Laman

Kamis, 15 Maret 2012

Amnesty International Desak Indonesia Hentikan Khitan Bagi Perempuan


JAKARTA  - Amnesty International mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan praktek khitan bagi perempuan dengan mencabut Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang sunat perempuan

Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang sunat perempuan dinilai Amnesty International kian melegitimasi praktek sunat terhadap perempuan karena mengatur secara detail tata laksana khitan pada perempuan sekaligus memberi otoritas kepada pekerja medis seperti dokter, bidan dan perawat, untuk melakukannya.
Selain itu aturan tersebut menurut Amnesti Internasional juga bertentangan dengan konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi Indonesia.

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan membantah bahwa peraturan Menteri Kesehatan tentang sunat bagi perempuan merupakan legitimasi mutilasi kelamin perempuan. Direktur Bina Kesehatan Ibu di Kementerian Kesehatan, Dr. Gita Maya Koemara Sakti Soepono membantah peraturan tersebut melegitimasi praktek sunat terhadap perempuan.

Menurutnya peraturan tersebut tidak mengharuskan sunat bagi perempuan, tetapi bila ada perempuan yang ingin disunat, peraturan tersebut menjadi panduan agar perempuan terhindar dari praktek sunat yang membahayakan kesehatan.

Saat ini kata Gita Maya, Peraturan Kementerian Kesehatan tentang sunat perempuan itu akan direvisi agar tidak terjadi multi tafsir seperti yang terjadi sekarang ini.
Dr. Gita Maya menjelaskan, "Peraturan Menteri Kesehatan itu tidak lahir begitu saja. Jadi ada kronologisnya. Dari sebelumnya, edaran dirjen yang melarang sunat perempuan. Kemudian fatwa MUI yang minta supaya edaran itu dicabut sampai lahirnya SK dari Menkes."

Ulama Keberatan
Sebelumnya pada tahun 2006, Kementerian Kesehatan pernah melarang adanya khitan perempuan tetapi peraturan tersebut dibatalkan karena keberatan kalangan ulama.
Aneh bin ajaib, Kepala Lembaga Kependudukan dan Gender Universitas YARSI Jakarta, Professor Jurnalis Uddin, menyatakan dukungannya terhadap Amnesty International. Menurut Udin, Peraturan Menteri kesehatan tahun 2010 mengenai tata laksana khitan perempuan, justru semakin memperbesar resiko kerugian pada perempuan yang dikhitan. Untuk itu, Professor Jurnalis Uddin juga mendesak Kementerian Kesehatan segera mencabut peraturan Menteri Kesehatan tentang khitan perempuan.

"Pertama dari segi kesehatan tidak ada guna. Yang ada malah kerugian, karena ada perlukaan, ada yang mungkin pendarahan, kemungkin kalau terjadi infeksi jadi tidak ada manfaat. Di Saudi sendiri tidak ada khitan perempuan, di Jordan tidak ada khitan perempuan, di Libanon tidak ada, di Turki tidak ada. Jadi di negara yang konvensional saja tidak ada. Dan di Mesir fatwa dari mufti tidak boleh melakukan khitan perempuan. Nah Indonesia, contoh yang mana?" ungkap Prof Jurnalis Uddin ngawur.

Konyolnya, Jurnalis Uddin mengatakan, "Majelis Ulama harus diyakinkan. Pakar-pakar bisa menjelaskan Majelis Ulama bahwa fatwanya keliru. Dan itu biasa, di Majelis Ulama suatu fatwa tidak berarti itu fatwa seumur hidup. Bisa saja fatwa itu setelah 5 tahun diubah lagi karena ada temuan-temuan baru, sehingga itu ada dasar untuk mengubah," kata professor keblinger.

Praktek khitan bagi perempuan oleh sebagian negara di dunia saat ini, kabarnya sudah dilarang. Negara-negara di Afrika tahun 2010 lalu bahkan sampai menggelar konferensi internasional untuk mendorong gerakan penghapusan atau pelarangan khitan pada organ genital perempuan yang dinilai melanggar HAM. 

Kutipan :
Desastian/dbs / VoA-Islam
Kamis, 15 Mar 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar