Laman

Sabtu, 07 Januari 2012

Pelecehan Asma Allah ''Al-Wahhab'' dalam Tudingan ''Wahabi''

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Rabb pencipta alam semesta yang mengetahui segalanya, yang tersembunyi maupun terang-terangan. Dia yang akan menghisab semua perbuatan hamba-hamba-Nya, yang besar maupun yang kecilnya.

عَالِمِ الْغَيْبِ لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَلَا أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرُ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
"Demi Tuhanku Yang mengetahui yang gaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripada-Nya seberat zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (lauhul Mahfudz)." (QS. Saba': 3)

Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya yang telah mengagungkan Allah dengan sebenarnya, beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya dengan jujur dan benar. Semoga shalawat dan salam juga dilimpahkan kepada siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Istilah Salafi-Wahabi terus digulirkan dan dikampanyekan oleh Said Agil Siraj untuk mendiskreditkan kelompok yang tidak sejalan dengan pemikirannya. "Wahabi" distigmakan sebagai kelompok sesat dan menyimpang yang harus diwaspadai. Bahkan, Said menuduh, gerakan Wahabi sebagai penebar benih radikal dan teror yang mengajarkan doktrin pengeboman. Lebih dari itu, dengan jelas Sa'id menyebutkan beberapa lembaga-lembaga dan tokohnya yang disebutnya sebagai Salafi-Wahhabi.

Walaupun sudah mendapatkan berbagai kritik penggunaan istilah "Wahabi" yang salah kaprah, nampaknya tak dipedulikan. Tak bergeming dan terus menyemburkan bisa beracun yang akan membinasakan persatuan umat Islam secara pelan-pelan. Meminjam ungkapan Al-Qur'an terhadap Bal'am bin Abar, seorang laki-laki dari Bani Israil yang diberi pengetahuan agama tinggi namun sengaja menyimpang darinya karena dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, "Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)." (QS. Al-A'raf: 176)

Sesungguhnya penetapan istilah "Wahabi" yang dinisbatkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi An-Najdi, saja sudah tidak tepat menurut kaidah bahasa Arab. Apalagi isi dakwahnya, jauh tuduhan dari hakikatnya. karena ulama ini menyeru kepada pemahaman Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan al-Sunnah sesuai pemahaman para ulama salaf. Beliau menyeru untuk memurnikan tauhid dari noda syirik, kufur, nifak dan khurafat. Dalam ibadah beliau bermazhab Hambali, mengikuti pendapat Imam Ahmad bin Hambal, murid istimewa Imam al-Syafi'i rahimahullah, yang berusaha mendasarkan ibadah kepada Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Dalam menjalankan dakwahnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang hidup di abad 18 Masehi, tak pernah menyebut kiprah dakwahnya dengan penamaan dakwah "Wahabi" atau tak pernah mendirikan organisasi dakwah bernama Wahabi. Para ulama yang menjadi murid-muridnya secara langsung atau tidak yang mereka telah mensyarah kitab-kitab beliau dan mengambil perkataan-perkataannya juga tak ada yang menamakan diri dengan Wahabi. Kenapa? Karena istilah "Wahabi" adalah cacat secara bahasa. Sementara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para murid-muridnya orang Arab asli yang berbicara dengan bahasa Arab, tentunya tak wajar kalau sampai salah kaprah dalam menetapkan peristilahan.

Penisbatan "Wahabi" kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya bentuk penisbatannya adalah ‘Muhammadiyyah’, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut bernama Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahhab (hamba Allah yang Maha Pemberi). Lebih para lagi, kata wahabi diambil dari Nama Allah "Al-Wahhab" (Maha Pemberi). Sehingga akan berakibat, orang yang termakan dengan propaganda anti "Wahabi" akan membenci nama Allah al-Wahhab.
Al-Wahhab disebutkan sebanyak tiga kali oleh Al-Qur'an. Pertama, menerangkan tentang al-Rasikhuna fi al-'Ilmi (Orang-orang yang dalam ilmu agamanya) yang mereka berdoa,  
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran: 9)
Kedua, bantahan dari Allah terhadap kesombongan kaum musyrikin untuk mentauhidkan Allah dan memusuhi utusan-Nya.
أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّكَ الْعَزِيزِ الْوَهَّابِ
"Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemberi?" (QS. Shaad: 9)
Ketiga, doa Nabi Sulaiman kepada Allah agar memberikan kekuasaan kepada beliau yang tidak diberikan kepada manusia sesudahnya,
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ia (Sualiman) berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi"." (QS. Shaad: 35)

Al-Wahhab bermakna: Yang Maha luas pemberiannya, banyak berbuat baik yang meliputi semua makhluk-Nya, yang taat maupun yang jahat. Pemberian-Nya meliputi seluruh alam dengan limpahan kebaikan, karunia dan kemurahan-Nya.

Allah dengan nama-Nya Al-Wahhab, senatiasa memberi tanpa mengharap ganti. Memberi apa yang dikehendaki kepada siapa yang dikehendaki oleh-Nya tanpa pamrih. Memberi orang yang membutuhkan tanpa diminta dan mengabulkan permintaan kepada siapa yang berdoa kepada-Nya dengan lisan maupun perbuatan. Dia memberikan kenikmatan di dunia sebagai cobaan dan melimpahkan kenikmatan di akhirat sebagai balasan bagi makhluk-Nya.

Kewajiban Terhadap Nama Allah
Pada dasarnya, setiap nama Allah harus diagungkan dan dimuliakan kaum muslimin. Mereka diwajibkan untuk mengetahuinya, beriman kepadanya, bersungguh-sungguh memahaminya, dan diperintahkan untuk beribadah dan berdoa kepada Allah dengan menyebut nama-nama-Nya, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
"Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaaul Husna itu" (QS. Al-A'raf: 180)
Namun jika nama Allah diambil dan digunakan untuk me-lebel-i sesuatu yang harus disesatkan dan dimusuhi, maka ini termasuk menghinakannya. Sehingga kaum muslimin (khususnya yang awam) tidak suka dengan nama Al-Wahhab. Sementara membenci salah satu dari Nama Allah yang jelas petunjukkan dari Al-Qur'an dan al-Sunnah itu menyebabkan kekufuran.
Pada saat perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan Musyrikin Quraiys, maka beliau memerintahkan kepada juru tulis untuk menuliskan Bismillahirrahmanirrahim. Namun kaum musyrikin melalui perwakilan mereka Suhail bin 'Amr menolaknya, ia berkata, "Adapun ar-Rahman al-Rahim kami tidak mengetahuinya." Karena itulah Allah menurunkan firman-Nya,
وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ
"Padahal mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah." (QS. Al-Ra'du: 30)
Kaum musyrikin Makkah bukannya tidak mempercayai Allah, karenanya mereka masih menerima dengan nama Allah. Tapi mereka kufur kepada nama Allah al-Rahman, yang karenanya Allah mengafirkan mereka dengan pengingkaran tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa menolak atau ingkar kepada salah satu atau dua nama Allah yang jelas petunjuknya dari Al-Qur'an dan Sunnah itu menyebabkan kekufuran.
Oleh sebab itu,  kami berkeyakinan bahwa istilah ini sengaja dimunculkan bukan dari orang beriman yang baik, menguasai bahasa Arab yang dalam, dan memiliki kecintaan kepada Islam yang sesungguhnya. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]


Kutipan :
VOA / Badrul Tamam
Rabu, 07 Dec 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar