Laman

Selasa, 06 Desember 2011

PB HMI: Jika Tak Memenuhi Syarat, Gereja Yasmin Bogor Tak Usah Didirikan

 


JAKARTA (voa-islam.com) – Umat Islam menjunjung tinggi hak dan kebebasan beragama dan beribadah. Sebagai warga negara yang baik, jangan mendirikan rumah ibadah jika tak memenuhi syarat agar tidak terjadi konflik. Karena beribadah itu mencari kedamaian dan kerukunan, bukan kerusuhan.
Pernyataan itu diungkapkan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) terkait pernyataan HMI Dipo dalam pertemuan dengan kepausan di Vatikan, Sabtu (10/9/2011), bahwa kasus Gereja GKI Yasmin Bogor bukan konflik antarumat beragama, tapi motif politik yang mengatasnamakan agama.
Meski menghormati dan menjunjung tinggi hak umat beragama untuk beribadah, PB HMI menekankan perlunya mentaati peraturan dalam mendirikan rumah ibadah.

“Pada prinsipnya kami menghargai dan mendukung kebebasan menjalankan ibadah bagi pemeluk agama-agama, termasuk mendirikan rumah-rumah ibadah. Namun pendirian rumah ibadah harus mendapat legalitas dari pemerintah setempat, dan mendapat persetujuan dari masyarakat setempat,” jelas Ketua Umum PB HMI, Alto Makmuralto kepada voa-islam.com, Ahad (11/9/2011).
Terkait konflik gereja GKI Yasmin yang selalu diprotes umat Islam karena prosedurnya melanggar aturan, Alto mengimbau agar gereja ini tak didirikan karena akan membuahkan konflik.
“Kalau dua hal itu (legalitas dan persetujuan warga, ed.) tidak dipenuhi, maka sebaiknya rumah ibadah tidak usah didirikan, karena akan berbuah konflik,” ujarnya.
Menurut Alto, jika pembangunan rumah ibadah dipaksakan tanpa memenuhi dua syarat tersebut, maka misi pendirian rumah ibadah akan menyimpang dari spirit damai yang diajarkan agama. “Hakikat pendirian rumah ibadah adalah untuk ketenteraman jiwa dan raga manusia, bukan untuk menciptakan pertengkaran,” tegasnyal.
Terkait rombongan HMI ke Vatikan yang terdiri dari Ketua Umum Noer Fajrieansyah, Sekjen Basri Dodo, Kabid Hubungan Internasional Muhammad Makmoen Abdullah, serta Wasekjen Bidang Hubungan Internasional Muhammad Chairul Basyar, Ketua Umum PB HMI menyatakan tidak tahu-menahu dan tidak bertanggungjawab, karena mereka bukan dari PB HMI, melainkan HMI kelompok lain, yaitu HMI Dipo. “Bukan (HMI) kami mas, tapi HMI Dipo,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan voa-islam.com sebelumnya, kasus Gereja GKI Yasmin Bogor bergulir sejak awal mula didirikan, karena pihak gereja melakukan kebohongan dalam proses pembangunan GKI, antara lain dengan  mamalsukan surat dan tanda tangan masyarakat setempat untuk persyaratan keluarnya IMB.
Pemalsuan tandatangan warga ini terbukti secara sah dan meyakinkan dalam Pengadilan Negeri Bogor. Majelis Hakim menjatuhkan PUTUSAN BERSALAH kepada terdakwa Munir Karta pada hari Kamis 20 Januari 2011, sebagai pelaku pemalsuan surat dan tandatangan masyarakat setempat.
Dengan terungkapnya pemalsuan tandatangan warga ini, maka otomatis status IMB GKI menjadi CACAT HUKUM.
....proses pembangunan GKI penuh dengan kebohongan, yaitu adanya pemalsuan surat dan tanda tangan masyarakat setempat untuk persyaratan keluarnya IMB...
Ketika GKI Yasmin disegel Pemkot, jemaat gereja berulangkali melakukan pelanggaran lain, misalnya merusak segel dan selalu mengadakan kebaktian-kebaktian di trotoar/bahu jalan.
Membuka paksa segel untuk kebaktian adalah tindakan kriminal  yang melanggar Pasal 232 KUHP Pasal 1 ayat 1, sedangkan kebaktian di trotoar adalah tindakan provokasi dan pelanggaran terhadap Instruksi Gubernur Jawa Barat No. 28 Tahun 1990 pasal 11 tentang Kerukunan Kehidupan Beragama, butir 2(g) bahwa “Tidak mengalihfungsikan suatu tempat atau dan bangunan untuk digunakan tempat ibadah”.
Peraturan lain yang dilanggar GKI Yasmin adalah Perda Kota Bogor No. 8/Thn 2006  Tentang Ketertiban Umum Pasal 6 (k): “Setiap orang dan/atau Badan, dilarang mempergunakan jalan, trotoar, jalur hijau, dan taman selain untuk peruntukannya tanpa mendapat ijin Walikota.” [taz]

kutipan
VOA
Ahad, 11 Sep 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar