Laman

Senin, 24 Desember 2012

Asal Usul Pluralisme Agama


Asal Usul Pluralisme Agama
 
“Bagi Kamu agama kamu,bagiku agamaku“(QS.Alkafirun: 6)

Pada tahun 1875 Helena Blavatsky , Henry Steel Olcott, dan William Quan Judge berdiri sebuah organisasi yahudi bernama Theosophical Society di kota New York dengan tujuan mengikat persaudaraan universal tanpa melihat kelompok, bangsa dan agama, di bawah pimpinan Helena Blavatsky, Henry Steel Olcott, dan William Quan Judge.Beberapa tahun kemudian organisasi ini mendirikan International Head Quarters di Adyar,Chennai,India.Di bawah lambang Theosophical Society tersebut tertulis ayat “ There is no religion higher than Truth (Tidak ada yang lebih tinggi dari agama selain kebenaran) “. Sedangkan tujuan utama perhimpunan Theosofi adalah :

1. Mengadakan inti persaudaraan antara sesama manusia tanpa memandang bangsa, kepercayaan, kelamin, kaum atau warna kulit.
2. Memajukan pelajaran dengan mencari persamaan dalam agama-agama, filsafat dan ilmu pengetahuan.
3. Menyelidiki hukum-hukum alam yang belum dapat di terangkan dan kekuatan-kekuatan dalam manusia yang masih terpendam.

Oleh sebab itu, Theosophical Society adalah sebuah badan kebenaran yang merupakan dasar dari semua agama, yang tidak dapat dimiliki dan dimonopoli oleh agama atau kepercayaan manapun.Theosofi menawarkan sebuah filsafat yang membuat kehidupan menjadi dapat dimengerti, dan theosofi menunjukkan bahwa keadilan dan cinta-kasihlah yang membimbing evolusi kehidupan.

Gagasan Pluralisme masuk ke dalam waacana pemikiran Islam melalui tulisan-tiulisan Rene Guenon ( 1886 – 1851 ) dan diikuti oleh muridnya Frithjof Schoun. Rene Guenon adalah seorang ahli dari perkumpulan Theosophical Society di Perancis yang didirikan oleh seorang FreeMason Gerrad Encausse (1865-1916). Encause mendirikan Free SchoolOf Heremtic Science, sekolah yang mengkaji masalah misticisme. Pengalaman Spiritual Rene Guenon dalam Theosophical Society dan FreeMasonry mendorongnya untuk mengambil kesimpulan bahwa agama memiliki kebenaran dan bersatu dalam level kebenaran.

Pada tahun 1912, Rene Guenon yang semula beragama Kristen masuk ke dalam agama Islamdan berganti nama menjadi Abdul Wahid Yahya. Dalam tulisan dan buku-bukunya, Rene Guenon menghidupkan kembali nilai-nilai, hikmah dan kebenaran abadi yang ada pada tradisi dan agama-agama yang disebutnya Tradisi Primordial ( Primordial Tradition).

Menurutnya walaupun setiap agama itu berbeda, tetapi semua agama itu memiliki tradisi yang sama, disebut dengan TradisiPrimodial, yang dimiliki oleh semua agama. Perbedaan teknis yang terdapat dalam setiap agama merupakan jalan dan cara yang berbeda untuk merealisasikan kebenaran.

Menurut guenon, Semua agama termasuk agama Islam, tidak dapat dikatakan benar atau salah dengan cara mengkajiajaran agamanya, sebab semua agama itu mempunyai kebenaran yang terkandung dalam Tradisi Primordial.Semua agama dalam kegiatan ritualnya hanya merupakan cara untuk mencapai Tradisi Primordial. Rene Geunon meninggla pada tahun 1951 di Kairo sebagai seorang muslim dengan nama Abdul Wahid Yahya

Pemikiran Rene Geunon di teruskan oleh muridnya Frijof Schuon (1907-1998).Sejak berusia 16 tahun, Scuon telah membaca tulisan Geunon “ Orient et Occident “. Kagum dengan pemikiran Geunon, Schuon berkirim surat dengan Geuonn selama 20 tahun. Setelah berkorespodensi sekian lama, akhirnya Scoun berjumpa pertama kali dengan Rene Geunon di Mesir pada tahun 1938, dan masuk islam pada tahun 1948 dengan nama Isa Nuruddin.

Menurut buku “ Trancedentel Unity of Religions” yang di tulis oleh Schoun, agama-agama merupakan salah satu dari tiga wujud utama penjelmaan Zat Yang Mutlak ( Grand Theophanies of The Absolute) yang mempunyai dua hakikat, yaitu : asotric (batin) dan exoteric (dzahir), substansi (substance) dan aksiden (accident), atau essensi (essence) dan bentuk (form),

Semua agama bersatu dalam tingkat bathin (esoteric) walaupun berbeda dalam tingkat dzahir (exoteric). Kesatuan agama dalam tingkat bathin inilah yang disebut dengan “kesatuan agama –agama dalam tingkat transedent (trancedent Unity of Religion).
Oleh karena itu setiap agama dalam tingkat lahir, tidak boleh menganggap dirinya mempunyai kebenaran mutlak (absolutely absolute).

Oleh karena itu klaim eksoterik tentang pemilikam kebenaran absolute secara ekslusif merupakan kesalahan murni, sebab pada kenyataannya setiap ungkapan kebenaran meniscayakan suatu bentuk untuk mengekspresikan nya, dan seara metafisik adalah hal yang mustahil bahwa bentuk memiliki sebuah kebenaran absolute yang ekslusif, yakni tidak boleh merupakan satu-satunya ungkapan dari apa yang diungkapkan.

Malahan Schoun mendakwa dirinya sebagai seorang Syekh Tarekat dengan mendirikan Tarekat Szadzilliah Maryamiyah. Sewaktu di tanyakan kepadanya mengapa dia memakai nama Maryam maka dia menjawab : “ Maryam adalah manusia yang dumuliakan dalam keluarga Daud, dia juga ibu yang mulia dalam agama Kristian. Dan juga perempuan yang mulia dalam sejarah Islam. Dia mencintai tiga agama dan mulai dalam ketiga agama tersebut “akhirnya Schoun meninggal pada tahun 1998 dengan nama Syekh Isa Nuruddin Ahmed al Sazdili al-Alawi el-Maryami.

Selanjutnya pemikiran Schoun diikuti , dikembangkan dan diteruskan oleh Sayed Hussein Nasr, seorang Syiah dari Iran yang menetap di Amerika. Menurut Nasr, setiap agama adalah penjelmaan dari model dasar yang merupakan salah satu bagian dari hakikat ketuhanan. Hakikat suatu agama, Seperti Islam dan Kristen, sebagaimana wujudnya dalam sejarahnya, tidak lainsesuatu yang tertulis dalam model dasarnya di alam ideal. Oleh karena itu perbedaan model dasar inilah yang sejatinya menentukan perbedaan tabiat setiap agama, yang menyebabkan timbulnya pluralitas agama. Namun demikian, model dasar ini selalu merefleksikan atau mengekspresikan focus yang tunggal yang terangkum dalam jangkaun lingkaran yang tunggal. Oleh sebab itu setiap agama pada hakikatnya merefleksikan atau mengekspresikan hakikat ketuhanan.

Nasr juga menyatakan bahwa adalah bertentangan dengan kebijakan dan keadilan Tuhan untuk membiarkan agama-agama dunia dalam kesesatan selama ribuan tahun, padahal berjuta-juta manusia telah mencarijalan keselamatan.Dengan demikian, pluralisme Agama merupakan “kehendak Tuhan” dan sebagai akibatnya semua agama benar dan dapat diikuti. Nasr berpendapat bahwa “memeluk atau percaya kepada agama apapun, kemudian mengamalkan ajaran-ajarannya secara sempurna beearti memeluk dan beriman kepada semua agama”.

Pemikiran Nasr ini banyak diikuti oleh mahasiswa, dosen, dan pemikir muslim di dunia Islam, sehingga dia merupakan tokoh yang paling bertanggung jawab dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan islam tradisional.

Istilah Pluralisme Agama tidak sama dengan istilah Pluralitas Agama, sebab 
Pluralisme Agama adalah faham yang mengakui kesamaan agama-agama,sedangkan Pluralitas Agama adalah pengakuan tentang wujudnya agama-agama dalam masyarakat.

Setiap agama mengakui kebenaran dan keunggulan agamanya masing-masing, dan tidak mengakui kebenaran agama lain, walau tetap bersikap untuk menghargai dan menghormati agama lain. Sedangkan dalam paham pluralisma Agama , setiap agama harus mengakui kebenaran agama lain, malahan menafikkan kebenran mutlak dalam agama masing-masing, sehingga semua agama adalah sama, tuhan semua agama adalah sama, sebab semua agama mnyembah Tuhan yang sama dengan cara yang berbeda-beda sebagaimana dikatakan oleh Husein Nasr “ semua agama adalah jalan-jalan menuju punjak yang sama’

Oleh sebab itu paham pluralisme agama, atau apapun namanya seperti istilah multi kulturalisme atau apapun namanya, yang penting jika mengajarkan kesamaan semua agama , maka hal itu bertentangan dengan ayat al Quran :
 
“Sesungguhnya agama yang diterima disisi Allah Adalah Agama Islam”.(QS.Ali Imran : 19)
 
Dalam ayat lain, Allah menegaskan :
Siapa saja yang mengambil selain agama Islam sebagai agamanya, maka Allah tidak akan menerima agama itu dan di akhirat nanti ia akan merugi” (QS.Ali Imran : 85).
 
source
detikforumkahriman/18th June 2010
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar