Laman

Sabtu, 12 Mei 2012

Irshad Manji, Kebebasan Akademik, dan “Salam Pantat”

Acara diskusi Irshad Manji, yang bertema “Agama, Kebebasan, dan Keberanian Moral", di Kampus Universitas Gajah Mada (UGM), 9 Mei 2012 dibatalkan pimpinan Universitas.  
Situs www.merdeka.com (9/5/2012) memberitakan bahwa dalam akun twiternya, 
Irshad Manji menyebut, Rektor UGM-lah yang membatalkan 
diskusi yang diselenggarakan di Center  
for Religious and Cross-cultural 
Studies (CRCS) –
pasca sarjana 
UGM 


Berbagai pihak kemudian menyesalkan dan memberikan kecaman terhadap keputusan pembatalan diskusi Irshad Manji tersebut. Direktur  CRCS, Dr. Zainil Abidin Bagir, seperti dikutip situs yang sama menyatakan, “Terlalu cepat tunduk pada ancaman berarti hidup dalam dan menghidupi atmosfer  kekerasan itu. Apakah kita (UGM) sudah hidup dan bernafas dari menghirup udara di atmosfer itu?”
 
Situs http://indonesiabuku.com, (10/5/2012) menulis judul berita “Rektor UGM Tolak Pemikiran Irshad Manji”.
Dikabarkan, ada pihak sangat kecewa karena Rektor UGM, Prof. Ir. Soedjarwadi, M.Eng., Ph.D. telah membunuh demokrasi.  

Beberapa media melaporkan pernyataan M. Syafii Maarif yang meminta diskusi bersama Irshad Manji harus tetap diadakan.  “Saya rasa kampus harus tetap bebas dan punya nyali. Kenapa kampus harus takut dengan ancaman?” kata Syafii, Rabu (9/5/2012), seperti dikutip metrotvnews.com.

Situs mediaindonesia.com (9/5/2012) bahkan menulis berita dengan judul “Pelarangan Irshad Manji Buktikan Tipisnya Toleransi Perbedaan”.  Dikutip pernyataan Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos yang menyatakan,  bahwa pelarangan terhadap Irshad Manji menunjukkan semakin menipisnya toleransi di tengah masyarakat. “Amat disayangkan, kalau perguruan tinggi membatalkan kegiatan akademik, semacam diskusi,” kata Bonar.

*****
Sebenarnya,  bicara soal kebebasan – dalam bidang apa pun – kita tentu sepakat, bahwa  di setiap kampus, dan di komunitas atau lembaga mana pun, pasti diterapkan “ kebebasan” secara terbatas.  Kebebasan selalu dibatasi dengan hukum  formal atau norma-norma tertentu yang hidup di tengah masyarakat, yang biasanya tidak tertulis.  Meskipun tidak tertulis, seorang mahasiswa biasanya tidak berani memanggil dosennya dengan nama si dosen saja. Padahal, tidak ada larangan untuk itu.

Seorang anak bebas bicara pada orang tuanya. Tapi, pada umumnya,  seorang anak tidak akan bertanya kepada ayahnya, “Maaf,  Ayah, bisakah saya mendapatkan bukti ilmiah, yang empiris dan rasional, bahwa saya anak Ayah?”

Soal “kebebasan akademik”  di dalam kampus, sudah diatur dalam pasal 22,  UU Sisdiknas, UU No. 20/2003: “Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan  ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik secara otonomi keilmuan.”
 
Jadi, kebebasan akademik dan kebebasan mimbar, seharusnya berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam konteks inilah kita bisa menilai, apakah tepat  mengundang seorang Irshad Manji ke lembaga keislaman dan Perguruan Tinggi.  Tentu akan  muncul berbagai pendapat, yang bisa jadi saling berlawanan, tergantung ‘pandangan alam’ (worldview) si pengamat masalah.

Seorang sekular-liberal  yang telah melepaskan diri dari nilai-nilai Ketuhanan dan keakhiratan, tentu sangat berkepentingan dengan  promosi Irshad Manji. Apalagi, dia orang berkewarganegaraan Barat (Kanada), menulis dalam bahasa Inggris, yang biasanya bagi sebagian orang  “bermental jajahan”  dianggap simbol kehebatan sebuah peradaban. Apalagi, Irshad Manji mempromosikan pola pikir liberal terhadap al-Quran dan ajaran-ajaran Islam lainnya.

Terlebih lagi, dia sangat berani menyatakan diri sebagai MUSLIMAH LESBIAN. Bagi kaum liberal, ini komoditas yang menarik! Belum lagi, dukungan media Barat dan lembaga-lembaga keuangan tertentu di Barat terhadap aktivitas dan gagasan si Manji. Maka, lengkaplah sudah unsur-unsur  yang membuat Irshad Manji patut dibanggakan sebagai “seorang liberal yang sempurna”.

Bagi kaum liberal, yang terpenting adalah kebebasan.  Tentu, selama kebebasan itu tidak menyinggung kepentingan dan kelemahan mereka. Sebab, biasanya, kaum liberal juga tidak akan suka jika unsur-unsur kelemahan dirinya dicerca.  Dan itu manusiawi, sehingga dalam KUHP pun diatur soal pasal pencemaran nama baik.  Seorang liberal yang mulutnya terlalu lebar, mungkin tak akan suka jika dipanggil dengan kekurangan fisik pada mulutnya.  Di sini, manusia menjadi tidak bebas!
Konon, ada sebuah klub nudis (telanjang), yang dibentuk dengan alasan ingin bebas dari segala peraturan, terutama dalam soal pakaian. Mereka benar-benar ingin bebas dari segala macam peraturan. Uniknya, dalam klub mereka, dibuatlah peraturan: siapa pun yang bergabung dengan mereka, maka harus telanjang!
*****
Bagi seorang Muslim yang memegang teguh aqidah dan worldview Islam, sejak awal sudah memegang teguh pemahaman, bahwa kebebasan dalam Islam bukanlah kebebasan melakukan tindakan apa saja – termasuk bicara apa saja.  Bahkan, di dalam kitab-kitab Tauhid untuk sekolah dasar, sudah diajarkan “hukum  riddah”,  yang salah satu bentuknya: seorang bisa rusak keislamannya, karena ia mengucapkan kata-kata buruk  yang merusak keimanannya.  Bertindak pun tidak bebas. Bahkan, berprasangka saja ada aturannya; alias tidak bebas! Kita dilarang untuk berprasangka buruk dalam hal-hal tertentu.

Karena itu, Muslim punya kebebasan hanya untuk memilih yang baik (khayr).  Muslim tidak bebas memilih yang jahat.  Muslim tidak bebas untuk berzina, korupsi, menyuap, apalagi berpraktik homo dan lesbi.  Bahkan, Muslim dilarang menyakiti dan membunuh dirinya sendiri, dengan alasan tubuhnya adalah miliknya secara mutlak. Muslim pun tidak bebas mengatur hartanya, tanpa berpedoman pada aturan Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Karena itulah, seorang Muslim yang memahami dan memegang teguh worldview Islam, tidak mungkin berpikiran bebas, tanpa batas-batas yang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. Itulah makna dari syahadat yang diucapkannya: “Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”  Sangat aneh, jika orang mengaku Muslim, membaca dua kalimah syahadat,  tetapi menolak untuk tundak pada ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Irshad Manji: Salam Pantat!Dalam kerangka worldview Islam,  sangat mudah bagi seorang Muslim untuk memahami dan mendudukkan  kasus Irshad Manji.   Irshad Manji adalah lesbi, dan dia begitu bangga dalam mempromosikan kelesbiannya. Manji juga sangat bersahabat bahkan menyokong pandangan dan sikap Salman Rushdie, seorang yang sangat biadab dalam melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Dengan logika sederhana sekali, kita bisa mengatakan, bahwa mengundang seorang lesbi seperti Irshad Manji untuk berbicara di Kampus adalah sangat tidak patut dan tidak cerdas. Kecuali, jika Manji berceramah di komunitas lesbian dan komplek lokalisasi pelacuran. Mengapa? Di dalam Islam, orang yang melakukan dosa, tapi mengakui perbuatannya dosa, masih jauh lebih baik baik daripada seorang yang menghalalkan – apalagi bangga dengan – perbuatan dosa.

Seorang pelacur atau koruptor masih terbuka pintu taubat baginya, jika dia sadar, bahwa yang dia kejakan adalah salah, dan dia mau bertobat secara sungguh-sungguh. Tapi, ini akan berbeda sama-sekali dengan pelacur atau koruptor yang malah berbangga dengan tindakannya; sebab ia telah menyenangkan atau membantu orang lain. Misalnya, kasus seorang pelacur mantan aktivis mahasiswi di Yogya yang kemudian menulis memoar berjudul: “TUHAN IZINKAN AKU MENJADI PELACUR.”

Dengan kebanggaan sebagai Lesbi, Irshad Manji sebenarnya sama posisinya dengan pezina. Bahkan, lebih dari itu, dia bangga berbuat zina. Dalam buku terbaru yang dipromosikan di Indonesia kali ini, “Allah, Liberty and Love, Suatu Keberanian Mendamaikan Iman dan Kebebasan”, dia banyak mengungkap  kebanggaannya sebagai seorang lesbi. Ia pun tak malu-malu mengatakan siapa pasangan hidupnya (entah sebagai suami atau istri). Bahkan, kata-kata yang digunakan Manji  dalam berbagai bagian buku ini sangat vulgar, jauh dari nuansa akademis.

Di buku ini, misalnya, Irshad Manji  menulis, bahwa ia mendapatkan sebuah pertanyaan dari seorang yang tak menyebutkan namanya (anonim): “Mantan-saudari se-Islam, Irshad: Apa agama pasangan lesbi Anda? Yahudi?”
Irshad Manji menjawab: “Aku bertemu pasanganku di gereja Anglikan, ketika menghadiri kebaktian sebagai bagian dari penelitianku untuk program TV baru. Terkait pertanyaanmu, aku meminta dia berterus terang mengenai agamanya. Aku menuntut kebenaran. Jawaban dia, “Panggil saja aku Shlomo.” Aku masih menyesuaikan diri.”

Ada lagi pertanyaan  seorang yang ditulis identitasnya oleh Manji sebagai “Mo”.  Orang ini bertanya: “Kami mestinya menendang pantatmu ke neraka, biar bisa merasakan  api neraka membakarmu hidup-hidup. Kau memang sepalsu neraka,  jangan muncul dengan buku-buku bodohmu tentang Islam. (Mo).
Jawab Irshad Manji:  “Biar aku luruskan, Mo. Aku ini sepalsu “neraka,” tapi pantatku
harus ditendang “ke neraka”—yang menurut penjelasanmu,  adalah tujuan yang “palsu”? Mau coba lagi?”

Irshad Manji tampaknya sangat menikmati pertanyaan-pertanyaan dan hujatan-hujatan kasar, sehingga memberi kesempatan padanya untuk mempertontonkan kemampuannya untuk berkata dan bersikap lebih kasar!  
Berikut ini contoh lain, soal-jawab yang dimuat dalam buku yang telah didiskusikan di UIN Jakarta, Maarif Institute, AJI, dan beberapa tempat lain di Indonesia. Seorang bernama Falaha ditulis mengirimkan pertanyaan kepada Manji:

“Izinkan aku mengawali dengan mengatakan, betapa bermanfaat buku Anda sesungguhnya. Menurutku, ternyata, buku itu jauh lebih murah digunakan sebagai tisu toilet ketimbang paket tisu  toilet biasa. Tapi, aku ada keluhan: lembaran-lembarannya sedikit kasar di bagian tertentu, sementara kulitku sensitif. Lalu, terlintas ide bagus. Buku kamu akan bertambah laku kalau disertai pelembab... Tolong beritahu, kalau kau setidaknya memikirkan ide ini. Aku jamin, ini ada gunanya bagi penjualan bukumu, walau aku lebih suka metode kebersihan yang tradisional. Tentang citra kamu, tak banyak yang bisa aku katakan atau sarankan untuk perbaikan. Menyewa seorang humas mungkin ada gunanya (atau memecat yang sekarang). Sukses dan terus menulis. (Falaha).”

Terhadap pertanyaan yang dimuat sendiri dalam bukunya, Irshad Manji menjawab sebagai berikut:
“Salam pantat kasar! Mengenai masalah pencitraanku, aku bukan orang yang mengumbar kebiasaanku di kamar mandi pada dunia. Tapi aku lega (begitulah kira-kira), kalau jadwal buang air besarmu kelihatannya teratur. Dan artinya, kau mengambil bukuku secara teratur juga. “Intinya”, aku tak pernah butuh humas, selama aku memilikimu.”

Melalui berbagai bagian dalam buku ini, Irshad Manji sangat jelas mempromosikan gagasan lesbiannya. Misalnya, pandangannya tentang pemahaman terhadap kisah kaum Luth dalam al-Quran, ia menulis:  
“Nah sekali lagi, patahkan keyakinan dengan ayat-ayat Al-Quran sederhana yang mendorongmu untuk tidak terlalu berlebihan dengan ayat-ayat yang tersirat. Cerita Sodom dan Gomorah—kisah Nabi Luth dalam Islam—tergolong tersirat (ambigu). Kau merasa yakin kalau surat ini mengenai homoseksual, tapi sebetulnya bisa saja mengangkat perkosaan pria “lurus” oleh pria “lurus” lainnya sebagai penggambaran atas kekuasaan dan kontrol. Tuhan menghukum kaum Nabi Luth karena memotong jalur perdagangan, menumpuk kekayaan, dan berlaku tidak hormat terhadap orang luar. Perkosaan antara pria bisa jadi merupakan dosa disengaja (the sin of choice) untuk menimbulkan ketakutan di kalangan pengembara.

Aku tidak tahu apakah aku benar. Namun demikian, menurut Al-Quran, kau pun tidak bisa yakin apakah kau benar. Nah, kalau kau masih terobsesi untuk mengutuk homoseksual, bukankah kau justru yang mempunyai agenda gay? Dan sementara kau begitu, kau tidak menjawab pertanyaan awalku: “Ada apa dengan hatimu yang sesat?”

Sulit dipungkiri, membaca buku Irshad Manji yang terbaru ini, juga buku sebelumnya, memang jauh dari kesan dan bahasa akademis. Apakah ini ada kaitan dengan kondisi kejiwaan seorang lesbian yang banyak mengalami penderitaan di masa kecilnya? Wallahu A’lam. Yang jelas, seorang berinisial “SR”  menulis surat kepada Irshad Manji – yang juga dimuat di dalam buku Manji sendiri:

“Halo Nona Irshad sang Lesbian Feminis Liberal. Aku seorang Muslim moderat yang berpendidikan, dan kurasa kamu ini berkhayal demi ketenaran dan ketamakan. Nah, ini judul yang bagus dan bisa kau pertimbangkan untuk buku-bukumu selanjutnya: “Bagaimana aku bisa membodohi Barat agar berpikir homoseksualitas diterima dalam Islam.” Satu lagi, “Bagaimana menjual dirimu  pada setan.”

Membaca buku Irshad Manji, juga sikap dan akhlaknya, tampaknya diperlukan pendekatan – bukan hanya analisis kritis atas isi bukunya – pendekatan kejiwaan!  

Adalah luar biasa, bahwa Rektor UGM Prof. Ir. Soedjarwadi, M.Eng., Ph.D. berani mengambil kebijakan menghentikan diskusi Irshad Manji di CRCS-UGM.  Sang Rektor telah bertindak berani – meskipun tidak  populer di mata sebagian orang – untuk menjaga kehormatan kampusnya, dan juga menjaga kehormatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita berharap, dari UGM dan kampus-kampus lain akan lahir manusia-manusia yang beradab. 

Last Updated on Friday, 11 May 2012 06:35  
Friday, 11 May 2012 06:31
 
Written by Adian Husaini 

Kutipan :

INSISTS. Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations

Gua Maria Giri Wening: Katanya Tempat Wisata kok Jadi Tempat Ibadah?

GUNUNGKIDUL - Tabligh akbar yang dilaksanakan ahad (6/5/2012) di Masjid Bedoyo Sampang Gedangsari Gunungkidul adalah bagian dari bentuk penolakan warga terhadap pembangunan Gua Maria Giri Wening yang berada di  Sengon Kerep RT 02 RW 04, desa Sampang, Gunungkidul, Yogyakarta.

Pembangunan Gua maria tersebut  dimulai pada akhir 2010 meski tidak mengantongi izin dari pemerintah setempat. Pengurusan izin dilakukan pada bulan Februari 2012 ketika proses pembangunan sudah mencapai 80% tanpa mengindahkan ketentuan pemerintah.

Masyarakat Desa Sampang yang terwadahi dalam Forum Masyarakat Desa Sampang menolak keberadaan Gua Maria Giri Wening dengan mengemukakan berbagai alasan.
 
Beberapa alasan tersebut  juga ditandatangani  Suparman selaku ketua dan sekretaris Jib Hadi dengan mengetahui  Kepada Desa Sampang, Paijo sebagai berikut.:

Pertama, berdasarkan SKB 2 Menteri Bab IV tentang pendirian tempat ibadah pasal 13 ayat 1 berbunyi : “Pendirian tempat ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk….”   
Menurut kami pembangunan Gua Maria Wahyu Ibu-Ku Giri Wening dipandang tidak perlu, karena Pedukuhan Sengonkerep telah ada tempat ibadat (kapel/gereja) yang cukup besar, sehingga tempat ibadat yang ada sudah lebih dari cukup untuk menampung komposisi jumlah penduduk yang ada di Sengonkerep dan sekitarnya.

Kedua, jika yang dibangun adalah tempat ziarah, sebenarnya juga tidak ada sejarah sebelumnya yang dapat diziarahi.

Ketiga, Dengan adanya bangunan yang ada di Sengonkerep, ada salah satu keluarga Islam yang murtad menjadi Katholik. Walaupun menurut pengakuannya adalah kehendak sendiri, namun disinyalir inilah dampak dari berdirinya gereja berkedok wisata ziarah Gua Maria Wahyu Ibu-Ku Giri Wening.

Keempat, Masyarakat sekitar sama sekali tidak tahu bahwa tempat tersebut (Goa Maria Wahyu Ibu-Ku Giri Wening) adalah tempat ibadah. Sepengetahuan masyarakat itu hanya tempat wisata umum saja. Pada saat warga Islam diminta tanda tangan untuk perizinan bangunan tersebut tidak ada kejelasan, bahwa yang dibangun adalah tempat ibadah, sehingga warga dengan mudah memberikan tanda tangannya.

Kelima, keganjilan terlihat ketika pembangunan Gua Maria Ibu-Ku Giri Wening izinnya baru diurus pada tahun 2012. Padahal proses pembangunannya telah dimulai pada tahun tahun sebelumnya.

Secara prosedur birokrasi, Forum masyarakat Desa Sampang, telah melaporkan ke instansi terkait. FKUB Kab Gunungkidul, Kantor Kemenag, Dinas PU, BPN, Camat Gedangsar, bahkan ke Bupati Gunungkidul.

Selain warga masyarakat desa Sampang, ormas-ormas Islam sekitar juga memberikan dukungan penuh, seperti Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kec. Gedang Sari dan Majelis Wakil Cabang Nahdhatul Ulama Kecamatan Gedangsari. Ini adalah bentuk solidaritas dari saudara muslim, termasuk Banser Gunungkidul yang menyampaikan dukungan penolakan saat acara Tabligh akbar, ahad (6/5/2012) beberapa hari yang lalu. [LH]

Kutipan :
LH / Voa_Islam
Sabtu, 12 May 2012

'Ngeyel' Seperti Bani Israil, Ulil Berani Menantang Adzab Allah

JAKARTA  - Pernyataan ngawur Aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) membuat berang sejumlah tokoh dan intelektual muslim yang benar-benar memiliki background keislaman yang memadai.

Bachtiar Nasir, Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia  (Sekjen MIUMI), misalnya, menilai Ulil Abhsar Abdallah sebagai sosok yang bebal dan ngeyel karena berani menantang azab Tuhan.

Kecaman Bachtiar terhadap Ulil disampaikan saat menyampaikan materi tentang watak keras Bani Israel dalam Al-Quran di Islamic Center Ar-Rahman Quranic Learning (AQL) Tebet, Jakarta Selatan (Kamis, 10/05/2012).
"Dalam sejarah, Bani Israel dikenal keras dan ngeyel. Diajak beriman kepada Allah, malah minta penampakkan Tuhan dalam bentuk materi (kasat mata). itu kan ngeyel", paparnya.
"Mirip Ulil",  ujarnya geram.

Komentar Direktur AQL ini terkait pernyataan Ulil dalam tweeternya  yang menantang azab yang diturunkan kepada kaum Luth sebagaimana yang ceritakan dalam Al-Quran Surat Al-A’raf: 80-84.


Al-Quran mengisahkan, kaum Sodom, umat nabi Luth AS diadzab oleh Allah karena  suka melakukan perkawinan sejenis.

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. "
"Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas."
"Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri."
"Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.”

"Kalau memang benar Kaum Luth diazab, kenapa Allah tidak menurunkan azab yang sama di zaman sekarang?" celoteh Ulil di Tweeter.

Kutipan :
Widad / Masdar Helmi / VoA-Islam
Sabtu, 12 May 2012

MMI siap tantang PBNU untuk debat terbuka

YOGYAKARTA - Rangkaian dari peristiwa pembubaran diskusi feminis lesbi penghina nabi Irshad Manji tidak berhenti pada pelaporan terhadap Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) oleh beberapa ormas DIY, di antaranya GP Anshor dan Banser NU kepada Polda DIY. Akan tetapi berlanjut dengan diadakannya aksi unjukrasa penolakan terhadap MMI di Yogyakarta, Jum’at (11/5/2012).

Dalam aksi unjukrasa tersebut komponen dari organisasi NU melibatkan diri untuk menolak MMI, menyikapi hal tersebut pimpinan MMI pusat menyatakan siap menantang untuk beradu argumen dengan PBNU.
“MMI akan melayangkan surat tantangan debat terbuka kepada PBNU pimpinan Said Aqil Siraj,” kata ketua Lajnah tanfiziyah majelis Mujahidin, Ustadz Irfan S. Awwas kepada arrahmah.com, Jakarta, Jum’at (11/5).

Tantangan tersebut diajukan MMI, pasalnya PBNU pimpinan Said Aqil dinilai oleh Ustadz Irfan telah menjadi motor untuk membiarkan kampanye aliran sesat oleh organisasi turunannya.
“Karena telah mempelopori aliran sesat dan membiarkan organisasi underbouw LKiS, PMII, Banser, dan Ansor mempropagandakan penghujat Islam Irshad Manji,” ungkapnya.

Sehingga debat tersebut menurutnya, menjadi penting untuk membuktikan PBNU pimpinan Said Aqil memang membela Islam atau tidak.
“Apakah NU pimpinan Aqil masih dalam barisan Islam? Harus dipertanggungjawabkan dalam debat terbuka,” tandas Ustadz Irfan.

Sebagaimana diberitakan, ratusan masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Yogyakarta Antikekerasan (Gerayak) menyerukan penolakan terhadap organisasi MMI, yang dinilai telah melakukan kekerasan terhadap diskusi penghinan nabi Irshad Manji. Dalam aksi tersebut organisasi underbouw NU ikut serta PMII dan pengurus NU setempat.


Kutipan :
Bilal / Arrahmah
Jum'at, 11 Mei 2012 22:16:29

Bubarkan Diskusi, Salihara Laporkan Dua Polisi ke Mabes,TPM Membela


JAKARTA – Hari ini, ba'da shalat Jum'at(11/5) Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta bersama Forum Umat Islam (FUI) mendatangi Propam Mabes Polri, untuk menyampaikan pendapat hukum bahwa pembubaran diskusi Irshad Manji oleh Kapolsek Pasar Minggu adalah sah. Kedatangan TPM dan FUI adalah bentuk pembelaan terhadap kedua perwira polisi yang sukses membubarkan diskusi Irshad Manji di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Menurut TPM dan FUI, pembubaran diskusi tokoh feminis-lesbian Irshad Manji di Komunitas Salihara, Jalan Salihara, Pasar Minggu, pada Jumat malam lalu (4/5/2012) secara hukum adalah sah. Kapolsek Pasar Minggu sebagai pejabat yang memiliki kekuasaan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat memang memiliki wewenang untuk itu.

Sebelumnya, Kamis (10/5) kemarin, pasca dibubarkannya diskusi buku yang menghadirkan tokoh lesbi Irshad Manji di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Komunitas Salihara melaporkan dua perwira Polri ke Divisi Propam (Profesi dan Pengamanan)) Mabes Polri. Dua pejabat yang dilaporkan itu adalah Kapolsek Pasar Minggu Kompol Adri Desas Furyanto dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Imam Sugiyanto.

Seperti diberitakan sebelumnya, diskusi buku "Allah, Liberty and Love" di Komunitas Teater Salihara pada Jumat malam lalu dibubarkan oleh Kapolsek Pasar Minggu Kompol Adri Desas Furyanto, SH dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Imam Sugiyanto, bersama sejumlah warga yang resah dan terganggu akibat diskusi tersebut.

Kapolsek membubarkan acara yang juga dihadiri sejumlah pentolan liberal seperti Goenawan M, Guntur Romli dan Ulil Abshar Abdalla, ketika acara telah berlangsung selama 15 menit. Irshad Manji akhirnya dievakuasi oleh aparat keamanan.

Direktur Program Komunitas Salihara, Nirwanto Dewanto di Mabes Polri, Kamis (10/5) kemarin, kepada pers mengatakan, Kepolisian telah memihak secara tidak adil kepada kelompok yang ingin membubarkan diskusi buku Irshad Manji yang berjudul “Allah, Love, Liberty”.

Nirwanto menjelaskan, polisi bertindak tidak professional dengan membubarkan diskusi yang sedang dilaksanakan. Padahal diskusi adalah hak warga negara yang dijamin oleh UUD 45. “Aparat telah melakukan intimidasi dengan mengatakan, jika diskusi tidak bubar, Kapolsek tidak menjamin keamanan di lokasi.”

Sepertinya, sia-sia apa yang dilaporkan Komunitas Salihara. Karena polisi sudah bertindak benar, yakni membubarkan diskusi tersebut, karena diskusi tersebut dinilai telah mengganggu keamanan setempat. Itulah sebabnya dua perwira polisi itu memiliki wewenang untuk mengamankan wilayahnya, sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.  

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Jum'at, 11 May 2012

Ahmad Dhani jadi pengikut feminis penghina nabi Irshad Manji


JAKARTA - Beberapa hari ini pemberitaan mengenai sosok penulis feminis Irshad Manji begitu menggema di media. Banyak orang yang penasaran dengan feminis penghinan nabi asal Kanada itu, salah satunya musisi Ahmad Dhani.

Sebagaimana diberitakan tempo.co, saking penasaran, motor band Dewa ini mencari Irshad Manji di Twitter dan dia langsung menjadi pengikut penulis buku Allah, Liberty and Love itu. 
@AHMADDHANIPRAST: Todai, i follow @irshadManji..ada yg keberatan???dulu ogut gak tau siapa doi..gara2 ada yg sok sok an ganggu doi..jd penasaran..

Diskusi Allah Liberty & Love di Gedung Salihara, Jumat, 4 Mei 2012  dibubarkan masyarakat. Hal yang sama terjadi pada Rabu, 9 Mei 2012 ketika akan berdiskusi buku yang sama di Yogyakarta kembali dibubarkan.

 

Sebagaimana diketahui, Irshad Manji sendiri, merupakan sosok feminis yang sangat sering menghujat Islam. Dalam bukunya , ‘Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini’, mengungkapkan Cerita bernada penghinaan terhadap nabi Muhammad SAW dengan menuduh Rasulullah telah mengedit al-Qur’an dan keraguan terhadap al-Qur'an melalui riwayat lemah dan palsu yang menjadi favorit kaum orientalis untuk menyerang al-Quran dan Nabi Muhammad saw.

"Sebagai seorang pedagang buta huruf, Muhammad  bergantung pada para pencatat untuk mencatat kata-kata yang didengarnya dari Allah. Kadang-kadang Nabi sendiri mengalami penderitaan yang luar biasa untuk menguraikan apa yang ia dengar. Itulah bagaimana ”ayat-ayat setan” – ayat-ayat yang memuja berhala – dilaporkan pernah diterima oleh Muhammad dan dicatat sebagai ayat otentik untuk al-Quran. Nabi kemudian  mencoret ayat-ayat tersebut, menyalahkan tipu daya setan sebagai penyebab kesalahan catat tersebut". Cerita ini yang pernah diungkap pula oleh terfatwa mati Salman Rushdie dalam novelnya yang menghina nabi  'Ayat-ayat Setan'.

Kutipan :
Bilal / Tempo / Arrahmah
Jum'at, 11 Mei 2012 22:34:35