Laman

Selasa, 11 September 2012

MIUMI Keluarkan Hasil Riset Gerakan Syiah di Sampang-Madura

JAKARTA  – Pasca pecah peristiwa Sampang Jilid pertama, Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) telah melakukan berbagai riset yang kemudian disusun dalam sebuah buku kecil berjudul: “Syiah di Sampang” (penerbit MIUMI PRESS). Penelitian ini mencoba menguak akar masalah yang sesungguhnya mengapa peristiwa pembakaran itu terjadi, tidak saja diteliti dari permukaan peristiwa, tapi lebih kepada penelusuran akar permasalahan sesungguhnya.
Mengingat data yang diperlukan lebih banyak berbentuk verbal, bukan angka, maka metodelogi yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dimana wawancara dengan berbagai pihak dan data-data tertulis menjadi instrument utama.

Sebelumnya, MIUMI  telah menyerahkan empat hasil riset tentang Syi’ah kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam di Jalan MH Thamrin 6 Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu, (16/04/2012). Delegasi MIUMI diwakili oleh Bachtiar Nasir (Sekjen) didampingi Fahmi Salim Zubair MA (Wasekjen), Dr Muchlis Hanafi (Wakil Ketua), dan M Zaitun Rasmin MA (Wakil Ketua).

Empat hasil penelitian yang diserahkan MIUMI tersebut berisi, Pertama, buku tentang penelitian lapangan berjudul “Syiah di Sampang” ditulis oleh Ahmad Rafi’i Damyanti. Kedua, buku “Himpunan Fatwa dan Pernyataan Tokoh dan Ulama Indonesia” tentang Syiah. Ketiga, kumpulan dokumentasi (kliping) buku-buku Syiah Indonesia yang mencerca Sahabat dan istri Nabi SAW. Keempat, terbaru “Himpunan Fatwa Dr. Yusuf Al Qaradhawi tentang Syiah”, terbitan tahun 2009.

Riset yang ditulis oleh Akhmad Rofii Damyati, MA (salah satu anggota MIUMI) itu mengungkap akar persoalan masalah Syiah di Sampang Madura, diantaranya meneliti biografi Tajuk Muluk, kronologi kejadian, sebelum kejadian, dan pasca kejadian 29 Desember 2011. Juga diungkap ihwal pemicu utama aksi pembakaran oleh massa, ajaran Tajul yang tersebar di masyarakat, dampak kasus terhadap masyarakat, upaya ulama dan pemerintah, dan rekomendasi.

Pembakaran “Pesantren Syiah” di Sampang Madura, pada hari Kamis, 29 Desember 2011, secara sepintas, seolah-olah memberikan stigma negatif pada masyakarat, ulama dan pemerintah. Orang Madura lalu dipersepsikan tidak bisa hidup dengan berbagai perbedaan pemahaman. Ulama dianggap tidak mampu meredam watak kasarnya masayarakat dan tidak bisa membimbing umatnya ke arah yang lebih toleran. Intinya, ulama Madura dianggao tidak bisa mengajarkan sikap toleransi.  
Sedangkan, pemerintah dianggap lamban dan gagal menangani kasus sosial ini. Bahkan dinilai ada pembiaran terhadap peristiwa ini. Sejumlah media massa sudah terlanjur melokalisir masalah itu kepada perang kepentingan dan rebutan pengaruh antara Tajul Muluk, tokoh ulama ajaran Syiah, dengan Roies al-Hukama, adik Tajul.

Lebih-lebih dihembuskan kabar yang menyatakan, bahwa peristiwa itu merupakan buntut dari konflik kasus asmara antara Roies dan santrinya yang melibatkan Tajul Muluk di dalamnya.
Selengkapnya, VoA-Islam akan melaporkan hasil penelitian MIUMI tersebut dalam beberapa tulisan.

Sikap Sekjen MIUMI
Dalam kata pengantarnya, Sekjen MIUMI Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan, sekelompok kecil kaum Syiah hingga saat ini terus melakukan  gerakan Syiahnisasi di Indonesia. Provokasi kelompok Syiah Tajul Muluk di Madura (Sampang) sampai gerakan taqiyyah yang menginfiltrasi pengajian kaum urban di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia.

Gelombang pensyiahan Indonesia juga terlihat dari gerakan akademik, dimana iming-iming beasiswa bagi kaum terdidik Indonesia untuk belajar di Iran setelah sebelumnya mengadakan pojok-pojok Iran (Iran Corners) di berbagai kampus di Indonesia. Akibatnya sepulang dari Iran, para penganjur Syiah tersebut semakin gencar menyebarkan fahamnya di lingkungan Sunni Indonesia.

Dari aspek ibadah, kata Ustadz Bachtiar, kaum Syiah Indonesia semakin vulgar merayakan hari Asyura versi Syiah di tempat umum, bahkan ada oknum yang bisa mengumrahkan jamaah dari Indonesia plus ziarah ke Iran dengan biaya sangat murah dan bersubsidi tentunya. Doktrin penistaan para sahabat dan keluarga Nabi yang dimuliakan kaum Sunni lewat media-media massa cetak atau elektronik dan online juga sangat nampak serangannya.

“Hal ini harus mendapat perhatian serius dari para pemimpin dan tokoh umat untuk menjaga kedamaian dan ketentraman umat dan bangsa. Sayangnya kaum Syiah menggunakan jargon-jargon persatuan dan kerukunan umat dalam menyebarkan fahamnya, padahal pada saat yang sama penghinaan, bahkan penistaan terhadap keluarga dan para sahabat Nabi terus mereka lakukan,” ungkapnya. 

source
voaislam/senin,10sep2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar