Nasir Abas
Jakarta (Voa-Islam) – Nasir Abas yang pernah berjihad ke Afghanistan mengatakan, jihad itu urusan masing-masing orang dengan Allah. Keinginan aktivis Islam yang ingin berjihad, hendaknya bertepuk dada, tanya kemampuannya, apakah sudah mampu? “Kita ingin berjihad, sementara bagaimana dengan keluarga kita?” kata Nasir yang tak ingin lagi berjihad ke negeri muslim tertindas.
Ketika ditanya, apakah anda menyesal saat berjihad ke Afghanistan? “Penyesalan tidak ada. Yang sangat saya sesalkan adalah ketika pengetahuan itu digunakan untuk membunuh rakyat sipil,”tukas Nasir usai acara jumpa tokoh dalam acara Peace Buliding 2011: Terror Around Us di Kampus UI Depok.
Jika dahulu, NII mengirim pemuda Islam untuk mengikuti pelatihan dan berjihad ke Afghan, bagaimana dengan sekarang? Bukankah banyak negeri Muslim yang tertindas yang harus dibela oleh kaum Muslimin di seluruh dunia?
Nasir Abas menjelaskan, tentu kita harus menaruh simpati dan membela umat Islam yang lain, namun dengan cara yang bijaksana, seperti memberikan bantuan berupa makanan, pakaian, atau menambah personil.
“Kenapa harus menunggu disuruh dan disarankan. Itu urusan dirinya masing-masing dengan Allah Swt. Saya tidak bilang agar berjihad ke negeri Muslim yang tertindas. Itu urusan masing-masing orang dengan Allah, juga lihat kemampuan diri. Allah tidak membebakan hamba-Nya. Jika tidak mampu, kenapa harus memaksakan diri . Pelatihan di Aceh contohnya, ketika sudah punya senjata lalu lari, itu bukti kita belum mampu,” kata Nasir sinis.
Nasir juga mengatakan, tidak ada sunnahnya seseorang berjihad hanya seorang diri. Itu bid’ah namanya. Perang itu harus punya kekuatan. “Jika kita punya niat dan hasrat untuk berjihad, tentu harus mengikuti sunnah Rasul, begitu syariatnya.”
Kebingungan BNPT
Nasir Abas yang sering diundang BNPT untuk menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan deradikalisasi -- yang digulirkan pemerintah -- membantah, jika BNPT dalam kondisi kebingungan untuk memetakan kelompok radikal teroris yang dimaksud.
Perlu diketahui, setiap kali menggelar diskusi, talkshow, seminar atau worshop soal deradikalisasi, ada kesan mencampur aduk kelompok Islam yang ada untuk dijadikan sasaran bidik, mulai dari Jamaah Islamiyah (JI), NII, hingga Wahabi. Sehingga masyarakat menjadi bingung sendiri. Tak terkecuali pihak BNPT.
Apa benar BNPT terlihat bingung? “Saya tidak mau berkomentar tentang itu. Meski, saya sering diundang BNPT, bukan berarti saya tahu program BNPT. Saya hanya diundang sebagai pembicara,” imbuhnya.
Bagi Nasir, ia melihat adanya peningatan pengetahuan masyarakat, terhadap nama-nama kelompok Islam seperti: wahabi, salafi, jihadis dan sebagainya. Acara-acara seperti ini, lanjut Nasir, telah membuka mata masyakat. Suatu keberhasilan juga, masyarakat jadi melek mata, ternyata ada orang atau kelompok yang berpaham seperti ini.
“Diharapkan, masyarakat lebih berwaspada, jangan sampai tertipu, terpengaruh, ikut-ikutan, sehingga terjerumus dengan hal-hal yang negaif, tinggal bagaimana proses re-edukasi kepada masyarakat, yakni bertambahnya pengetahuan tentang peta gerakan Islam,” ujar Nasir yang beberapa waktu lalu bertemu dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di dalam penjara Mabes Polri.
Satu hal, kata Nasir, pemerintah hendaknya tidak men-generalisasi semua kelompok itu radikal. Itu tidak baik. Di Indonesia, orang bebas berpdapat, selama tidak melanggar UU dan meresahkan masyarakat.
Bukan rahasia umum, kedekatan Nasir Abas dengan BNPT, menyebabkan sikap apriori ataupun sinis kalangan jihadis. Terlebih, ucapan-ucapan Nasir di depan forum, dinilai mendeskreditkan mujahidin. Dengan enteng, Nasir berseloroh, “Saya selalu mendoakan agar Allah mengampuni mereka. Bagi saya, mereka tidak paham,” ujarnya. Desastian
Kutipan
VOA
Sabtu, 24 Dec 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar