JAKARTA – Jam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang hanya seminggu sekali dinilai kurang untuk membentuk karakter siswa. Itulah sebabnya Pendidikan Karakter dimasukkan ke dalam semua mata pelajaran. Namun demikian, Maarif Institute menilai Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) kurang berkontribusi terhadap proses penguatan karakter bangsa pada peserta didik.
Menurut Maarif Institute, salah satu persoalan sosial yang melatar
belakangi agenda pendidikan karakter adalah rendahnya wawasan
kebangsaan, tumbuh suburnya budaya kekerasan, dan meningkatnya gejala
fundamentalisme agama di lingkungan sekolah.
Dalam penelitian Maarif Institute di 50 SMAN di empat kota
(Pandeglang, Cianjur, Yogjakarta, dan Surakarta) pada akhir tahun 2011
mendapati Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) kurang berkontribusi terhadap proses penguatan karakter bangsa
pada peserta didik. Ada gejala kuat bahwa semangat dan identitas
nasionalisme di bawah bayang-bayang identitas dan fanatisme keagamaan.
Dalam kaitan itu, kehadiran materi pengayaan pendidikan karakter
untuk mata pelajaran PAI, menurut Maarif Institute, merupakan salah satu
jawaban terhadap tantangan wacana pendidikan karakter tersebut.
Materi pengayaan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari “Program
Pendidikan Karakter: Mengarusutamakan Nilai-nilai Toleransi, Anti
Kekerasan, dan Inklusivitas”.
Program ini difasilitasi oleh Maarif
Institute atas dukungan Kemendikbud, Dina Pendidikan, Pemuda dan Olah
Raga Kota Surakarta, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Dinas Pendidikan
Kabupaten Cianjur, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang.
Definisi Pendidikan Karakter
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2011, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono mencanangkan pendidikan karakter. Kemendiknas – kini
Kemendikbud – berkomitmen untuk menerapkan pendidikan karakter secara
integratif pada semua mata pelajaran mulai tahun ajaran 2011-2012.
Melalui pendidikan karakter, pemerintah berkepentingan untuk mencetak
peserta didik yang berakhlak mulia, jujur, kreatif, demokratis dan
bertanggungjawab.
Mendiknas Muhammad Nuh mengingatkan agar proses pendidikan karakter
di sekolah harus menyentuh nilai-nilai ketuhanan, keelmuan, kebangsaan,
dan anti kekerasan. Pihak Kementerian melalui Pusat Kurikulum dan
Perbukuan telah melakukan pilot project pendidikan karakter di beberapa
provinsi.
Beberapa lembaga non pemerintah juga turut berperan dalam
mengkampanyekan wacana dan praktek pendidikan karakter seperti yang
dilakukan oleh Heritage Foudation, Yayasan Jati Diri Bangsa, dan Sekolah
Plus Muthahari, Bandung.
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (2010), Kemendikbud
telah memberikan penjelasan beberapa kata kunci guna memahami tujuan
pendidikan karakter bangsa.
- Karakter adalah nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terjewantahkan dalam perilaku.
- Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
- Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara.
- Pendidikan karakter tidak semata mengajarkan mana yang baik dan mana yang salah, namun yang terpenting adalah menanamkan kebiasaan tentang mana yang baik, shingga peserta didik menjadi paham (kognitif) mana yang baik dan tidak, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik, dan biasa melakukannya (psikomotorik).
- Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilakukan secara integratif pada 3 ranah, yaitu kegiatan belajhar mengajar (KBM) pada setiap mata pelajaran, budaya sekolah dalam kehidupan di satuan pendidikan, dan kegiatan ekstra kurikuler.
- Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada peserta didik adalah nilai universal yang dijunjung tinggi oleh seluruh agama, tradisi, dan budaya. Nilai-nilai ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar berlakang budaya, suku dan agama.
Berdasarkan rumusan Kemendikbud (2010), ada 18 nilai-nilai yang
menjadi pilar pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu: religius,
toleransi, cinta damai, bersahabat/komunikatif, demokratis, jujur,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, gemar membaca,
menghargai prestasi, peduli lingkungan, peduli social, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, dan bertanggungjawab.
Buku Materi Pengayaan Pendidikan Karakter yang disusun tim Maarif
Institute, memiliki tematik berdasarkan penerjemahan terhadap kurikulum
PAI dalam korelasinya dengan penguatan nilai-nilai terhadap: toleransi,
anti kekerasan, dan inklusif/keterbukaan.
Istilah inklusif biasa dipakai dalam kajian-kajian keislaman dan
hubungan antar agama seperti yang dipopolerkan, salahsatunya oleh Alwi
Shihab. Adapun karakter inklusif yang ingin dituju buku ini adalah
kesediaan peserta didik untuk membuka diri terhadap hal-hal baru yang
positif, keaktifan untuk berdialog dengan pihak lain guna mencari
kebenaran dan kemaslahatan bersama, dan menenggang kelompok lain untuk
menjalankan kewajiban sesuai keyakinan dan agamanya.
Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Ahad, 29 Apr 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar