukan penghinaan, penistaan, pelecehan secara terbuka baik lisan atau pun tulisan terhadap para Sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar RA dan Umar RA atau terhadap para isteri Nabi SAW seperti ‘Aisyah RA dan Hafshah RA. Syi’ah golongan ini menurut FPI hanya diberi label sesat (bukan kafir), namun wajib dilawan dan diluruskan.
Golongan syi’ah yang ketiga, menurut FPI, adalah syi’ah mu’tadilah yang hanya mengutamakan Ali bin Abi Thalib ra di atas para Shahabat Nabi lainnya (Abu Bakar ra, Umar Ibnul Khattab ra, Utsman bin Affan ra), dan lebih mengedepankan hadits riwayat ahlul bait daripada perawi hadits lainnya. Meski begitu, golongan syi’ah ketiga ini tidak segan-segan mengajukan kritik terhadap sejumlah sahabat secara ilmiah dan elegan, begitu menurut FPI. Nah, syi’ah mu’tadilah inilah yang disebut sebagai salah satu madzhab dalam Islam (madzhab Ja’afari) yang konon juga diakui eksistensinya oleh Prof. DR. Yusuf Qardhawi. Kelompok syi’ah ini menurut FPI sebaiknya dihadapi dengan da’wah dan dialog, bukan dimusuhi.
Bila dari penjelasan FPI soal syi’ah yang begitu akomodatif, kemudian ada sekelompok orang yang membanding-bandingkannya dengan sikap FPI terhadap Ahmadiyah, kemudian mereka merasakan adanya standard ganda yang diterapkan FPI di dalam menyikapi kedua paham sesat tadi, maka jangan heran dari situ lahir cibiran atau tudingan bahwa FPI tebang pilih.
Penggolongan syi’ah sebagaimana teruraikan di atas, (disengaja ataupun tidak) justru menguntungkan penjaja paham sesat syi’ah. Karena, dua golongan di atas (Ghulat dan Rafidhoh) bisa saja mengaku-ngaku sebagai syi’ah mu’tadilah. Apalagi di dalam keimanan syi’ah konsep taqiyah merupakan ibadah. Akibatnya, umat Islam bakalan dikibulin terus oleh syi’ah jika tanpa waspada mau menerima syi’ah mu’tadilah (madzahab Ja’fari, menurut pembagian bikinan ini) sebagai bagian dari Islam.
Buktinya, Jalaluddin Rakhmat yang mengaku bukan syi’ah tetapi Su-Syi, dan merupakan tokoh utama Ijabi (ahlul bait), ternyata dalam pemahaman dan sikapnya tak bisa melepaskan diri dari berkeyakinan Ghulat dan bersikap Rafidhah. Hingga buku karangan Jalaluddin Rakhmat  pun dilarang di Malaysia, yakni berjudul “Tafsir Sufi Al-fatihah Mukadimah” terbitan PT remaja Rosdakarya, Bandung. (Tiga Buku Syiah Terbitan Indonesia Dilarang di Malaysia, 20 March 2012 | Filed under: Aliran Sesat,Dunia Islam,Featured,Syi’ah | Posted by: nahimunkar.comhttp://nahimunkar.com/11729/tiga-buku-syiah-terbitan-indonesia-dilarang-di-malaysia/)
Penjelasan dan penggolongan syi’ah sebagaimana tersebut di atas hanya memperkuat dugaan bahwa Habib RS memang cenderung kepada syi’ah. Kesesatan syi’ah yang sedemikian dahsyatnya masih bisa ia tolerir, sementara itu, kesesatan Ahmadiyah dan lain-lainnya (yang menurut pemahaman umat Islam sebanding dengan kesesatan syi’ah) disikapi begitu gegap gempita. (Ini sama sekali bukan karena membela Ahmadiyah dan lainnya, tetapi untuk membandingkan saja. Di samping sikap yang tebang pilih dalam menghadapi aliran sesat, masih pula perlu dipertahnyakan: Mana mungkin orang yang tidak cenderung kepada kesesatan (syiah) berkarib-karib dengan pentolan-pentolan syiah. Dari situ saja sebenarnya sudah jelas dan terang).
Penggolongan syi’ah tersebut di atas bagi sebagian kalangan justru akan ditafsirkan sebagai strategi dagang para penjaja paham sesat syi’ah. Mula-mula ditawarkan syi’ah yang mu’tadilah. Kelak kalau sudah berhasil, dinaikkan peringkatnya untuk menerima Rafidhoh. Terus ditingkatkan lagi hingga bisa menerima Ghulat. Dan bagaimanapun, syiah yang di sini jelas-jelas dari Iran yang di sana para ulama sunni (ahlus sunnah) dibunuhi, masjid-masjidnya dihancurkan dan madrasah-madrasahnya ditutup. KH Athian Ali da’I dari Bandung yang pernah ke Iran mengatakan, pihak kedutaan Indonesia di Teheran mau mengadakan shalat Jum’at saja dihalang-halangi di sana. Hingga hanya dapat dilaksanakan sekitar 20-an orang di dalam kedutaan itu, karena memang dihalangi.
Lagi pula, bila syi’ah (mu’tadilah) itu sama saja dengan Islam, mengapa mereka harus mengutamakan Ali bin Abi Thalib ra dibanding Khulafaur Rasyidin lainnya? Mengapa pula mereka lebih mengutamakan hadits riwayat ahlul bait ketimbang perawi hadits lainnya. Lantas, yang mereka maksud dengan ahlul bait itu apakah termasuk ‘Aisyah ra istri Rasulullah? Dalam pemahaman umat Islam yang belum terkontaminasi paham sesat syi’ah laknatullah, ahlul bait adalah keluarga Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Nabi Muhammad itu sendiri, istri-istri beliau, dan anak-anak beliau dan kerabat beliau. Istilah Ahlul Bait adalah istilah syar’i dan bermakna istri dan kerabat dekat beliau dari keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas yang merupakan keluarga bani Hasyim. Berikut  ini kutipan dari sebuah uraian tentang Ahlul Bait.
SIAPAKAH AHLUL BAIT ITU ?
Sebelum kita membahas tentang Ahlul bait secara detail dan yang memusuhi meraka, sepantasnyalah kita mengenal terlebih dahulu siapakah sebenarnya Ahlul bait itu ?

Secara bahasa, kata الأَهْل berasal dari أَهْلاً وَ أُهُوْلاً أَهِلَ – يَأهَلُ = seperti أَهْلُ المْكَاَنberarti menghuni di suatu tempat [1] . أَهْلُ jamaknya adalah أَهْلُوْنَ وَ أَهْلاَتُ وَ أَهَاِليmisal أَهْلُ الإِسْلاَم artinya pemeluk islam, أَهْلُ مَكَّة artinya penduduk Mekah. أَهْلُ الْبَيْتberarti penghuni rumah [2]. Dan أَهْلُ بَيْتِ النَّبي artinya keluarga Nabi yaitu para isrti, anak perempuan Nabi serta kerabatnya yaitu Ali dan istrinya.[3]
Sedangkan menurut istilah, para ulama Ahlus Sunnah telah sepakat tentang Ahlul Bait bahwa mereka adalah keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diharamkan memakan shadaqah [4]. Mereka terdiri dari : keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga Aqil, keluarga Abbas [5], keluarga bani Harist bin Abdul Muthalib, serta para istri beliau dan anak anak mereka.[6]
Memang ada perselisihan, apakah para istri Nabi termasuk Ahlul Bait atau bukan ? Dan yang jelas bahwa arti Ahlu menurut bahasa (etimologi) tidak mengeluarkan para istri nabi untuk masuk ke Ahlul Bait, demikian juga penggunaan kata Ahlu di dalam Al-Qur’an dan hadits tidak mengeluarkan mereka dari lingkup istilah tersebut, yaitu Ahlul Bait.
Allah berfirman :
وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan taatlah kalian kepada Allah dan rasulNya,sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan rijs dari kalian wahai ahlul bait dan memberbersihkan kalian sebersih-bersihnya. [Al-ahzab : 33]
Ayat ini menunjukan para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk Ahlul Bait. Jika tidak, maka tak ada faidahnya mereka disebutkan dalam ucapan itu (ayat ini) dan karena semua istri Nabi adalah termasuk Ahlul Bait sesuai dengan nash Al Quran maka mereka mempunyai hak yang sama dengan hak-hak Ahlul Bait yang lain. [7]
Berkata Ibnu Katsir: “Orang yang memahami Al Quran tidak ragu lagi bahwa para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam Ahlul Bait [8]” dan ini merupakan pendapat Imam Al-Qurtuby, Ibnu Hajar, Ibnu Qayim dan yang lainnya. [9]
Ibnu Taimiyah berkata: “Yang benar (dalam masalah ini) bahwa para istri Nabi adalah termasuk Alul Bait. Karena telah ada dalam hadits yang diriwayatkan di shahihaini yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari lafadz bershalawat kepadanya dengan:
الَلَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ أَزْوَاجِهِ وَ ذُرِّيَتِهِ (صحيح البخارى)
Ya Allah berilah keselamatan atas muhammad dan istri-istrinya serta anak keturunannya. [Diriwayatkan Imam Bukhari]
Demikian juga istri Nabi Ibrahim adalah termasuk keluarganya (Ahlu Baitnya) dan istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Luth juga termasuk keluarganya sebagaimana yang telah di tunjukkan oleh Al Quran. Maka bagaimana istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam [2] bukan termasuk keluarga beliau ? !
Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa keluarga Nabi adalah para pengikutnya dan orang-orang yang bertaqwa dari umatnya, akan tetapi pendapat ini adalah pendapat yang lemah dan telah di bantah oleh Imam Ibnu Qoyyim dengan pernyataan beliau bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang di haramkan shadaqah.
PERBEDAAN AHLUL BAIT DALAM ISTILAH SYAR’I DENGAN VERSI SYIAH ?
Setelah kita mengetahui siapa sebenarnya Ahlul Bait itu, perlu kita pahami bahwa istilah Ahlu Bait merupakan istilah syar’i yang dipakai dalam Al Quran maupun As Sunnah dan bukan merupakan istilah bid’ah. Allah berfirman tentang para istri Nabi :

وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan taaitlah kalian kepada Allah dan RasulNya, sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan memberbersihkan kamu sebersih-bersihnya. [Al-Ahzab : 33]
Berkata syaikh Abdurrahman As Sa’di : Makna rijs adalah (Ahlul bait di jauhkan) segala macam gangguan, kejelekan dan perbutan keji.[13]
Allah berfirman memerintah para istri Nabi :
وَاذْكُرْنَ مَايُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ ءَايَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ
Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu). [Al Ahzab : 34]
Ibnu Katsir berkata: “yaitu kerjakanlah dengan apa yang di turunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Rasulnya berupa Al Quran dan As sunnah di rumah-rumah kalian.
Berkata Qotadah dan yang lainnya “dan ingatlah dengan nikmat yang di khususkan kepada kalian dari sekalian manusia yaitu berupa wahyu yang turun ke rumah-rumah kalian tanpa yang lain. [14]
Dalam sebuah hadis juga di jelaskan :
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قاَلَ قاَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلىالله عليه و سلم يَوْمًا خَطِيْبًا (فَقَالَ): أَذْكُرُكُمُ اللهَ فيِ أَهْلِ بَيْتيِ –ثلاثا- فَقَالَ حُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَْيدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ: إِنَّ نِسَاءَهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حَرُمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قاَلَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آَلُ عَلِيْ و آَلُ عُقَيْلٍ وَ آلُ الْعَبَاسِ قَالَ أَكُلُّ هَؤُلاَءِ حَرُمَ الصَّدَقَة ؟ قَالَ: نَعَمْ (صحيح مسلم 7/122-123)
Dari Zaid bin Arqom bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari berkhutbah: Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku (sampai tiga kali) maka Husain bin Sibroh (perawi hadits) bertanya kepada Zaid “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid bukankah istri-istri beliau termasuk ahlil baitnya? Zaid menjawab para istri Nabi memang termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang di maksud di sini, orang yang di haramkan sedekah setelah wafatnya beliau. Lalu Husain berkata: siapakah mereka, beliau menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.  Husain bertanya kembali Apakah mereka semuanya di haramkan zakat ? Zaid menjawab Ya… [Shahih muslim 7/122-123]
Dari sini jelas penggunaan istilah Ahlul Bait adalah istilah syar’i dan bermakna istri dan kerabat dekat beliau dari keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas yang merupakan keluarga bani Hasyim
Sedangkan Ahlul Bait menurut orang Syiah hanyalah sahabat Ali, kemudian anaknya, Hasan-Husein bin Ali dan putrinya yaitu Fatimah, mereka dengan terang-terangan mengatakan bahwa semua pemimpin kaum muslimin selain Ali dan Hasan adalah thogut walaupun mereka menyeru kepada kebenaran. Orang Syiah menganggap bahwa Khulafaur rasyidin adalah para perampas kekuasaan Ahlul Bait sehingga mereka mengkafirkan semua Khalifah, bahkan semua pemimpin kaum muslimin [15]. Tidak di ragukan lagi, bahwa mereka telah menyimpang dari Aqidah yang lurus, yaitu Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Maka kita katakan bahwa membatasi Ahlul bait itu hanya terbatas pada Ali, Hasan- Husein bin Ali serta Fatimah, yang keduanya adalah anak Sahabat Ali adalah merupakan batasan yang tidak ada sandaran yang benar baik dari Al-Quran maupun As sunnah. Sesungguhnya pembatasan ini adalah merupakan perkara bid’ah yang tidak di kenal oleh ulama salaf sebelumnya.

Anggapan ini sebenarnya hanyalah muncul dari hawa nafsu orang-orang Syiah karena dendam kesumat serta kedengkian mereka terhadap Islam dan Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga orang- orang Syiah sejak zaman sahabat tidak menginginkan kejayaan Islam dam kaum muslimin, dan di kenal sebagai firqoh yang ingin merongrong Islam dan ingin menghancurkannya dengan segala cara dan salah satu cara mereka adalah berlindung di balik slogan cinta ahli bait Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun secara hakikat sebenarnya merekalah yang membenci dan memusuhi mereka.[i]
***
Indikasi lain yang menunjukkan bahwa Habib RS cenderung kepada syi’ah bisa ditemukan dari pernyataan dia ketika diwawancarai oleh Islam Alternatif: “…antum perlu tahu bahwa Imam Syafi’i ra dulu saking cintanya kepada Ahlilbayt dituduh Rafidhi, lalu apa jawaban Imam Syafi’i: ‘Jika mencintai keluarga Muhammad adalah Rafidhi (Syiah), maka saksikanlah wahai ats-Tsaqolaan (jin dan manusia) bahwa aku adalah Rofidhi’…”
Menangapi hal itu, perlu diketahui, penggalan kalimat di atas (‘Jika mencintai keluarga Muhammad adalah Rafidhi (Syiah), maka saksikanlah wahai ats-Tsaqolaan (jin dan manusia) bahwa aku adalah Rofidhi’) sering digunakan kalangan penganut syi’ah untuk meyakinkan umat Islam bahwa Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi saja, berpaham syi’ah rafidhoh. Sedang oleh orang yang cenderung syiah dan berkarib-karib dengan para pentolan syiah namun dirinya tidak mengaku syiah, kalimat itu dimaksudkan sebagai tameng di depan kaum ahlus sunnah apalagi syafi’iyyah. Jadi agar kedekatannya dengan syiah tidak dianggap apa-apa.
Itu sebagaimana perkataan orang khawarij Haruriyah yang mengatakan laa hukma illaa lillaah, tiada hukum kecuali bagi Allah, lalu diucapi oleh Ali bin Abi Thalib: kalimatu haqqin uriida bihaa bathilun (perkataan benar tetapi yang dimaksudkan dengannya adalah kebatilan).[ii]
Kenapa ucapan Imam syafi’I ketika dikutip oleh orang itu kemudian dikomentarai seperti ini? Ya tidak lain karena sikapnya yang tebang pilih terhadap aliran sesat, dan akrabnya dengan para pentolan syiah itu tadi, bahkan memasukkan apa yang dia sebut mazhab Ja’fari (padahal dikatakannya di Iran), syiah digolongkan sebagai mazhab belaka sebagaimana mazhab hanafi, maliki, Sya;fi’I, dan Hanbali. Padahal dalam aqidah maupun pelaksanaan nyata, syiah Iran walau dia sebut Ja’fari, sebegitu dendamnya terhadap Islam. Hingga Abu Lu’lu’ah orang majusi yang membunuh Khalifah Umar bin Khatthab ra justru oleh syiah Iran dijuluki Baba Syuja’uddin (bapak pahlawan agama yang pemberani) yang julukan itu ditulis jelas di pintu gerbang kuburannya, dan kuburannya itu dikeramatkan di sana.
Jadi dengan berbagai indikasi itu maka tepatlah perkataan Ali bin Abi Thalib: kalimatu haqqin uriida bihaa bathilun di sini disematkan kepada pengutip perkataan Imam Syafi’I tersebut.
Bagaimana Sebenarnya syair Imam Syafi’I itu?
Penggalan kalimat itu, merupakan penggalan syair Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi yang persisnya sebagai berikut:
إن كان رفضاً حبُّ آلِ محمدٍ … فليشهدِ الثقلانِ أَني رافضي
Jika benar Syi’ah Rafidhah itu adalah cinta keluarga Muhammad…
maka hendaklah jin dan manusia bersaksi bahwa aku adalah orang Syi’ah Rafidhoh.
Kalangan syi’ah (rafidhoh) menyangka bahwa Imam As-Syafi’i mendukung mereka, padahal syair itu justru merupakan ledekan Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi kepada kalangan syi’ah yang suka berdusta dan tidak benar-benar mencintai keluarga Muhammad SAW.
Sejatinya, gaya bahasa dengan menggunakan untaian kata “jika benar” (إن كان)merupakan penolakan bukan kesaksian, antara lain sebagaimana bisa dilihat pada QS Az-Zukhruf ayat 81:

قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ(81)
Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).
Gaya bahasa seperti itulah yang digunakan dalam syair Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi. Dalam surat Az-Zukhruf ayat 81 di atas, untaian kata “jika benar” digunakan untuk menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah itu justru tidak mempunyai anak. Begitu juga dengan untaian kata pada syair Imam As-Syafi’i rahmatullahi ‘alaihi, justru untuk menunjukkan bahwa syi’ah (rafidhoh) tidak benar-benar mencintai keluarga Muhammad SAW. (lihat tulisan berjudul Ente Syi’ah? di nahimunkar.comhttp://nahimunkar.com/71/ente-syi%E2%80%99ah/)
Selama ini umat Islam memang serba salah menyikapi sosok Habib RS yang sudah terlanjur diposisikan sebagai pembela Islam. Seolah-olah bila berhadapan dengan Habib RS, sama dengan melawan pembela Islam. Padahal, Habib RS hanyalah manusia biasa yang bisa salah, bukan hanya kesalahan ‘teknis’ menerapkan standard ganda untuk kasus kejahatan seksual dan sebagainya, tetapi boleh jadi kesalahan itu menghunjam ke jantung akidah. Ini perlu diluruskan. Sesungguhnya, mereka yang TAKUT kepada ALLAH tidak akan pernah takut kepada MANUSIA. Sedangkan mereka yang masih TAKUT kepada MANUSIA, boleh jadi bila menggantikan ketakutannya kepada Allah maka dikhawatirkan jurusannya mengarah ke dalam lembah kemusyrikan. Apalagi manusia saja manusia syiah Iran yang dendam pada Islam. Na’udzubillahi min dzalik!
(haji/tede/nahimunkar.com)
***

[i] Oleh Ahmad Hamidin As-Sidawy
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat kamus mu’jamul wasit hal : 31.
[2]. Lihat kamus lisanul arab 1/253.
[3]. Lihat kamus muhit : 1245
[4} Sebagaimana di riwayatkan oleh imam muslim dari zaid bin arqom ketika hushain bin sibrah bertanya kepadanya tentang Ahlul bait Nabi Shalal (lihat shahih muslim 7/122-223)
[5]. Lihat kitab taqrib baina Ahlus sunnah was syiah oleh Dr. Nashir bin Abdillah bin Ali Al-qafary 1/102 dan syarah Aqidah washitiyah oleh kholid bin Abdillah Al- muslikh hal. 189.Majmu’ fatawa 28/492
[6]. Lihat minhajus sunnah An-nabawiyah 7/395
[7]. Lihat majmu fatawa 17/506.
[8]. Lihat tafsir Al Qur ‘an Al-Adzim 3/506
[9]. Seperti di nukil oleh Dr. nashir bin Abdillah bin Ali Al-qofari dalam kitabnya masalatu taqrib bainas sunnah wa syiah.1/ 103-105.
[10] Lihat syarah fathhul bari 6/408
[11],Lihat Syarah Aqidah wasyityah oleh syeikh kholid bin Abdillah Al-muslikh hal : 190.
[12]. Lihat jala’ Al-afham hal : 126
[13]. Lihat tafsir karimir rahman .2/916
[14]. Lihat tafsir Al Quran Al-Adzim 3/635.
[15]. Lihat Ushul madhab Syiah karya Dr. nahir bin Abdillah bin Ali Al-qafary : 1/735-758

 مجموع الفتاوى – (ج 28 / ص 495)
 وَفِي مُسْلِمٍ أَيْضًا ” عَنْ عُبَيدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ كَاتِبِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ الحرورية لَمَّا خَرَجَتْ وَهُوَ مَعَ عَلِيٍّ قَالُوا : لَا حُكْمَ إلَّا لِلَّهِ . فَقَالَ عَلِيٌّ : كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهَا بَاطِلٌ .  [ii]
Kutipan :
nahimungkar.com