Laman

Rabu, 19 September 2012

Hamamah: Pengikut Syiah Sampang, Meski Kebal Sajam Tetap saja Mati

JAKARTA - Sekretaris MUI Jawa Timur, KH. Mochammad Yunus mengungkapkan bentrokan antara umat Islam dengan aliran sesat Syiah pada tanggal 26 Agustus 2012 justru diprovokasi oleh pengikut Syiah dengan melakukan penyerangan lebih dulu.


Saat itu anak-anak para pengikut Syi’ah yang dipondokkan ke YAPI Bangil dan Pekalongan akan kembali pasca libur lebaran, sementara masyarakat meyakini bahwa anak-anak tersebut tidak akan kembali lagi ke YAPI Bangil dan Pekalongan karena dijamin biaya pendidikannya oleh Pemkab Sampang untuk disekolahkan / dipondokkan di lembaga pendidikan dan pesantren di sampang agar tidak tercerabut dari akar budaya, tradisi dan adat istiadatnya setempat  dan masyarakat menilai kalau mereka tetap kembali akan menjadi kader Syi’ah dan kelak akan menjadi persoalan baru yang lebih besar.


Karena pemahaman masyarakat seperti tersebut diatas, maka masyarakat Karang Gayam mencegah mereka dan secara baik menyarankan untuk kembali lagi ke rumah, tidak ada sedikitpun kekerasan dilakukan dan masyarakat Sunni tidak membawa senjata tajam.

“Tidak ada perlawanan sampai akhirnya mendekati rumah Tajul Muluk. Ketika sudah mendekati rumah Tajul Muluk ini, apa yang terjadi bapak ibu sekalian? mereka mulai megolok-olok orang Karang Gayam, Bluuran, mereka mulai melempari dengan batu, mereka mulai memancing emosi masyarakat Karang Gayam,“ ungkap KH. Mochammad Yunus dalam tabligh akbar “Mengokohkan Ahlus Sunnah” di masjid Al-Furqon DDII, Jakarta, pada Ahad (16/9/2012).

“Nah, ketika masyarakat Karang Gayam terpancing emosi mereka mulai membuat garis putih di depan rumah Tajul Muluk, garis putih inilah ternyata batas antara pengikut Syiah dan umat Islam,” sambungnya.
...ranjau-ranjau yang mereka tanam meledak berhamburan kelereng-kelereng. Ada yang kena tangan seseorang sehingga tangannya putus...

Di sinilah menurut KH. Mochammad Yunus, para pengikut Syiah menjebak umat Islam lalu mereka terkena bom ranjau yang dipasang oleh pengikut Syiah.
"Di dalam garis putih itu ketika mereka memprovokasi masa agar masuk, setelah mereka masuk, apa yang terjadi? ranjau-ranjau yang mereka tanam meledak, berhamburan kelereng-kelereng. Ada yang kena tangan seseorang sehingga tangannya putus, ada yang masuk ke bahunya, ada yang masuk ke kepalanya, ada yang masuk di pahanya dalam bentuk kelereng itu masih utuh, akhirnya orang-orang pada ketakutan," bebernya.


Situasi itu memancing masyarakat untuk meminta bantuan dan mengambil persenjataan yang memadai untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh komunitas Syi’ah, diantaranya dengan disuarakan lewat teriakan dan  pengeras suara yang ada di mushalla , kemudian masyarakat berdatangan  untuk memberi pertolongan dan bantuan kepada mereka sehingga terjadilah bentrok yang tidak terelakkan diantara kedua belah pihak yang sama-sama membawa senjata.

Ia juga mengungkapkan sebuah misteri tewasnya seorang pengikut Syiah yang bernama Hamamah. Ia membantah sejumlah media yang memberitakan jika Hamamah adalah seorang perempuan.


“Terkait dengan hamamah, ini saya cukup sedih karena di media diberitakan bahwa orang-orang Sunni membunuh orang-orang perempuan namanya Hamamah, ini kan naif sekali. Hamamah itu laki-laki, jadi tradisi di sana, kenapa di dipanggil Hamamah karena anak pertamanya perempuan namanya Hamamah sehingga dipanggil pak Hamamah, “ ucapnya.
...Ketika bentrok itu terjadi hingga Hamamah meninggal, mereka semua kebal terhadap senjata tajam, termasuk juga Hamamah...

Para pengikut Syiah termasuk Hamamah ternyata kebal senjata tajam, meski begitu Hamamah akhirnya tewas dalam bentrokan tersebut.
"Orang ini ternyata ketika bom-bom itu meledak sama sekali tidak mencederai tubuh orang-orang Syiah, orang-orang Sunni itu kena, jadi korbannya itu orang-orang Sunni, ini kesaksian dari seorang bernama Ar Roih, dia adalah tenaga paramedis dari PMI, dia merawat semua orang Sunni yang menjadi korban. Ketika bentrok itu terjadi hingga Hamamah meninggal, mereka semua kebal terhadap senjata tajam, termasuk juga Hamamah," tuturnya.   


Dalam rilis hasil investigasi MUI Jawa Timur juga diceritakan bahwa bapak Hamamah secara provokatif dan demonstratif dengan memamerkan kekebalan tubuhnya merangsek kedalam kerumunan masyarakat Karang Gayam dengan menyerang secara membabi buta menggunakan senjata tajam berbentuk celurit panjang.

Masyarakat pun melawan dengan senjata pula, yang mengejutkan tidak satupun sabetan yang diarahkan ke tubuh bapak Hamamah mencederai tubuhnya. selanjutnya terjadilah bentrok yang berakhir pada terbunuhnya bapak Hamamah, disebabkan diantara masyarakat mengetahui cara menghadapi ilmu kebal tersebut dengan cara menyerang dari belakang.

 
Selain itu,  KH, Mochammad Yunus juga menceritakan kejadian mengejutkan yang tak pernah terungkap di media bahwa ternyata rumah Tajul Muluk yang dibakar oleh massa menimbulkan ledakan yang cukup besar, yang belakangan diketahui bahwa ledakan tersebut dipicu oleh remote control.

source
voa/rabu,19sep2012

Inilah Hasil Investigasi MUI Jatim Terkait Bentrok Syiah di Sampang

KRONOLOGIS BENTROK ANTARA SYI’AH – SUNNI DI SAMPANG
TANGGAL 26 AGUSTUS 2012

Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh MUI Jawa Timur tanggal 27 Agustus 2012 terkait dengan bentrok  antara warga masyarakat dari dua desa, yaitu  dusun Nangkernang – desa Karang Gayam - Kecamatan Omben dan desa Blu’uran – Kecamatan Karang Penang Kabupaten Sampang Madura, yang melibatkan dua kelompok masyarakat yaitu Pengikut Tajul Muluk yang berfaham Syi’ah dan warga Karang Gayam dan Blu’uran yang berfaham Ahlus Sunnah.

Berikut kronologis kejadian yang melatar belakangi bentrok fisik antara warga Syi’ah dan Sunni pada tanggal 26 Agustus 2012 pukul 10.00 WIB di desa Karang gayam Kecamatan Omben :
 
I. Pada tanggal 19 Juli 2012 Masyarakat Karang Gayam menyampaikan beberapa pernyataan  kepada Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura  (BASSRA) agar disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Sampang, dengan isi pernyataan tersebut sebagai berikut:
  1. Masyarakat Karang Gayam mengucapkan terima kasih kepada BASSRA yang telah mengawal proses hukum Tajul Muluk hingga divonis selama 2 tahun penjara. 
  2. Bila Tajul Muluk telah divonis sesat maka pengikutnya harus dikembalikan  kepada faham semula yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah  atau diproses hukum  sebagaimana Tajul Muluk. 
  3. Masyarakat Karang Gayam menginginkan desa mereka seperti desa yang lain, tidak terdapat Syiah. 
  4. Meminta kepada para Ulama untuk  menyampaikan pernyataan sikap ini kepada pihak – pihak yang berwenang.
II. Setelah menerima pernyataan sikap dari Masyarakat, BASSRA mengadakan audiensi dengan Forum Pimpinan Daerah (FORPIMDA) pada tanggal 7 Agustus 2012 dan menyampaikan tuntutan masyarakat , dari hasil diskusi tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain sebagai berikut :
  1. Proses pengembalian para pengikut Tajul Muluk ke faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sedang diupayakan bersama oleh gabungan antara Kapolres Sampang, Nahdhatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Ulama setempat dibawah koordinasi Pemkab Sampang. 
  2. Kapolres harus mengaktifkan pelarangan senjata tajam (Sajam) di Karang Gayam, Blu’uran, Sampang. 
  3. Anak-anak warga Syiah yang dibeasiswakan ke pondok-pondok Syiah adalah tanggung jawab Pemkab Sampang untuk memulangkan dan memasukkan ke pondok-pondok Ahlus Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dengan biaya dari Pemkab. 
  4. Ulama BASSRA bersama pemerintah Sampang akan mengawal naik banding Tajul Muluk dengan audiensi kepada  Gubernur Jatim. 
  5. Khusus untuk jangka pendek kasus Sampang disepakati tidak mengangkat sebutan Syi’ah, cukup sebutan aliran sesat agar proses hukum Tajul Muluk berjalan lancar. 
  6. Mengupayakan agar BAKORPAKEM Sampang bisa memutuskan dan menetapkan bahwa Syiah itu sesat dan harus dilarang di Madura, keputusan itu diajukan ke BAKORPAKEM Jatim bahkan ke Pusat. 
III. Pada tanggal 23 Agustus 2012, masyarakat Karang Gayam menuntut  kepada BASSRA terkait dengan enam item janji Pemkab Sampang yang disampaikan kepada Ulama BASSRA pada tanggal 7 Agustus 2012 karena mereka melihat bahwa belum ada realisasi dan penanganan dari pihak manapun

IV. Menurut rencana BASSRA dan ulama setempat akan melakukan pertemuan dengan Pemkab Sampang, namun pada tanggal 26 Agustus 2012 terjadi bentrokan antara masyarakat dengan pengikut Tajul Muluk sekitar jam 10.00 WIB, yang dipicu oleh beberapa hal sebagai berikut :
  1. Anak-anak para pengikut Syi’ah yang dipondokkan ke YAPI Bangil dan Pekalongan akan kembali pasca libur lebaran, sementara masyarakat meyakini bahwa anak-anak tersebut tidak akan kembali lagi ke YAPI Bangil dan Pekalongan karena dijamin beaya pendidikannya oleh Pemkab Sampang untuk disekolahkan / dipondokkan di lembaga pendidikan dan pesantren di sampang agar tidak tercerabut dari akar budaya, Tradisi dan adat istiadatnya setempat,  dan masyarakat menilai kalau mereka tetap kembali akan menjadi kader Syi’ah dan kelak akan menjadi persoalan baru yang lebih besar. 
  2. Karena pemahaman masyarakat seperti tersebut diatas, maka masyarakat Karang Gayam mencegah mereka dan secara baik menyarankan untuk kembali lagi ke rumah, tidak ada sedikitpun kekerasan dilakukan dan masyarakat Sunni tidak membawa senjata tajam. 
  3. Selama perjalanan kembali tidak ada tanda-tanda perlawanan dari mereka sampai mendekati rumah kediaman Tajul muluk, komunitas Syi’ah mulai mengolok-olok masyarakat Sunni dan nampaknya komunitas syi’ah sudah mempersiapkan senjata- sesampai di komplek kediaman tersebut terjadilah insiden penyerangan oleh pihak Syiah kepada masyarakat dengan melakukan pelemparan menggunakan batu, bom Molotov yang sudah mereka persiapkan,  ranjau-ranjau yang siap meledak ketika diinjak, bahkan bahan-bahan  peledak yang mereka bawa dikantong saku mereka yang didalamnya berisi butiran kelereng. 
  4. Penyerangan tersebut tidak hanya berbentuk pelemparan tetapi juga dengan memprovokasi massa agar masuk ke pekarangan rumah tersebut, ketika masyarakat terprovokasi dan masuk ke halaman rumah, kemudian  terdengarlah bunyi ledakan yang berasal dari ranjau yang mereka pasang dan bom Molotov yang mereka lempar sehingga ada beberapa masyarakat yang terluka oleh serpihan dari ledakan yang berupa kelereng, baik yang masih utuh maupun yang pecah semua korban adalah masyarakat yang berfaham Sunni- diantara mereka ada yang jari jemarinya putus, ada yang luka di bagian paha dan didalamnya terdapat kelereng yang masih utuh, ada yang luka di bahu dan kepala. 
  5. Ketika korban berjatuhan dipihak masyarakat Sunni– rupanya komunitas syi’ah membekali diri dengan ilmu kebal, hal ini terbukti bahwa peledak yang dibawa disaku mereka ketika meledak sama sekali tidak mencederai tubuh mereka, tetapi mencederai tubuh-tubuh masyarakat sunni yang memang sama sekali tidak mempersiapkan diri dengan senjata maupun perlengkapan yang memadai sehingga masyarakat Sunni mundur, situasi ini memancing masyarakat untuk meminta bantuan dan mengambil persenjataan yang memadai untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh komunitas Syi’ah, diantaranya dengan disuarakan lewat teriakan dan  pengeras suara yang ada di mushalla, kemudian masyarakat berdatangan  untuk memberi pertolongan dan bantuan kepada mereka sehingga terjadilah bentrok yang tidak terelakkan diantara kedua belah pihak yang sama-sama membawa senjata. 
  6. Seorang yang bernama bapak Hamamah dari komunitas Syi’ah  secara provokatif dan demonstratif dengan memamerkan kekebalan tubuhnya merangsek kedalam kerumunan masyarakat Karang Gayam dengan menyerang secara membabi buta menggunakan senjata tajam berbentuk celurit panjang, dan masyarakat pun melawan dengan senjata pula, yang mengejutkan tidak satupun sabetan yang diarahkan ke tubuh bapak Hamamah mencederai tubuhnya.selanjutnya terjadilah bentrok yang berakhir pada terbunuhnya bapak Hamamah, disebabkan diantara masyarakat mengetahui cara menghadapi ilmu kebal tersebut dengan cara menyerang dari belakang. 
  7. Ada kejadian yang mengejutkan bahwa ternyata rumah Tajul Muluk yang dibakar oleh massa menimbulkan  ledakan yang cukup besar, yang belakangan diketahui bahwa ledakan tersebut dipicu oleh remote control. 
  8. Dari bentrok tersebut yang menjadi korban adalah 1 orang meninggal bernama Hamamah, 1 orang kritis bernama Thohir dan 5 orang luka-luka terkena serpihan bom Molotov, ranjau  dan peledak  yang dibawa oleh komunitas Syi’ah, korban luka-luka ini semuanya dari masyarakat Sunni. 
  9. Dari bentrok yang terjadi, sampai saat ini kepolisian menangkap sekitar 7 orang atau versi lain 8 orang tetapi yang di tangkap adalah  masyarakat yang berfaham Sunni, tidak satupun komunitas Syi’ah yang memicu konflik diamankan oleh kepolisian samentara ini. 
  10. Jumlah rumah yang dibakar menurut laporan yang kami dapat sebanyak 9 rumah, dengan pemahaman bahwa setiap rumah yang ada disampang terdiri dari minimal 3 bangunan, yaitu rumah, dapur dan mushalla, hal inilah yang menyebabkan perbedaan jumlah yang dilaporkan.
V. Pada Tanggal 26 Agustus 2012 sekitar jam 12.00 WIB banyak media massa yang meminta wawancara khusus terkait kasus ini kepada KH Abdusshomad Buchori (Ketua Umum MUI Jatim) namun dijanjikan untuk wawancaranya hari senin pagi dengan pertimbangan bahwa MUI perlu mengumpulkan bahan-bahan yang memadai,kemudian Ketua Umum mengutus salah satu Ketua MUI Jatim  yang bernama  Drs. KH Nuruddin A. Rahman,SH yang berdomisili di Bangkalan dan KH Buchori Maksum (Ketua Umum MUI Sampang)  untuk memantau situasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak, diantaranya Kapolres Sampang, MUI Sampang, Ulama BASSRA, ulama dan tokoh masyarakat setempat kemudian  melaporkan perkembangan yang terjadi kepada MUI Jawa Timur.

VI. Pada Hari Senin tanggal 27 Agustus 2012 jam 10.00 WIB wawancara dilakukan oleh KH Abdusshomad Buchori dengan beberapa media Cetak, Elektronik dan Online dengan statement sebagai berikut :
  1. MUI Jatim meminta kepada masyarakat agar tetap waspada dan menahan  diri, baik masyarakat Karang Gayam yang berfaham Sunni, maupun Komunitas Syi’ah agar skala konflik tidak meluas. 
  2. Meminta kepada aparatur pemerintah agar melakukan langkah-langkah produktif dalam rangka menyelesaikan konflik yang terjadi demi terwujudnya situasi yang kondusif bagi ketenteraman dan ketertiban masyarakat di Jawa Timur. 
  3. Kasus seperti ini sudah beberapa kali terjadi, tetapi penyelesaian yang dilakukan tidak tuntas dan komprehensif, sehingga dibutuhkan mekanisme penyelesaikan yang tidak hanya fokus pada kejadiannya saja, tetapi akar persoalan yang menjadi pemicu juga harus diselesaikan dengan baik, sehingga tidak terjadi lagi kasus serupa dikemudian hari.
  4. Ada statement keliru  yang disampaikan sebagian tokoh masyarakat terkait dengan penyebab terjadinya kekerasan  yang diakibatkan oleh fatwa MUI,  oleh karena itu perlu disampaikan  bahwa, fatwa kesesatan Syi’ah tersebut sebagai guidance untuk menjaga Aqidah dan Syari’at bagi ummat Islam di Jawa Timur yang berjumlah 96, 76 % dari 38 juta penduduk Jawa Timur yang pada umumnya berfaham Sunni, kalau semua faham menyimpang dan sesat dibiarkan berkembang dimasyarakat, maka akan terjadi disharmoni bangsa, bahkan didalam fatwa tersebut ada klausul untuk tidak anarkhis.

VII. Pada Hari Senin tanggal 27 Agustus 2012 pukul 16.30 WIB, MUI Jawa Timur melakukan kunjungan ke Kabupaten Sampang yang diikuti oleh KH Abdusshomad Buchori (Ketua Umum), Drs.H.Abdurrachman Azis,M.Si (Ketua Bid. Infokom), Drs.H.Masduki,SH (Bendahara Umum) dan Mochammad Yunus,SIP (Sekretaris) untuk melakukan silaturrahim dengan MUI kabupaten Sampang, Ulama BASSRA, tokoh masyarakat, Paramedis yang menangani korban dan beberapa masyarakat yang menjadi saksi kejadian serta pihak kepolisian.

VIII. Pada hari Selasa tanggal 28 Agustus 2012 pukul 13.30 WIB, MUI Jawa Timur mengikuti rapat bersama dengan PW NU Jatim, PC NU Sampang, MUI Sampang dan beberapa aktivis yang menyaksikan bentrokan yang terjadi, diantaranya adalah Ustad Nuruddin dan  Ustadz Ridho’i (ketua banser setempat), dalam rapat tersebut disepakati bahwa :
  1. Masyarakat yang tinggal di desa Karang Gayam dan sekitarnya merasa aman, tenteram dan kondusif sebelum kedatangan Tajul Muluk dengan membawa aliran Syi’ah, gangguan keamanan,ketenteraman dan ketertiban terjadi  setelah masuknya ajaran Syi’ah didesa mereka yang dibawa oleh Tajul Muluk.
  2. Yang  menjadi pemicu terjadinya konflik dimasyarakat Karang Gayam dan Sekitar adalah keberadaan Tajul Muluk dengan ajaran Syi’ah yang sampaikan  dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk dengan iming-iming dana  kepada masyarakat setempat. 
  3. Kesimpulan rapat tersebut adalah bahwa kalau Syi’ah dikembangkan di Indonesia maka membuat Indonesia tidak aman dan berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
IX. Pada tanggal 29 Agustus 2012, kemudian dilakukan klarifikasi kepada pihak kepolisian terkait dengan kebenaran hasil investigasi MUI Jatim, pihak kepolisian membenarkan hasil temuan tersebut.

X. Komunitas Syi’ah yang ada memiliki kecenderungan kepercayaan diri berlebihan bahwa Syi’ah akan menjadi besar di Indonesia disebabkan oleh komentar-komentar para tokoh yang mengeluarkan statement akan melindungi Minoritas di Indonesia dengan dalih Hak Azasi manusia, pemikiran seperti ini memiliki pengaruh besar terhadap usaha-usaha mereka untuk mengembangkan eksistensinya ,karena merasa disokong oleh tokoh-tokoh yang berpengaruh di negeri ini, dan pada gilirannya membawa peluang terjadinya konflik yang lebih besar

XI. Untuk menjaga dan mengamankan keutuhan NKRI, pemerintah seharusnya meningkatkan kapasitas dan kualitas serta memelihara dengan baik eksistensi Sunni di Indonesia dengan memberikan payung hukum terhadap keberadaannya, karena secara realitas Indonesia adalah Bumi Sunni.

XII. Berdasarkan diskusi internal beberapa pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur, dengan memperhatikan pernyataan Syeh Yusuf Qaradhawi terkait dengan hubungan Syia’ah dan Sunni di dunia, bahwa ajaran Syiah dan Sunni memiliki perbedaan pokok yang mendasar sehingga apabila ajaran Syi’ah dikembangkan di suatu Negara yang berfaham Sunni maka tidak akan memiliki titik temu, demikian pula sebaliknya, hendaklah pengambil keputusan di negeri ini menjadikan statement tersebut  sebagai referensi dalam rangka mengambil keputusan terbaik dalam mengahadapi kasus – kasus konflik berlatar belakang Syi’ah – Sunni di Indonesia.

XIII. Mengharap agar Pemerintah dan Masyarakat mencermati pemberitaan media, baik cetak, elektronik dan online yang cenderung distorsif dengan menggunakan istilah – istilah yang provokatif semisal “Musibah Agama nodai Sampang”,”Penyerangan kaum Sunni kepada Komunitas Syi’ah”, “Warga Syi’ah kembali diserang”, “pembunuhan terhadap pak Hamamah” dan lain sebagainya, yang seharusnya istilah yang tepat adalah “terjadi bentrok”, “terbunuh”, karena kedua belah pihak terjadi pertikaian yang diawali dengan adanya provokasi, misalnya lemparan batu, ledakan bom Molotov dan ranjau yang ditanam oleh komunitas Syi’ah.

XIV. Pernyataan  Komnas HAM yang mendiskreditkan aparat keamanan, pemerintah setempat dan elemen-elemen lain di Kabupaten Sampang  adalah merupakan statement provokatif yang kurang bertanggung jawab dan justru membuat suasana semakin tidak kondusif bagi terciptanya ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

XV. Mengharap dengan hormat agar pemerintah, baik Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Negarawan ,Akademisi, Politisi, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Budayawan, Seniman dan golongan “The have”, hendaklah memiliki pemikiran yang jernih, cerdas dan  visioner untuk menyelamatkan negeri tercinta Indonesia dari kehancuran.

XVI. Demikian informasi ini disampaikan, apabila ada perkembangan baru  akan kami sampaikan berikutnya.

Surabaya, 10 Syawal 1433   H
               28 Agustus 2012 M

 Ketua                                   Sekretaris

KH Abdusshomad Buchori       Mochammad Yunus,SIP   

Team Investigasi Kasus Bentrok Syi’ah – Sunni Sampang
Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur

  1. KH Abdusshomad Buchori        (Ketua Team)
  2. Mochammad Yunus,SIP           (Sekretaris)
  3. Drs.H.Abdurrachman Azis,M.Si  (Anggota)
  4. Drs.H.Masduqi,SH                   (Anggota)         

MIUMI Kritik Kesepakatan Kasus Sampang antara Pemerintah dan Syiah



akar persoalan itu justru ada tidaknya praktik penghinaan terhadap Sahabat Nabi

Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) mengkritik hasil kesepakatan menyangkut kasus Syiah Sampang yang dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Agama (Menag), MUI, Gubernur Jatim dan pihak Syiah yang diwakili oleh Ikatan Jamaah Ahlul Bait (IJABI) dan Ahlul Bait Indonesia (ABI)  yang melahirkan 8 kesepakatan.[Baca:  8 kesepakatan masalah kasus sampang ]

Menurut MIUMI, kesepatakan perjanjian yang berlangsung di Kemendagri Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (10/9/2012) dan berlangsung tertutup itu isinya sangat umum sekali dan belum menyentuh pada akar persoalan yang terjadi.
“Delapan kesepatakan perjanjian itu isinya sangat umum sekali dan belum menyentuh pada akar persoalan yang terjadi, “ ujar Sekjan MIUMI, H.Bahtiar Nasir Lc.

Yang dimaksud akar persoalan oleh Bahtiar itu adalah, ada tidaknya praktik penghinaan terhadap Sahabat-Sahabat Nabi yang justru menjadi inti masalah konflik.
“Mau nggak tidak ada penghinaan terhadap Sahabat? Dan Mau nggak tidak mengajarkan paham Syiahnya di Sampang?,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Selasa (11/09/2012) siang.

Menurut Bahtiar, karena justru itu letak penting masalah dari konflik. Meski demikian, MIUMI berpikiran positif atas hasil kesepakatan ini.
“Kita sih berpandangan positif, barangkali ini merupakan inisitafif baik dari semua pihak semoga tercipta lingkungan yang damai.”

Soal apakah direkolasi atau tidak itu soal lain dan sangat tergantung pada perilaku lama mereka. Perilaku yang dimaksud adalah praktik penghiaan terhadab Sahabat-Sahabat Nabi baik dilakukan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Karena jika tidak, konflik bisa saja muncul kembali.

Menurutnya, fakta menunjukkan, perjanjian antara ulama (BASSRA) dan Tajul Muluk semenjak tahun 2004 saja selama ini masih diingkari, apalagi delapan poin yang isinya sangat umum.

Seperti diketahui, Senin (10/09/2012) kemarin terjadi kesepakatan yang dibuat dalam pertemuan yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Agama Suryadharma Ali, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Bupati Sampang Noer Tjahja, Ketua Majelis Ulama (MUI) Pusat H Slamet Effendy Yusuf, PBNU diwakili Malik Madani, perwakilan Syiah diwakili Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) Jalaluddin Rakhmat dan Ahlul Bait Indonesia (ABI), Umar Shahab.
Pertemuan yang berlangsung secara tertutup di Kemendagri Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat itu melahirkan 8 Poin Kesepakatan.

“Pagi tadi Mendagri mengambil langkah inisiatif bersama Menag, Gubernur Jatim, Bupati Sampang, MUI, PBNU, Ijabi dan ABI mengadakan pertemuan para pemuka dan tokoh masyarakat," terang Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Reydonnyzar Moenek kepada pers di Jakarta Senin pagi kemarin.*

source
hidayatullah/rabu,19september2012


Isi 8 Kesepakatan Masalah Syiah di Sampang


 


Selasa, 11 September 2012
Pertemuan tertutup membahas kesepakatan masalah Syiah di Sampang di Kemendagri Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (10/9/2012) yang dihadiri 
  • Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, 
  • Menteri Agama Suryadharma Ali, 
  • Gubernur Jawa Timur Soekarwo, 
  • Bupati Sampang Noer Tjahja, 
  • Ketua Majelis Ulama Indonesia Slamet Effendy Yusuf 
  • perwakilan dari PBNU Malik Madani,
  •  perwakilan Ikatan JamaahAhlul Bait Indonesia (Ijabi) Jalaluddin Rakhmat dan 
  • perwakilan Ahlul Bait Indonesia (ABI) Umar Shahab 
akhirnya menghasilkan kesepakatan bersama.

Hasil pertemuan dicapai 8 kesepakatan yakni:
1. Kami yang ikut dalam pertemuan ini sepakat melakukan upaya-upaya guna menyelesaikan permasalahan permanen untuk Kabupaten Sampang.
2. Pimpinan Ijabi pusat dan pimpinan ABI pusat akan berusaha memberikan dukungan untuk mewujudkan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang dan Jatim pada khususnya.
3. Pimpinan NU bersama dengan unsur NU di Jatim ikut berusaha menciptakan kondisi kondusif di Jatim.
4. MUI pusat bersama MUI Jatim membantu mewujudkan kerukunan umat dalam rangka meneguhkan ukhuwah Islamiyah.
5. Pemda Jatim memfasilitasi pada pengungsi Sampang mencarikan solusi permanen terhadap masa depan para pengungsi.
6. Pemda Jatim memfasilitasi terhadap adanya keinginan bagi pengungsi untuk mencari penampungan sementara dengan memperhatikan kemampuan pemda.
7. Pemda Kabupaten Sampang bersama-sama dengan unsur forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda) berupaya memberikan jaminan ketentraman dan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang.
8. Semua pihak sepakat melakukan dialog-dialog secara terus-menerus menciptakan hubungan harmonis internal umat Islam.*

source
hidayatullah/selasa,11sep2012

Anti Syiah dituding Wahabi, Habib Zein : Wahabi itu Ahlus Sunnah, kalau Syiah bukan

JAKARTA  - Kaum Muslimin yang mengkritik ajaran syiah kerapkali difitnah dengan sebutan-sebutan yang buruk, diantaranya pemecah belah umat, agen Zionis, dan yang lebih sering dengan tudingan sebagai  Wahabi.

Namun, hal itu dibantah oleh Pimpinan Yayasan Al Bayyinat Jawa Timur, Habib Ahmad Zein Al Kaff yang bukan dari kalangan Wahabi saat menjawab pertanyaan soal kenapa setiap ada upaya membongkar kesesatan Syiah, kalangan Syiah sering menyerang balik dengan menyatakan bahwa Wahabi dibelakang aksi yang menuduh Syiah sesat .

"Wahabi sama-sama Ahlussunnah, kalau mereka (Syiah) bukan. Kalau wahabi kitab rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama, sedangkan Syiah berbeda, kita hanya berbeda dalam masalah furu'iyah (cabang) dengan Wahabi" tegas Habib Zein dalam konferensi pers setelah acara tabligh akbar bertajuk "Mengokohkan Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia", yang digelar Ahad kemarin (16/9) di masjid Al-Furqan Dewan Dakwah Jakarta.

Anggota dewan Syuriah PWNU Jawa Timur ini, menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu terkejut mendengar tuduhan seperti itu, sebab hal tersebut juga yang menimpa dirinya yang jelas-jelas warga Nahdliyin.

"Tidak usah heran, saya aja yang sudah jelas-jelas bukan Wahabi, dituduh Wahabi juga sama mereka (Syiah)" tutupnya. 

source
arrahmah/selasa,3zulqaidah1433H/18september2012