DEPOK - Kok bisa seseorang menjadi liberal? Padahal orang itu lulusan Pesantren Gontor. Ketika menjadi liberal, lalu serta merta menyalahkan Gontor. Lembaga pendidikan Islam itu dituding telah mencetak tokoh liberal sekaliber Nurcholish Madjid alias Cak Nur.
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi yang menamatkan pendidikan menengahnya di Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah Pondok Modern Darussalam Gontor dan S1 di pondok yang sama, mengatakan, awalnya Nurcholish adalah lulusan terbaik di Gontor. Setelah itu ia melanjutkan studinya di IAIN Ciputat. Nilai Dasar Islam (NDI) nya pun bagus. Cak Nur kemudian menjadi Ketua PB HMI.Nah setelah keluar dari Gontor, IAIN Ciputat, ia belajar Islam ke Amerika dan mendapat gelar doktornya.
“Lulus dari Gontor ngerti apa. Kita tahu, bahwa Cak Nur itu bukan Muhammadiyah, juga bukan NU. Sementara itu, Barat tidak akan tinggal diam, bila bicara soal calon pemimpin di masa depan,” tandas Hamid.
Gus Hamid – begitu ia disapa oleh rekan-rekan di INSIST – membantah jika Gontor mengajarkan kebebasan kepada santri-santrinya. Kebebasan yang dimaksud disini adalah terbebasnya dari ikatan golongan atau kelompok yang fanatik.
“Jadi, bukan salah pendidikan Islam. Jika kita putus asa dengan perguruan tinggi yang ada karena telah menghasilkan seseorang menjadi liberal, maka carilah perguruan tinggi yang merujuk pada Islamisasi pengeahuan, berlandaskan syariah , berpaham Aswaja (Ahli Sunnah wal Jamaah), dan peduli dengan urusan umat Islam,” tandas Gus Hamid yang kini menghabiskan waktunya untuk mengajar dan memimpin Program Kaderisasi Ulama dan Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam, Gontor.
Gerakan Ilmiah
Gus Hamid yang pendidikan S2 nya (M.Phil) d University Birmingham United Kingdom (1998) mengajak umat Islam untuk bergabung dalam gerakan ilmiah. Tidak ada cara lain untuk mengembangkan Islam, selain dengan komunitas. Di Barat, berawal dari komunitas ilmuwan saja. Ada komunitas yang hanya berkutat dengan mempelajari tafsir saja, atau hadits saja, bahkan fiqih saja. Tapi ternyata dari situ peradaban Islam berkembang.
“Mari kita bergabung dalam komunitas untuk mewujudkan pemikrian bersama,dan cita-cita bersama. Intinya, kita harus peduli terhadap Islam. Kata Nabi Saw, siapa yang tidak peduli dengan urusan orang Islam, dia bukan termasuk orang Islam.”
Selain pemikiran Islam, Gus Hamid mengaku memikirkan ekonomi syariah dan politik. Ia ingin mempersatukan semua lini untuk menuju peradaban Islam yang betul-betul syariah. Karena itu, umat Islam harus membekali diri dengan ilmu.
Hamid sangat menyesalkan jika ada pihak yang mengatakan, Tuhan dan Nabi Muhammad Saw tak perlu dibela, karena dianggapnya Tuhan dan Nabi Saw sudah besar. Ada juga yang mengatakan, Islam tak perlu dibela, karena Islam sudah mulia. Inilah pemikiran yang rancu. “Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran. Terpenting, kemajuan ilmu pengetahuan harus disertai dengan iman dan amal,” imbuh Gus Hamid yang menyelesaikan studi S3 nya (bidang pemikiran) di ISTAC, Malaysia.
Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Rabu, 04 Apr 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar