JAKARTA – Sekjen MUI Pusat Ichwan Sam saat menerima delegasi dari Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) menegaskan, bahwa MUI berniat untuk mengeluarkan Fatwa terkait Syiah. Namun, kajian dan pembahasannya masih terus diperdalam. Yang jelas, saat ini MUI telah membentuk tim khusus untuk itu.
Sementara itu dikatakan anggota MUI lainnya, Anwar Abas yang juga kader Muhammadiyah, mengatakan, diperlukan peta Syiah secara nasional, seperti halnya peta gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Seperti diketahui, Pemerintah Iran aktif memberikan beasiswa kepada calon mahasiswa Indonesia untuk belajar di Iran.
Anwar Abas mengaku sudah bisa mencium gerakan Syiah di Indonesia. Anwar bahkan pernah diajak untuk berkunjung ke Syiah. Ia menduga, tawaran beasiswa atau kunjungan ke Iran adalah dalam rangka penjinakan untuk bisa menerima Syiah di negeri ini. “Saya memang pernah diajak ke Iran, tapi saya tidak bisa jinak tuh,” ujar Anwar.
Ketika berkunjung ke Iran, ia pernah cerita dari rekannya Profesor Amir Syarifudin saat berkunjung ke Iran. "Saat berkunjung ke Iran, Prof Amir Syamsuddin bertanya pada mahasiswa, kamu masih Sunni atau sudah Syiah? Mahasiswa itu menjawab, ya sudah Syiah donk Pak," kata Kiyai Anwar Abbas.
Tidak tertutup kemungkinan, kata Anwar, kader NU, Muhammadiyah, al-Washliyyah yang pernah berkunjung ke Iran tak lagi Sunni, melainkan Syiah. Karena itu perlu dibuat peta gerakan Syiah.
Fatwa yang Terlambat
Sementara itu, KH. Maruf Amin mengakui, saat ini permasalahan Syiah menjadi kajian MUI. Namun, persoalan Syiah, juga diakui Kyai Ma’ruf , sebagai kajian yang ruwet sedikit. Karena selain ada Syiah, juga ada Susi (Sunni-Syiah). Ini jadi masalah.
Keterlambatan fatwa MUI pusat terkait kesesatan Syi’ah, dipengaruhi banyak faktor internal, pihak-pihak yang berada di dalam MUI sendiri. Salah satunya perihal kedekatan ideologis orang-orang tertentu di MUI dengan ajaran syi’ah, padahal MUI sendiri adalah lembaga ulama sunni.“MUI dalam perkara Syiah, memang agak lambat. Meski pada tahun 1984, sudah pernah dibahas permasalahan Syiah. Ada wilayah ikhtilaf.
Oleh karena itu, Kiyai Ma'ruf meminta maaf kepada umat Islam kalau fatwa tentang Syiah hingga sekarang belum juga keluar. "Minta maaf kalau MUI agak lambat. Di MUI ada kesulitan menghadapi kelompok Susi”, tandasnya.
Ia menegaskan kembali bahwa, MUI adalah lembaga Ahlus Sunnah wal jama’ah bukan syi’ah.“MUI itu sunni, jadi jangan khawatir” tegasnya. Dalam pertemuan tersebut, Kiyai Ma'ruf juga menyampaikan bahwa fungsi MUI sebagai lembaga penjaga dan mengurusi ummat (himmayah wa riayatil ummah) akan senantiasa menjaga akidah umat Islam dari bahaya aliran sesat, seperti Ahmadiyah.
Sementara terkait fungsi MUI sebagai wadah pemersatu umat (tauhidil ummah), MUI akan mentolerasi perbedaan yang memang bersifat berbeda (al Mukhtalafu fiihi)."Perbedaan ditolerasi, penyimpangan diamputasi", katanya.
Meski demikian MUI juga menyadari bahwa upaya penyatuan umat juga tidak mudah. "Tauhidul ummah itu susah sekali, ini satu pekerjaan supaya ada kesatuan gerakan (tauhidul harakah)", tandasnya.
Dalam pertemuan MIUMI dan MUI, terlihat salah seorang Ketua MUI Umar Shihab hadir di awal-awal pembicaraan. Namun, belum selesai Ustadz Farid Okbah memaparkan kesesatan ajaran Syiah, Umar Shihab walk out (keluar) dari ruangan rapat, bukan untuk ke toilet. Tapi menghilang hingga acara selesai (bada zuhur).
Sekjen DMI Nasir Zubaidi yang juga anggota MUI , saat dikonfirmasi Voa-Islam terkait adanya penyusup Syiah yang menjadikan media internal DMI (Tabloid Jum’at) yang Sunni itu sebagai corong Syiah. “Kami dari PP DMI sudah menyurati Pemred dan Wakil Pemred Tabloid Jumat secara resmi agar tidak menjadikan Syiah sebagai corong di tabloid milik DMI. Bahkan Ketua Umum DMI KH. Tarmidzi Tahir tegas menyatakan penolakannya terhadap Syiah,” ujar Nasir.
Kutipan :
Desastian / VoA-Islam
Rabu, 28 Mar 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar