JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang membidangi fatwa Ma'ruf Amir mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan, telah melampaui permohonan pemohon.
“Putusan MK tersebut telah melampaui permohonan yang sekadar menghendaki pengakuan hubungan keperdataan atas anak dengan bapak hasil perkawinan tapi tidak dicatatkan kepada KUA,”kata Ma'ruf saat menggelar konfrensi pers di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (13/3/2012).
Dia menjelaskan, putusan MK meluas karena mengatur mengenai hubungan keperdataan atas anak hasil hubungan zina dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya. MUI menilai putusan tersebut sangat berlebihan, melampai batas, dan bersifat “over dosis" serta bertentangan dengan ajaran Islam dan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945
“Putusan MK tersebut memiliki konsekuensi yang sangat luas, termasuk mengesahkan nasab, waris, wali, dan nafkah antara anak hasil zina dan lelaki yang menyebabkan kelahirannya, dimana hal demikian tidak dibenarkan oleh ajaran Islam,” imbuhnya.
Sebagaimana fatwa MUI tentang anak hasil zina dan perlakuan terhadapnya yang mengatakan anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.
Permohonan uji materi UU Perkawinan sebelumnya diajukan oleh Machica Mochtar yang meminta pengakuan status anaknya yang diklaim sebagai anak mantan Menteri Dalam Negeri Moerdiono. Dalam putusan itu, MK menjelaskan anak hasil di luar perkawinan memiliki hubungan perdata (status hukum) dengan laki-laki yang mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
Namun, karena keluarga Moerdiono tak mengakui, maka anak Machica tak berhak mendapat hak waris.
(abe)
Kutipan :
K. Yudha Wirakusuma - Okezone
Selasa, 13 Maret 2012 21:58 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar