Laman

Kamis, 10 Mei 2012

Warning! Irshad Manji, Sudahlah...! Pulang ke Kanada Sanaaah!

JAKARTA  – Umat Islam Indonesia betul-betul muak dengan tokoh lesbi Irshad Manji yang menjijikkan. Buktinya, seluruh kota besar di Indonesia, mulai dari Jakarta, Solo, hingga Yogjakarta, menolak mentah-mentah kedatangan penulis buku sampah atas nama Allah, Islam, Cinta dan kebebasan "Allah, Liberty, and Love".

Menurut sumber VoA-Islam yang bisa dipercaya, sejak menginjak kakinya ke Indonesia, diam-diam Irshad Manji sempat mendatangi Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, pada pagi harinya, namun dilakukan secara tertutup.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dikabarkan akan menghadirkan Manji pada tanggal 4 Mei 2012 di Gedung PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya No. 62, Jakarta, pun telah membatalkan pertemuan. Pembatalan itu ditandai dengan dikeluarkan surat  resmi tertanggal 1 Mei 2012.
Surat tersebut ditembuskan kepada seluruh warga Muhammadiyah, termasuk sejumlah kampus Muhammmadiyah yang ada di beberapa daerah,  seperti Rektor Uhamka Jakarta, UM Tangerang, Ketua STIE Muhammadiyah, STIE Ahmad Dahlan, dan STIMIK Muhammadiyah Jakarta serta di tembuskan kepada kantor PP Muhamadiyah di Yogyakarta.

Malam harinya, Irshad Manji dihadirkan di teater Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Warga setempat menolak dan keberatan dengan acara diskusi buku yang menghadirkan Irshad Manji. Yang pasti, acara tersebut gagal total, karena dipaksa bubar oleh pihak kepolisian.

Keesokan harinya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar diskusi dengan mengundang narasumber yang sama, meski dibatasi oleh durasi waktu yang tak lama. Banser Ansor yang diinstruksikan oleh pimpinannya Nusron Wahid untuk berjaga-jaga di pekarangan secretariat AJI, tak membuat massa yang sudah memantau dari kejauhan segera bergerak. Bisa dibilang, acara yang digelar AJI tidak sukses, karena tidak menghadirkan banyak peserta.   

Agenda selanjutnya, Manji terbang ke Solo. Diskusi yang yang semula dijadwalkan akan digelar di Balai Soedjatmoko, batal karena adanya keberatan dari kelompok massa yang menamakan diri Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS). 

Sebagai gantinya, panitia dari Jakarta menyelenggarakan diskusi terbatas di ruang pertemuan sebuah hotel di Kota Solo bekerja sama dengan sebuah lembaga swadaya masyarakat setempat, Selasa (8/5/2012) malam. Diskusi berlangsung selama satu jam yang dihadiri 20-30 orang.

Dari Solo, Manji bergeser ke Kampus UGM Yogjakarta. Rabu (9/5) kemarin, Manji kembali menelan pil pahit. Kehadirannya ditolak oleh ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Jogja Peduli Moral Bangsa (AGJPMB). Para mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di Gedung Megister Manajemen Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dalam aksinya, mereka membawa berbagai macam poster yang bernada menghujat Irshad Manji, yang akan menjadi pembicara diskusi bertema ''Agama, Kebebasan dan Keberanian Moral' di lantai 5 Gedung MM UGM. Mahasiswa menilai Irshad Manji bukanlah seorang pembaharu atau reformis Islam, melainkan seorang yang telah menodai agama, mendiskreditkan Al Qur'an dan melecehkan nabi.

Mahasiswa juga menilai Manji merupakan tokoh homoseksual yang hendak membawa Islam seakan menghalalkan prilaku melenceng tersebut. Pemikiran Irshad Manji sangat bertentangan dengan hukum dan budaya Indonesia, dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pemikiran dan tingkah laku masyarakat.

Malam harinya, Manji difasilitasi oleh Penerbit LKiS untuk hadir dalam diskusi serupa. Tapi, untuk yang kesekian kalinya, acara diskusi tersebut dibubarkan massa. Manji betul-betul frustasi. Mulutnya berhasil dibungkam oleh umat Islam yang tegas menolak kehadirannya di Indonesia.

Statemen Manji Selama di Indonesia
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, tokoh feminis asal Kanada itu menyarankan wartawan di Indonesia meniru wartawan di Amerika, terutama Amerika Utara, khususnya dalam masalah liberalisasi agama. Di Amerika, kata Manji, secara umum pandangan liberalisasi agama telah berkembang dengan baik. Wartawan Amerika tidak selalu memandang agama sebagai sebuah hal yang tabu untuk dikaji. Sebaliknya, mereka justru berani untuk terus mengkaji lebih dalam.

"Kita tidak bisa bersikap dangkal. Jangan semata-mata memandang agama sebagai biang masalah antar suku ataupun umat. Kita bisa saja melihat dari sisi kenapa kelompok tertentu melakukan suatu hal atau aksi atas nama agama tertentu," ujar Irshad dalam acara diskusi buku "Allah, Liberty, and Love”, yang diadakan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Sabtu lalu di Kalibata, Jakarta Selatan.

Berbeda dengan di Amerika, menurut Irshad, secara umum di Eropa, isu agama dipandang tabu, sensitif, dan terkadang dangkal oleh wartawan. Karena itu, sedikit wartawan-wartawan yang berani untuk terus menggali lebih dalam terkait permasalahan agama yang berkembang di sana. Sikap jurnalistik yang takut membicarakan dinamika agama merupakan sebuah pembodohan dimasyarakat. Masyarakat yang berharap bisa mendengarkan sudut pandang liberal, hak asasi mereka untuk mengambil sebuah pilihan sudah dirampas. Karena sikap jurnalistik yang takut membicarakan keberadaan permasalahan agama dalam masyarakat yang kekinian.

Irshad  juga meminta wartawan tidak takut menggarap isu-isu agama meski dinilai menyebabkan kericuhan di dalam masyarakat sosial."Wartawan tidak bisa bermain di permukaan saja. Wartawan harus berani menggali lebih dalam," ujarnya.

Dalam bukunya edisi sebelumunya yang “Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini”, Irshad yang dikenal lesbian ini banyak menggugat sejumlah ajaran pokok dalam Islam, termasuk keimanan kepada keotentikan Al-Quran serta kema’shuman Nabi Muhammad.

Bahkan ia mengakui sendiri dalam berbagai tulisan dalam bukunya, jika ia banyak terpengaruh penulis novel yang menghina Nabi Muhammad seperti Salman Rushdie, yang pernah difatwakan hukuman mati akibat novel “Ayat-Ayat Setan” nya.

“Apa yang dikatakan Salman Rushdie padaku ketika aku mulai menulis buku ini teringat lagi saat aku berefleksi terhadap hidupku sejak penerbitan buku ini. Aku ingat ketika bertanya kepadanya kenapa dia memberikan semangat kepada seorang Muslim muda sepertiku, untuk menulis sesuatu yang bisa mengundang malapetaka ke dalam kehidupannya, seperti yang telah menimpa dirinya. Tanpa ragu sedikit pun, dia menjawab, “Karena sebuah buku lebih penting ketimbang hidup,” ujarnya dalam buku “Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini”, (hal. 322).

Selama menghadiri acara diskusi, Irshad Manji kerap didampingi oleh sejumlah aktivis liberal, seperti Ulil Abshar Abdalla, Novriantoni Kahar, Huntur Romli, Goenawan Mohamad, dan dedengkot JIL lainnya.

Hei Manji! Sudahlah….! Jangan mengacak-acak akidah umat Islam di negeri ini (Indonesia). Jangan mengatasnamakan Islam, Allah, Cinta dan Kebebasan. Jangan mengatasnamakan kefasikan atas nama agama. Akhirilah agendamu untuk mempromosikan pemikiran sesat dan menularkan kebobrokan yang kau lakukan pada umat ini. Cukuplah hanya kau saja yang bobrok. Sekali lagi, sudahlah…! Pulang ke negeri asalmu (Kanada) sanaahh!!!  

Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Kamis, 10 May 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar