Laman

Minggu, 29 April 2012

Boediono: Masjid Jangan Jatuh Ketangan Kaum Radikal

Wakil Presiden Boediono mengingatkan bahwa Masjid jangan menjadi tempat berkembangnya radikalisme. Pernyataan Boeidono itu sudah berulang kali disampaikan, khusus terhadap tumbuhnya apa yang ditakutinya yaitu bahaya radikalisme Islam.

Tokoh neo-lib  dan  kepercayaan Amerika Serikat yang bertanggung jawab dalam bidang ekonomi, yang pernah menjadi Menkue dan Menko Ekuin  di zaman pemerintahan Mega dan SBY, berulangkali di depan berbagai forum dan pimpinan ormas Islam, selalu mengingatkan tentang bahaya dan ancaman radikalisme terhadap bangsa Indonesia.
"Masjid sejatinya merupakan basis ideologi dan spiritual umat Islam serta wahana untuk memfasilitasi berbagai pemberdayaan dan penguatan kapasitas umat. Masjid juga menjadi institusi sentral dalam peradaban Islam. Oleh karena itu, masjid harus dijaga agar tidak jatuh ke tangan radikalis yang menyebarkan permusuhan", ujar Boedono.

Wakil Presiden Boediono menyampaikan hal itu saat membuka Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jumat (27/4), di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Muktamar bertema ”Revitalisasi dan Reaktualisasi Peranan Masjid Sesuai Sunnah Rasul” itu diikuti sekitar 1.000 peserta dari seluruh Indonesia. Hadir mendampingi Wapres, Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufrie.
”Kita semua berkepentingan agar masjid dijaga jangan sampai jatuh ke tangan mereka yang menyebarkan gagasan yang tidak Islami, seperti radikalisme, fanatisme sektarian, permusuhan terhadap agama dan kepercayaan orang lain, dan anjuran-anjuran provokatif yang bisa berujung pada tindak kekerasan dan teroris- me. Islam adalah agama yang sangat toleran,” kata Boediono.

Menurut Boediono, masjid juga ditantang untuk menyebarkan Islam sebagai agama yang damai dan penuh rahmat Ilahi. Dengan jumlah masjid dan mushala di seluruh Indonesia saat ini hampir mencapai satu juta, masjid diharapkan turut berperan dalam membangun karakter bangsa, tambahnya.
”Pemerintah mengharapkan agar Dewan Masjid Indonesia terus-menerus menjaga persatuan dan kebersamaan dalam perbedaan di antara berbagai agama yang ada di Indonesia dan sekaligus menjauhkan umat dari sikap tidak toleran, apalagi sikap sesat yang menyesatkan di antara umat Islam sendiri,” katanya.
Selain itu, Boediono menganjurkan kepada Dewan Masjid mengatur suara azan. Ini persis yang berlaku di negara Barat dan Israel. Di mana suara azan dibatasi.
"Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dapat memberikan contoh yang baik bagi dunia Islam, khususnya dalam mensyiarkan Islam dan memberikan citra positif bagi umat Islam", ucapnya.
Selanjutnya, ia juga menganjurkan DMI membahas pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. ”Al Quran pun mengajarkan kepada kita untuk merendahkan suara kita sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuk-Nya,” ujarnya.

Pernyataan Boediono sejalan dengan langkah-langkah dan kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang terus-menerus memerangi apa yang disebut kaum "radikal" dan "teroris". Ini sudah merupakan kebijakan umum pemerintah Amerika Seirkat. Sejak zamannya Presiden George Bush.
Justeru sikap "paranoid" dan "phobia" terhadap umat Islam, dan dengan memberikan berbagai lebel dan stempel, tidak menyelesaikan masalah. Sebaliknya telah menimbulkan kegoncangan dan perpecahan bangsa Indoesia.

Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), melakukan kebijakan "de-radikalisasi", dan yang menjadi objek umat Islam, yang ingin menegakkan cita-cita syariah Islam.
Ketua BNPT Amsad Bay, secara terang-terangan menjelaskan bahwa mereka yang memiliki cita-cita menegakkan syariah Islam, masuk kategori "teroris". Pernyataan Amsad itu, bukan hanya menimbulkan kontroversi dikalangan Islam, tetapi akan menimbulkan perpecahan dikalangan bangsa Indonesia.
Indonesia menjadi negara yang berdaulat sejak tahun 1945, semestinya tidak memposisikan negaranya menjadi "abdi dalem" Amerika Serikat. Sekarang Amerika Serikat sudah tidak dapat menjadi kiblat, sebagai adi daya (super power) sudah bangkrut.
Amerika Serikat sudah kalah perang di Irak, dan sebentar di Afghanistan. Amerika Serikat sudah bukan lagi negara adi daya. Indonesia mestinya memposisikan dengan Amerika Serikat sejajar. Bukan dengan posisi yang rendah.

Umat Islam tidak perlu menanggapi pernyataan Wakil Presiden Boeidono secara serius. Umat Islam dan para tokohnya, sebaliknya harus memposisikan sebagai kekuatan yang independen. Umat Islam dan tokoh umat Islam hendaknya menjadikann Masjid sebagai pusat perubahan.
Perubahan dari jahiliyah kepada iman dan Islam. Mengembalikan umat Islam kepada nilai-nilai tauhid, yang hanya mengesakan Allah Azza Wa Jalla semata. Serta mengajak umat menolak semua bentuk  thogut yang nembawa umat kepada jalan kekufuran dan kesesatan. Dengan cara itu, bangsa Indonesia mendapatkan kejayaan.  Wallahu'alam.


Kutipan :
VoA-Islam
Sabtu, 28 Apr 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar