Laman

Minggu, 29 April 2012

Pendidikan Agama Islam Dinilai Gagal Bentuk Karakter Siswa

JAKARTA  – Jam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang hanya seminggu sekali dinilai kurang untuk membentuk karakter siswa. Itulah sebabnya Pendidikan Karakter dimasukkan ke dalam semua mata pelajaran. Namun demikian, Maarif Institute menilai Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) kurang berkontribusi terhadap proses penguatan karakter bangsa pada peserta didik.

Menurut Maarif Institute,  salah satu persoalan sosial yang melatar belakangi agenda pendidikan karakter adalah rendahnya wawasan kebangsaan, tumbuh suburnya budaya kekerasan, dan meningkatnya gejala fundamentalisme agama di lingkungan sekolah.

Dalam penelitian Maarif Institute di 50 SMAN di empat kota (Pandeglang, Cianjur, Yogjakarta, dan Surakarta) pada akhir tahun 2011 mendapati Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) kurang berkontribusi terhadap proses penguatan karakter bangsa pada peserta didik. Ada gejala kuat bahwa semangat dan identitas nasionalisme di bawah bayang-bayang identitas dan fanatisme keagamaan.

Dalam kaitan itu, kehadiran materi pengayaan pendidikan karakter untuk mata pelajaran PAI, menurut Maarif Institute, merupakan salah satu jawaban terhadap tantangan wacana pendidikan karakter tersebut.
Materi pengayaan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari “Program Pendidikan Karakter: Mengarusutamakan Nilai-nilai Toleransi, Anti Kekerasan, dan Inklusivitas”. 
Program ini difasilitasi oleh Maarif Institute atas dukungan Kemendikbud, Dina Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang.

Definisi Pendidikan Karakter
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan pendidikan karakter. Kemendiknas – kini Kemendikbud – berkomitmen untuk menerapkan pendidikan karakter secara integratif pada semua mata pelajaran mulai tahun ajaran 2011-2012. Melalui pendidikan karakter, pemerintah berkepentingan untuk mencetak peserta didik yang berakhlak mulia, jujur, kreatif, demokratis dan bertanggungjawab.

Mendiknas Muhammad Nuh mengingatkan agar proses pendidikan karakter di sekolah harus menyentuh nilai-nilai ketuhanan, keelmuan, kebangsaan, dan anti kekerasan. Pihak Kementerian melalui Pusat Kurikulum dan Perbukuan telah melakukan pilot project pendidikan karakter di beberapa provinsi.
Beberapa lembaga non pemerintah juga turut berperan dalam mengkampanyekan wacana dan praktek pendidikan karakter seperti yang dilakukan oleh Heritage Foudation, Yayasan Jati Diri Bangsa, dan Sekolah Plus Muthahari, Bandung.

Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (2010), Kemendikbud telah memberikan penjelasan beberapa kata kunci guna memahami tujuan pendidikan karakter bangsa.
  • Karakter adalah nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terjewantahkan dalam perilaku.
  • Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
  • Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara.
  • Pendidikan karakter tidak semata mengajarkan mana yang baik dan mana yang salah, namun yang terpenting adalah menanamkan kebiasaan tentang mana yang baik, shingga peserta didik menjadi paham (kognitif) mana yang baik dan tidak, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik, dan biasa melakukannya (psikomotorik).
  • Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilakukan secara integratif pada 3 ranah, yaitu kegiatan belajhar mengajar (KBM) pada setiap mata pelajaran, budaya sekolah dalam kehidupan di satuan pendidikan, dan kegiatan ekstra kurikuler.
  • Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada peserta didik adalah nilai universal yang dijunjung tinggi oleh seluruh agama, tradisi, dan budaya. Nilai-nilai ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar berlakang budaya, suku dan agama.
Berdasarkan rumusan Kemendikbud (2010), ada 18 nilai-nilai yang menjadi pilar pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu: religius, toleransi, cinta damai, bersahabat/komunikatif, demokratis, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, gemar membaca, menghargai prestasi, peduli lingkungan, peduli social, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan bertanggungjawab.

Buku Materi Pengayaan Pendidikan Karakter yang disusun tim Maarif Institute, memiliki tematik berdasarkan penerjemahan terhadap kurikulum PAI dalam korelasinya dengan penguatan nilai-nilai terhadap: toleransi, anti kekerasan, dan inklusif/keterbukaan.

Istilah inklusif  biasa dipakai dalam kajian-kajian keislaman dan hubungan antar agama seperti yang dipopolerkan, salahsatunya oleh Alwi Shihab. Adapun karakter inklusif yang ingin dituju buku ini adalah kesediaan peserta didik untuk membuka diri terhadap hal-hal baru yang positif, keaktifan untuk berdialog dengan pihak lain guna mencari kebenaran dan kemaslahatan bersama, dan menenggang kelompok lain untuk menjalankan kewajiban sesuai keyakinan dan agamanya. 


Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Ahad, 29 Apr 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar